1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Bidang teknologi dan informasi di era globalisasi seperti sekarang ini, telah menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Pemanfaatannya telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Tuntutan kebutuhan akan informasi, apalagi terkait dengan era globalisasi saat ini akan semakin meningkat dan bervariasi. Berbagai perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini memang cukup menakjubkan, khususnya dalam bidang teknologi terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Teknologi informasi yang tadinya dikenal dengan teknologi komputer, beserta perangkat elektronika lainnya, menjelma menjadi satu dalam perpaduan kemampuan. Awalnya dengan ditemukannya berbagai perangkat sederhana, mulai dari telepon yang berbasis analog, telah berkembang pesat hingga muncul berbagai perangkat elektronik digital lainnya yang terintegrasi satu dengan lainnya. Perkembangan teknologi yang sangat cepat terutama komputer dan telekomunikasi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, masyarakat yang semula hanya menggunakan telepon dalam melakukan hubungan
2
komunikasi, kini dapat menggunakan berbagai media elektronik yang lebih bervariatif, salah satunya internet. Awal mulanya internet adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh Advanced Research Projects Agency ( APPA)1. Suatu bagian dari United States Departement Of Defens. Jaringan ini akan berfungsi sebagai alat komunikasi yang akan menghubungkan pihak militer, universitas dan para produsen peralatan militer. Fungsi internet sudah berbeda dari tujuan utamanya pada saat ini. Fungsinya internet sekarang sudah sangat beragam dari tempat untuk mencari informasi, belanja online, mencari berita-berita di dalam dan di luar negeri, perpustakan online yang berupa kumpulan-kumpulan website dari perpustakaan kelas dunia.2 Tersedianya jasa internet, sebagai salah satu bentuk teknologi telekomunikasi yang mampu berperan sebagai media informasi, sekarang ternyata sudah mendunia dan berjuta-juta orang di seluruh dunia sudah tidak asing lagi dengan kata internet, baik hanya sekedar mengenal atau mengetahui saja, maupun sudah memanfaatkan jasa dari internet tersebut. Melalui internet kita dapat melakukan kegiatan seperti, berkirim surat atau yang lebih dikenal dengan e-mail, melakukan pembicaraan atau yang dikenal dengan Voice Over Internet Protokol (VOIP ), bahkan kita juga dapat melakukan transaksi jual-beli melalui internet atau yang lebih dikenal dengan transaksi e-commerce. 1
Peter Cane, Economic Loss and Products Liability, in Comparative Product Liability, The British Institute of International and Comparative Law, 1986, hlm. 67. 2 http;\\ education.feedfury.com, Internet dan Manfaatnya, 26 Desember, 12. 43.
3
Internet
berasal
dari
kata
Interconnection
Networking
yang
mempunyai arti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang mencakup seluruh dunia (jaringan komputer global) dengan melalui jalur telekomunikasi seperti telepon, radiolink, satelit dan lainnya. Internet dalam mengatur integrasi dan komunikasi jaringan komputer ini digunakan protokol yaitu TCP/IP. TCP (Transmission Control Protocol) bertugas memastikan bahwa semua hubungan bekerja dengan benar, sedangkan IP (Internet Protocol) yang mentransmisikan data dari satu komputer ke komputer lain. TCP/IP secara umum berfungsi memilih rute terbaik transmisi data, memilih rute alternatif jika suatu rute tidak dapat digunakan, mengatur dan mengirimkan paket-paket pengiriman data menghubungkan ke komputer lain, mengirim dan menerima file, membahas topik tertentu pada news group dan lain-lain. Internet sebagian besar difungsikan untuk mencari informasi. Seorang pakar bernama Goldman Sach, menyebutkan bahwa “kualitas penggunaan internet dapat dilihat dari sejauh mana layanan yang mampu diberikan oleh internet telah dimanfaatkan oleh penggunanya”.3 Indonesia mempunyai tantangan besar untuk meningkatkan kualitas komunikasi internet dalam infrastruktur yang masih berkembang. Adanya berbagai lembaga atau dewan yang terfokus pada teknologi informatika
3
Januar Yogya widodo, Dampak dan Konsekuensi Teknologi Digital, terdapat pada www.yogafreeman’s weblog.com, 4 nov 2008, 20.48.
4
seharusnya akan menjadi momen untuk mematangkan infrastruktur dan menyiapkan berbagai kebijakan yang akan mempercepat penguasaan teknologi informatika pada berbagai lapisan masyarakat. Pihak-pihak yang mengadakan kontrak dalam hal ini adalah Internet Service Provider (ISP) dengan website/keybase (ruang elektronik). ISP berasal dari kata internet yang berarti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang mencakup seluruh dunia, service yang berarti layanan dan provider yang berarti penyedia layanan atau jasa sehingga pengertian ISP adalah penyedia layanan internet penyedia jasa internet yakni suatu lembaga atau
pengusaha yang menghubungkan komputer pengguna
dengan internet. Beberapa penyedia jasa ISP di Indonesia di antaranya adalah Bitnet, cabinet, Cbnnet, Centrin, Indonet, Indosanet, wasantaranet (W-net) dan yang terbaru adalah speedy, suatu produk jasa yang di keluarkan oleh PT. Telkom. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT. Telkom) adalah salah satu BUMN
yang
merupakan
perusahaan
penyelenggara
informasi
dan
telekomunikasi (InfoComm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. PT. Telkom (yang selanjutnya disebut juga perseroan atau perusahaan) menyediakan jasa telepon tidak bergerak kabel (fixed wire line), jasa telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), jasa telepon bergerak (cellular), data & internet dan network & interkoneksi baik secara langsung maupun melalui
5
perusahaan asosiasi. PT. Telkom mempunyai banyak produk yang salah satu produk dari PT. Telkom adalah internet Speedy. Speedy merupakankan layanan internet access end to end dari PT. Telkom dengan basis teknologi Asymetric Digital Subscriber Line (ADSL), yang dapat menyalurkan data dan suara secara simultan melalui satu saluran telepon biasa dengan kecepatan maksimal 384 kbps sampai 1 Mbps yang dijaminkan dari Modem sampai BRAS (Broadband Remote Access Server) di sisi perangkat telkom, serta mempunyai slogan Broadband Internet Access for Home and Small Office, maka Telkom Speedy menjadi solusi utama bagi akses broadband koneksi internet tidak hanya di kalangan bisnis namun meluas sampai ke rumah-rumah. Kekuasaan dan pengetahuan antara pelaku usaha dan konsumen di pasar global semakin lebar dibandingkan di pasar nasional. Posisi konsumen di pasar global karenanya semakin rentan. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Meskipun pada saat yang bersamaan konsumen mendapatkan keuntungan dan kemudahan, antara lain semakin terbuka kebebasan untuk memilih aneka jenis barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan ketidakmampuan. Pertanyaan yang berkembang kemudian adalah bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas suatu barang dan/atau jasa yang dihasilkannya atau diproduksinya. Pertanyaan ini menghasilkan pemikiran yang dikenal sebagai Produk liability.
6
Prinsip produk liability adalah berlaku sistem tanggung jawab mutlak, merupakan prinsip tanggung jawab di mana kesalahan tidak dianggap sebagai faktor yang menentukan. Tanggung jawab mutlak tidak harus ada hubungan antara subjek yang bertanggung-jawab dan kesalahannya. Konsumen yang merasa dirugikan atas produk yang dihasilkan suatu produsen atau pelaku usaha maka, itu menjadi dasar untuk bisa menggugat produsen yang bersangkutan tanpa harus membuktikan kesalahan pelaku usaha atau produsennya. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam pasal 19 ayat 5, pasal 27 dan pasal 28 menjelaskan bahwa pelaku usaha dan/atau produsen bisa terlepas dari tanggung jawab itu jika pelaku usaha bisa membuktikan bahwa kesalahan itu merupakan kesalahan konsumen atau bukan kesalahan pelaku usaha, sebaliknya pelaku usaha akan dikenai tanggung jawab jika tidak bisa mampu membuktikan tuntutan konsumen itu. Prinsip tanggung jawab ini penting untuk diterapkan karena: 1. Konsumen tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks mengingat terbatasnya informasi dan kemampuan lainnya seperti modal. 2. Asumsinya produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya. 3. Asas ini dapat memaksa pelaku usaha untuk lebih berhati-hati. Tanggung jawab produk sendiri diatur dalam pasal 7 sampai pasal 11 UUPK. Pasal 7 mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha, antara lain
7
harus ada iktikad baik, memberikan informasi yang benar mengenai produk yang dihasilkan, melayani konsumen dengan jujur dan tidak diskriminatif dan lain sebagainya. Pasal 8 sampai pasal 11 berisi larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam hal-hal yang menyangkut produk yang dihasilkan (pasal 8), ketika menawarkan produk (pasal 9), ketika menawarkan produk untuk diperdagangkan (pasal 10) dan ketika barang tersebut dijual secara obral maupun lelang (Pasal 11). Pelaku usaha seharusnya bertanggung-jawab pada konsumen yang dirugikan dengan memberikan ganti-kerugian atau kerusakan yang dialami konsumen seperti yang tercantum dalam pasal 19 ayat 1 UUPK: Pelaku usaha bertanggung-jawab memberikan ganti-rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pasal 19 ayat 2 UUPK : ganti-rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berubah pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat dari substansi pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi4: 1. Tanggung jawab ganti-kerugian atas kerusakan.
4
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk. kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 125-126.
8
2. Tanggung jawab kerugian atas pencemaran dan 3. Tanggung jawab ganti-kerugian atas kerugian konsumen Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Tanggung jawab pembayaran ganti-kerugian secara umum, tuntutan ganti-kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti-kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti-kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum.5 Ganti-kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak terpenuhinya kewajiban utama atas kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian. Bentuk-bentuk wan prestasi6: 1. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali 2. Debitor terlambat dalam memenuhi prestasi 3. Debitor berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
5 6
Ibid, hlm.127. Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 11.
9
Terjadinya wanprestasi pihak debitor dalam suatu perjanjian, membawa akibat yang tidak mengenakkan bagi debitor karena debitor harus7: 1. Mengganti kerugian 2. Benda yang menjadi objek perikatan, sejak terjadinya wanprestasi menjadi tanggung gugat debitor 3. Jika perikatan itu timbul dari perikatan timbul-balik, kreditor dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian. Ganti-kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahuluhi dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti-kerugian dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen untuk dapat menuntut kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa menuntut kerugian harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:8 1. Ada perbuatan melanggar hukum. 2. Ada kerugian. 3. Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugiaan. 4. Ada kesalahan.
7 8
Ibid. Ahmadi Miru,Sutarman Yodo, Loc. cit, hlm .64.
10
Pembebasan tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 UUPK : Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila: 1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan; 2. Cacat barang timbul pada kemudian hari; 3. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; 4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen; 5. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Faktor-faktor yang membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang timbul atau diderita oleh konsumen adalah:9 1. Kelalaian konsumen penderita 2. Penyalahgunaan produk yang tidak terduga pada saat produk dibuat 3. Lewatnya jangka waktu penuntutan (daluarsa), yaitu 6 tahun setelah pembelian, atau 10 tahun sejak barang diproduksi 4. Produksi pesanan pemerintah pusat 5. Kerugian yang timbul (sebagian) akibat kelalaian oleh produsen lain dalam kerja sama produksi. Perlindungan hukum dalam arti sempit adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat-perangkat hukum 9
Ibid, hlm. 165.
11
baik yang bersifat preventif maupun bersifat represif, baik yang tertulis maupun tedak tertulis. Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum adalah suatu konsep di mana hukum dapat memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga di dalamnya tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup dalam masyarakat. Lingkup perlindungan hukum dalam arti luas tidak saja diberikan kepada subjek hukum akan tetapi dapat juga diberikan kepada lingkungan atau alam semesta beserta seluruh isinya. Harus diakui persoalan perlindungan hukum konsumen di Indonesia belum menjadi persoalan bersama masyarakat Indonesia yang nota benen konsumen. Peraturan yang mengatur hak-hak konsumen di Indonesia sudah banyak seperti UU Kesehatan (UU No 23 Tahun 1992) UU Perlindungan Konsumen (UU No 8 Tahun 1999) UU tentang Pangan (UU No 7 Tahun 1990) dan lain-lain. Meskipun begitu keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut jauh dari harapan para konsumen dalam praktiknya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Pengguna internet di sini dapat dikatakan sebagai konsumen. Konsumen mempunyai hak-hak seperti yang ditentukan dalam pasal 4 UU
12
Nomor 8 Tahun 1999 yang antara lain adalah hak mendapatkan keamanan, hak mendapatkan informasi, hak untuk memilih dan hak untuk didengarkan. Hakhak tersebut digunakan sebagai perlindungan hukum bagi konsumen agar mendapatkan keadilan, kepastian, ketertiban, kemanfaatan dan memperoleh ganti-kerugian apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan konsumen. Hal tersebut juga dimuat dalam UU Telekomunkasi dalam pasal 17 UU Nomor 36 Tahun
1999
yaitu
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
dan
atau
penyelenggara jasa wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip: 1. Perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pelanggan. 2. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi. 3. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyedia sarana dan prasarana. Hak dan kewajiban yang tercantum dalam kontrak perjanjian antara pelanggan Speedy dengan PT. Telkom yaitu 1. Hak pelanggan: a. Mendapatkan informasi mengenai tarif Speedy secara transparan dari PT. Telkom, sekurang-kurangnya melalui brosur, leaflet, pengumuman, surat kabar atau mass media lainnya b. Mendapatkan informasi mengenai spesifikasi teknis, sifat-sifat dan karakteristik umum layanan Speedy yang disediakan PT. Telkom c. Mendapatkan informasi tentang besarnya tagihan Speedy
13
d. menerima restitusi pembayaran, apabila terbukti ada kesalahan tagihan yang dilakukan oleh pihak PT. Telkom 2. Kewajiban pelanggan; a. Membayar biaya pemasangan sambungan berlanggan speedy antara lain; biaya pasang baru, aktivasi fasilitas/fitur, mutasi (sesuai jenis layanan yang diminta pelanggan), informasi tagihan jasa PT. Telkom unikasi dan biaya lainnya, yang besarnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Menyediakan instalasi kabel rumah pelanggan atas biaya pelanggan c. Membayar biaya jaringan dan biaya atas pemakaian sambungan Speedy tepat pada waktunya sesuai dengan tagihan PT. Telkom. d. Membayar biaya denda atas keterlambatan pembayaran tagihan sesuai peraturan yang berlaku e. Memberi kesempatan kepada PT. Telkom untuk memeriksa instalasi kabel rumah pelanggan guna memastikan sambungan telekomunikasi dapat berfungsi dengan baik f. Memelihara instalasi kabel rumah pelanggan agar selalu terpelihara dengan baik g. Melaporkan kepada PT. Telkom jika sambungan Speedy mengalami gangguan atau kerusakan h. Melaporkan secara tertulis kepada PT. Telkom atas setiap pemindah tanganan hak, tanggung jawab dan/atau kewajiban pelanggan kepada pihak lain.
14
i. Memberitahu kepada PT. Telkom secara tertulis apabila bermaksud berhenti berlangganan sementara atau memutuskan kontrak ini. j. Memberitahukan kepada PT. Telkom secara tertulis apabila pelanggan menginginkan adanya perpindahan alamat tagihan k. Menjaga keamanan password dan data akses pelanggan lainnya dari pihak yang tidak bertanggung-jawab. l. Memastikan komputer dan modem dalam keadaan mati apabila tidak digunakan sehingga dapat meminimalisasikan komputer pelanggan terinfeksi virus dan menghindari timbulnya usage (pemakaian). m. Mengontrol data download agar bebas dari virus dengan selalu updating anti virus diterminal pelanggan sehingga data download yang tidak wajar dan tidak terkendali bisa terhindar. 3. Hak PT. Telkom: a. Mengadakan perubahan jaringan akses atau perubahan nomor Speedy, apabila teknis mengharuskan dilakukan perubahan tersebut dengan. didahului pemberitahuan oleh PT. Telkom sekurang-kurangnya 2x24 jam. b. Menerima pembayaran secara tepat waktu dari pelanggan sesuai dengan tagihan PT. Telkom. c. Menolak permintaan ganti nomor yang diajukan pelanggan, apabila secara teknis dan administrasi tidak dimungkinkan.
15
d. Memeriksa instalasi pelanggan untuk memastikan agar sambungan telekomunikasi Speedy dapat berfungsi dengan baik. e. Mengenakan sanksi kepada pelanggan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pasal 7. 4. Kewajiban PT. Telkom: a. Memberikan pelayanan yanga baik, jujur dan transparan kepada pelanggan. b. Memelihara jaringan akses tetap dapat berfungsi dengan baik. c. Memberikan informasi mengenai tarif Speedy dan perubahan sekurangkurangnya mengumumkan di mas media sebelum tanggal berlakunya tarif telekomunikasi dimaksud atau sebelum berlakunya tanggal perubahannya, dalam bentuk brosur atau buku tarif. d. Menyediakan informasi jasa tagihan telekomunikasi yang sewaktuwaktu oleh pelanggan. e.
PT. Telkom tidak menjamin kualitas layanan apabila pelanggan menggunakan satu sambungan layanan Speedy untuk lebih dari 4 terminal. Hanya saja dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 3 yang menyebutkan: “Pemberian ganti-rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”.
16
Peryataan tersebut memunculkan interpretasi bahwa pemberian gantirugi setelah melebihi waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi tersebut tidak dapat dilakukan. Mengingat bahwa dalam setiap kasus, biasanya penyelesaian kasus tersebut telah melebihi dari tanggal transaksi. Para pihak melihat konsumen kembali tidak terlindungi hak-haknya dengan adanya ketentuan ini. Pelaku usaha seharusnya bertanggung-jawab memberikan gantikerugian atau kerusakan yang dialami konsumen seperti yang tercantum dalam pasal 19 ayat 1 UUPK; “Pelaku usaha bertanggung-jawab memberikan gantirugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Konsumen yang dirugikan dapat mengupayakan penyelesaian sengketa dengan berbagai cara yaitu menyelesaikan sengketa melalui pengadilan atau menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, yang termuat di dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 pasal 45 ayat 1, pasal 2, pasal 3, dan pasal 4. Adanya hubungan saling ketergantungan antar pihak Ineternet Service Provider (ISP) dan konsumen selaku pengguna jasa layanan internet tersebut seharusnya mampu menempatkan kesetaraan kedudukan antara pihak Internet Service Provider (ISP) dengan pihak konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha adalah melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban konsumen dengan memberikan ganti-kerugian kepada konsumen apabila mengalami kerugian atas pemakaian/penggunaan produk
17
barang atau jasa yang di produksi dan ditawarkan oleh pelaku usaha tersebut. Realitanya tanggung jawab PT. Telkom sebagai Internet Service Provider Speedy terhadap konsumen masih sangat kurang karena banyak dijumpai pelanggaran dalam hubungan pelanggan Speedy dengan PT. Telkom, seharusnya pelanggaran itu tidak perlu terjadi apabila PT. Telkom mematuhi UUPK pasal 19 ayat 1 dan 2 yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha dan pasal 9 dan 10 yang mengatur ketentuan beriklan. Perlindungan hukum terhadap konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen untuk melindungi konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha. Perlindungan hukum konsumen pada dasarnya dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum itu tidak seimbang. Realitanya dalam penggunaan internet Speedy konsumen masih banyak tidak mendapatkan hak-haknya, banyak konsumen yang merasakan dirugikan. Perlindungan hukum terhadap konsumen diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Uraian di atas mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang Tanggung Jawab Internet Service Provider terhadap Konsumen Pengguna Jasa Internet Speedy (Studi Kasus pada PT. Telkom Cabang Yogyakarta).
18
B.
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana tanggung jawab Internet Service Provider terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy?
C.
TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi atau keterangan guna: 1. Untuk mengetahui tanggung jawab Internet Service Provider terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy 2. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy?
D.
TELAAH PUSTAKA Istilah konsumen berasal dari bahasa belanda consument, para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah pemakain terakhir dari barang atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha, banyak batasan tentang perlindungan konsumen itu sendiri. Adapun pengertian konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam pasal 1 ayat 2 ditentukan :
19
“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Az Nasution, menggunakan batasan konsumen sebagai berikut: “Setiap orang mendapat secara sah dan menggunakan barang atau jasa untuk suatu kegunaan tertentu dalam hal ini untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang lain tidak untuk di perdagangkan” .10 Pengertian di atas dapat digambarkan bahwa pengguna jasa layanan internet termasuk dalam kategori pengertian konsumen karena mereka menggunakan jasa untuk suatu kegunaan tertentu dalam hal ini untuk kepentingan pribadi dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian perlindungan hukum menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam pasal 1 ayat 1 ditentukan: “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Selaku
konsumen,
baik
itu
dalam
kegiatan
perekonomian,
perdagangan, teknologi pengangkutan atau barang yang lain dalam era globalisasi ini mereka diberi hak, sehingga konsumen tidak bisa hanya dipandang sebagai objek bagi pelaku usaha. Hak tersebut sangat jelas tercermin
10
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Ctk.pertama, Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 65.
20
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam pasal 4 yakni UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 yakni; a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti-rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
21
Sesuatu yang akan diamati dalam penelitian ini adalah tanggung jawab pelaku usaha dan bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen. Hak untuk mendapat kompensasi ganti-rugi atau penggantian karena dengan hak mendapat kompensasi, ganti-rugi dan atau penggantian tersebut setidaknya ada gambaran tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dan perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen selaku pengguna jasa. Adapun ketentuan tentang hal mendapat kompensasi, ganti-rugi atau penggantian tersebut di atas pelaku usaha dalam hal ini pihak Internet Service Provider sendiri berkewajiban sebagaimana yang diatur dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan dalam Undang-Undang perlindungan konsumen telah ditentukan pula tanggung jawab pelaku usaha yang dimuat dalam pasal 19 sampai dengan pasal 28 yang di antaranya dengan hal-hal penting sebagai berikut: a. Pelaku usaha bertanggung-jawab memberikan ganti-rugi atas kerusakan, pencemaran, bagi konsumen akibat mengkonsumsi produknya b. Pelaku usaha periklanan bertanggung-jawab atas iklan yang diproduksinya. c. Pelaku usaha periklanan bertanggung-jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan.
22
d. Importir bertanggung-jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyedia jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing. e. Pelaku usaha bertanggung-jawab bila tidak memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. Ketentuan yang tersebut di atas hal yang dimaksudkan supaya pelaku usaha dalam hal ini pihak Internet Service Provider dibebani kewajiban untuk melindungi hak-hak konsumen yang signifikan, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian dan merasa senang menggunakan produk layanan dari Internet Service Provider tersebut. Internet Service Provider sudah saatnya timbul kesadaran jangan hanya mengutamakan tarif yang murah, promosi yang besar-besaran tetapi juga hak-hak konsumen yang semula dianggap mudah tetapi dirasakan penting setelah adanya kasus-kasus konsumen yang dirugikan tersebut yang mengharuskan pihak Internet Service Provider untuk terlibat langsung dengan demikian begitu akan terwujud perlindungan hukum bagi konsumen selaku pengguna jasa layanan internet Speedy secara tidak langsung pihak Internet Service Provider (ISP) Speedy dan konsumen selaku penguna jasa layanan internet Speedy keduanya saling membutuhkan.
23
E.
METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian a. Bagaimana tanggung jawab Internet Service Provider terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa internet Speedy? 2. Subjek Penelitian Subjek yang akan diteliti pada penelitian ini melibatkan a. Direktur PT. Telkom di Yogyakarta b. Kepala bagian pemasaran internet Speedy
pada
PT. Telkom
Yogyakarta c. Konsumen pengguna jasa internet Speedy PT. Telkom Yogyakarta 3. Sumber Data Mengumpulkan data-data atau bahan-bahan dalam penelitian ini maka penulis mempergunakan a. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian tentang perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa layanan internet Speedy PT. Telkom. b. Data Sekunder Yaitu data yang terdiri dari :
24
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat seperti norma atau kaidah dasar dan perundangundangan berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. 2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer yang relevan dengan masalah yang dibahas, misalnya Rancangan UndangUndang, hasil penelitian, buku-buku teks hukum, makalah-makalah, majalah, literatur, jurnal, surat kabar, internet, serta hasil penelitian terdahulu yang sekiranya mendukung penelitian ini. 3) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder misalnya yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat atau juga bisa berupa kamus dan ensiklopedia. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Data primer diperoleh dengan cara wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan bebas terpimpin secara langsung dengan subjek penelitian untuk memperoleh keterangan yang diperlukan yang berhubungan dengan masalah penelitian.
25
b. Angket Data yang diperoleh dengan cara meminta subjek penelitian untuk mengisi angket penelitian, angket dapat berupa angket terbuka, tertutup dan gabungan. c. Studi pustaka Mendukung data yang diperoleh dari studi lapangan maka data tersebut diimbangi dengan studi kepustakaan dan dokumentasi yakni dengan mengkaji berbagai literatur yang berhubungan dengan pembahasan permasalahan penelitian. 5. Metode pendekatan Peneliti ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian atas dasar Undang-Undang Acara Perdata, keterangan-keterangan dan faktafakta yang terjadi di lapangan serta mengamati bagaimana pelaksanaan dan kenyataan sedangkan aspek-aspek non yuridis hanya berfungsi sebagai penunjang. 6. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, selanjutnya dianalisis dan dijabarkan satu-persatu dan dianalisis secara kualiatif (content Analisis). Data tersebut setelah diklasifikasikan, data selanjutnya disistematisasikan untuk kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.