BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Infeksi akut virus Dengue yang dimediasi oleh nyamuk Aedes dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Virus Dengue tersebut tersebut memiliki 4 serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi keempat serotipe akan menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda (Shu et al., 2004). Penyakit demam berdarah dapat terjadi tanpa gejala klinis, dapat pula menimbulkan demam ringan, dan bahkan dapat menimbulkan gejala klinis yang sangat serius, yaitu kematian serta sindrom syok (Edelman, 2007). Selain merupakan salah satu penyakit yang dapat mematikan, penyakit ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dengan penyebaran tercepat di dunia yang diperkirakan terjadi sebanyak 50 juta kali setiap tahunnya (WHO, 2009). Oleh karena itu, penyakit ini dapat diklasifikasikan ke dalam penyakit emerging, yaitu penyakit yang sudah lama menginfeksi namun kejadian penyakitnya berkembang dan menyebar dengan sangat cepat (Mackenzie et al., 2004). Menurut WHO (2009), Indonesia melaporkan bahwa kasus demam berdarah tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebanyak 150.000 kasus dengan persentase kefatalan sebesar 1 %. Angka kefatalan akibat demam berdarah tersebut dapat dikurangi salah satunya dengan memberikan terapi penanganan pasien demam berdarah yang sesuai. Terapi yang diberikan kepada pasien demam berdarah sampai saat ini hanyalah sebatas terapi suportif, yaitu dengan memberikan obat penurun panas
untuk mengatasi demamnya serta memberikan minuman/cairan untuk mengatasi kehilangan cairan akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (WHO, 2009). Hal ini sebagai akibat belum ditemukannya obat antiviral yang efektif untuk mengatasi infeksi virus Dengue, sehingga penelitian mengenai antiviral virus Dengue sangat penting untuk dilakukan dan dikembangkan. Aktinomisetes merupakan prokariot yang memiliki peran yang sangat penting dalam bidang bioteknologi (Lam, 2006). Aktinomisetes menghasilkan lebih dari 10.000 komponen bioaktif yang memiliki banyak manfaat baik bagi manusia, hewan, maupun dalam bidang agrikultur (Berdy, 2005). Aktinomisetes dapat diisolasi dari tanah maupun lingkungan laut. Aktinomisetes yang diisolasi dari laut menghasilkan metabolit sekunder dengan berbagai macam jenis dan dapat dimanfaatkan dalam bidang klinis (Mayer et al, 2010a; Bhatnagar & Kim, 2012; Gerwick & Fenner, 2013; Manivasagan, 2013). Metabolit sekunder tersebut telah banyak diuji potensinya sebagai
antibakterial,
antikoagulan,
antifungal,
antimalarial,
antiprotozoal,
antituberkulosis, dan antiviral (Mayer et al, 2010b), meskipun saat ini masih sedikit penelitian yang mengarahkan pada potensi antiviral aktinomisetes (Raveh et al., 2013). Perkembangan penelitian mengenai metabolit sekunder dari aktinomisetes yang bersifat sebagai antiviral sampai pada tahap isolasi senyawa aktif yang bertanggungjawab terhadap aktivitas tersebut, salah satunya senyawa antimycin A. Senyawa ini memiliki aktivitas antiviral terhadap western equine encephalitis virus. Analog dari antimycin A juga diketahui memiliki aktivitas antiviral terhadap RNA virus, seperti kelompok Togaviridae, Flaviridae, Bunyaviridae, Picornaviridae, dan
Paramyxoviridae (Raveh et al., 2013). Senyawa tersebut diketahui telah diisolasi dari aktinomisetes yang tergabung dalam genus Streptomyces. Isolasi aktinomisetes laut juga dilakukan oleh Farida et al (2007) dengan menggunakan sampel yang berasal dari pantai Krakal Gunung Kidul, Yogyakarta. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh isolat-isolat yang diisolasi oleh Farida et al (2007) diketahui memiliki efek antiviral pada DEN-1, terutama yang berasal dari ekstrak etil asetatnya (Imaniar, 2013). Salah satu isolat yang memiliki aktivitas antiviral tersebut adalah Streptomyces sp. GMY01. Analisis 16SRNA dari Streptomyces sp. GMY01 menunjukkan bahwa isolat tersebut merupakan anggota dari Genus Streptomyces.
Kemungkinan keberadaan antimycin A dalam metabolit
sekunder yang dihasilkan Streptomyces sp. GMY01 sangat besar karena isolat ini termasuk dalam genus Streptomyces. Senyawa yang memiliki efek antiviral dalam Streptomyces sp. GMY01 belum diketahui dan diidentifikasi, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui senyawa aktif yang memiliki aktivitas antiviral DEN-1. Senyawa tersebut diharapkan dapat dikembangkan sebagai obat antiviral poten bagi penyakit demam berdarah yang diakibatkan oleh DEN-1. Penelitian ini dilakukan untuk memfraksinasi ekstrak etil asetat metabolit sekunder isolat aktinomisetes laut, Streptomyces sp. GMY01, dan kemudian menguji aktivitas dari masing-masing fraksi untuk mengetahui keberadaan senyawa aktif antivirus DEN-1.
1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah fraksi-fraksi ekstrak etil asetat metabolit sekunder isolat Streptomyces sp. GMY01 memiliki aktivitas antiviral terhadap virus DEN-1? 2. Bagaimanakah kemampuan antiviral terhadap virus DEN-1 fraksi-fraksi ekstrak etil asetat metabolit sekunder isolat Streptomyces sp. GMY01 bila dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan crude supernatan metabolit sekundernya?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis aktivitas antiviral fraksi-fraksi ekstrak etil asetat metabolit sekunder isolat aktinomisetes Streptomyces sp. GMY01 terhadap virus DEN-1. 2. Menganalisis perbandingan aktivitas antiviral antara fraksi-fraksi, ektrak etil asetat, dan crude supernatan metabolit sekunder Streptomyces sp. GMY01 terhadap virus DEN-1.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Mengetahui fraksi yang memiliki aktivitas antiviral tertinggi terhadap virus DEN1 sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat diketahui senyawa aktif isolat aktinomisetes Streptomyces sp. GMY01 yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antiviral terhadap virus DEN-1. 2. Hasil penelitian bermanfaat untuk mengembangkan penemuan obat antiviral virus Dengue sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu terapi dalam mengatasi penyakit demam berdarah.
3. Hasil penelitian bermanfaat sebagai langkah awal dalam menurunkan jumlah angka kematian akibat infeksi Dengue.