BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Pada dasarnya, setiap manusia diberkahi keahlian untuk menciptakan dan
merasakan keindahan. Perasaan untuk dapat menikmati keindahan itu mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang bisa menghadirkan kesenangan dan rasa kagum. Hasil karya manusia itu bisa berupa kebendaan atau kreatifitas seni. Salah satu karya seni adalah sastra. Menurut Wellek dan Warren (1990: 3), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena apa yang disajikan dalam karya sastra merupakan gambaran dari kehidupan sehari-hari. Pengarang melihat kejadian yang terjadi disekitarnya dan menuangkannya ke dalam karya sastra agar dapat dinikmati publik. Karya seni saat ini telah berkembang lebih pesat dan lebih bervariasi. Salah satu jenis karya seni adalah film. Film, sebagaimana karya seni yang lain, memiliki ciri-ciri artistik yang terjalin dalam susunan beragam. Seperti lukisan atau pahatan, film menggunakan garis susunan, warna, bentuk, volume dan massa. Seperti drama, menggunakan komunikasi verbal dan dialog. Seperti musik dan puisi yang munggunakan irama kompleks dan halus. Khusus seperti puisi, film juga menggunakan komunikasi melaui citra, metafora dan lambang-lambang. Film juga seperti pantomim, memusatkan pada gambar bergerak yang memiliki
1
2
sifat ritmis tertentu. Dan akhirnya seperti novel yang sanggup memainkan ruang dan waktu (Boggs, 1992: 4). Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan karya seni lain, film memiliki kelebihan sendiri karena bergerak secara bebas dan tetap. Kelebihan ini membuat karya film lebih banyak diminati karena lebih mudah dicerna dan mudah dipahami isinya. Dengan melihat alur cerita dan mendengar dialog-dialog yang disampaikan, serta disesuaikan dengan latar cerita, maka akan lebih mudah bagi publik untuk menikmati karya seni tersebut. Film produksi Korea, meskipun belum masuk ke bioskop-bioskop di Indonesia, namun sudah cukup dikenal oleh masyarakat. Berbagai macam judul dan cerita sudah banyak beredar saat ini. Respon masyarakat Indonesia terhadap film-film Korea juga sangat bagus. Hal ini dapat dilihat dari penjualan kaset-kaset CD dan DVD film Korea yang jumlahnya tidak kalah banyak dengan kaset-kaset film Barat yang lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Bahkan beberapa film Korea telah menginspirasi untuk cerita film pendek Indonesia. Beberapa film ada yang ber-setting kehidupan orang Korea di masa lampau dan masa sekarang dengan tema cerita yang berbeda-beda. Karena merupakan film buatan Korea, maka isi ceritanya pun sesuai dengan kehidupan masyarakat Korea. Akan tetapi, ada juga beberapa film produksi Korea yang mengambil tema bebas dan sama sekali tidak memasukkan unsur kebudayaan Korea di dalamnya dan bertujuan untuk memberikan pengajaran penting tentang kehidupan pada konsumen sasarannya.
3
“Madangeul Naon Amthak (Leafie, A Hen Into the Wild)” adalah salah satu film buatan Korea yang bergenre animasi. Film ini bercerita tentang seekor ayam betina bernama 잎싹(Ipssak) / Leafie (dalam Bahasa Korea =잎싹, 잎
= daun + 싹<ssak> = tumbuh, sedangkan dalam Bahasa Inggris, Leafie berasal dari kata Leaf = daun) yang tinggal di peternakan ayam, namun ia ingin keluar dari peternakan tersebut dan hidup bebas di ladang. Ipssak melarikan diri dari peternakan tempatnya tinggal untuk menuju alam bebas dan menemukan sebuah telur bebek yang masih hangat, kemudian dieraminya. Setelah menetas, anak bebek tersebut diangkat menjadi anaknya dan dibesarkan oleh Ipssak serta diberi nama 초록 (Chorok)/Greenie karena memiliki rambut/jambul berwarna hijau seperti bebek lainnya. Di alam bebas, Ipssak juga bertemu dengan musang bermata satu yang selalu mencari mangsa dan merupakan musuh alamiahnya yang terbesar. Film ini diangkat dari sebuah buku cerita anak terlaris di Korea yang terjual lebih dari 2 juta eksemplar karya Hwang Sun-Mi. Salah satu penghargaan yang pernah diraih adalah memenangkan Polish Award dan telah diterjemahkan ke Bahasa Inggris. Pada tahun 2011, tepatnya 28 Juli 2011, versi filmnya dirilis di Korea dan skenarionya ditulis kembali oleh Na Hyun dan Kim Eun-Jung. Tidak hanya bukunya saja yang sangat laris, namun film ini sendiri pun ditonton lebih dari 2,2 juta orang di Korea dan mendapatkan beberapa nominasi serta penghargaan di festival film di dunia terutama untuk kategori animasi, seperti memperoleh The Best Animation Award dalam “the 5th Asia Pacific Screen
4
Awards”. Film ini adalah hasil karya orang Korea yang dahulu pernah bekerja untuk Disney dan Pixar, maka dari itu, tidak heran tampilan animasi di film ini bisa dibilang bertaraf internasional. Korea pun akhirnya menorehkan tinta emas dalam sejarah film animasi serta menjadi rekor dengan penonton terbanyak untuk film animasi buatan Korea ([email protected]). Sebuah film memiliki tokoh pemeran yang memainkan jalannya cerita. Tokoh-tokoh tersebut memainkan peran tertentu yang telah diatur oleh pengarangnya. Peran atau karakter yang dimainkan oleh tokoh cerita, mengandung aspek-aspek kejiwaan yang baik untuk diteladani ataupun contoh buruk yang tidak boleh ditiru. Psikologi adalah ilmu yang memusatkan perhatiannnya pada aspek-aspek kejiwaan manusia. Ilmu ini lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya, yang hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian. Maka dari itu, sastra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam perannya terhadap kehidupan, karena keduanya memiliki fungsi dalam hidup ini dan sama-sama berurusan dengan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Psikologi dan sastra menjadikan pengalaman sebagai telaah, oleh karena itu pendekatan psikologi dianggap penting dalam penelitian sastra (Endaswara via Minderop, 2010: 2). Pada abad ke-20 teori sastra dilanda perkembangan secara pesat. Salah satunya, sastra dikaitkan dengan ilmu psikologi. Karya sastra di zaman modern saat ini sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi, antara lain kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kisahan dan pembaca. Psikologi
5
sastra tidak bermaksud memecahkan masalah psikologis, namun secara definitif bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Menurut Ratna (via Minderop, 2010: 54), ada tiga cara memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu : a) memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra, b) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan penikmat karya sastra. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksional yang terdapat dalam suatu karya sastra. Psikologi sastra merupakan salah satu teori yang cocok untuk menganalisis film ini. Hal tersebut dikarenakan karakter psikologis dari tokoh utama dalam film “Madangeul Naon Amthak” ini memiliki keunikan dan ciri khas. Unsur-unsur kejiwaan tokoh utama dalam film ini adalah faktor pendukung utama dalam cerita yang membuat film ini bisa menjadi bagus dan sangat diminati oleh masyarakat. Film ini memberikan pesan moral yang baik bagi para penontonnya, sehingga apa yang ada dalam film bisa memberikan dampak-dampak positif bagi masyarakat terutama anak-anak. Selain
menggunakan
teori psikologi
sastra, penelitian ini
akan
menganalisis fakta cerita dalam film, yaitu tokoh dan penokohan, latar, serta alur. Analisis fakta cerita dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai jembatan penghubung sebelum memasuki teori psikologi sastra. Fakta cerita adalah bagian dari teori struktural dan teori struktural meneliti tentang unsur-unsur yang ada di dalam cerita. Sehingga setelah meneliti dan memahami unsur fakta cerita dalam
6
film ini, akan lebih mudah juga untuk meneliti dan memahami psikologis tokohnya. Sedangkan teori psikologi sastra yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori aktualisasi diri dan konsep diri. Teori konsep diri akan menjadi faktor pendukung yang akan memperkuat teori aktualisasi diri pada tokoh utama dalam film ini. Penelitian sastra yang menggunakan teori psikologi sastra saat ini telah banyak dilakukan. Namun penelitian yang menggunakan film animasi sederhana yang bisa ditonton dan memberikan nilai edukasi bagi semua umur saat ini belum banyak. Sehingga dengan ditelitinya film “Madangeul Naon Amthak” ini diharapkan bisa memberikan pengajaran bagi semua kalangan usia, terutama anak-anak supaya memiliki moral yang baik, serta memberikan gambaran aspek kejiwaan yang baik dan patut diteladani yang diusung dalam film animasi ini. 1.2.
RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah, yaitu bagaimanakah fakta cerita (tokoh dan penokohan, alur cerita, dan latar) yang ditampilkan pengarang dalam film “Madangeul Naon Amthak” dan bagaimana aktualisasi diri tokoh Ipssak dalam film “Madangeul Naon Amthak” serta seperti apakah konsep diri yang dimiliki tokoh Ipssak yang dapat mendukung aktualisasi dirinya.
7
1.3.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini ada dua
yaitu untuk dapat mendeskripsikan dan mendapatkan pemahaman tentang fakta cerita yang dimunculkan oleh pengarang dalam film “Madangeul Naon Amthak”. Siapa saja tokoh yang muncul dalam cerita dan bagaimana watak-wataknya, di mana latar tempatnya, serta seperti apa alur cerita dari film ini. Selanjutnya, untuk mengetahui seperti apakah aktualisasi diri yang dicapai oleh tokoh utama dan bagaimanakah konsep diri Ipssak sebagai tokoh utama dalam film “Madangeul Naon Amthak” yang dapat mempengaruhi aktualisasi dirinya. 1.4.
MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka diharapkan
tulisan ini dapat memberikan beberapa manfaat. Sebagaimana penelitian yang lain, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan manfaat teoretis dan praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah menambah penelitian tentang karya sastra Korea modern dengan menggunakan analisis psikologi sastra, khususnya film dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. Sedangkan untuk manfaat praktisnya adalah menambah pengetahuan karakteristik kejiwaan melalui karakter dalam film, menambah minat masyarakat pada film Korea dan menjadi refleksi bagi perfilman dalam negeri, menjadi bahan pengajaran moral yang sederhana dan menarik bagi anak-anak pada khususnya serta penonton pada umumnya.
8
1.5.
LINGKUP PENELITIAN Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti berasal dari film “Madangeul
Naon Amthak” dengan melihat dari struktur pembangunnya yang antara lain adalah tokoh dan penokohan, alur, dan latar cerita. Selain itu juga akan digunakan analisis psikologi sastra tentang teori aktualisasi diri Abraham Maslow dan teori konsep diri untuk penelitian lebih lanjut. Khusus untuk analisis psikologis tokoh, yang akan diteliti adalah hanya tokoh Ipssak, yaitu tokoh utama dalam film ini. 1.6.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini meninjau dari penelitian sebelumnya yang menggunakan
teori psikologi sastra. Penelitian yang pertama adalah skripsi yang berjudul “Aktualisasi Diri Tokoh Utama Ji-Sook Dalam Film “Chinjeong Eomma” (My Mom): Kajian Psikologi Sastra” karya Endang Mitra Sayekti, jurusan Bahasa Korea. Skripsi ini menggunakan teori Abraham Maslow untuk menganalisis tokoh Ji-Sook yang berusaha memenuhi aktualisasinya meskipun terdapat banyak hambatan seperti kanker pankreas yang dideritanya. Namun Ji-Sook tidak pernah menyerah dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya membuat Ji-Sook semakin bersemangat mengejar apa yang diinginkannya. Tinjauan studi yang kedua adalah skripsi karya Nurfitri Sajidah yang berjudul “Analisis Kepribadian Tokoh Bok Nam Dalam Film 김복남 살인사건의
정말 (Bedevilled): Kajian Psikoanalisis Freud”. Skripsi ini berisi tentang analisis kepribadian tokoh Bok Nam dengan menggunakan teori Freud. Tokoh Bok Nam
9
mengalami perubahan karakter yang sangat besar karena ia sering mendapat perlakuan buruk dari lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya, Bok Nam berubah menjadi wanita yang kejam dan tidak memiliki hati nurani. Tinjauan studi yang ketiga adalah skripsi karya Vina Muliawati Putri yang berjudul “Kepribadian Tokoh Soo Ah dalam Film 열세살, 수아 (Girl Thirteen): Kajian Psikoanalisis Freud”. Skripsi ini membahas kepribadian tokoh Soo Ah menggunakan teori Freud yang menggunakan id, ego dan superego. Tokoh Soo Ah mengalami konflik-konflik dengan orang-orang dekat di sekitarnya dan dirinya sendiri. Skripsi ini juga menganalisis cara kerja dan makna mimpi Soo Ah. Tinjauan studi yang keempat adalah skripsi karya Afaf yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Chan-I dalam Film “Ma-Eumi…” (Heart Is) : Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud”. Skripsi ini menganalisis tentang tokoh Chan-I yang mengalami konflik dengan beberapa orang di sekitarnya. Chan-I mengatasi konflik batinnya tersebut dengan mendominasikan salah satu unsur antara id, ego dan superego. Dari beberapa skripsi di atas, yang menjadi tinjauan studi utama adalah skripsi karya Endang Mitra Sayekti, karena menggunakan teori psikologi Abraham Maslow, sama seperti teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Namun, hal yang membedakan skripsi ini dengan penelitian sebelumnya adalah sasaran aktualisasi diri obyek yang diteliti berbeda. Ji Sook mengaktualisasikan diri dengan cara berusaha keras menjalankan perannya dengan baik sebagai seorang
anak,
pelajar,
karyawan,
istri,
dan
ibu.
Sedangkan
Ipssak
10
mengaktualisasikan dirinya dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memenuhi keinginannya bisa hidup di alam bebas. 1.7.
LANDASAN TEORI Landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori
strukturalisme dan teori analisis psikologi sastra. 1.7.1.
Analisis fakta cerita
Analisis fakta cerita adalah bagian-bagian dari teori struktural yang membangun sebuah cerita dari dalam. Metode analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat dan seteliti mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Penggunaan teori ini akan membantu untuk memahami isi cerita yang ingin disampaikan oleh pengarang. Analisis fakta cerita juga membantu untuk menganalisis lebih jauh isi cerita dengan menggunakan teori psikologi sastra. Sehingga akan lebih mudah menganalisis psikologi sastra dalam cerita jika sudah dilakukan analisis strukturalnya. Teori struktural yang termasuk dalam fakta cerita antara lain: 1.7.1.1.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan karakter yang muncul dalam sebuah cerita, sedangkan penokohan adalah perwatakan yang diciptakan pengarang pada tokoh-tokoh dalam karya fiksi. Karakter bisa berupa individu-individu maupun percampuran berbagai kepentingan, emosi dan prinsip moral dari individu tersebut (Stanton,
11
2007: 33). Tokoh adalah faktor penting yang memainkan jalannya cerita. Tanpa adanya tokoh, cerita tidak dapat disusun. Di dalam sebuah cerita biasanya ada tokoh utama, protagonis (tokoh baik), antagonis (tokoh jahat), dan peran pembantu (tokoh lain yang ikut membangun suatu cerita). a. Tokoh Utama Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus dalam suatu cerita sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Tokoh ini juga diutamakan penceritaannya, baik sebagai pelaku kejadian ataupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat mempengaruhi jalannya alur suatu cerita karena selalu diceritakan dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Dalam sebuah cerita bisa terdapat lebih dari satu tokoh utama, namun kadar keutamaannya tetap saja tidak sama. Kadar keutamaan tersebut ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro. 2005: 176177). b. Tokoh Tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang dimunculkan sesekali dalam sebuah cerita dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung. Nurgiyantoro menjelaskan bahwa dalam penokohan cerita terdapat tokoh tambahan yang penting dan mempengaruhi tokoh utama. Tokoh ini disebut tokoh tambahan yang utama, yaitu meskipun dominasinya dalam cerita relatif singkat tetapi mempengaruhi alur cerita.
12
1.7.1.2.
Alur
Alur secara umum adalah rangkaian sebuah peristiwa. Dalam cerita biasanya dikenal tiga alur, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur gabungan. Peristiwa-peristiwa yang membentuk alur saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan. Alur merupakan tulang punggung cerita. Stanton (1965: 16) menyebutkan bahwa dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Konflik adalah istilah untuk dua kekuatan yang saling menaklukkan atau beresistensi. Sedangkan klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga akhir cerita sudah tidak dapat dihindari. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua kekuatan konflik dan menentukan bagaimana cerita diselesaikan. 1.7.1.3.
Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 2007:35). Latar dapat berwujud tempat, waktu, atau keadaan. Latar bisa mempengaruhi keadaan tokoh atau memunculkan emosi tertentu pada tokoh. Di dalam sebuah cerita, penggambaran latar atau setting yang detail akan memudahkan publik untuk memahami cerita. 1.7.2.
Teori Psikologi Sastra
Teori psikologi sastra yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi sastra dari Abraham Maslow. Menurut Maslow (via Minderop, 2010: 277) tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu
13
untuk mencapai tujuan agar kehidupannya lebih bahagia dan memuaskan. Dalam kenyataannya proses motivasional manusia merupakan jantung dari teori Maslow. Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang ada pada manusia adalah bawahan, tersusun menurut tingkatan. Oleh Maslow kebutuhan manusia yang tersusun tersebut dibagi ke dalam dua tingkat yaitu sebagai berikut: 1.
Kebutuhan berkembang, yang terdiri atas Kebutuhan Aktualisasi Diri
2.
Kebutuhan Karena Kekurangan, yang terdiri atas: 2.1.
Kebutuhan fisiologi, seperti perasaan lapar dan haus
2.2.
Kebutuhan rasa aman, seperti keamanan dan stabilitas
2.3.
Kebutuhan rasa kepemilikan dan cinta, seperti kasih sayang dan identifikasi
2.4.
Kebutuhan penghargaan, seperti prestise dan harga diri
2.5.
Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu pencapaian semua potensi manusia
Tidak ada seorang pun yang kebutuhan fisiologisnya terpenuhi 100%. Maslow memperkirakan rata-rata orang dapat terpuaskan kebutuhan fisiologinya sampai 85%, kebutuhan keamanan terpuaskan 75%, kebutuhan cinta dan mencintai terpuaskan 50%, self esteem terpuaskan 40% (via Alwisol, 2004: 255).
14
Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan yang bersifat homoestatik, yaitu usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik seperti makan, minum, tempat tinggal, dan istirahat. Kebutuhan keamanan muncul setelah kebutuhan fisiologi terpenuhi secukupnya. Kebutuhan fisiologi dan kebutuhan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan akan cinta dan dicintai. Ada dua jenis cinta (dewasa) yaitu Deficiency atau D-love dan Being atau B-love. D-love adalah kebutuhan karena kekurangan cinta, orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuatnya menjadi tidak sendirian. B-love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau memanfaatkan orang tersebut. Kebutuhan harga diri (self esteem), muncul ketika kebutuhan akan cinta dan mencintai telah relatif terpuaskan. Ada dua jenis harga diri: a.
Menghargai diri sendiri (self respect), kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan. Orang membutuhkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga dan mampu menguasai tugas dan tantangan hidup.
b.
Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from others), kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dan diterima. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain.
15
Kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga dan mampu. Sebaliknya jika kebutuhan harga diri tidak terpuaskan, selanjutnya akan menyebabkan frustasi seperti perasaan dan sikap inferior, canggung, lemah, pasif, dan tidak mampu menghadapi tuntutan hidup. Ketika semua kebutuhan telah terpenuhi, maka seseorang akan meningkatkan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri karena kebutuhan ini merupakan tingkat puncak dari segala sesuatu yang diinginkan seseorang. Beberapa ciri orang yang mengaktualisasikan diri menurut Abraham Maslow (via Goble, 1987: 51-65), antara lain sebagai berikut: 1.
Melihat hidup secara jernih.
2.
Melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
3.
Spontanitas dan kreativitas.
4.
Kadar konflik dirinya rendah.
5.
Memiliki “kemerdekaan psikologis”.
6.
Menikmati kehidupan pada umumnya dan praktis dalam segala aspek. 1.7.3.
Teori konsep diri
Setiap manusia memiliki keunikan masing-masing karena terbentuk dari pribadi yang berbeda-beda. Dalam teori konsep diri, setiap individu memiliki sikap masing-masing dalam menilai konsep dirinya, ada konsep diri positif dan ada juga konsep diri negatif. Ada individu yang memandang dirinya dengan
16
optimis sehingga menimbulkan konsep diri positif. Akan tetapi ada beberapa individu yang selalu memandang rendah kemampuan dirinya sehingga tidak berani melakukan hal-hal yang menurutnya terlalu mencolok, seperti mengikuti sebuah ajang kompetisi. Sikap yang demikian menimbulkan konsep diri negatif. Konsep diri positif dan konsep diri negatif menurut Brook dan Emmert (via Rahmat, 2000: 105) adalah sebagai berikut: 1.
Konsep diri positif: a.
Yakin akan kemampuannya untuk mengatasi suatu masalah
b.
Merasa setara dengan orang lain
c.
Menerima pujian dengan tanpa rasa malu
d.
Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat
2.
Konsep diri negatif: a.
Peka terhadap kritik
b.
Responsif terhadap pujian, meskipun mungkin ia berpura-pura menghindarinya
c.
Hiperkritis terhadap orang lain
17
d.
Merasa tidak disenangi oleh orang lain, sehingga sulit menciptakan kehangatan dan keakraban dengan orang lain
e. 1.8.
Pesimis terhadap kompetensi
METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara untuk memperoleh pengetahuan mengenai
obyek tertentu dan karenanya harus sesuai dengan kodrat keberadaan obyek itu sebagaimana yang dinyatakan oleh teori (Faruk, 2012:55). Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode
penelitian
sosial
yang
analisisnya
bersifat
menjelaskan
dan
menggambarkan suatu kejadian dengan cermat. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat alamiah dan menghasilkan data deskriptif baik secara lisan maupun tertulis, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati oleh peneliti (Moleong via Sangidu, 2004: 7). Adapun penelitian deskriptif bertujuan memberikan uraian tentang suatu gejala sosial yang diteliti. Studi kepustakaan dilakukan dengan metode mengumpulkan data-data dari segala sumber yang terkait dengan obyek penelitian. Obyek yang terkait dengan teori studi pustaka antara lain film dan subtitle ”Madangeul Naon Amthak”, kamus bahasa Indonesia-Korea dan kamus Korea-Indonesia, buku-buku tentang teori struktural, buku-buku Psikologi Sastra teori Abraham Maslow dan Konsep Diri, serta sumber-sumber informasi lainnya. Langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain menerjemahkan subtitle Korea film “Madangeul Naon Amthak” ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya
18
menganalisis unsur-unsur struktural fakta cerita (plot, tokoh, dan latar) film tersebut menggunakan teori Stanton. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan menganalisis teori psikologi sastra tentang teori aktualisasi diri tokoh utama dalam film. Setelah itu, penelitian berlanjut pada teori konsep diri dari tokoh utama. Langkah terakhir yang akan dilakukan adalah menarik kesimpulan dari seluruh penelitian yang telah dilakukan. Analisis fakta cerita dibutuhkan untuk meneliti unsur-unsur yang membangun sebuah cerita. Selain itu juga sebagai jembatan penghubung sebelum memasuki teori berikutnya. Dengan ditelitinya fakta cerita dalam film ini, diharapkan mampu memudahkan penelitian dan pemahaman pada teori selanjutnya. Teori psikologi sastra tentang teori aktualisasi diri digunakan untuk menelusuri bagaimana tokoh utama menjalani kehidupannya dan apa saja yang ia lakukan untuk memenuhi keinginannya. Sedangkan teori konsep diri dibutuhkan untuk menunjang teori aktualisasi diri. Teori ini digunakan untuk mencari keistimewaan tokoh utama dan faktor apa saja yang mempengaruhinya dalam mencapai aktualisasi diri. Setelah semua konsep dan teori dilakukan sepenuhnya, barulah dapat ditarik kesimpulan yang ingin didapat dari penelitian ini. 1.9.
SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini seluruhnya akan disajikan dalam empat bab. Bab I
merupakan pendahuluan yaitu sebagai pengantar dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan
19
metode penelitian. Pada bab II adalah analisis fakta cerita dalam film “Madangeul Naon Amthak”. Bab III merupakan analisis data dengan teori psikologi sastra. Pada bab ini, akan diteliti objek yang telah ditentukan dengan menggunakan teori aktualisasi diri Abraham Maslow dan teori konsep diri. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh penelitian yang telah dilakukan.