BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyamuk Aedes aegypti 2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Anggraeni, 2011). Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristirahat). Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung, seperti : pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan di dekat berkembang biaknya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Setelah masa istirahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya (Depkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Ciri Morfologi a.
Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya.
b.
Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum .
c.
Mampu terbang sampai 100 meter.
d.
Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.
e.
Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan (Anggraeni, 2010).
2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypti Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti : Telur
Jentik
Kepompong
Nyamuk
Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari 1.
Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.
2.
Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm,
3.
Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan,
4.
Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam air.
5.
Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0.5-1 cm.
Universitas Sumatera Utara
6.
Jentik Aedes aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulangulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.
7.
Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
8.
Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.
9.
Kepompong berbentuk koma.
10.
Gerakannya lamban.
11.
Sering berada di permukaan air.
12.
Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa (Anggraeni, 2010). Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna
hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi sampai siang hari (Anggraeni, 2010). Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Indeks-indeks Aedes aegypti Menurut Depkes RI tahun 2007, untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah seperti daerah perimeter dan buffer pelabuhan dapat melalui survai terhadap stadium jentik atau dewasa, sebagai hasil survai tersebut di dapat indeks-indeks Aedes aegypti yaitu: 1. Indeks Jentik a). House Indeks (HI)
: Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik
terhadap rumah yang diperiksa HI =
Jumlah rumah yang ditemukan jentik Jumlah rumah yang diperiksa
b). Container Indeks (CI)
x 100 %
: Persentase antara kontainer yang ditemukan
jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa CI =
Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah kontainer yang diperiksa
c) Breateu Indeks (BI) BI =
x 100 %
: Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah
Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah rumah yang diperiksa
x 100%
House Indeks (HI), Container Indeks (CI), dan Bretaue Indeks di daerah perimeter pelabuhan kurang dari 0, sedangkan House Indeks (HI), Container Indeks (CI) daerah buffer pelabuhan kurang dari 1 %, dan Breateu Indeks (BI) kurang dari 50.
Universitas Sumatera Utara
2. Indeks Ovitrap Ovitrap adalah kontainer buatan yang disengaja dipasang ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik. Perhitungan angka ovitrap indeks ialah % ovitrap yang menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti . Ovitrap indeks di pelabuhan kurang dari 15 %. 2.1.5. Metode Survai Jentik Metode survai jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005): a.
Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b.
Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
2.2.
Penyakit Demam Berdarah Dengue Menurut Hastuti (2008), Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi
yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina . Nyamuk Aedes aegypti menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya virus tersebut akan ditularkan ke manusia melalui gigitan.Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang, tidak selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut memiliki daya tahan tubuh
Universitas Sumatera Utara
yang kuat. Secara alamiah sebenarnya virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh. 2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO Menurut WHO (1986), penyakit DBD dibagi atau diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit dengan uraian sebagai berikut: 1.
DBD derajat I DBD derajat I memiliki tanda tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain lain tanpa adanya pendarahan spontan .
2.
DBD derajat II DBD derajat II memiliki tanda-tanda gejala seperti yang terdapat pada DBD derajat I yang disertai dengan adanya pendarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain sebagainya).
3.
DBD derajat III DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan dengan DBD derajat I dan DBD derajat II. Penderita mengalami gejala shock, yaitu denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami kegelisahan, dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru – biruan, terutama disekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.
4.
DBD Derajat IV DBD derajat IV memiliki tanda-tanda yang lebih dibandingkan dengan DBD derajat I, DBD derajat II, DBD derajat III. Pada DBD derajat IV, penderita
Universitas Sumatera Utara
tengah mengalami shock yang disebut dengue syndrome. Pada tahap ini, penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang intensif di rumah sakit. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. (Depkes RI, 2005). 2.2.2. Tanda-tanda Demam Berdarah Dengue yaitu (Depkes RI, 2003): 1.
Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.
2.
Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, melena (air besar bercampur darah) atau muntah darah, bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.
3.
Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan penderita bisa sembuh atau memburuk.
2.2.3. Diagnosa Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Diagnosa ditegakkan dari gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah : -
Jumlah trombosit (<100.000 sel/ mm3)
-
Peningkatan konsentrasi sel darah (>20% di atas rata-rata nilai normal)
-
Hasil laboratorium semacam ini biasanya ditemukan pada hari ke- 3 sampai hari ke- 7 (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Pengobatan Pengobatan untuk DBD dapat dilakukan dengan memberi minum air putih yang banyak, oralit atau jus buah, dan bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus. Pengompresan dingin atau pemberian antiseptika dapat juga dilakukan. Untuk mengatasi demam diberikan parasetamol selama demam masih mencapai 39oC, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. Jika penderita mengalami denyut jantung meningkat, kulit pucat dan dingin, denyut nadi melemah, mengantuk atau tertidur secara tiba –tiba, urine sangat sedikit, peningkatan konsentrasi hemotokrit secara tiba – tiba, tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mm Hg, dan hipotensi, maka penderita perlu mendapatkan perawatan khusus di rumah sakit. Penderita diberikan cairan pengganti seperti garam fisiologis, ringer laktat atau ringer asetat, larutan garam fisiologis dan glukosa 5%, plasma dan plasma substitude. Oksigen diberikan pada penderita dalam keadaan syok, dan transfusi darah hanya diberikan pada penderita dengan tanda- tanda pendarahan yang signifikan (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003). 2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah: 1.
Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).
2.
Tempat–tempat umum merupakan tempat ‘berkumpulnya’ orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:
Universitas Sumatera Utara
- Sekolah , anak/murid sekolah berasal dari berbagai wilayah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD. - Rumah Sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, DD atau carrier virus dengue. - Tempat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah. 3.
Pemukiman baru dipinggir kota Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal. (Depkes RI, 2010).
2.3.
Pengendalian DBD
2.3.1. Manajemen Lingkungan A.
Modifikasi Lingkungan Modifikasi lingkungan yaitu pengubahan kondisi lingkungan yang permanen
(tahan lama) untuk menurunkan populasi vektor tanpa mengakibatkan kerugian pada manusia (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara modifikasi lingkungan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Perbaikan Wadah Persediaan Air Tempat penyimpanan persediaan air dianjurkan dalam berbagai jenis wadah yang kecil, karena wadah ukuran besar dan berat (misal: gentong air) tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan, wadah-wadah ini akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (WHO, 2001). b. Tanki atau Reservoir di Atas atau Bawah Tanah Anti Nyamuk Tanki dan sumur yang dibawah harus memiliki struktur yang antinyamuk. Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan sebagai tindakan dari pencegahan (WHO, 2001). B.
Manipulasi Lingkungan Manipulasi lingkungan yaitu suatu kondisi lingkungan yang bersifat
sementara sehingga tidak menguntungkan bagi perkembang biakan vektor (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara manipulasi lingkungan yaitu : a. Drainase Instalasi Persediaan Air Air yang tumpah dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, menyebabkan air menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan (WHO, 2001). b. Bagian Luar Bangunan Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pemeriksaan berkala perlu dilakukan
Universitas Sumatera Utara
terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial perkembangbiakan (WHO, 2001). c. Penyimpanan Air untuk Memadamkan Kebakaran Tanki tempat penyimpanan air untuk pencegahan kebakaran harus bersifat antinyamuk. Drum tersebut harus memiliki tutup yang rapat. Selain itu, drum logam yang digunakan untuk penyimpanan air di lokasi pembangunan juga arus bersifat anti nyamuk (WHO, 2001). d. Manajemen Ban Ban bekas kenderaan merupakan lokasi utama perkembangbiakan nyamuk Aedes di daerah perkotaan sehingga menimbulkan satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Ban bekas diisi tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman atau pembatas jalan. Ban bekas juga bisa digunakan untuk mengurangi erosi pantai akibat gelombang ombak. Ban bekas juga dapat didaur ulang menjadi sandal, karet, sikat industri, gasket, ember, tempat sampah, dan alas karpet (WHO, 2001). f. Penyimpanan Air Rumah Tangga Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air dari tanah liat, keramik serta teko semen. Wadah penyimpanan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat (WHO, 2001).
f. Pot/vas Bunga, Jebakan Semut dan Tempat Air Minum Hewan Peliharaan
Universitas Sumatera Utara
Pot bunga, vas bunga, jebakan semut dan tempat minum hewan peliharaan merupakan tempat utama perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda-benda tersebut harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat ditempatkan di atas wadah yang beirisi air. Bunga tersebut harus diganti dan dibuang setiap minggu. Jebakan semut untuk melindungi rak penyimpan makanan dapat ditambahkan garam dapur atau minyak (WHO, 2001). g. Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan air conditioner (AC) harus diperiksa, dan sisa air dispenser dikeringkan dan dibersihkan secara teratur (WHO, 2001). h. Pembuangan Sampah Padat Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan sampah. Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di tempat penimbunan sampah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk industri (WHO, 2001). i. Pengisian Rongga pada Pagar dan Pohon Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong di bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir, pecahan kaca, atau beton agar tidak menjadi habitat larva Aedes, begitu juga dengan lubang-lubang pada pohon disekitar rumah penduduk (WHO, 2001). 2.3.2. Pengendalian Secara Fisik
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan perindukan vektor (Aggraeni, 2010). Ada beberapa cara pengendalian secara fisik yaitu : A. Pakaian Pelindung Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk (WHO,2001). B. Perlindungan Diri Masyarakat menggunakan raket beralirkan listrik untuk perlindungan diri dari nyamuk. Bahan penolak serangga yang alami banyak juga digunakan untuk perlindungan diri seperti minyak essensial (sitronela, lemongrass dan neem), yang kimiawi seperti DEET (N,N-Diethyl-m-toluamide) dan permetrin adalah penolak serangga yang efektif ditambahkan pada pakaian (WHO, 2001). C. Kelambu dan Gorden Penggunaan kelambu banyak digunakan masyarakat untuk menghindari dari gigitan nyamuk. Kelambu ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja yang bekerja pada malam hari, dan tidur pada pagi harinya. Gorden digunakan untuk memperindah rumah sekaligus menghindari nyamuk masuk ke rumah melalui jendela rumah.
D. Pemasangan Kawat Kasa
Universitas Sumatera Utara
Pemasangan kawat kasa dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam rumah. Kawat kasa dipasang pada lubang-lubang diatas jendela dan pintu di rumah (Anggraeni, 2010). 2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan bahan kimia, menurut Depkes RI (2007) dapat ditempuh dengan 2 teknik untuk pengendalian secara kimiawi, yaitu: A.
Pengasapan
(fogging),
yaitu
suatu
teknik
yang
digunakan
untuk
mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu. B.
Pemberantasan
Larva
Nyamuk
dengan
Zat
Kimia.
Tempat
perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvasida (kimia pemberantas larva) yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat, efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan efektivitasnya lama Larvasidasi dengan kriteria seperti tersebut di atas di antaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Beberapa contoh bahan larvarisasi : Menggunakan bubuk
Universitas Sumatera Utara
Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1), Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%), dan Sumilary 0,5 (Anggraeni, 2010). C. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida yang digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, aerosol, dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara pengendalian nyamuk. 2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati Pengendalian larva Aedes aegypti secara biologi atau hayati menggunakan organisme yang dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik. Beberapa agen hayati yang digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti seperti : A.
Ikan, ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan nila (Oreochronis nilocitus), ikan guppy (Poecilia reticulata), ikan mujair (Oreochronis mossambicus), ikan cupang (Betta splendens), yang mangsanya adalah larva nyamuk (Wikipedia, 2012).
B.
Toxorhynchites sp. Toxorhynchites, juga dikenal sebagai elang nyamuk atau pemakan nyamuk, adalah genus cosmopolitan dan salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang tidak mengisap darah mamalia. Larva/jentik nyamuk ini memangsa larva nyamuk yang berukuran lebih kecil, seperti larva nyamuk Aedes sp (Anggraeni, 2010).
Universitas Sumatera Utara
C.
Mesostoma sp. Organisme tersebut termasuk cacing Turbellaria berukuran 0,10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk (Anggraeni, 2010).
D.
Libellula Libellula adalah capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera. Nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).
E.
Tomanomermis iyengari Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang di parasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Anggraeni, 2010).
F.
Bacillus thuringiensis Bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, dikenal sebagai bakteri yang menghasilkan racun serangga dan sangat spesifik, hanya membunuh larva Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).
G.
Tanaman yang menimbulkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk Aedes aegypti seperti : (Admin, 2012) 1. Akar wangi (vertiver zizanoides), ekstrak akar wanginya dapat membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dalam waktu kurang lebih dari 2 jam.
Universitas Sumatera Utara
2. Zodia
memiliki
kandungan
Evodiamine
dan
Rutaecarpine
yang
menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai oleh serangga karena Zodiac terasa pahit. Untuk merasakan manfaatnya, Zodia bisa ditanam di ruang yang banyak tertiup angin agar aromanya tercium dan mengusir nyamuk. 3. Geranium nama lainnya tapak dara. Tanaman ini mengandung geraniol dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara, aroma zat yang ada di tanaman ini akan tercium, membuat nyamuk menjauh dari ruangan. 4. Lavender, tanaman ini mengandung zat Linalool dan Lynalyl acetate digunakan untuk mengusir nyamuk, tanaman ini juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan digunakan untuk lotion anti nyamuk. 5. Bunga Rosemary menghasilkan bau seperti aroma minyak kayu putih. Aroma
yang
tidak
disukai
oleh
nyamuk
karena
mengacaukan
penciumannya. 6. Serai wangi, tanaman ini memiliki zat Geraniol dan Sitronelal yang tidak disukai nyamuk 7. Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera eliator; sinonim Nicolaia elatior, Phaeomeria speciosa) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan , yang bunga, buah, serta bijinya
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Bunga ini juga dapat mengusir nyamuk. 8. Citrosa Mosquito, tumbuhan mengeluarkan aroma lemon yang sangat kuat yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga dapat mengusir nyamuk. 2.3.5. Koordinasi Antar Sektor Kegiatan pengendalian dengue memerlukan koordinasi dan kerja sama yang erat antar sektor kesehatan dan sektor nonkesehatan (baik dari pihak pemerintah maupun swasta), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat setempat. Kerja sama antarsektor melibatkan sedikitnya dua komponen: (i) penggunaan sumber daya, dan (ii) penyesuaian kebijakan di antara berbagai sektor departemen dan sektor nonpemerintah (WHO, 2001). 2.3.6. Penggunaan Sumber Daya Penggunaan sumber daya yang kurang dimanfaatkan, misal: untuk pembuatan peralatan yang dibutuhkan ditingkat lokal, tenaga pemerintah untuk sementara memperbaiki penyediaan air yang rusak, atau kelompok masyarakat dan pemuda untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan (WHO, 2001). 2.3.7. Penyesuaian Kebijakan Didalam pelaksanaan program pengendalian dengue harus dilakukan upaya untuk mencari bantuan atau penyesuaian kebijakan dan praktik yang ada dari departemen serta sektor lain. Contoh: Departemen Pekerjaan Umum dapat dianjurkan untuk menyesuaikan kebijakannya sehingga prioritas pertama dalam program
Universitas Sumatera Utara
perbaikan penyediaan air diberikan pada masyarakat yang paling berisiko terhadap dengue. Departemen Kesehatan dapat memberikan wewenang pada departemen itu untuk memanfaatkan beberapa staf lapangannya guna membantu pekerjaan mereka untuk memperbaiki persediaan air dan sistem pembuangan air kotor (WHO, 2001). 2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian Penyakit Dengue A.
Departemen Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan umum dan Pemerintah Daerah (PEMDA) dapat
membantu menurunkan habitat perkembangbiakan nyamuk dengan cara memberikan persediaan air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan manajemen pembuangan sampah padat yang efektif. Selain itu, melalui penerapan dan penegakan aturan pendirian rumah dan bangunan, pemerintahan kota dapat memandatkan pembangunan sarana seperti persediaan air untuk rumah tangga melalui pipa, atau pembangunan saluran air kotor, dan pelaksanaan pengendalian aliran air hujan untuk perkembangan pemukiman yang baru atau melarang dibangunnya sumur timba tanpa penutup (WHO, 2001). B.
Departemen Pendidikan Departemen Kesehatan harus bekerja sama dengan Departemen Pendidikan
untuk menyusun sebuah program pendidikan kesehatan (komunikasi kesehatan) yang ditujukan pada anak sekolah, dan merancang serta menyampaikan informasi kesehatan yang tepat (WHO, 2001).
Universitas Sumatera Utara
C.
Departemen Lingkungan Hidup Departemen Lingkungan Hidup dapat membantu Departemen Kesehatan di
dalam pengumpulan data dan informasi tentang ekosistem dan habitat baik di dalam maupun di sekitar kota yang berisiko tinggi terhadap dengue. Data dan informasi tentang kondisi geologis dan cuaca setempat, penggunaan tanah, luas hutan, air permukaan, dan populasi manusia sangat membantu di dalam perencanaan kegiatan pengendalian untuk ekosistem dan habitat tertentu (WHO, 2001). D.
Departemen Penerangan Informasi yang ditujukan pada masyarakat luas paling baik disampaikan
melalui media massa, misalnya televisi, radio, dan surat kabar. Oleh karena itu, Departemen Penerangan harus diikut sertakan untuk bekerja sama dalam mengkoordinir penyampaian pesan mengenai tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit dengue yang dikembangkan oleh pakar kesehatan masyarakat (WHO, 2001). E.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LSM memainkan peranan penting di dalam mempromosikan partisipasi
masyarakat dan penerapan program manajemen lingkungan untuk pengendalian vektor dengue. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah penyuluhan kesehatan, pengurangan sumber perkembangbiakan, dan perbaikan pemukiman yang berkaitan dengan pengendalian vektor. (WHO, 2001). F.
Pengembangan Metode Pengembangan metode untuk pengendalian penyakit dengue melalui
pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai untuk menetapkan penggerak utama
Universitas Sumatera Utara
yang potensial di dalam masyarakat dan untuk mengkaji cara yang dapat membujuk mereka agar mau berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor. Pengembangan metode yang berfokus pada anak sekolah sudah dikaji di beberapa negara dan strategi ini harus dimodifikasi dan dikenalkan ke setiap negara (WHO, 2001). G.
Mobilisasi Sosial Pembuat kebijakan membuat komitmen politis di dalam pelaksanaan
kampanye kerja bakti dan sanitasi lingkungan. Pelatihan orientasi ulang bagi tenaga kesehatan harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan mereka didalam mengawasi jalannya kegiatan pencegahan dan pengendalian, dilakukan dua kali dalam setahun (WHO, 2001). H.
Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan sangat penting untuk mendapat partisipasi masyarakat.
Untuk bisa mengubah perilaku masyarakat dibutuhkan waktu yang panjang, sehingga pendidikan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan kesehatan harus dijadikan prioritas di wilayah yang endemik dan di wilayah yang berisiko tinggi terhadap DBD. Pendidikan kesehatan dilakukan melalui berbagai jalur kamunikasi personal, kegiatan pendidikan untuk kelompok, dan melalui media massa. Pendidikan kesehatan dapat diselenggarakan oleh organisasi perempuan, guru sekolah, pemimpin formal maupun informal di masyarakat, dan tenaga kesehatan. Upaya pendidikan kesehatan harus diintensifkan sebelum dimulainya periode penularan penyakit dengue sebagai salah satu komponen mobilisasi sosial. Kelompok sasaran utama adalah anak sekolah dan perempuan (WHO, 2001).
Universitas Sumatera Utara
I.
Dukungan Legislatif Dukungan legislatif sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan program
pengendalian penyakit dengue. Badan legislatif diharapkan untuk membuat peraturan-peraturan yang mendukung terhadap pengendalian penyakit DBD. Badan legislatif membuat sanksi denda bagi yang melanggar peraturan yang dibuat oleh badan legislatif (WHO, 2001). 2.3.9. Peran Serta Masyarakat Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat (Kemenkes RI, 2010). Menurut WHO (2001), peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat didefinisikan sebagai sebuah proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat di dalam perencanaan dan pelaksananaan aktivitas pengendalian vektor ditingkat lokal untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan prioritas penduduk yang tinggal di masyarakat, serta mempromosikan kemandirian masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan itu sendiri, dan masyarakat dapat menikmati manfaat yang didapat secara merata.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Partisipasi Masyarakat
2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya (Tjokroamidjojo, 1999). Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan–permasalahan masyarakat tersebut (Notoatmodjo, 2007). Partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong-royong dan swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal, memecahkan masalah dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang lain untuk kesejahteraannya (Syafrudin dkk, 2009). Partisipasi Masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, namun didalam prakteknya tidak selalu diupayakan sungguh – sungguh (Slamet, 2003). Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat secara sukarela yang didasari itu sendiri dalam program pembangunan. Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
Universitas Sumatera Utara
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. 2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat Menurut Notoadmojo (2007), metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut: 1.
Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.
2.
Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan tim. Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan dipimpin oleh ketua RT.
3.
Survai diri (Community self survey) Tiap tim kerja di RT, melakukan survai di masyarakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan kepada warganya.
4.
Perencanaan Program Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survai dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang akan dipecahkan.
5.
Training Training meliputi manajemen dalam mengolah program-program kesehatan tingkat desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Rencana evaluasi Dalam
menyusun
rencana
evaluasi
perlu
ditetapkan
kriteria-kriteria
keberhasilan suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader kesehatan sendiri. 2.4.3. Elemen –elemen Partisipasi Masyarakat Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut: 1.
Motivasi Masyarakat yang tidak mempunyai motivasi akan sulit untuk berpartisipasi di segala program. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi.
2.
Komunikasi Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan informasi masyarakat. Media masa seperti
TV, radio, poster, film, dan
sebagainya, sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi. 3.
Kooperasi Kerja sama dengan instansi- instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.
4.
Mobilisasi Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dimulai dari identifikasi
Universitas Sumatera Utara
masalah, menentukan perioritas, perencanaan, program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program (Notoadmojo, 2007).
2.5.
Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader kesehatan,
arisan membuat jamban, dana sehat, posyandu, polindes, pos kesehatan desa, dan sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan. Partisipasi masyarakat adalah merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu, kelompok, atau komunitas/masyarakat dalam mewujudkan kesehatannya. Oleh sebab itu, dalam kegiatan promosi kesehatan selalu melibatkan masyarakat, dan masyarakat bukan semata–mata sebagai objek (sasaran), tetapi sebagai subjek dan juga sebagai pelaku promosi kesehatan (Novitsa dan Franciska, 2011). Menurut Kemkes RI, (2010) empowerment (pemberdayaan masyarakat) dalam bidang kesehatan dapat dirumuskan sebagai upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif, dimana melalui pengingkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat seperti itu, mereka akan mampu mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan pemecahan masalah-masalah kesehatan setempat dengan memanfaatkan potensi setempat, fasilitas dari lintas sektor dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya bahwa tujuan yang akan dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, lebih berdaya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Melalui Partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan
Universitas Sumatera Utara
mereka secara mandiri. Masyarakat diharapkan mampu mengantisipasi untuk upayaupaya yang bersifat pencegahan, seperti : kejadian banjir, Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare, penyakit mata, penyakit kulit dan lain lain (Keperawatan Komunitas, 2008). Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya. (Notoadmojo, 2007).
2.6.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian dan Pencegahan DBD Partisipasi Masyarakat dalam pengendalian DBD didefinisikan sebagai
sebuah proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat di dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas pengendalian vektor, sehingga masyarakat dapat menjadi mandiri dalam penanggulangan DBD di lingkungan tempat tinggalnya (WHO, 2001). Tujuan partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD adalah: 1.
Untuk memperluas cakupan program sampai ke seluruh masyarakat dengan membentuk kesadarannya.
2.
Agar program dapat lebih efisien dan hemat, disertai dengan koordinasi sumber daya, kegiatan, dan upaya yang digalang dari masyarakat.
3.
Agar program dapat lebih efektif melalui upaya kerja sama dengan masyarakat di dalam merencanakan sasaran, tujuan khusus, dan strategi tindakan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Untuk mempromosikan keadilan dengan saling berbagi tanggung jawab, dan dengan solidaritas dalam melayani mereka yang paling membutuhkan dan paling berisiko.
5.
Untuk meningkatkan kemandirian di kalangan anggota masyarakat dan menggugah rasa pengendalian mereka terhadap kesehatan dan nasib mereka sendiri (WHO, 2001).
2.6.1. Cara Menggugah Partisipasi Masyarakat 1.
Dengan menunjukkan perhatian Masyarakat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan perhatian yang tulus terhadap penderitaan manusia, misal: angka kematian akibat penyakit dengue di negara itu, kerugian ekonomi bagi keluarga dan negara, dan bagaimana manfaat program tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
2.
Mengawali dialog Dialog harus dilakukan melalui kontak personal, diskusi kelompok, dan pertunjukan film. Interaksi harus dapat membangkitkan pemahaman bersama, kepercayaan dan keyakinan, antusiasme, dan motivasi . Interaksi ini dilakukan berkelanjutan sehingga tercapai kesinambungan.
3.
Membentuk kepemilikan bersama di masyarakat. Pengelola program harus menggunakan gagasan dan partisipasi masyarakat untuk memulai progam, menggunakan tokoh masyarakat untuk membantu pelaksanaan program, dan menggunakan sumber daya masyarakat untuk mendanai progam ini.
Universitas Sumatera Utara
4.
Penyuluhan kesehatan Penyuluhan dapat dilakukan tiga tingkatan, yaitu : a.
Tingkat masyarakat, masyarakat diberi pengetahuan, keterampilan dan materi pendidikan tentang pengendalian vektor, sehingga mereka mampu untuk bertindak secara mandiri dan bersama.
b.
Tingkat sistem, untuk memungkinkan masyarakat dapat memobilisasi kegiatan di tingkat lokal dan sumber daya masyarakat di luar masyarakat mereka sendiri, yaitu di bidang kesehatan, pengembangan, dan layanan sosial.
c.
Tingkat
politik,
mekanisme
yang
memungkinkan
masyarakat
mengungkapkan dengan jelas prioritas kesehatan mereka kepada pihak pemerintah.
Hal
ini
akan
memfasilitasi
penempatan
program
pengendalian vektor ke dalam agenda kegiatan yang diprioritas dan secara efektif memberikan ruang untuk kebijakan dan tindakan. (WHO, 2001). 2.6.2. Penetapan Kegiatan Masyarakat Menurut WHO (2001), untuk memperkuat program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD, ada beberapa kegiatan masyarakat yang sangat penting: 1.
Ditingkat perseorangan, dianjurkan setiap rumah tangga untuk menjalankan langkah-langkah kesehatan yang rutin, termasuk upaya
Universitas Sumatera Utara
pengurangan tempat perkembangbiakan nyamuk dan penerapan langkah-langkah perlindungan diri dengan benar. 2.
Ditingkat masyarakat, diadakan kampanye “kerja bakti” dua kali atau lebih dalam setahun untuk mengendalikan habitat larva vektor baik di tempat-tempat
umum
maupun
pribadi
di
dalam
masyarakat.
Pelaksanaan kampanye ini bisa melalui publikasi yang luas melalui media massa, poster, dan pamplet, perencanaan yang tepat, evaluasi pra-kampanye terhadap fokus program, pelaksanaannya di masyarakat seperti yang dijanjikan dan evaluasi lanjutan. 3.
Partisipasi dapat dikelola melalui kerja sama dengan organisasi dan asosiasi relawan. Anggota organisasi dapat berinteraksi dengan penduduk setiap hari di tempat kerja ataupun di lingkungan organisasi itu, atau sengaja datang bersama untuk menyampaikan tujuan khusus, misalnya ke acara keagamaan, ke klub-klub di kota, kelompok perempuan, dan ke sekolah-sekolah.
4.
Menekankan program berbasis sekolah dengan mengambil sasaran anak
sekolah
dan
orangtua
untuk
memberantas
tempat
perkembangbiakan nyamuk di rumah dan sekolah. 5.
Berkoordinasi dengan sektor swasta untuk berpartisipasi sebagai sponsor di dalam perbaikan dan peningkatan saniter masyarakat, untuk menekankan pada penurunan sumber penyakit dengue.
Universitas Sumatera Utara
6.
Menggabungkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit DBD dengan prioritas lain di dalam perkembangan masyarakat. Masyarakat dan rekan mereka dapat digerakkan untuk mengumpulkan sampah pada tempatnya, perbaikan pembuangan air kotor, dan perbaikan penyediaan air bersih, sehingga dapat menurunkan habitat larva nyamuk Aedes.
7.
Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berpartisipasi di dalam program pengendalian penyakit dengue di masyarakat. Misal: kompetisi tingkat nasional dapat diadakan untuk memilih komunitas terbersih atau untuk memilih komunitas di perkotaan yang indeks larvanya paling rendah.
2.7. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disebut KKP adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Depkes RI, 2011). A. Tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
Universitas Sumatera Utara
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara (Depkes RI, 2011). Kantor Kesehatan Pelabuhan mendapat tugas dari International Health Regulation (IHR) tahun 2005 yang diberlakukan tanggal 15 Juni 2007, untuk memperhatikan kepada Public Health Emergency Of International Concern/PHEIC (masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian global) memberikan perhatian khusus untuk wilayah pelabuhan dengan menetapkan persyaratan kapasitas inti bagi bandara, pelabuhan dan perlintasan (IHR, 2005). B. Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan 1.
Pelaksanaan kekarantinaan;
2.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan;
3.
Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
4.
Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali;
5.
Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia;
6.
Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional;
7.
Pelaksanaan, fasilitas dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk;
Universitas Sumatera Utara
8.
Pelaksanaan, fasilitas, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas darat negara;
9.
Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor;
10.
Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;
11.
Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
12.
Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
13.
Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara;
14.
Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans kesehatan pelabuhan;
15.
Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
16.
Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan mempunyai susunan struktur
organisasi yang terdiri dari : Karantina
dan
Surveilans
(1) Bagian Tata Usaha; (2) Bidang Pengendalian Epidemiologi;
(3)
Bidang
Pengendalian
Risiko
Lingkungan; (4) Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah; (5) Instalasi; (6)Willayah Kerja; (7) Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Landasan Teori Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue ditentukan oleh faktor yang disebut Host, Agent, dan Environment. Penyebaran DBD terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung (Depkes, 2003) Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan landasan teori simpul , Achmadi (2008) Teori simpul menggambarkan hubungan antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang merupakan representasi budaya yang merupakan salah satu variabel kependudukan. Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel kependudukan yaitu kepadatan umur, gender, pendidikan, genetik, sikap, tindakan dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh variabel kependudukan dan variabel lingkungan. Mengacu kepada uraian diatas maka sumber penyakit, media transmisi, proses interaksi dengan penduduk, serta outcome penyakit dapat digambarkan sebagai model kejadian penyakit atau paradigma kesehatan lingkungan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
SIMPUL I
SIMPUL II
SUMBER PENYAKIT
MEDIA TRANSMISI
Virus Dengue
Vektor (nyamuk Aedes aegypti)
SIMPUL III
SIMPUL IV
MEDIA PEMAJANAN/ BIOMARKER
-
STATUS KESEHATAN
Pemeriksaan darah : Jumlah trombosit Hematokrit Kadar hemoglobin
• Sehat • Sakit • Mati
Variabel lain Seperti: Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD
Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ( Teori Simpul) Sumber : Achmadi, (2008)
Mengacu kepada teori simpul, kejadian penyakit DBD berdasarkan gambar skematik diatas, maka pathogenesis atau proses kejadian penyakit DBD dapat diuraikan kedalam 4 simpul dan variabel lain yang berpengaruh, Achmadi ( 2008) yaitu : simpul (1) sumber penyakit, virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti, simpul (2) media transmisi, nyamuk Aedes aegypti, simpul (3) biomarker atau tanda biologi dengan pemeriksaan darah di laboratorium., simpul (4) status kesehatan yang terjadi sebagai akibat dari sebuah hubungan interaktif antara penduduk lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Penduduk yang terpapar dapat menjadi sehat, sakit, bahkan meninggal, sedangkan variabel lain yang berpengaruh dalam penelitian ini yaitu partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konsep Variabel Independen (X)
Variabel Dependen (Y)
pasi Masyarakat Dalam Pengendalian Penyakit DBD: 1. 2.
3.
4.
5.
Modifikasi lingkungan Perbaikan wadah persediaan air Perbaikan tempat genangan air Manipulasi lingkungan Pembersihan tempat air yang tergenang Daur ulang bahan bekas 3M Pengendalian Secara Fisik Raket elektrik Kelambu Kawat kasa Pengendalian Secara Kimiawi Fogging Pemberantasan larva Obat penyemprot nyamuk Lotion anti nyamuk Obat nyamuk bakar Pengendalian Secara Biologi/Hayati
-
Ada Keberadaan Jentik Aedes aegypti:
Tidak ada
Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk Menanam tumbuhan anti nyamuk
am Pengendalian Penyakit DBD dilakukan oleh KKP Kelas I Medan: 1. 2. 3. 4.
Pelaksanaan Survai Jentik Pelaksanaan Abatisasi Pelaksanaan Fogging Penyuluhan / Sosialisasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara