BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media merupakan alat yang sangat berpengaruh pada keberadaan sebuah pesan bagi dan untuk masyarakat terlebih di era global hari ini. Media, utamanya, merupakan sebuah gagasan yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk mengenal lebih jauh terhadap fenomena yang terjadi. Media dalam menyajikan realitas disebut sebagai proses konstruksi realitas. Di media secara tertulis ataupun rekaman adalah suatu upaya menyusun realitas dari satu atau sejumlah peristiwa yang semula terpenggal-penggal (acak) menjadi tersistematis hingga membentuk cerita atau wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 10). Media adalah salah satu hasil produk karya manusia memiliki peran dengan menggunakan bahasa dalam penyampaian pesan kepada masyarakat. Dalam proses konstruksi sosial, bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Melalui instrumen bahasa, objektivikasi terhadap suatu kenyataan dilakukan oleh konstruktor. Proses komunikasi sebagai proses di mana sumber mengolah pesan dan kemudian mengirimkannya kembali melalui saluran untuk diolah kembali (Berger dan Chaffee, 1987: 15). Disini media merupakan konstruktor yang memiliki porsi dalam melakukan konseptualisasi terhadap informasi yang berada di lapangan. Informasi yang telah dikonstruksi oleh media kemudian dilepaskan kepada masyarakat untuk direspon lebih lanjut.
1
2
Beragamnya media yang ada kemudian melahirkan berbagai bentuk penggunaan bahasa yang juga berbeda. Pengklasifikasian ini kemudian terjadi karena adanya peningkatan teknologi yang pada akhirnya turut mempengaruhi penggunaan bahasa dengan medium yang bervariasi. Penggunaan bahasa yang berbeda itu dibagi atas penggunaan bahasa verbal dan non-verbal. Khusus untuk penggunaan bahasa non-verbal, medium yang dapat dijadikan landasan adalah media gambar layaknya foto dan video. Media juga yang pada akhirnya turut meningkatkan berita tentang Teluk Benoa. Teluk Benoa merupakan bagian dari kawasan perairan Bali yang memegang peranan sangat penting dalam menjaga stabilitas berbagai ekosistem dan hidrologi yang ada di dalam Teluk Benoa dan disekitarnya, serta berfungsi memberikan jasa perlindungan, ekonomi hingga sosial budaya masyarakat setempat. Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan dilindungi dari gelombang air laut yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat, serta Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur. Diawali dengan diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 2138/02-CL/HK/2012 Tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa, yang memberi izin kepada PT. Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI) untuk melakukan reklamasi di perairan Teluk Benoa Kabupaten Badung Propinsi Bali seluas 838 Hektar. Penerbitan SK yang dilakukan tanpa melibatkan masyarakat dalam perolehan informasi ini yang kemudian menyebar lewat media. Beragam reaksi lalu timbul terhadap penerbitan SK Gubernur Bali bernomor
3
2138/02-CL/HK/2012 Tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa. Melihat sekilas terhadap dasar permasalahannya, kawasan Teluk Benoa telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penataan ruang yang ada yaitu Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), perairan Teluk Benoa ditetapkan arahan peruntukannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan (Pasal 55 ayat (5)), salah satu jenis Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Di lain pihak, Perda No. 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali tidak ada mengatur dan/atau memberi arahan mengenai peruntukan perairan Teluk Benoa. Reaksi mulai muncul ketika penerbitan Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 yang isinya dapat mempertimbangkan dan mengganti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Oleh beberapa pihak hal ini dianggap sebagai perubahan haluan fungsi Teluk Benoa sebagai daerah konservasi. Dengan kata lain, Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 akan memperlancar reklamasi Teluk Benoa. Beberapa pihak yang mendukung seperti Forum Bali Harmoni (FBH), Aksi Elemen Patra Bali, GASOS (Gerakan Solidaritas Sosial Bali), Asosiasi Sopir Pariwisata Bali, dan Forbara (Forum Relawan Bali Mandara) berdasarkan berita
4
detiknews pada tanggal 27 agustus 2014 serta Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) sendiri sebagai pelaksana reklamasi dan belakangan terwakilkan oleh Forum Bali Shanty berdasarkan berita liputan6.com pada tanggal 17 November 2014 menyebut reklamasi sebagai revitalisasi jelas – jelas telah memberikan gambaran berbeda terhadap sebuah rencana pengurugan tanah yang akan terjadi di Teluk Benoa. Kata revitalisasi maupun reklamasi memiliki arti berbeda merunut pada penjabaran Kamus Besar Bahasa Indonesia. Revitalisasi berarti proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Reklamasi adalah usaha memperluas tanah dengan memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna (misal dengan cara menguruk daerah rawa-rawa); pengurugan (tanah). Respon kembali terjadi bahkan hingga sampai pada tataran masyarakat. Adanya masyarakat yang setuju dan tidak setuju kemudian melebar dengan beberapa hal yang terjadi kemudian. Persinggungan hingga konflik pun terjadi. Suara – suara masyarakat yang pro lewat Forum Bali Shanty maupun kontra yang tercermin dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) yang terbentuk sejak Agustus 2013 lalu lewat berita di balipost.com tanggal 9 Januari 2015 terlihat dalam berbagai medium bahasa lewat spanduk, aksi solidaritas, pemberitaan media dan lainnya. Penolakan lewat atribut media, aksi budaya, pergerakan viral dunia maya yang dimulai dari tahun 2013 hingga hari ini lalu berbuntut kepada perlawanan dengan cara yang sama. Berbagai poster dan baliho yang mengisyaratkan suara masyarakat yang menolak tertandingi juga dengan poster dan baliho. Status
5
masyarakat, keresahan, foto dan video juga menyebar melewati jejaring internet yang juga berkembang. Dominasi arus informasi berasal media sosial layaknya facebook, twitter, youtube maupun lewat laporan televisi nasional layaknya Bali TV, TV One, Net TV maupun siaran televisi lainnya dengan penggunaan berbagai bahasa verbal dan nonverbal. Semakin melebar bahkan meluas hingga ke luar daerah dimana provinsi tempat rencana reklamasi ini akan terjadi yaitu Bali. Berbagai elemen masyarakat bersikap. Berbagai perusakan baliho pihak yang menolak seperti perusakan Baliho Tolak Reklamasi oleh aparat keamanan pada bulan Juni dan Agustus 2014 serta pada Bulan Oktober 2014 ketika sedang ada lawatan Presiden RI ke Bali, pemberangusan informasi dengan menutup atau merobek kata – kata Tolak Reklamasi hingga penggantian dengan Spanduk untuk mendukung Reklamasi yang diwakilkan oleh ForBali’s yang memiliki kemiripan dengan kata ForBali (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) berdasarkan berita di mongabay.co.id pada tanggal 11 Oktober 2014. Penangkapan aktivis tolak reklamasi Jalak Sidakarya pada bulan Maret 2014 oleh polisi serta adu pemikiran lewat berbagai berita yang mencuat. Internet yang menjadi kendaraan informasi juga banyak menghasilkan berbagai video yang terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa yang semuanya dapat dibagi lewat laman video youtube. Informasi dari ForBali (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi) dan ForBali’s (Forum Bali Shanty / pendukung reklamasi) yang berseberangan ini kemudian membuat masyarakat bingung dalam mendapatkan informasi yang sesuai bagi
6
mereka. Ini juga yang menjadikan pertentangan terhadap hak masyarakat dalam mendapatkan informasi yang benar. Sebagai warga negara Indonesia, Negara berhak memberikan hak sesuai yang tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28 F yaitu setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Jika informasi yang diterima oleh masyarakat sudah diolah sedemikian rupa, bagaimana masyarakat akan bisa memakai informasi tersebut untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya? Seperti yang terlihat pada diskusi langsung Radio Global 96,5 FM pada tanggal 27 Desember 2014 dengan tema “Teriakan Rakyat Bali Tolak Reklamasi Tak Sampai ke Puncak Kekuasaan?” yang tercermin oleh beberapa penelponnya yang memberikan pendapat, Tidak mungkin dengan adanya investor orang Bali akan bekerja dan sejahtera semua. Tuhan, tolong tunjukkan mana yang patut, mana yang tidak. Sudah banyak bencana yang menimpa Bali, semoga Tuhan tetap melindungi Bali dan bagi tokoh yang setia memperjuangkan Bali agar selalu diberikan tuntunan-Nya. (Penelpon oleh Bu Vera, Tabanan, 27 Desember 2014) Logikanya kalau SBY tidak memihak investor lalu kenapa ngotot sekali ingin merevisi Keppres Sarbagita dan UU lainnya? Ruhut Sitompul karena dekat dengan kekuasaan dia selalu membela bosnya. Kalau begitu sekalian saja semua UU direvisi termasuk UU Terorisme, bebaskan saja teroris dari penjara demi HAM. Saya mual dengan hal ini, isin basang mecampur jak isin otak. (Penelpon oleh Sinda, Denpasar, 27 Desember 2014)
7
Kok saya jadi bingung, lembaga di Indonesia itu yang mana sih yang disebut legislatif, eksekutif dan yudikatif? Yang saya lihat kekuasaan hanya membangun tirani, sudah tak ada lagi yang bisa dipercaya. (Penelpon oleh Armayani, Taiwan, 27 Desember 2014)
Respon masyarakat di atas memperlihatkan masih adanya kebingungan atau informasi yang belum didapatkan oleh masyarakat. Penting bagi segala media untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan segala kondisi yang ada di lapangan. Termasuk juga tentang wacana videografis tentang reklamasi Teluk Benoa. Masyarakat dengan kaitannya dalam pemerintah erat mengikat dalam sebuah konseptual Threefolding. Pemerintah yang mewakili sistem politik, Masyarakat dengan budaya serta para pengusaha (penerima proyek reklamasi) yang mengatasnamakan perekonomian menjadi jelas terungkap dalam tatanan reklamasi Teluk Benoa. Penempatan kemitraan strategis antara masyarakat sipil, pemerintah, dan bisnis menurut Nicanor Perlas – aktivis Filipina dan penulis Shaping Globalization: Civil Society, Cultural Power and Threefolding - merupakan suatu fenomena yang menentukan dalam memandang perubahan akibat globalisasi. Hubungan ketiga aspek ini sebaiknya saling mendukung dalam menentukan arah kebijakan pembangunan Bali. Namun yang terjadi adalah peletakan kebijakan yang memberi dampak kepada pihak lain. Tercermin dari adanya aksi penolakan maupun dukungan yang berasal dari masyarakat akibat kebijakan yang dibuat pemerintah dan pengusaha. Berlanjut kepada penyampaian pesan agar masyarakat mau menerima,
8
setidaknya satu pikiran dengan para pembuat kebijakan, maka kemudian pesan-pesan tersebut diramu dalam berbagai medium video. Wacana
dalam
video,
pada
sejumlah
media
komunikasi,
selain
merefleksikan keindahan estetika (Becker, 1983; Carrol, 2000), juga berpretensi ideologis-politik dan refleksivitas diri (Hutcheon, 2004: 53-63). Lewat media video yang datang dari media massa maupun hasil produksi masyarakat dengan perantara media pribadi, seperti youtube.com yang mengakomodir laman media televisi nasional maupun video viral yang tersebar lewat media sosial seperti facebook, twitter maupun path, informasi-informasi tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat dengan realitas yang sudah dikonstruksi. Video menjadi perlambang media visual yang jelas terhadap keadaan yang direkam/ditangkap. Video juga menjadi alat bantu secara audio (suara) dan visual (gambar) yang menjadi asas dasar dalam komunikasi visual yang mempermudah masyarakat menerima maupun membagi informasi (Dyer, 1993: 97-105). Produk budaya manusia yang terkait dengan media gambar khususnya videografis akan ditelaah dalam kajian ini. Ada alasan kuat kenapa video menjadi ranah penelitian dalam tesis ini. Video sebagai pembawa pesan juga menjadi isi dari pesan itu sendiri. Medium is the message. Semua media kita telah bekerja dengan benar. Media begitu meresap dalam pribadi mereka, politik, ekonomi, estetika, psikologis, moral, etika, dan sosial konsekuensi bahwa media tidak meninggalkan bagian dari kita yang tidak tersentuh, tidak terpengaruh, tidak berubah (McLuhan, 1994 : 26). Visualisasi dari media yang
9
membawa pesan bisa merupakan isi dari pesan itu sendiri. Penting bagi media video dalam membuat visualisasi yang baik agar dapat menggapai masyarakat. Dengan visualisasi yang baik maka akan lebih efektif kepada masyarakat dalam menggapai pesannya. Dengan visualisasi yang baik maka pesan pun akan tersampaikan dengan baik. Visualisasi yang baik menjadi cerminan pesan yang ingin disampaikan dengan baik. Masyarakat dewasa ini juga telah terbagi menjadi beberapa tipikal penerima pesan. Seperti yang diungkapkan David Morley mengadaptasi tipikal penonton televisi, beberapa tipikal itu menjadi Dominan (penerima pesan dan setuju seutuhnya), Negosiasi (Menerima pesan namun memodifikasi dengan cara yang mencerminkan posisi dan kepentingan mereka dan Oppositional (menolak seutuhnya dari pesan yang dibawakan dan memprediksi maksudnya secara pribadi) (Morley, 1981: 51). Ketiga tipikal ini menjadi penting mengingat peran masyarakat yang sudah aktif dalam menerima pesan baik secara langsung maupun dengan media tertentu. Dari reaksi masyarakat yang terbagi menjadi beberapa tipikal, besar kemungkinan berbagai pesan juga dapat memberikan perspektif dan tafsiran terhadap masyarakat. Melihat besarnya pengaruh media dalam menciptakan tafsiran baru seperti penggantian kata reklamasi menjadi revitalisasi yang terlihat pada beberapa baliho, spanduk serta diulas dalam koran mediaIndonesia.com pada tanggal 15 Maret 2015, yang walaupun hanya perubahan kata menjadi revitalisasi agar terlihat lebih halus dibandingkan kata reklamasi yang berarti mengurug tanah telah mampu memperkuat wacana tentang pertentangan ideologi di balik kemunculan produk- produk media
10
dalam bentuk video tersebut. Arus informasi lewat media video ini berujung pada penetapan ideologi dari pembuat video. Untuk menemukan ideologi dari video yang dibuat, perlu diketahui konteks dimana hal itu berada dan menurut budaya si pemakai. Sebab dalam ideologi itu terdapat sejumlah asumsi yang memungkinkan penggunaan tanda (Zoest, 1992: 51). Ideologi mengarahkan budaya. Ideologi yang akhirnya menentukan visi atau pandangan suatu kelompok budaya terhadap realitas. Dengan bantuan video yang menyebar di masyarakat, dapat diketahui ideologi dari sang pembuat video saat merespon segala kejadian yang berhubungan dengan rencana reklamasi Teluk Benoa. Ideologi ini memerlukan konsep politik dalam pencapaiannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik adalah cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah). Tepat jika wacana videografis ini disisipkan unsur politik dalam halnya menangani masalah yang berseberangan dengan pemangku kepentingan pembuat video terkait. Terbersit juga kepentingan kapitalis dalam wacana videografis bersangkutan. Dilihat dari respons dan hasil yang akan dicapai saat reklamasi dilakukan. Momen ini kemudian akan berlanjut terhadap peningkatan infrastruktur yang tentunya juga akan mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat Bali. Seperti yang dibahas dalam film dokumenter berjudul Kontemplasi Bali dalam tahun 2014 dalam laman youtube.com. Video yang ditayangkan oleh beberapa media nasional lewat televisi maupun laman youtube.com seperti Bali TV, TV One, Net TV, channel ForBali maupun For Bali For Indonesia dari awal tahun tahun 2014 hingga tahun 2015 serta disebarkan dengan berbagai media sosial lewat facebook, twitter, path, juga instagram dapat
11
mempengaruhi
kesadaran
masyarakat
secara
psikologis,
karakteristik
masyarakat/individu lain dan gejala sosial yang terjadi secara eksternal. Seperti adanya demonstrasi terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa sampai debat terbuka antara gubernur dan masyarakatnya. Karena secara tidak langsung, video yang diterima mempengaruhi cara berpikir, berucap, berperasaan dan bertindak dari masyarakat yang terjadi diluar kesadaran individu yang bersangkutan. Wacana videografis dalam rencana reklamasi Teluk Benoa seolah memaksa individu untuk mengerti, mempengaruhi dan juga kritis terhadap berbagai keadaan sosial di lingkungannya.
12
1.2 Rumusan Masalah Melihat fenomena diatas, penyampaian informasi terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa telah mengalami perubahan berdasarkan kepentingan dari pembawa informasi dalam hal ini adalah video dari media nasional dan laman youtube.com. Hak warga negara telah dilanggar dalam kaitannya mendapatkan informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dengan baik. Masyarakat Bali yang mendapatkan informasi dari pihak yang mendukung ataupun menolak rencana reklamasi Teluk Benoa pada akhirnya akan terpengaruh dan cenderung mengikuti pesan dari pembuat wacana video dari media nasional dan laman youtube.com. Perbedaan paham akan rencana reklamasi Teluk Benoa yang beredar di masyarakat kemudian akan memperlebar konflik di lapangan. Dari penjelasan di atas dapat diketahui kemudian bahwa sangat memungkinkan wacana videografis menjadi salah satu parameter pembentuk fakta baru yang ada di lapangan. Dengan dibekali ideologi politik dari pembuat video terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, informasi dalam video tersebut akan menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Masyarakat yang tidak mengetahui rencana reklamasi kemudian mendapatkan informasi dari dua pihak yang bertentangan terhadap rencana reklamasi terkait yang tentunya akan sangat membingungkan.
13
1. Bagaimana bentuk wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa? 2. Ideologi apa yang membentuk wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa? 3. Bagaimana implikasi wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan dalam pelaksaannya. Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini akan dibagi menjadi dua aspek. Tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini untuk mengungkap bentuk, fungsi, dan makna wacana videografis seputar rencana reklamasi Teluk Benoa, terutama terkait dengan beberapa aspek seperti reproduksi tanda, estetika serta ideologi pembuat video.
1.3.2 Tujuan Khusus Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara khusus tujuan penelitian ini mengungkap beberapa hal yang diungkap pada rumusan masalah, yakni :
14
1. Untuk mengetahui bentuk wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa terutama para pemangku kepentingan (stakeholder) yang membangun wacana pro dan kontra. 2. Untuk memahami Ideologi apa yang membentuk wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa. 3. Untuk memahami implikasi wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan teori dan konsep yang relevan dengan permasalahan yang dikaji dalam perspektif ilmu kajian budaya melalui unsur media. Penelitian ini juga mampu menambah wawasan pengetahuan dalam perkembangan literasi keilmuan. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber inspirasi bagi penelitian berikutnya. Serta penelitian ini dapat mengungkap, memperjelas, dan memperluas konteks wacana videografis seputar reklamasi Teluk Benoa. Serta implikasinya terhadap masyarakat yang mengonsumsi wacana videografis tersebut.
15
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini akan memiliki manfaat dalam memberikan sumbangan pemikiran bagi studi ilmu kajian budaya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat praktis pada masyarakat perihal isu rencana reklamasi Teluk Benoa. Serta memberikan inspirasi dan motivasi bagi masyarakat dalam pembelajarannya untuk menghasilkan berbagai media baik secara verbal maupun non-verbal.