BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dibentuknya organisasi regional adalah untuk mengembangkan perkenomian dan sosial negara melalui usaha bersama. Mereka juga memfasilitasi negaranegara anggota untuk mengurangi permusuhan. Uni Eropa adalah satu contoh paling relevan yang dapat mengintegrasikan negara- negara Eropa Barat dan memperkuat perekonomian mereka. Sementara itu di kawasan Asia, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) muncul sebagai organisasi regional yang sukses dalam integrasi sosial, politik, dan ekonominya. Sejak berdirinya di tahun 1967, ASEAN telah menunjukan kinerja yang baik. Kemajuan integrasi dan perkembangan kerjasama yang sangat baik dibidang politik, sosial dan ekonomi telah membawa Uni Eropa maupun ASEAN dalam pembentukan identitas bersama, dan secara perlahan hal tersebut lebih diperhatikan dibandingkan interstate conflict di dalam kawasan mereka yang mayoritas berupa sengketa wilayah perbatasan negara.1Berharap mendapatkan keberhasilan yang diperoleh oleh Uni Eropa, negara- negara di Asia Selatan mulai mengintegrasikan diri mereka ke dalam satu jalan yang sama, yaitu South Asian Association of Regional Cooperation (SAARC). Wilayah SAARC meliputi bagian selatan, dikelilingi oleh Pegunungan Hindi dan terdiri dari tujuh negara. India, Bangladesh, Pakistan, Bhutan, dan Nepal terletak di Sub-kontingen India sementara Sri Lanka dan Maladewa adalah bagian dari Samudera Hindia.2 Menurut Andrew Hurrel, pembentukan organisasi regional supranasional diikuti dengan mendalamnya integrasi ekonomi secara bertahap merupakan salah satu dasar kohesi regional.3 Terbentuknya SAARC di kawasan Asia Selatan merupakan salah satu bukti adanya kohesi regional. Namun, bukan berarti SAARC dapat tidak memiliki tantangan bagi kohesivitas
regionalnya.Apa
saja
tantangan
kohesivitas
regional
yang
dihadapi
SAARCmenarik untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertama, SAARC muncul di sebuah kawasan yang penting bagi percaturan politik internasional.India muncul sebagai kekuatan baru dunia,ditilikdarikekuatanekonomidanmiliternya. Pakistan menjadi penting karena pengembangan senjata nuklir yang dia miliki dan kedekatan geografisnya dengan negara1
S. Pattanaik, ‘Making sense of regional cooperation: SAARC at twenty’, Strategic Analysis, Vol. 30, No. 1, Institute for Defence Studies Analysis, New Delhi, 2006, p. 16 2 S. Patil dkk., ‘SAARC Toward Greater Economy’, Institue of Peace and Conflict Studies Konrad Adenauer Foundation and India International Centre’s Conference Report, New Delhi, 2009, p. 3. 3 L. Fawcett dan A. Hurrel, ‘Regionalism in World Politics’, Oxford University Press, United States, 1995,p. 45.
3
negara Asia Tengah. SementaraituAfghanistan dan Pakistan memiliki ikatan negara muslim dunia dan kedakatan politisnya dengan negara- negara teluk. Berada di jalur perdagangan Benua Hindia, Sri Lanka menjadi negara penting bagi perdagangan internasional. Selain itu, kawasan Asia Selatan menjadi sorotan bagi dunia internasional beberapa tahun belakangan ini karena adanya kebijakan luar negeri New Silk Road yang dimiliki oleh dua negara superpower dunia, Amerika Serikat dan Cina. New Silk Road merupakan jalur perdagangan laut, yang melewati tiga negara Asia Selatan,yaitu India, Pakistan, dan Afghanistan.4 Kedua,selama tiga puluh tahun berdirinya, tingkat kepuasan masyarakat akan kinerja SAARC sebagai sebuah organisasi regional ternyata rendah.5 SAARC masih belum menunjukan efektivitasnya sebagai sebuah organisasi regional. Kerjasama yang dilakukan oleh negara anggota lebih banyak kerjasama extra regional dibandingkan intra regional.6 Misalnya saja dalam aspek ekonomi, perdagangan intra-regional di antara negara- negara SAARC menunjukan ketidakaktifan jika dibandingkan dengan perdangangan ekstra regional mereka. Sampai pada tahun 2011, perdagangan di antara negara- negara SAARC hanya menunjukan angka 5% dari total volume perdagangan di dalam kawasan.7 Jika dibandingkan dengan perdagangan kawasan lain, angka tersebut sangatlah kecil, menimbang Uni Eropa mampu mencapai angka 60% dan ASEAN mencapai angka 25%.8 Dibidang politik dan sosialnya, sudah terdapat beberapa perjanjian yang disepakati bersama, namun pada prakteknya kurang dapat berjalan dengan baik. Ketiga, SAARC selama ini dianggap kurang efektif dalam menciptakan stabilitas keamanan kawasan karena keberadaannya di Asia Selatan tidak membawa dampak yang signifikan terhadap penciptaan perdamaian kawasan dan ketegangan politik di antara negara anggotanya.9Konflik religius dan linguistik berdasarkan karakter mayoritas dan minoritas menjadi variabel utama yang memiliki dampak besar terhadap hubungan negara- negara kawasan. Tren yang cukup berbahaya tersebut juga memberikan dampak negatif bagi hubungan dua negara pemeran utama dalam regionalisme di Asia Selatan, India dan 4
U.S.Departmentof State, ‘U.S. Support for The New Silk Road’, (daring), << .http://www.state.gov/p/sca/ci/af/newsilkroad/>>diakses pada tanggal 27 April 2015 5 Ahmed & Bhatnagar, ‘Interstate Conflicts and Regionalism in South Asia’,Center for Strategic Research, Republic of Turkey Ministry of Foreign affairs, 2008, p. 8 6 M. Siddiqi, ‘India and SAARC Nations’, Maxford Books, New Delhi, 2006, p. 24 7 The World Bank, ‘South Asia’s Challenges in Trade Integration and Growth’, International Economics & trade in South Asia (daring), 2013, << http://go.worldbank.org/727ALAI540>>, diakses pada 2 Mei 2015 8 D. Scott, “Deducing India’s Grand Strategyof Regional Hegemony from Historical and Conceptual Perspective”, Institute of Defence and Strategic Studies Working Paper, No. 76, Singapore, April 2005, p.41 9 S. Patil dkk., ‘SAARC Toward Greater Economy’, dalam Institue of Peace and Conflict Studies Konrad Adenauer Foundation and India International Centre’s Conference Report.
4
Pakistan.10Perbedaan yang tajam di antara India dan Pakistan meliputi beberapa dimensi, berawal dari sengketa perbatasan tanah demarkasi dan batas maritim, sengketa tanah untuk sumber daya air, permasalahan imigrasi ilegal sampai perang skala kecil maupun besar atas dasar ketakutan negara hegemon terhadap negara periperal.11 Perseteruan antara India dan Pakistan tidak terhenti pada konflik sosial budaya, namun merambah juga pada aspek ekonomi dan militer. Kemunculan isu nuklir dalam dinamika perpolitikan internasional IndiaPakistan telah mentransformasi esensi konsep balance of power. Dinamika ini merupakan eskalasi dalam dimensi politik dan reduksi dari aspek militer ( hard power). Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk diteliti mengapa integrasi regional SAARC sangat lamban dan apa yang dibutuhkan oleh SAARC untuk mempererat kohesivitas regionalnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil adalah : 1. Mengapa sampai saat ini kohesivitas regional SAARC cenderung lemah? 2. Apa saja yang dibutuhkan oleh SAARC untuk memperoleh kohesivitas regional yang lebih erat? 1.3 Landasan Konseptual a. Centripetal Forces dan Centrifugal Forces dalam Regionalisme Regionalisme memiliki arti dan tujuan yang berbeda bagi masing- masing negara ketika mereka bergabung dengan sebuah organisasi regional. Dalam berbagai macam studi kasus, biasanya negara yang bergabung tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Perbedaan yang ada di dalam suatu organisai regiona tersebut menjadi semakin tajam dengan adanya interstate conflict di antara negara- negara anggota. Bahkan jika negara- negara tersebut terlihat menyetujui sebuah agenda kerjasama regional, mereka secara fundamental tetap memiliki konsep dan tujuan regionalisme yang berbeda.12Selain itu, konsep regionalisme sendiri masih merupakan konsep yang abstrak. Di dalam praktiknya, masih terdapat tumpang tindih antara konsep region, regionisasi, dan regionalisme. Andrew Hurrell mengatakan, “Both ‘region’ and ‘regionalism; are ambiguous terms. The terrain is contested 10
C. Baxter dkk.,’Government and Politics in South Asia,’ (eds), Westview Press,Lahore,1993, p. 257. Naseer and Amin, ‘Dynamics of Power of Balance in South Asia : Implications for Regional Peace’, Brekeley Journal of Social Science, Vol.1, No.1,BrekeleyJanuari 2011, p.3. 12 A. Bailes, J. Gooneratne, M. Inayat, J. Khan, & S. Singh, ‘Regionalism in South Asian Diplomacy’, Stockhom International Peace Research Institute (SIPRI), paper No. 15, Solna, 2007, p. 3. 11
5
and the debate on definitions have produced little consensus.”13Pendapat berbeda ditunjukkan oleh Muthiah Alagappa dari Universitas Cambridge yang lebih memilih untuk mendefinisikan konsep region dan regionalisme secara terpisah lalu mengintegrasikan kedua konsep tersebut ke dalam konsep regionalisasi. Di dalam skripsi ini, penulis membedakan konsep ‘regionalisme’ dan ‘regionalisasi’ berdasarkan pendapat B. Hettne dan F. Soderbaum, yang dijelaskan sebagai barikut :
“Regionalism in this particular sense is usually associated with a programme and strategy, and may lead to formal institution-building. ‘Regionalisation’ denotes the (empirical) process that leads to patterns of cooperation, integration, complementary and convergence within a particular cross- national geographical space”14
Menurut Hurrell, terbentuknya sebuah organisasi regional di dalam kawasan merupakan salah satu tanda adanya integrasi kawasan yang didukung oleh kohesivitas regional di antara negara- negara anggota organisasi tersebut. Munculnya SAARC di kawasan Asia Selatan juga menunjukan bahwa sudah terdapat integrasi di antara negaranegara Asia Selatan. Namun sayangnya, kohesivitas regional yang mengikat negara- negara anggota masih lemah karena sampai saat ini perkembangan kerja sama di bawah payung SAARC masih sangat lamban. Untuk itu, penulis menggunakan tulisan A. Drysdale dan G. Blake untuk menjelaskan mengapa sampai saat ini kohesivitas regional di dalam SAARC masih sangat lemah. Di dalam bukunya, ‘The Middle East and North Africa : A Political Geography’, Drysdale dan Blake mengungkapkan bahwa untuk mempelajari regionalisme, tidak cukup hanya dengan melihat faktor- faktor yang nyata, terlihat di dalam peta atau sering disebut dengan faktor geografis. Di dalam proses regionalisasi, terdapat dua faktor yang paling berpengaruh terhadap kohesivitas regional, yaitu centripetal forces atau tekanan yang dapat memperkuat kohesivitas regional dan juga centrifugal forces atau tekanan yang justru memperlemah kohesivitas regional. Memfokuskan penelitiannya pada kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, Drysdale dan Blake menyimpulkan bahwa sampai saat ini,
13
A. Hurrell, ‘Explaining the Resurgence of Regionalism in World Politics IV’, iJournal of International Relations, Cambrige University Press, Cambridge, 1995, p. 333 14 B. Hettne & F. Soderbaum, ‘Theorising The New Regionness’, New Political Economy, Vol.5, No.3, Desember, Department of Peace and Development Researh, Goteborg University, Goteborg, p. 5.
6
kohesivitas regional yang ada di antara negara- negara anggota masih sangat lemah karena masih banyak terdapat interstate conflict di antara negara- negara anggota Arab League. Timur Tengah sebagai sebuah kawasan memiliki centripetal forces berupa persamaan agama, yaitu Islam dan bahasa, yaitu Bahasa Arab. Namun centrifugal forces yang dimiliki oleh Arab League lebih banyak, yaitu adanya perbedaan sistem politik, jaringan transportasi antar negara yang kurang, integrasi nasional di dalam masing- masing negara anggota Arab League yang masih bergejolak, faktor sejarah yang menentukan kedekatan mereka dengan negaranegara barat, ketimpangan ekonomi, dan yang paling penting adalah faktor eksternal seperti Amerika Serikat dan negara- negara Eropa yang sengaja memecah belah negara- negara Timur Tengah. Menggunakan tulisan Drysdale dan Blake ini, penulis berupaya untuk menjawab mengenai
problematika
kohesivitas
regional
di
dalam
SAARC.Penulis
akan
mengklasifikasikan centripetal forces dan centrifugal forces yang dimiliki oleh SAARC, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kohesivitas regional yang ada di dalam SAARC. b. The New Regionalism Approach Untuk menjawab pertanyaan kedua, penulis akan menggunakan konsep The New Regionalism Theory(NRT) ini dikemukakan oleh B. Hettne dan F. Soderbaum. NRT berusaha untuk mendeskripsikan proses regionalisasi ke dalam beberapa level ‘regionness’ , proses di mana sebuah area geografis yang tadinya berupa objek pasif, bertransformasi menjadi subjek yang aktif dan mampu mengartikulasikan kepentingan transnasional kawasan.15Hettne dan Soderbaum menjelaskan bahwa tujuan dalam proses regionalisasi adalah adanya kemampuan negara- negara untuk menciptakan sebuah security community yang mana dibutuhkan kohesivitas regional yang sangat erat. Penggunaan konsep ini berkesinambungan dengan landasan konseptual pertama yang digunakan oleh penulis untuk memprediksi sampai pada tahap manakah SAARC saat ini, dan apa yang dapat dilakukan oleh SAARC untuk mencapai terbentuknya sebuah security community dengan kohesivitas regional yang erat. Lima level regionness yang dijelaskan oleh Hettne dan Soderbaum adalah sebagai berikut : 1. Region as region space , adalah level di mana sebuah kawasan geografis yang dibatasi oleh batas- batas alam, dan terdapat hambatan fisik. Pada level ini, konsep region terbatas pada konsep ‘teritorial geografis’
15
B. Hettne & F. Soderbaum, pp. 15-16.
7
2. Region as social system, adalah level dimana kawasan telah berkembang dengan adanya hubungan trans-local yang didukung oleh kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi. 3. Region as an international society, adalah level dimana seperangkat peraturan telah dibuat untuk mengatur hubungan antar negara di dalam kawasan supaya terprediksi (less anarchic), dan maka dari itu, konflik- konflik di dalam kawasan secara berangsur akan berkurang. Maka dari itu, level ketiga ini ditandai dengan adanya organisasi regional. 4. The region as community, adalah level di mana sebuah kerangka organisasional memfasilitasi dan mempromosikan komunikasi sosial dan adanya penyatuan nilai, norma, dan perilaku dalam satu kawasan. Maka dari itu, level ini ditandai dengan danya social trust di dalam kawasan. 5. Region as an institutionalised polity, adalah level di mana kawasan memliki stuktur pengambilan keputusan yang lebih permanen dan tetap, sehingga kawasan dapat menyuarakan satu suara dan memiliki peran yang lebih kuat sebagai aktor global, yang lebih lanjut didefinisikan sebagai actorship. Hettne dan Soderbaum mengatakan bahwa sebuah kawasan dpaat dikatakan memiliki daya ikat yang sangat baik apabila di antara negara- negara tersebut tercipta suatu security community.Di dalam tulisannya, Hettne dan Soderbaum menerangkan bahwa terciptanya security community merupakan adopsi dari pemikiran emanuel Adler dan Michael Barnet. Mereka menuliskan di dalam bukunya Security Communities(1998) bahwa security community didasarkan pada identitas, nilai, dan makna bersama; interaksi langsung dari berbagai sisi; dan kepentingan jangka panjang yang timbal balik.16Untuk mencapai tahap tersebut, tentu sebuah kawasan harus memiliki beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut tersebut secara bertingkat dijelaskan sebagai berikut, pertama,adanya precipitating condition di mana negara- negara dalam kawasan memiliki kerelaan atau terbuka untuk saling berhubungan karena didorong oleh faktor- faktor percepatan, seperti perubahan teknologi, demografi, ekonomi, lingkungan, dan ancaman dari luar kawasan. Kedua, terdapat process variable berupa pembelajaran sosial yang berdampak pada kesadaran bahwa dalam suatu kawsan, stuktur masyarakatnya adalah heterogen (etnis, ras, agama, dan bahasa). Kesadaran tersebut akan mendorong kawasan untuk memiliki satu identitas bersama yang mencakup semua identitas tersebut. Terdapat pula structural variable yang mencakup adanya kekuatan yang memaksa negara- negara untuk 16
E. Adler & M. Barneet, ‘Security Communities’, Cambridge Univerity Press, Cambridge, 1998, p. 21.
8
bersatu atau menjadi magnet penarik negara- negara lainnya di dalam kawasan dan adanya pemerataan pengetahuansebagai wadah untuk shared ideas. Ketiga, dan merupakan yang terpenting, adalah adanya rasa saling percaya dan pengakuan identitas bersama. Landasan konseptual kedua ini akan membantu menjawab apa saja yang dibutuhkan oleh SAARC untuk mencapai kohesivitas regional sempurna. 1.4 Hipotesis Kohesivitas regional SAARC selama ini cendeung lemah karena adanya centrifugal forces yang lebih banyak dibandingkan dengan centripetal forces-nya. Kohesivitas regional sempurna mungkin dapat dicapai oleh SAARC apabila terdapat beberapa faktor, seperti precipitating condition, process variable and structural variable, dan juga rasa saling percaya serta pengakuan identitas bersama di antara negara- negara anggotanya. 1.5 Metodologi Penelitian Penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatifdengan mengumpulkan jenis data kualitatif, sekunder (data yang sudah diolah), dan time-series data atau data berkala melalui studi literatur dari buku, jurnal, artikel internet, media massa baik online maupun cetak. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan ke dalam kategori-kategori tertentu seperti data terkait kemunculan dan perkembanganorganisasi SAARC beserta centripetal forces dan centrifugal yang dimiliki olehnya. Pencaraian data akan dibatasi satu jangka waktu tertentu, yaitu dari tahun 1985 sampai tahun 2014 . 1.6 Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan difokuskan padacentripetal forces dan centrifugal forces yang dimiliki oleh SAARC, beserta pengaruhnya terhadapperkembangan SAARC sebagai sebuah organisasi regional di Asia Selatan. Selain itu, akan diteliti pula apa yang dibutuhkan oleh SAARC untuk mencapai kohesivitas regional sempurna. Data yang diperoleh akan dibatasi pada jangka waktu dari tahun 1985 – 2014.
SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini akan terbagi ke dalam tiga bab dan kesimpulan akhir. Pada bab satu akan menjelaskan latar belakang dan rumusan masalah yang akan dijawab dalam skripsi ini, landasan konseptual sebagai alat untuk menjawab rumusan masalah, metode penelitian, dan 9
asumsi sementara. Selanjutnya bab dua akan dijelaskan mengenai centripetal forces dan centrifugal forces yang dimiliki oleh SAARC. Bab tiga akan menjelaskan bagaimana perkembangan SAARC selama tiga puluh tahun, dan apa yang dibutuhkan SAARC untuk memperoleh kohesivitas regional sempurna. Terakhir, yaitu bab kesimpulan, penulis akan menyimpulkan hasil penelitian skripsi ini, yang juga merupakan jawaban atas rumusan masalah.
10