BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kehutanan saat ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu secara lestari, apalagi pertumbuhan industri kayu yang semakin meningkat jumlahnya, sehingga terjadi defisit kayu untuk industri. Hal ini berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, sehingga keperluan kayu semakin meningkat. Pada tahun 2013, kebutuhan log nasional tercatat mencapai 49 juta m3. Kebutuhan itu dipenuhi dari hutan alam sebesar 4 juta m3, Perhutani sebesar 922,123 m3, hutan tanaman industri sebanyak 21 juta m3. Untuk sisa kebutuhan kayu tersebut dipenuhi dari hutan rakyat dengan suplai sebanyak 23 juta m3 (Sugiharto, 2015). Salah satunya cara untuk menyelamatkan kerusakan hutan yang terus menerus dengan memperkenalkan hutan rakyat. Hutan rakyat akhir-akhir ini menjadi primadona baru bagi pelaku bisnis perkayuan. Di tengah-tengah menurunnya potensi produksi dari hutan negara, hutan rakyat mampu menunjukkan eksistensinya untuk memproduksi kayu. Pada satu sisi menunjukkan adanya ancaman over eksploitasi. Akibatnya kelestarian hutan rakyat menjadi terancam jika tidak diikuti dengan pengelolaan yang baik. Berbagai inisiatif seperti perbaikan peraturan ataupun adanya social forestry yang telah diterapkan oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia masih belum bisa mengatasi kerusakan hutan yang terus berlanjut. Pada tahun
1
2
1990- an sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan berusaha mencari penyelesaian masalah tersebut dengan mendirikan sebuah lembaga sertifikasi hutan (Atyi dan Simula, 2002). Pada awalnya sertifikasi hutan hanya terdapat di Negara-negara Eropa tetapi sekarang sudah berkembang sampai ke Negara-negara Asia termasuk Indonesia. Adanya sertifikasi tersebut diharapkan bisa mendorong para pengelola hutan untuk bisa mengelola hutan secara lestari. Adanya sertifikasi di hutan rakyat dapat membantu dalam menekan laju kerusakan hutan. Hutan rakyat memiliki peran yang positif baik secara ekonomi maupun ekologi. Secara ekonomi adanya hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan petani dengan harga kayu premium price, penyedia lapangan pekerja, dan memacu pembangunan ekonomi daerah. Sedangakan secara ekologi, hutan rakyat mampu berperan positif dalam jasa lingkungan seperti; mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air. Karakteristik pengelolaan hutan rakyat di Indonesia saat ini masih bersifat individual dan belum mempunyai manajemen formal. Anggapan tersebut didasari oleh kecenderungan petani hutan rakyat yang biasa menebang pohon dengan sistem tebang butuh pada daur yang tidak optimal, karena desakan ekonomi rumah tangga petani itu sendiri. Petani hutan rakyat belum dapat disebut memiliki usaha hutan rakyat dengan prinsip kelestarian hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh sedikitnya jumlah pohon yang dimiliki serta penentuan daur yang tidak menentu, karena sampai saat ini pohon-pohon yang
3
dimilikinya tidak diposisikan untuk menjadi salah satu sumber pendapatan andalan. Pohon-pohon tersebut bagi pemiliknya lebih di lihat sebagai tabungan. Hutan rakyat selain sebagai penyedia bahan baku berupa kayu juga sebagai penyedia jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dapat diberikan untuk masyarakat sekitar sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, penyedia oksigen, dan penyerap karbon. Hutan merupakan penyerap karbon terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon. Hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain, seperti: padang rumput, tanaman semusim, dan tundra. Pemilihan tema penelitian ini tentang sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) dalam perhitungan etat dan simpanan karbon karena adanya kenaikan harga kayu (premium price) akan mendorong masyarakat untuk berlomba-lomba melakukan penebanga kayu hutan rakyat.. 1.2 Rumusan Masalah Manfaat hutan rakyat selain untuk memenuhi kebutuhan kayu juga untuk jasa lingkungan sekitar hutan. Tinjauan secara ekonomi pengelolaan hutan rakyat masih di anggap sebagai usaha tani yang masih bersifat subsisten yang belum dikelola berdasarkan konsep-konsep kelestarian (Anonim, 2005). Produk kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat merupakan salah satu sumber pendapatan bagi keluarga petani. Sifat subsisten dari pengelolaan hutan rakyat tampak dari cara pemanenean yang dilakukan yaitu hanya bergantung pada kebutuhan keluarga. Bila kebutuhan keluarga telah terpenuhi oleh hasil-hasil
4
tanaman pertanian maka penebangan pohon tidak dilakukan. Penebangan pohon hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam skala besar, misalnya: biaya sekolah, hajatan, atau untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk konstruksi rumah sendiri, sepanjang kebutuhan-kebutuhan keluarga skala besar tersebut diatas tidak ada, maka penebangan tidak dilakukan, sehingga penebangan pohon memiliki korelasi yang kuat dengan jumlah kebutuhan petani. Dengan adanya pengelolaan hutan rakyat yang bersertifikat diharapkan dapat menjamin kelestarian hutan ditinjau dari aspek produksinya, baik produksi kayu maupun non kayu. Kelestarian hasil hutan rakyat ini menuntut adanya keseimbangan antara pertumbuhan pohon-pohon penyusun hutan rakyat dan pemanenanya. Dalam kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan setiap tahun tidak boleh menyebabkan penurunan potensi hutan yang didasarkan etat tebangan dan harus diupayakan agar kondisi kawasan hutan rakyat selalu dalam keadaan penuh (fully stock). Hutan rakyat memiliki potensi yang besar yang belum termanfaatkan sepenuhnya untuk menyelamatkan lingkungan dari perubahan iklim. Menurut studi FAO tahun 2010 penananaman pohon dapat menyerap karbon dalam jumlah yang besar dari udara dalam waktu yang relatif pendek. Hutan dapat menyimpan sekitar 15 ton karbon/ha/tahun dalam bentuk biomassa kayu. Kelestarian hasil hutan rakyat ini dipandang perlu mengingat peranan hutan rakyat dalam menyediakan bahan baku bagi industri perkayuan sangat besar. Hutan rakyat merupakan salah satu alternatif dalam menyediakan bahan
5
baku bagi industri yang diperoleh dengan cara relatif mudah, dibanding kayu dari hutan negara. Untuk dapat memenuhi kebutuhan kayu tersebut, maka perlu dilakukan penaksiran potensi hutan rakyat. Selain produksi kayu yang diperhatikan dalam kelestarian hutan, jasa lingkungan juga penting diperhatikan untuk lingkungan sekitar agar diperoleh hutan rakyat yang seimbang antara produksi kayu dan non kayu. Salah satu upaya untuk menjamin kelestarian hutan baik produksi kayu dan non kayu adalah dengan melakukan penaksiran potensi hutan rakyat sehingga diketahui etat dan penaksiran simpanan karbon pada tahun 2015 yang telah diperoleh sertifikasi PHBML. Berkaitan dengan masalah diatas, timbul beberapa pertanyaan yang merupakan ruang lingkup kajian dalam penelitian, yaitu: 1.
Berapa besar potensi volume kayu, etat tebangan dan simpanan karbon sebelum sertifikasi PHBML pada tahun 2006 di hutan rakyat Desa Alasombo?
2.
Berapa besar potensi volume kayu, etat tebangan dan simpanan karbon sesudah sertifikasi PHBML pada tahun 2015 di hutan rakyat Desa Alasombo?
3.
Bagaimana dinamika etat tebangan dan simpanan karbon di hutan rakyat tersertifikasi PHBML?
6
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannnya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui potensi volume kayu, etat tebangan, dan simpanan karbon sebelum sertifikasi PHBML pada tahun 2006 di hutan rakyat Desa Alasombo. 2. Mengetahui potensi volume kayu, etat tebangan, dan simpanan karbon sesudah sertifikasi PHBML pada tahun 2015 di hutan rakyat Desa Alasombo. 3. Mengetahui dinamika etat tebangan dan simpanan karbon di hutan rakyat tersertifikasi PHBML 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan pihak-pihak terkait terutaman petani hutan rakyat Desa Alasombo dalam melakukan penebangan hasil hutan kayu dan menggali pertumbuhan ekonomi yang optimal untuk pengembangan hutan rakyat guna meningkatkan taraf hidup petani hutan rakyat dan kelestarian fungsi ekologi.