BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bahasa tercermin dalam penggunaan kata beserta maknanya. Kata memang begitu produktif dalam penggunaannya, sebab kata merupakan jembatan yang menghubungkan antara benda ataupun kejadian di dunia ini dengan pikiran yang ada di dalam manusia sehingga kata tersebut akan disimpan di dalam ingatan manusia berupa imaji atau image sebagaimana yang dikatakan oleh Saussure dalam mendeskripiskan sebuah kata dalam bahasa Latin yaitu arbor yang mengacu pada ‘pohon’. Saussure yang menggagas sebuah istilah sign, signified, dan signifier bermaksud menjelaskan bahwa kata arbor misalnya tersimpan dalam ingatan manusia berupa sebuah konsep yang akan dibangkitkan dengan adanya sound image. Menurutnya sign atau tanda merupakan kata itu sendiri yang merupakan kombinasi dari dua hal yakni konsep (mis. pohon dalam kasus arbor) dan sound image yakni bunyi arbor tersebut (Saussure, 1959: 66-67). Istilah konsep yang diajukan oleh Saussure menggambarkan bahwa di dalam memori manusia tersimpan suatu konsep mengenai suatu kata beserta makna yang didapatkan dari suatu gambaran dunia nyata. Konsep kata yang tersimpan dalam memori manusia tidaklah se-rigid atau sekaku dalam kamus karena kata dapat berkembang. Konsep kata disebut juga sebagai konsep leksikal yang menurut Evans
1|Halaman
adalah sebuah unit makna yang berbeda dan dapat diidentifikasi yang tersimpan dalam memori semantik manusia (Evans, 2005: 38). Hal ini dapat dibuktikan ketika kata digunakan untuk menunjuk sebuah referen yang berbeda, namun perbedaan tersebut memiliki kesamaan yang diturunkan dari konsep sebuah leksikon. Misalnya mengenai sebuah leksem PUT yang memiliki makna yakni “to move something in particular place or position”/ memindahkan sesuatu ke tempat atau posisi tertentu, dalam hal ini bisa digunakan dalam kalimat (1.1) sebagai berikut. (1.1) Put it in a bucket under the tap and keep the tap running as you stir the gravel. (BNC: 513) Letakkan ini ke dalam sebuah ember di bawah keran dan biarkanlah keran tersebut mengalirkan air sambil anda mengaduk kerikil tersebut. Makna leksem PUT yaitu memindahkan sesuatu ke suatu tempat atau posisi tertentu sebagaimana contoh kalimat di atas ternyata tidak berhenti pada pemakaian hal tersebut saja akan tetapi makna leksem PUT tersebut juga dapat digunakan dalam kalimat (1.2) berikut. (1.2) Politics puts me to sleep. (LCAED: 474) Politik membuatku tertidur Makna leksem PUT dalam kalimat (1.1) dan (1.2) nampak sekali berbeda jika dilihat dari maknanya namun kedua makna dalam kalimat (1.1) dan (1.2) masih memiliki keterkaitan satu sama lain. Keterlacakan makna suatu leksem ini merupakan contoh dari fleksibelnya sebuah konsep leksikon yang tersimpan dalam memori manusia atau yang disebut juga memori semantik manusia.
2|Halaman
Hubungan perluasan makna leksem PUT yang tidak hanya digunakan dalam hal-hal yang konkrit saja namun juga digunakan dalam hal-hal yang abstrak seperti beberapa kalimat yang di bawah ini. (1.3) You must put aside your pride and apologize to him.(LCAED: 434) Anda harus menyingkirkan kesombonganmu dan meminta maaf padanya Fleksibilitas suatu leksikon yang dipicu oleh perkembangan konsep leksikon itu sendiri memunculkan suatu fenomena bahasa yang disebut sebagai perluasan makna atau polysemy. Perluasan makna atau polysemy merupakan hasil meluasnya sebuah konsep leksikon yang diakibatkan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah karena penggunaan metafora yang tergambar jelas melalui penjelasan Lyon mengenai penggunaan kata mouth yang tidak hanya mengacu pada organ tubuh manusia yang berada di wajah yang biasa digunakan untuk makan, minum, dan berbicara namun juga digunakan dalam hal seperti mouth of the river, mouth of the bottle yang mengembangkan konsep terbuka dan berada di muka atau depan untuk suatu referen lain yang memiliki kesamaan konsep (Lyon, 1997: 52). Fleksibilitas suatu konsep leksikon, hal ini tidak dapat terlepas dari keterkaitan prinsip-prinsip yang dianut oleh pendekatan kognitif dalam melihat suatu fenomena bahasa yang terkait dengan makna. Dikatakan oleh Evans bahwasannya (1) struktur konsep merupakan hal yang nyata (2) struktur semantik merupakan struktur konsep, (3) representasi makna merupakan hal ensiklopedik (umum) dalam pikiran
3|Halaman
manusia dan, (4) konstruksi makna merupakan konseptualisasi (Evans and Melanie, 2006: 153). Keempat prinsip semantik kognitif itulah yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis suatu fenomena polisemi atau perluasan makna pada leksem PUT. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana bentuk leksem PUT di dalam sebuah kalimat? 2) Bagaimana makna primer leksem PUT dan perluasan maknanya? 3) Bagaimana bentuk jejaring semantis perluasan makna leksem PUT? 1.3 Tujuan Penelitian 1) Mendeskripsikan bentuk leksem PUT di dalam sebuah kalimat 2) Mendeskripsikan makna primer leksem PUT dan perluasan maknanya. 3) Menggambarkan jejaring semantis.perluasan makna leksem PUT 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai perluasan makna ini akan ditujukan untuk beberapa hal yang akan terkait dengan manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis akan terkait langsung dengan bidang ilmu semantik sedangkan manfaat praktis akan terkait langsung dengan bidang lain yang masih berhubungan dengan penggunaan ilmu linguistik.
4|Halaman
1.4.1 Manfaat Teoretis Manfat teoretis penelitian ini adalah untuk menambah khasanah keilmuan semantik yang menawarkan teori dan pendekatan linguistik kognitif. Dengan adanya teori dan pendekatan linguistic kognitif maka hal tersebut akan memperkaya cara analisis suatu fenomena bahasa dengan teori semantik kognitif. Selain itu penelitian menggunakan pendekatan kognitif ini menawarkan suatu alternatif solusi yang bisa dilakukan dalam kajian semantik. Selain itu, pendekatan kognitif dengan analisis persepsi dan kompleks konseptualisasi akan memberikan ruang yang luas kepada kajian linguistik diakronis untuk dapat kembali digunakan dalam kajian lingusitik sinkronis. Alasan tersebut didasari oleh tujuan kajian linguistik kognitif yaitu mengkaji penggunaan bahasa secara natural yang bisa menjelaskan dua pengguanaan leksem yang saat ini dianggap sama sekali tak terkait menjadi saling terkait satu sama lain (Sandra, 1938: 368). 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk menciptakan suatu materi pembelajaran mengenai makna kata yang berpolisemi sehingga dapat membantu pembelajar dalam memahami makna perluasan kata tersebut. Selain itu manfaat praktis yang lain adalah dalam hal penerjemahan mengenai suatu makna kata yang digunakan dalam konteks kalimat. Dengan adanya hasil analisis penelitian ini, penerjemahan akan lebih terbantu karena penerjemah dapat memilih diksi yang tepat
5|Halaman
untuk menerjemahkan suatu kata yang mengalami polisemi dan tidak mengubah esensi makna dari penulis bahasa sumber 1.5 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan bagian dari proposal penelitian ini yang akan banyak membahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi suatu kesamaan penelitian dan terjadi suatu hal yang dianggap sebagai plagiarisme. Penelitian mengenai polisemi suatu leksem dengan menggunakan korpus memang sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Oleh karena itu tujuan dari tinjauan pustaaka ini adalah untuk menejelaskan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya. 1.5.1. Pasaribu Peneliti yang telah meneliti polisemi atau perluasan makna adalah Truly Almendo Pasaribu (2013). Dia meneliti mengenai polisemi atau perluasan makna leksem CUT yang dikajinya dengan pendekatan linguistik kognitif. Penelitian mengenai perluasan makna leksem CUT ini menggunakan teori prototipe, yang sebelumnya menggolongkan leksem CUT tersebut dari struktur gramatikanya terlebih dahulu dengan melihat pengaruh dari agen dan pasien terhadap leksem CUT tersebut, kemudian menganalisis maknanya dengan menggunakan pendekatan skema gambar yang mengadopsi dari Rudska dan Ostyn mengenai aspek ruang preposisi. Dari kajiannya dihasilkan 15 perluasan makna leksem CUT baik leksem tersebut sebagai
6|Halaman
verba, verba frasal, nomina, adjektifa, dan konstruksi idiomatis. Peneliti dalam kajiannya menemukan bahwa dalam perluasan makna tersebut disebabkan oleh metafora spasial. Hasil dari analisis perluasan makna tersaebut dijabarkan oleh Pasaribu dengan jejaring semantis yang melibatkan konteks pemakaian dan makna. 1.5.2. Wijaya Peneliti berikutnya adalah Wijaya (2011) yang telaah meneliti perluasan makna leksem HEAD yang dikajinya dengan tujuan untuk menjelaskan motivasi perluasan makna sehingga peneliti tersebut menemukan 13 perluasan makna dengan dimotivasi oleh metafora, metonimi, dan makna konstruksionalnya. Dalam kajiannya Wijaya tidak membedakan antara makna perluasan dengan makna literalnya. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya ini diakhiri dengan pendeskripsian jejaring semantis. 1.5.3. Evans Penelitian semantik kognitif juga telah dilakukan oleh Vyvyan Evans (2004) yang meneliti mengenai perluasan makna leksem TIME yang menghasilkan 8 perluasan makna termasuk makna primer dari leksem TIME. Perluasan makna tersebut meliputi (1) makna durasi, (2) makna momen, (2.1) makna contoh, (2.2) makna peristiwa, (3) makna acuan, (3.1) makna agentif, (4) makna sistem pengukuran, (5) makna komoditas.
7|Halaman
1.5.4 Perbedaan dengan Kajian Sebelumnya Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya dalam hal teori yang
menyertainya
yang
menggunakan
analisis
gramatika
kognitif
yang
dikembangkan oleh Langacker dan juga menggunakan complex conceptualization sebagai di dalam menggambarkan sebuah skema. Pendekatan complex specification digunakan karena pendekatan fullspecification telah mendapat kritikan dari beberapa ahli seperti yang dilakukan oleh Sandra dan Rice (1995) dan oleh Evans dan Tyler (2001) karena pendekatan tersebut gagal dalam menganalisis fenomena makna yang sebenarnya sama namun dianggap berbeda oleh kedua pendekatan itu sehingga terjadilah suatu kesalahpahaman polisemi atau yang dikenal sebagai polysemy fallacy (Sandra, 1938) yang akan dijelaskan lebih lanjut pada 1.6. Oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman polisemi atau polysemy fallacy dan juga subjektifitas (Tyler dan Evans, 2001: 731) peneliti mengggunakan pendekatan kompleks konseptualisasi yang merupakan di bawah metode yang benama principled polysemy atau polisemi berprinsip. 1.6 Landasan teori Landasan Teori yang digunakan dalam peneilitan perluasan makna adalah teori mengenai polisemi dan beberapa hal yang terkait dengan polisemi itu sendiri seperti salah satunya adalah empat sebab terjadinya suatu polisemi yang dikemukakan oleh Riemer yaitu dengan metafora dan metonimi yang masing-masing
8|Halaman
terbagi menjadi (1) metafora, (2) metonimi efek verba, (3) metonimi konteks, dan (4) metonimi konstituen (2005: 182). Analisis perluasan makna dalam penelitian ini juga akan menggunakan analisis persepsi atau perceptual analysis dan konseptualisasi kompleks atau complex conceptualization (Tyler dan Vyvyan, 2001: 731) yang merupakan sebuah kerangka dasar dari analisis perluasan makna yang masuk dalam teori polisemi berprinsip untuk menghindari subjektifitas dan polysemy fallacy atau kekeliruan berpikir atau kesalahpahaman mengenai polisemi (Sandra, 1998: 368). 1.6.1. Polisemi dan Prototipe Polisemi sendiri diartikan sebagai perluasan makna. Kata perluasan makna ini disematkan untuk pengertian polisemi karena pada dasarnya kata yang bermakna banyak tersebut memiliki keterkaitan makna satu dengan yang lainnya (Kreidler, 1998: 52) sehingga dalam kamus polisemi ini dimasukkan dalam satu entri. Keterkaitan antara satu makna dengan makna yang lain ini tidak hanya terbatas pada penggunaan leksem tersebut di saat ini namun juga keterkaitan tersebut masih terhubung dengan makna awal suatu leksem (penggunaan awal). Polisemi memiliki definisi perluasan makna dan makna tersebut saling terkait satu sama lain, oleh karena itu ada suatu makna primer yang diturunkan ke maknamakna yang lainnya sehingga makna tersebut meluas dalam pemakaiannya. Makna
9|Halaman
primer tersebut dalam semantik kognitif dikatakan sebagai suatu prototipe makna suatu kata. Rosch mengemukakan suatu pendapat mengenai prototipe sebagai berikut: Categories are composed of a “core meaning’’ which consists of the ‘‘clearest cases’’ (best examples) of the category, ‘‘surrounded’’ by other category members of decreasing similarity to that core meaning (Akmajian, 2010: 447) Sehingga dalam semantik kognitif terdapat suatu pendekatan dengan teori prototipe yang kemudian dari makna primer tersebut tersebar beberapa makna turunan yang digambarkan dengan radial set categories atau dengan semantic network untuk mengetahui persebaran makna tersebut. Sandra menjelaskan bahwa ada suatu hal yang harus diwaspadai dalam hal analisis dengan pendekatan kognitif yang terkait dengan polisemi. Jika hal tersebut tidak diwaspadai maka akan terjadi sesuatu hal yang disebut oleh Sandra sebagai polysemy fallacy (1998: 368). Kekeliruan mengenai polisemi ini terkait dengan metode atau cara dalam menentukan makna yang berbeda namun saling terkait tersebut, sehingga timbullah kesan bahwa perbedaan makna tersebut sebenarnya tidaklah perlu dilakukan (Ibid, 1998: 370-1). 1.6.1.1 Polisemi Berprinsip Polisemi Berprinsip atau principled polysemy ini merupakan suatu pendekatan untuk menelaah konsep leksikal. Konsep leksikal merupakan sebuah unit makna yang berbeda dan bisa diidentifikasi yang tersimpan dalam memori semantic dan secara
10 | H a l a m a n
konvensional diekspresikan dengan sebuah bentuk leksikal (Evans, 2005: 38). Dalam prakteknya karena sebuah unit makna tersebut telah tersimpan dalam memori setiap manusia berupa konsep baik hal tersebut bergerak maupun diam, baik statis maupun dinamis, akan terus digunakan pada sesuatu hal yang memiliki konsep yang mirip. Sehingga timbullah suatu fenomena polisemi. Sedangkan principled polysemy sendiri merupakan sebuah pendekatan yang mencoba menganalisis sebuah makna yang terhubung dengan kata yang dipandang sebagai sesuatu hal yang tidak mutlak dan sangat dimungkinkan untuk terus berubah. Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa konsep leksikal dipandang sebagai sesuatu hal yang sifatnya dapat berubah dan dinamis (Evans, 2005: 38) Pendekatan principled polysemy sendiri memiliki beberapa tahapan dalam menganalisis sebuah fenomena perluasan makna. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam menganalisis sebuah fenomena perluasan makna adalah (1) penentuan makna yang berbeda (2) penentuan makna utama atau primer, (3) Protoscene (Abstraksi hubungan koseptual dan kesadaran visual mengenai sebuah kejadian spasial) (4) prinsip-prinsip kognitif (Tyler dan Evans, 2001). Makna menjadi berbeda jika, pertama, makna tersebut sifatnya tidak spasial atau ketika bentuk TR dan LM berubah jika dibandingkan dengan makna yang lain. Kedua, harus ada contoh dari makna tersebut yang bebas konteks, yaitu contoh
11 | H a l a m a n
makna yang berbeda tersebut tidak bisa diambil dari makna dan konteks yang lain (Tyler dan Evans, 2001: 731-732). 1.6.1.2 Prototipe Penentuan makna utama atau primer ditentukan dengan lima cara yaitu (1) makna yang terbukti sebagai makna awal dari sudut pandang sejarah, (2) makna yang menjadi makna dominan di jejaring semantis (3) menjadi makna dasar dari maknamakna yang meluas, (4) sebuah makna yang mendahului proses kognitif atau yang dapat langsung tergambarkan, dan (5) sebuah makna yang terkait dengan pengalaman hidup manusia (Ibid, 2005: 97 dan 111). Penentuan makna utama atau primer menggunakan hasil kajian linguistik sejarah bandingan bukan berarti menggunakan sepenuhnya makna dari hasil kajian tersebut. Maksud penggunaan itu adalah untuk mencari makna primer yang masih diturunkan dari makna awal. Oleh karena itu harus dibedakan antara Sanctioning Sense dan Origination Sense. Sanctioning sense merupakan istilah untuk mengacu pada suatu makna yang menjadi induk dari seluruh turunan makna, cara mendapatkannya menggunakan empat bukti linguistik yang telah dijelaskan di atas, sedangkan Origination Sense merupakan makna yang benar-benar murni makna awal suatu leksem saat digunakan. Istilah Sanctioning sense merupakan istilah yang digagas oleh Langacker yang berasal dari sebuah kenyataan bahwa bahasa memberikan keleluasaan kepada
12 | H a l a m a n
pengguna bahasa tersebut untuk menggunakan sesuai dengan kehendaknya sehingga muncullah makna-makna baru. Namun sebebas apapun pengguna bahasa tersebut menggunakan bahasanya, pengguna bahasa haruslah mentaati aturan main berbahasa atau rule of language baik dari segi makna maupun konstruksi gramatikanya (Langacker, 2008: 215) Protoscene atau abstraksi hubungan koseptual dan kesadaran visual mengenai sebuah kejadian spasial merupakan suatu istilah yang akan menggambarkan sebuah kejadian suatu pergerakan terutama dari suatu konsep leksikal. Protoscene ini didapatkan dari pengaplikasian makna primer yang digambarkan dengan pendekatan skema gambar yaitu penggunaan istilah TR (trajectory) benda yang bergerak dan LM (Landmark) benda yang diam yang akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan teori skema gambar. Prinsip-prinsip kognitif merupakan suatu prinsip yang meliputi analisis perspepsi dan konseptualisasi. Keduanya analisis persepsi dan konseptualisasi memiliki hubungan langsung dengan skema gambar karena analisis persepsi merupakan suatu informasi yang telah terkonsep dan telah tersimpan dalam memori dalam bentuk skema abstrak yang disebut dengan skema gambar atau image schema. Sedangkan konseptualisasi adalah konseptualisasi yang mewakili proyeksi dunia nyata yang dapat mewakili suatu fenomena yang sederhana seperti the cloud is over the sun (Awan menutupi matahari) atau fenomena yang relatif rumit dan dinamis the
13 | H a l a m a n
cat ran over the hill and end up several miles away (kucing berlari menyusuri bukit dan berhenti setelah beberapa mil) (Jackendoff, 1983). 1.6.2 Jejaring Semantik Semantic network atau jejaring semantik adalah suatu pendekatan yang digagas oleh Lakoff yaitu bahwa (1) struktur radial tidak hanya memrepresentasikan satu hal saja. kategori cabang bisa dikatakan sebagai variasi model prototype pusat dengan tidak hanya satu primer. Seluruh subkategori bisa dikatakan memiliki kesamaan. (2) subkategori nonsentral ada dikarenakan anggota primer struktur radial dan kesemuanya itu bukanlah suatu yang arbriter maupun tak terprediksi. (3) sebuah teori eksperientalis menggunakan semua model kognitif (seperti propositional, metafora, metonimi, dan skema gambar). Kesemua hal tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui jenis-jenis hubungan yang terjadi antara anggota pusat dengan nonsentral (Lewandowska Barbara dan Tomaszczyk dalam Geeraerts dan Hubert, 2007: 148). Prototipe ini menghasilkan suatu jejaring semantik yang masing-masing cabang merepresentasikan suatu makna yang terkait langsung dengan makna primer yang berada di tengah jejaring tersebut. Titik tengah yang besar tersebut merupakan suatu prototipe makna pada leksem PUT sedangkan titik-titik yang lain yang berada di sekitar titik tengah tersebut merupakan makna turunan dari leksem PUT.
14 | H a l a m a n
Gambar 1.1 Jejaring semantik (Evans dan Melanie, 2007: 332) Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lakoff dalam menjelaskan radial set categories atau jejaring semantis, perluasan makna dalam suatu leksem bisa diprediksi karena masih memiliki hubungan dengan makna pusat atau primer yang berada di tengah dan persebaran makna tersebut bisa dikaitkan dengan preposisi, metafora, dan skema gambar. Ketiga hal tersebut mempengaruhi suatu leksem untuk meluas. 1.6.3 Metafora Metafora dalam semantik kognitif tidak jauh berbeda dengan metafora semantik struktural. Metafora secara makna menurut Busmann adalah gambaran suatu dua objek atau konsep yang memiliki kesamaan fitur semantik sehingga terjadilah suatu transfer makna. (Busmann, 1998: 744). Metafora dalam ilmu semantik sangat terkait dengan perlusan makna sebagaimana yang dikatakan oleh Lyon bahwa salah satu hal yang mendasari perluasan makna adalah karena disebabkan oleh efek metafora (Lyon, 1957: 552). Teori metafora dalam penelitian ini adalah metafora konseptual yaitu metafora yaitu
15 | H a l a m a n
dengan prinsip dasar bahwa pikiran manusialah atau konsep yang ada pada diri manusialah tempat terjadinya suatu metafora (Evans dan Melanie, 2006: 301). Konseptual metafora ini merupakan metafora yang menggunakan konseptual domain sebagai pembandingnya. Kovecses menyatakan bahwa metafora konseptual terdiri dari dua konseptual domain yaitu satu domain dipahami dalam konseptual domain yang lain atau dia menjelaskan DOMAIN KONSEP A adalah DOMAIN KONSEP B (2010: 4). 1.6.4 Metafora dan Dimensi Ruang Pada bagian preposisi, Rudska-Ostyn ((2003: 41) melalui Putz: 1155 dalam Geeraerts dan Hubert, 2007) menciptakan suatu skema mengenai pergerakan preposisi yang dikaitkan dengan faktor atau keadaan spasial karena manusia memang terkait dengan ruang di dalam pikirannya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Penjelasan Rudska-Ostyn dijabarkannya dalam gambar sebagai berikut.
Gambar 1.2. Metafora dimensi ruang yang diadaptasi dari Rudska- Ostyn (2003: 41) Pada dasarnya hal ini terkait erat dengan empat prinsip semantik kognitif yang telah dijelaskan di awal (prinisp yang pertama) bahwasannya konsep atau pemikiran
16 | H a l a m a n
manusia sangat terkait dengan ruangan, karena ketergantungan manusia dengan suatu dimensi ruang. Oleh karena itu, preposisi yang biasanya terikat dalam verba sehingga sering disebut sebagai frasa verba mempengaruhi perluasan makna tersebut seperti dalam leksem PUT seperti put off dan put out. Kedua frasa verba ini berbeda maknanya disebabkan oleh pengaruh metafora preposisi dalam dimensi ruang. 1.6.5 Skema Gambar Menurut Mandler melalui Tyler dan Evans bahwasannya aspek dasar kognisi manusia adalah kemampuannya untuk mengumpulkan seluruh gambaran dunia nyata ke dalam pikiran sehingga dari gambaran dunia nyata inilah terbentuk suatu informasi mengenai kata yang telah terkonsep dalam bentuk skema abstrak sehingga disebutlah image schema atau skema gambar (2001: 737) Teori skema gambar menggunakan prinsip pertama bahwa manusia terkait dengan dimensi ruang bahkan waktu pun dimetaforakan sebagai suatu ruang seperti menggunakan preposisi in dan on. Teori skema gambar mengaplikasikan suatu terma TR atau trajectory dan LM atau Landmark. TR adalah figure atau yang bergerak dan LM adalah ground yang merupakan objek yang diam (Evans dan Melanie 2005 : 181). Gambaran mengenai TR dan LM ini dapat diperhatikan dalam gambar mengenai kalimat (a) John went out of the room dan (b) the honey spread out. Meskipun keduanya memiliki kesamaan dalam preposisinya yaitu menggunakan
17 | H a l a m a n
preposisi out, namun skema gambarnya berbeda karena dalam kalimat (a) John merupakan TR yang bukan berasal dari room tersebut namun dalam kalimat (b) kata honey berasal dari LM atau ruang tempat honey tersebut berasal. Hal tersebut bisa digambarkan sebagai berikut. (1)
(2)
Gambar 1.3 Skema gambar OUT (Evans dan Melanie, 2007: 181-182) Gambar (1) mewakili skema gambar dari kalimat (a) sedangkan gambar (2) mewakili skema gambar kalimat (b). Skema gambar ini akan menjelaskan mengenai perluasan makna dalam leksem PUT. 1.7 Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara untuk peneliti dalam menemukan suatu solusi permasalahan menengenai fenomena kebahasaan yang sesuai dengan masalah tersebut. Sebelum sampai pada penjelasan mengenai metode yang digunakan, penulis akan menyampaikan bahwa penelitian ini akan menganalisis suatu fenomena bahasa yaitu perluasan makna dengan cara mendeskripsikan dan menjelaskan serta menggambarkannya dalam suatu alat yang dinamakan dengan jejaring semantis yang telah dijelaskan dalam landasan teori.
18 | H a l a m a n
Metode karena hakikatnya adalah suatu strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan memverifikasi kebenaran pengetahuan dengan menggunakan metode penelitian (Hadi, 1984: 3) maka dalam penelitian ini yang tujuannya adalah mendeskripsikan, menjelaskan, dan kemudian menggambarkan perluasan makna leksem PUT akan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena mengenai sesuatu hal yang terjadi dengan cara deskriptif yaitu penjelasan dengan kata-kata dan bentuk bahasa dalam suatu konteks yang alami dan menggunakan beberapa metode yang natural (Meolong, 2007: 6). Metode kualitatif ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Meolong yaitu menjelaskan data dengan dengan cara deskriptif sehingga dalam penjelasannya nanti penelitian ini tidak akan menguji kebenaran data dengan angka dalam pembahasannya. 1.8 Sumber Data Sumber data adalah data mentah yang didapatkan dari sumber tertentu. Sumber data menurut dibagi menjadi dua jenis yaitu data lisan dan data tertulis. Data lisan merupakan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan seorang narasumber yang nantinya data tersebut dapat direkam atau dicatat untuk analisis lebih lanjut. Sedangkan data tertulis ialah data yang didapat dari sumber tertulis misalnya koran, media elektronik, artikel, dan data lainnya.
19 | H a l a m a n
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data tertulis yang didapatkan dari beberapa sumber di media elektronik yaitu dari data korpus dari The British National Corpus/BNC di alamat http://www.natcorp.ox.ac.uk/, kamus Longman online Dictionary http://www.ldoceonline.com/search/?q=put., dan Oxford Online Dictionary
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/put.
Korpus
menurut Bussmann adalah serangakaian tuturan yang konkret yang disajikan sebagai dasar empiris dalam penelitian (Bussmann, 1996: 260). Dari penjelasan Bussmann tersebut dapat dikatakan bahwa korpus bisa dijadikan suatu sumber data penelitian. 1.8.1 Metode Pengumpulan data Dalam mendapatkan data dari korpus, penulis menggunakan metode simak atau observasi dengan teknik catat sebagaimana yang dijelaskan oleh Kesuma bahwasannya metode pengumpulan data mentah atau raw data menggunakan metode simak yang data tersebut didapatkan dari kamus dan korpus dengan teknik catat yaitu menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data (Kesuma, 2007: 45). Cara penulis dalam mendapatkan data adalah dengan mengunjungi dua alamat web yaitu ttp://www.natcorp.ox.ac.uk/, http://www.ldoceonline.com/search/?q=put, dan
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/put
dengan
mengetik
leksem PUT pada kolom search yang ada pada kedua web tersebut. Lalu, penulis menemukan kalimat berleksem PUT dan memindahkan data yang telah ditemukan tersebut ke dalam halaman baru di dalam sebuah tabel.
20 | H a l a m a n
1.8.2 Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, analisis data dalam penelitian ini mendeskripsikan bentuk pemakaian leksem PUT dalam kalimat baik leksem PUT sebagai verba, verba partikel, nomina, adjektiva dan idiom yang dijelaskan dengan tiga teori yaitu teori sintaksis, semantic role, dan gramatika kognitif yang dikembangkan oleh Langacker. Selanjutnya, penelitian menjelaskan makna primer dan perluasannya dengan menggunakan teori perceptual analisis dan skema gambar. Skema gambar yang digunakan adalah skema gambar yang telah dikembangkan oleh Evans dan Vyvyan dalam menganalisis ulang preposisi OVER dengan menggunakan analisis perseptual. Setelah menganalisis makna primer dan perluasan maknanya, penjelasan mengenai penyebab terjadinya perluasan makna pun akan dijelaskan dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Riemer yakni metafora dan metonimi verba. Selanjutnya yang ketiga adalah penjelasan mengenai perluasan makna tersebut yang digambarkan ke dalam jejaring semantik. Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode agih atau metode yang menggunakan elemen bahasa sebagai bahan analisisnya (Sudaryanto, 1993: 15). Metode agih ini memiliki beberapa teknik lanjutan yang digunakan untuk analisis data lebih lanjut yaitu dengan menggunakan teknik ubah wujud (Ibid, 1993: 83-91) atau paraphrase yaitu dengan mengganti leksem yang ada pada data yang
21 | H a l a m a n
ditemukan dengan kata yang sesuai atau yang maknanya hampir sama atau bisa menggantikan. Misalnya dalam data 145 “We must put an end to their threats” (kita harus mengakhiri ancaman mereka) yang bisa digantikan dengan kata to end sehingga menjadi “we must end their threats”. Metode ubah wujud ini berfungsi untuk menjelaskan makna perluasan leksem PUT tersebut. Namun, metode yang utama dalam analisis data adalah dengan menggunakan skema gambar atau image scheme. 1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyajian informal dan formal. Penyajian data secara informal yang merupakan penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa kan digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hasil penelitian ini, sedangkan penyajian data formal yang penyajian data dengan kaidah akan digunakan untuk menganalisis data penelitian ini (Kesuma, 2007: 71). 1.9 Sistematika Penyajian Bab 1 penelitian ini berisi latar belakang yang akan menjelaskan mengenai alasan pengambilan topik penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sumber data. Bab 2 dalam penelitian ini akan membahas mengenai bentuk leksem PUT di dalam kalimat. Di dalam bab 2 ini berisi tentang macam-macam penggunaan leksem PUT baik berupa verba, phrasal verb, ataupun idiom.
22 | H a l a m a n
Bab 3 dalam penelitian ini akan membahas mengenai makna primer dan bentuk-bentuk perluasan makna leksem PUT dengan menggunakan pendekatan principled polysemy baik berupa perluasan yang bersifat konkret maupun bersifat abstrak yang melibatkan emosi atau perasaan dan menjelaskan hal-hal yang mendasari terjadinya perluasan makna PUT sehingga diketahui mengapa makna PUT tersebut meluas. Serta menjelaskan segi atau aspek yang diambil dari makna primer leksem PUT. Bab 4 merupakan kelanjutan dari bab 3 yang telah menggolongkan leksem PUT dan perluasannya sesuai dengan konteksnya. Bab 4 ini akan menggambarkan persebaran makna tersebut dalam jejaring semantis sehingga bisa terlihat dengan jelas makna tersebut tersebar ke konteks apa saja dan memiliki makna apa saat diletakkan pada konteks-konteks tersebut. Bab 5 merupakan kesimpulan dari ketiga bab yang berisi mengenai analisis penggunaan leksem PUT di dalam kalimat, perluasan makna leksem PUT, dan jejaring semantik leksem PUT.
23 | H a l a m a n