BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Istilah poligami berasal dari bahasa Inggris polygamy, yang berarti pemaduan atau pernikahan seorang pria dengan beberapa orang wanita. Sedangkan kebalikannya monogamy, yang berarti hanya beristeri seorang wanita saja. Penggunaan istilah poligami untuk menjelaskan pernikahan seseorang laki-laki muslim dengan beberapa wanita mslimah, sebenarnya bukan merupakan istilah yang tepat dan Islami, karena dalam pemahaman orangorang barat dalam pengertian istilah poligami itu tidak terbatas jumlah isterinya, bisa dua, empat, sepuluh bahakan lebih. Sedangkan di dalam Islam batasannya sangat jelas yaitu jumlah isteri yang dinikahi tidak boleh lebih dari empat orang.1 Dasar hukum poligami termaktub dalam al-Quran dan membatasinya hanya pada dua ayat saja yang terdapat pada surat An-Nisa>’, yaitu:
َوإِنْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ أَﻻﱠ ﺗُﻘْﺴِﻄُﻮاْ ﻓِﻲ اﻟْﯿَﺘَﺎﻣَﻰ ﻓَﺎﻧﻜِﺤُﻮاْ ﻣَﺎ ﻃَﺎبَ ﻟَﻜُﻢ ﻣﱢﻦَ اﻟﻨﱢﺴَﺎء ﻣَﺜْﻨَﻰ وَﺛُﻼَث ْوَرُﺑَﺎعَ ﻓَﺈِنْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ أَﻻﱠ ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮاْ ﻓَﻮَاﺣِﺪَةً أَوْ ﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ أَﯾْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْ ذَﻟِﻚَ أَدْﻧَﻰ أَﻻﱠ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮا Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja , atau budak-
1
Abu Azzam Abdillah, Agar Suami Tak Berpoligamii (Bandung: Cipta Grafika, 2007), .29.
1
2
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”2 [QS.An-Nisa>’ (4):3]
ِوَﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﯿﻌُﻮاْ أَن ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮاْ ﺑَﯿْﻦَ اﻟﻨﱢﺴَﺎء وَﻟَﻮْ ﺣَﺮَﺻْﺘُﻢْ ﻓَﻼَ ﺗَﻤِﯿﻠُﻮاْ ﻛُﻞﱠ اﻟْﻤَﯿْﻞ ًﻓَﺘَﺬَرُوھَﺎ ﻛَﺎﻟْﻤُﻌَﻠﱠﻘَﺔِ وَإِن ﺗُﺼْﻠِﺤُﻮاْ وَﺗَﺘﱠﻘُﻮاْ ﻓَﺈِنﱠ اﻟﻠّﮫَ ﻛَﺎنَ ﻏَﻔُﻮراً رﱠﺣِﯿﻤﺎ Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”3 [QS. An-Nisa>’ (4): 129]
Kedua ayat tersebut memberi manfaat hukum sebagaimana yang dipahami oleh Rasulullah saw, para Sahabatnya, Tabi’in dan mayoritas kaum muslimin, antara lain bolehnya berpoligami hingga batas maksimal empat orang isteri, poligami terikat oleh syarat berlaku adil kepada seluruh isteri, keadilan yang dipersyaratkan ada yang berbentuk materi dan non materi. Keadilan dalam distribusi materi yaitu menyediakan tempat tinggal, makanan, minuman, pakaian, waktu bermalam, dalam bermuamalah, dan kesanggupan menafkahi seluruh isteri beserta anak-anaknya. Sedangkan bentuk keadilan non materi yaitu keadilan dalam hal cinta kasih yang wajib atas seorang suami dengan tidak boleh berpaling dari seorang isterinya secara berlebihan, yang harus dilakukan adalah mempergauli isterinya secara baik hingga sang isteri dapat memperoleh kebahagiaan. 4
2
Al-Quran Terjemah Indonesia (Jakarta: Sari Agung, 2002), 140. Ibid., 178. 4 Isham Muhammad Al-Syarif dan Dr. Muhammad bin Musfir Al-Thawil, Poligami, Tanya Kenapa? (Jakarta: Mirqat Tebar Ilmu, 2008), 97-98. 3
3
Perdebatan seputar masalah poligami seakan tak pernah surut, pertemuan antara pihak yang mendukung dan pihak yang menolaknya seringkali memunculkan perdebatan sengit. Perbedaan pandangan tentang poligami tidak hanya terjadi pada kalangan intelek atau tokoh agama saja, tetapi hampir menyeluruh menjadi perbincangan semua kalangan. Ada yang mendukung dan hampir menyebutnya wajib dan ada juga yang menolak keras hingga mengharamkannya. Pandangan yang menolak poligami, diantaranya: Pandangan Musdah Mulia tentang poligami, menyatakan bahwa poligami itu haram lighairih yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-ekses yang ditimbulkan. Karena itu, perlu diusulkan pelarangan poligami secara mutlak sebab dipandang sebagai kejahatan terhadap manusia (crime against humanitry) dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. 5 Hal senada juga disampaikan oleh Nurul Arifin, seorang artis dan aktifis sebuah partai menilai poligami sebagai bentuk pelanggaran HAM perempuan dan anak-anak, karena dianggap sebagai bentuk pelecehan dan diskriminasi. Nurhasyim, Manajer media Riset dan Training Centre Rifka Annisa Woman Crisis Centre menegaskan “poligami tidak mempengaruhi tingkat kesalehan perempuan, atau tidak ada kaitannya dengan itu. Isteri yang menolak poligami bukan berarti isteri durhaka, apalagi dengan adanya anggapan bahwa hal tersebut dapat memudahkan perempuan masuk surga, karena masih banyak cara lain untuk masuk surga”.6
5
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 194. 6 Abu Azzam Abdillah, Agar Suami..., 12-13.
4
Pandangan yang setuju dan mendukung poligami, diantaranya: Quraish Shihab menyatakan poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.7 Al-Maragi
berpendapat, bahwa kebolehan poligami merupakan
kebolehan yang diperketat, poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan darurat yang hanya boleh dilakukan bagi orang yang benar-benar membutuhkan seperti dalam kondisi : isteri mandul, isteri sudah tua (monopause), dan jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan yang mencolok.8 Ahli Fikih lulusan Universitas Al-Azhar Mesir, Huzaemah Taido Yanggo menyatakan bahwa poligami sesuai dengan syariat Islam. Menurutnya, hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak isteri untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, yaitu ketika sang suami berbuat semena-mena terhadap isterinya. Islam membolehkan poligami dengan syarat adil. Syarat ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau suami tidak berlaku adil kepada isteri-isterinya, berarti suami tidak mu’a>sharah bil ma’ru>f (bergaul dengan baik) kepada mereka.9 Perilaku adil terhadap para isteri adalah syarat utama kehalalan poligami, untuk itu setiap suami harus yakin bahwa ia mampu mewujudkannya sebelum melakukan poligami. Dalam garis besarnya adil itu
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah (Ciputat: Lentera Hati, 2000),cetakan I, 324. Ahamad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, ahli bahasa oleh Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, cet. Ke-2 (Semarang: Toha Putra, 1993), IV: 326-327. 9 Abu Azzam Abdillah, Agar Suami ..., 14. 8
5
menurut Nadimah Tanjung meliputi dua hal yaitu: (1) adil dalam menggauli isteri, (2) adil dalam hal memberikan keperluan hidup [nafkah] yaitu adil dalam membagi-bagi belanja makanan, pakaian, tempat kediaman dan lainlain. Menurut Syekh Mahmud Saltut mengartikan adil dalam berpoligami adalah supaya seorang suami tidak terlalu cenderung kepada salah seorang isterinya dan membiarkannya terlantar. Karena jika demikian itu merupakan aniaya terhadap dirinya.10 Keadilan terhadap isteri merupakan sebab kestabilan hidup berumah tangga, dan jalan menuju terwujudnya pergaulan dan perlakuan yang baik. Menurut Arij Abdurrahman As-Sanan ada tiga rukun keadilan terhadap para isteri, yaitu: 1.
Suami yang diwajibkan berbuat adil
2.
Isteri yang berhak diperlakukan adil
3.
Aspek keadilannya atau hal-hal yang diwajibkan kepada suami untuk berlaku adil di dalamnya, meliputi keadilan dalam bermalam, dalam berpergian jauh, dalam cinta dan hubungan badan dan keadilan dalam nafkah lahir.11 Membahas mengenai poligami tidak sedikit orang keliru memahami
praktek poligami Nabi Muhammad saw., termasuk kaum muslim sendiri. Ada anggapan bahwa poligami itu sunnah Nabi. Dalam prakteknya, Nabi lebih lama bermonogami dari pada berpoligami. Nabi bemonogami selama kurang
10
Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Perspektif Perikatan Nikah (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 71. 11 Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami (Jakarta: PT.Globlalmedia Cipta Publishing, 2003), 54.
6
lebih 28 tahun sementara berpoligami hanya sekitar 7 tahun. Nabi menikah pertama kali dengan Khadijah binti Khuwalid. Ketika itu usia Nabi 25 tahun, sedangan Khadijah berusia 40 tahun. Dari pernikahan terebut Nabi dikaruniai enam orang anak, empat orang perempuan dan dua laki-laki, namum kedua anak laki-lakinya meninggal ketika masih anak-anak. Sampai Khadijah wafat, Nabi tidak menikah lagi dengan perempuan lain.12 Pendek kata, perkawinan Nabi yang monogami dan penuh kebahagiaan itu berlangsung selama 28 tahun, 17 tahun dijalani di masa sebelum kerasulan (qabla bi’tsah), dan 11 tahun sesudah masa kerasulan (ba’da bi’tsah). Dua tahun setelah Khadijah wafat, baru Nabi menikah lagi dengan beberapa perempuan.13 Nabi ternyata memilih poligami di tengahtengah masyarakat yang memandang poligami sebagai hal yang lumrah, sebaliknya segelintir umat Islam yang pro poligami justru mempratekkan poligami di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas mempraktekkan monogami. Anggapan bahwa Nabi Muhammad saw., melakukan poligami dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan biologis atau hanya untuk memuaskan syahwat dan hasrat seksualnya semata. Dalam prakteknya, Nabi sama sekali tidak didasarkan pada kepentingan biologis atau untuk mendapat keturunan. Nabi melakukan poligami semata-mata untuk kepentingan dakwah dan keselamatan umat menuju tegaknya masyarakat Madinah yang didambakan.14
12
Siti Musdah Mulia,Islam Menggugat ..., 75. Daftar lengkap nama isteri-isteri Nabi dan tahun perkawinan lihat di lampiran. 14 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat ..., 80. 13
7
Prinsip perkawinan menurut Undang–Undang Perkawinan tahun 1974 adalah monogami, sedangkan poligami merupakan pengecualian. Prinsip Hukum Islam mengatur kehadiran poligami sebagai hal yang muba>h. Namun demikian dalam pelaksanaan poligami tersebut harus dibarengi dengan keadilan terhadap isteri dengan penuh tanggung jawab. Mengenai prosedur atau tata cara izin poligami yang resmi diatur oleh Islam memang tidak ada ketentuan secara pasti, namun di Indonesia dengan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur tentang prosedur poligami, yaitu: 1.
Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama, yang pengajuannya telah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.
Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan hukum.15 Persyaratan poligami diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan pada pasal 4 dan 5. Berikut juga mengenai tata pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bab VIII pasal 40-44. Kemudian juga dalam Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1983 mengenai Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil pasal 4 dan 5. Selain itu diterangkan juga melalui Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam bab IX pasal 55-59 yang dikenal dengan KHI. 15
M.A. Tihami dan Sohari Sahrini, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), 369.
8
Dari semua peraturan perundang-undangan yang mengatur poligami diatas adalah latar belakang pengambilan keputusan hakim dalam memberikan izin poligami di Pengadilan agama. Pengadilan agama selaku instansi yang berwenang mengadili dalam urusan perkawinan atau hukum keluarga hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seseorang apabila memenuhi syarat yang terdapat pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 yaitu : a.
Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
b.
Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c.
Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Di Samping syarat-syarat tersebut diatas, maka untuk memperoleh
izin Pengadilan Agama harus memenuhi syarat-syarat sebaagai berikut : a.
Adanya persetujuan dari isteri/ isteri-isteri
b.
Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka
c.
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.16 Persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau
dengan lisan, sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan pada sidang pengadilan agama. 16
Pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 58 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
9
Persetujuan tersebut tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak memungkinkan dimintai persetujuannya dan tidak ada kabar dari isteri-isterinya sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim.17 Dalam hal isteri tidak mau memberikan persetujuan kepada suaminya untuk beristeri lebih dari satu orang, berdasarkan salah satu alasan tersebut diatas, maka pengadilan agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama dan terhadap penetapan ini, isteri atau suami dapat mengajukan banding/kasasi.18 Hakim dalam mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya harus mengetahui dengan jelas tentang fakta dan peristiwa yang ada dalam perkara tersebut. Setelah Majelis Hakim menemukan peristiwa dan fakta secara objektif, maka Majelis Hakim berusaha menemukan hukumnya secara tepat dan akurat terhadap peristiwa yang terjadi. Jika dasar-dasar hukum yang dikemukakan oleh pihak-pihak yang berperkara yang berperkara kurang lengkap, maka Majelis Hakim karena jabatannya dapat menambah atau melengkapi dasar-dasar hukum itu sepanjang tidak merugikan pihak-pihak yang berperkara.19 Salah satu pengadilan agama yang ada diwilayah Sidoarjo adalah Pengadilan Agama Sidoarjo. Pengadilan Agama Sidoarjo merupakan pengadilan agama tingkat pertama yang ada di Kota Sidoarjo. Pengadilan Agama Sidoarjo pada tahun 2013 pernah memberikan putusan mengenai izin 17
Lihat, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kompilasi Hukum Islam Pasal 59. 19 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata (Jakarta: Kencana, 2005), 278. 18
10
poligami.
Hal
ini
dapat
dilihat
dalam
putusan
perkara
nomor:
1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. Pihak suami bernama PEMOHON20, 47 tahun, beragama Islam, pendidikan D3, pekerjaan usaha jual mobil, bertempat tinggal di Desa Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo berstatus menikah dengan isteri bernama TERMOHON umur 46 tahun, agama Islam, pendidikan D3, pekerjaaan ibu rumah tangga, keduanya telah menikah pada tanggal 22 November 1996 dengan catatan akta nikah no. 416/36/XI/1996 di KUA Tegal Sari Surabaya. Selama pernikahan mereka hidup bersama dan tinggal di Desa Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Dari hasil pernikahan mereka telah dikaruniani dua orang anak, anak pertama umur 15 tahun, anak kedua umur 13 tahun. Kehidupan rumah tangga mereka rukun sebagaimana layaknya suami isteri lainnya. Sampai pada suatu saat Pemohon (suami) mengajukan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Sidoarjo dan ingin menikah lagi dengan perempuan lain bernama CALON ISTERI, usia 37 tahun beragama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga bertempat tinggal di Kecamatan Wiyung Surabaya, disebabkan Calon Isteri kedua Pemohon sudah dalam keadaan hamil.21 Bahwa dalam pokok permohonannya Pemohon memohon untuk menikah lagi dengan perempuan bernama CALON ISTERI dengan alasan Pemohon ingin merubah hidupnya ke arah yang lebih baik lagi dan untuk tidak terus menerus terjerumus dalam kemaksiatan di samping itu 20 21
Identitas nama pelaku tidak tertulis. Salinan Putusan No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda., 1-2.
11
untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kepada keluarga dan calon isteri kedua Pemohon yang sekarang calon isteri Pemohon sedang hamil 6 (enam) bulan serta dalam rangka penyelesaian kekeluargaan dan untuk mendapatkan atkte kelahiran anak yang berada dalam kandungan calon isteri kedua Pemohon. Pada
perkara
ini
alasan
yang
diajukan
Pemohon
dalam
permohonannya untuk beristeri lebih dari seorang tidak sesuai dengan alasanalasan yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan yaitu, isteri tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai isteri, isteri mengalami cacat badan dan isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan, permohonan Pemohon telah memenuhi syarat kumulatif untuk beristeri lebih dari seseorang sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam, namun Pemohon belum memenuhi syarat alternatif untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No.1 tentang Perkawinan jo. Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam. Pertimbangan hukum hakim dalam memberikan izin poligami kepada Pemohon yang meskipun belum memenuhi persyaratan untuk diberikan izin poligami sesuai ketentuan Undang-undang yang berlaku karena hakim mempunyai pertimbangan hukum lain yang menjadi dasar hakim dalam memberikan izin poligami yaitu perlu mempertimbangkan kondisi calon isteri kedua Pemohon yang sedang dalam hami 6 (enam) bulan sebagai akibat
12
hubungan badan dengan pemohon. Hakim menilai bahwa anak yang akan lahir dan yang berada di dalam kandungan calon isteri kedua Pemohon memerlukan perlindungan hukum terkait status hukumnya (h}ifz}un nasl), dan perlindungan hukum tersebut hanya diberikan melalui perkawinan.22 Sehingga penulis menilai keputusan hakim mengabulkan permohonan izin poligami Pemohon ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagai pelaksanaannya yang secara khusus berperan sebagai sumber hukum acara peradilan agama dan pedoman hakim dalam memutuskan sebuah perkara. Pada putusan no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. Hakim memberikan izin poligami diluar syarat alternatif. Untuk itu penulis tertarik meneliti lebih lanjut untuk mengenai dasar dan pertimbangan hukum Hakim di Pengadilan Agama Sidoarjo tentang pemberian izin poligami, oleh karena itu penulis memberi
judul:
“ANALISIS
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN NO. 1821/Pdt.G/2013/PA.SDA”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar
belakang diatas dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
22
Ibid., 16.
13
a.
Keadilan dalam poligami
b.
Kontroversi poligami
c.
Sejarah Poligami Nabi Muhammad saw
d.
Dasar Hukum poligami
e.
Deskripsi kasus poligami
f.
Pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan izin poligami dengan nomor perkara: 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda.
2.
Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, penelitian terbatas pada: 1.
Pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan izin poligami dengan nomor perkara: 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda
2.
Analisis hukum Islam terhadap Pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan
izin
poligami
dengan
nomor
perkara:
1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Mengapa majelis hakim memberikan izin poligami dalam putusan no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda ?
2.
Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum majelis hakim
memberikan
1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda ?
izin
poligami
dalam
putusan
no.
14
D. Kajian Pustaka Pembahasan yang dikaji dalam tulisan ini adalah pertimbangan hukum hakim dalam memberikan izin poligami di Pengadilan Agama Sidoarjo. Sebelumnya sudah ada penulis dan peneliti yang membahas mengenai izin poligami, diantaranya : Zumrotus Sholihah dalam skripsinya tahun 2013 yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Dalil Hukum Hakim Pengadilan Agama Lamongan No.0147/pdt.G/2011/PA.LMG Tentang Izin Poligami”. Alasan Pemohon mengajukan permohonan izin poligami dikarenakan pemohon telah lama membuka usaha bersama berupa kolam pemancingan dan usaha dagang bibit perikanan dengan calon isteri kedua pemohon. Alasan yang diajukan oleh pemohon memang tidak sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalil hukum hakim Pengadilan Agama Lamongan mengabulkan permohonan izin poligami yaitu dengan alasan bahwa pemohon dengan calon isteri kedua pemohon sudah lama tinggal bersama, karena hakim menilai apabila tidak diberikan izin poligami dan dibiarkan terus menerus akan banyak madhorotnya daripada manfaatnya. Sesuai dengan kaidah Fiqhnya “Menolak bahaya itu didahulukan daripada menarik manfaat (kemaslahatan)”. 23 Ira Dwi Lestari dalam skripsinya tahun 2012 yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan No.0063/pdt.G/2010/PA.TBN 23
Zumrotus Sholihah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Dalil Hukum Hakim Pengadilan Agama Lamongan No.0147/pdt.G/2011/PA.LMG Tentang Izin Poligami” (Skripsi--Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,2013). 80.
15
Tentang Izin Poligami Dengan Alasan Isteri Menderita Penyakit Diabetes”. Izin poligami dengan alasan isteri menderita penyakit diabetes memang tidak secara implisit diterangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan akan tetapi majelis hakim menqiyaskannya dengan Pasal 4 ayat (2) huruf a UU No. 1/1974 karena penyakit diabetes adalah salah satu penyakit gangguan kesehatan diamana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan lagi yang menyebabkan seorang yang menderita penyakit diabetes akan kehilangan gairah seksnya.24 Noerul Muzdalifah dalam skripsinya tahun 2004 yang berjudul “Putusan Izin Poligami Karena Khawatir Zina Studi Kasus Di Pengadilan Agama Sidoarjo”. Alasan Pemohon mengajukan permohonan izin poligami yaitu karena Pemohon dan Calon isteri kedua sudah menjalin hubungan kurang lebih 4 tahun dan Pemohon khawatir akan terjerumus ke lembah hitam jika tidak menikah dengan Calon Isteri kedua Pemohon. Artinya, Pemohon khawatir berbuat zina apabila tidak menikahi Calon isteri kedua pemohon. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengadilan Agama Sidoarjo dalam mengabulkan permohonan izin poligami dengan alasan khawatir berbuat zina karena hakim menilai apabila permohonan izin poligami tersebut tidak dikabulkan bisa jadi suami akan melakukan perbuatan kotor (zina) atau
24
Ira Duwi Lestari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan No.0063/pdt.G/2010/PA.TBN Tentang Izin Poligami Dengan Alasan Isteri Menderita Penyakit Diabetes” (Skripsi--Fakultas syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,2013), 63.
16
menceraikan isterinya. Sesuai kaidah fiqh “Menolak bahaya itu didahulukan daripada menarik manfaat (kemaslahatan)”. 25 Ovi Okta Amiliyah Hidayat dalam jurnalnya tahun 2013 yang berjudul “Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Permohonan Izin Poligami Karena Isteri Tidak Dapat Menjalankan Kewajibannya
(Studi
3663/Pdt.G/2012/Pa.Bwi
Normatif )”.
Hasil
Putusan penelitian
Perkara
Nomor
menyimpulkan
bahwa
Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan keturunan. Di dalam perkara tersebut Pemohon telah memenuhi persyaratan untuk beristeri lebih dari seorang dan dapat dibuktikan dengan adanya surat pernyataan istri bersedia dimadu dan adanya surat pernyataan bahwa istri tidak mampu lagi berhubungan intim karena istri sibuk dengan pekerjaannya.Oleh karena itu, cukup alasan untuk majelis hakim dalam memberikan izin poligami sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.26 Beberapa penelitian yang telah ditelusuri penulis menunjukan, bahwa belum ada penelitian skripsi yang secara khusus membahas tentang putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda tentang izin poligami dengan alasan Pemohon ingin merubah hidupnya ke arah yang lebih
25
Noerul Muzdalifah, “Putusan Izin Poligami Karena Khawatir Zina Studi Kasus Di Pengadilan Agama Sidoarjo” (Skripsi--Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,2004), 69. 26 Ovi Okta Amiliyah Hidayat, “Dasar Hukum Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Permohonan Izin Poligami Karena Isteri Tidak Dapat Menjalankan Kewajibannya (Studi Normatif Putusan Perkara Nomor 3663/Pdt.G/2012/Pa.Bwi )” ( Jurnal Ilmiah--Fakultas Hukum, Universitas Malang, 2013).
17
baik lagi dan untuk tidak terus menerus terjerumus dalam kemaksiatan di samping itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kepada keluarga dan calon isteri kedua Pemohon yang sekarang calon isteri Pemohon sedang hamil 6 (enam) bulan serta dalam rangka penyelesaian kekeluargaan dan untuk mendapatkan atkte kelahiran anak yang berada dalam kandungan calon isteri kedua Pemohon. Perbedaan penelitian ini dengan skripsi tersebut diatas adalah dalam hal konteks alasan yang diajukan pemohon untuk mengajukan permohonan izin poligami ke Pengadilan Agama berbeda dengan penelitipeneliti sebelumnya. Mengenai dasar hukum dan pertimbangan hakim yang digunakan dalam memberikan izin poligami pada perkara no. 1821/Pdt.G/2013/PA.SDA juga berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu bahwa hakim memberikan izin poligami karena hakim perlu mempertimbangkan kondisi calon isteri kedua Pemohon yang sedang dalam hami 6 (enam) bulan sebagai akibat hubungan badan dengan pemohon. Hakim menilai bahwa anak yang akan lahir dan yang berada di dalam kandungan calon isteri kedua Pemohon memerlukan perlindungan hukum terkait status hukumnya (h}ifz}un nasl), dan perlindungan hukum tersebut hanya diberikan melalui perkawinan.
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memutus perkara no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda.
18
2.
Untuk menganalisis putusan Pengadilan Agama Sidoarjo dari segi yuridis pada perkara no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda.
F. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna dalam beberapa hal sebagai berikut: 1.
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan, memperluas khazanah ilmu pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat dan menyempurnakan teori yang sudah ada.
2.
Secara Praktis Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan yang bersifat empiris, khususnya yang berkaitan dengan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama.
G. Definisi Operasional Untuk
mendapatkan
gambaran
yang
jelas
dan
menghindari
kesalahpahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan pengertian masing-masing variabel
19
secara tegas dan spesifik dari judul “ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGN HUKUM HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN NO. 1821/Pdt.G/2013/PA.SDA” sebagai berikut: Hukum Islam
: Ketentuan hukum bagi orang islam yang sudah diadopsi dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
Pertimbangan Hukum
: Merupakan dasar argumentasi hukum hakim yang digunakan
dalam
putusan
perkara
No.
1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. Poligami
: Ikatan perkawinan dalam hal suami mengawini lebih
dari
seorang
isteri
dalam
waktu
bersamaan.27 H. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif bersifat kualitatif karena data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa salinan putusan Hakim, yakni putusan perkara no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA. Agar penulisan skripsi ini dapat tersusun dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan metode penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1.
27
Data yang dihimpun
Siti Musda Mulia, Islam Menggugat ..., 3.
20
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut: a.
Isi putusan Pengadilan Agama Sidoarjo tentang izin poligami perkara no.1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda.
b.
Prosedur
penyelesaian
perkara
tentang
izin
poligami
no.1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. c.
Dalil hukum Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tentang izin poligami perkara no.1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda
2.
Sumber Data Berdasarkan data yang dihimpun tersebut diatas, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah: a.
Sumber data primer Yaitu berkas putusan Pengadilan Agama Sidoarjo perkara no.1821/pdt.G/2013/Pa.Sda. tentang Izin Poligami.
b.
Sumber data sekunder Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, seperti literatur-literatur mengenai poligami, antara lain:
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah RI No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
21
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat
Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami
Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami
3.
Dll.
Teknik Pengumpulan Data Dalam menghimpun data, penulis menggunakan teknik atau dengan cara sebagai berikut: Dokumentasi yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dan mempelajari data berupa dokumen, terutama dari salinan putusan Pengadilan Agama Sidoarjo perkara no. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. Dengan menggunakan dokumentasi, peneliti mendapatkan data tentang prosedur permohonan izin poligami, berita acara persidangan, dan
isi
putusan
Pengadilan
Agama
Sidoarjo
perkara
no.1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. tentang izin poligami. 4.
Analisis Data Merupakan upaya mencari dan untuk meningkatkan pemahaman penelitian
tentang
pertimbangan
hukum
Majelis
Hakim
dalam
memberikan izin poligami pada perkara no.1821/Pdt.g?2013/Pa.Sda. dan menyajikannya bagi orang lain. Data yng diperoleh baik data primer maupun data sekunder, dianalisis
menggunakan
analisis
deskriptif
analitik,
yaitu
22
menggambarkan
secara
sistematis
mengenai
perkara
no.1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda. tentang izin poligami, sehingga dapat diketahui prosedur dan tahapan perkara pemeriksaan dan dapat diketahui pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam mengabulkan izin poligami pada perkara
no.1821/Pdt.g/2013/Pa.Sda.
kemudian disusun dan
dituangkan dalam bentuk naratif dengan menggunakan pola deduktif dan dianalisis, apakah pertimbangan hukum Hakim dalam putusan tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku serta dalil-dalil yang ada, yakni : al-Quran, Hadis, kaidah fiqh dan pendapat ulama.
I.
Sistematika Pembahasan Dalam setiap pembahasan suatu masalah sistematik pembahasan merupakan suatu aspek yang penting karena sistematika pembahasan ini dimaksudkan untuk mempermudah bagi pembaca dalam mengetahui alur pembahasan yang terkandung di dalam skripsi. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini adalah pada BAB PERTAMA membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
definisi operasional,
metode
penelitian,
dan
sistematika
pembahasan. BAB KEDUA, merupakan landasan teori yang membahas tentang poligami dalam perspektif kompilasi hukum Islam dan peraturan perundangundangan di Indonesia, yakni Undang-Undang no.1 Tahun 1974 tentang
23
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang meliputi pengertian poligami, dasar hukum poligami, syarat-syarat poligami, prosedur izin poligami, dan alasan-alasan poligami. BAB KETIGA, merupakan uraian terhadap hasil penelitian tentang izin poligami dalam perkara No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA. yang memuat tentang kompetensi Peradilan Agama Sidorajo, proses permohonan izin poligami
pada
perkara
No.
1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA,
dan
proses
penyelesaian izin poligami pada perkara No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA. BAB KEEMPAT, merupakan bab yang berisi tentang analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim yang meliputi tentang persetujuan majelis hakim dalam memberikan izin poligami pada perkara No. 1821/Pdt.G/2013/PA. dan analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum
hakim
memberikan
izin
poligami
dalam
putusan
No.
1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA. BAB KELIMA, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.