BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setelah munculnya era reformasi di Indonesia, pemekaran wilayah menjadi keniscayaan. Banyak daerah di Indonesia memekarkan diri atau memisahkan diri dari daerah induknya dan membentuk daerah otonomi baru. Tujuan pemekaran daerah baru yaitu untuk mandiri. Kemandirian, menjadi alasan utama untuk mekar karena sebagian masyarakat merasa tidak diperhatikan oleh daerah induknya. Dampak dari pemekaran wilayah di Indonesia yaitu bertambah banyaknya daerah otonomi baru seperti provinsi baru, kabupaten baru dan kota baru. Di provinsi Nusa Tenggara Timur, untuk pertama kali di tahun 1999, Lembata menjadi daerah otonomi baru setelah memekarkan diri dari Kabupaten induknya Kabupaten Flores Timur melalui undang-undang nomor 52 Tahun 1999. Rote Ndao kemudian mengikuti jejak Lembata. Melalui undang-undang nomor 9 tahun 2002 Rote Ndao berpisah secara resmi menjadi kabupaten baru dari induknya Kabupaten Kupang. Diikuti oleh Kabupaten Manggarai Barat yang dibentuk berdasarkan undang-undang nomor 3 Tahun 2003.
Keempat, di tahun 2007 terdapat empat daerah otonomi baru yang terbentuk
sekaligus. Pertama Kabupaten Nagekeo dibentuk melalui undang-undang nomor 2 tahun 2007, kedua kabupaten Sumba Tengah dibentuk melalui undang-undang Nomor 3 Tahun 2007, ketiga berdasarkan undang-undang nomor 16 tahun 2007 Sumba Barat Daya resmi menjadi kabupaten baru dan dan keempat Kabupaten Manggarai Timur yang dibentuk dengan undang-undang nomor 36 Tahun 2007. Setelah tahun 2007, Kabupaten Sabu Raijua
terbentuk melalui undang-undang nomor 52 Tahun 2008 dan yang terbaru di tahun 2015 yaitu, Kabupaten Malaka yang berpisah secara resmi dari Kabupaten Belu. Kemandirian, merupakan sebuah keniscayaan bagi sebuah daerah otonomi baru. Dengan kemandirian, daerah otonomi baru dapat melakukan akselerasi pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan sesuai harapan rakyat dan tujuan pemekaran wilayah. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat perencanaan pembangunan, pengelolaan anggaran keuangan daerah harus diarahkan pada pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam kenyataannya, tingkat ketergantungan daerah otonomi baru di Indonesia masih sangat tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan daerah lainnya. Taneo (2014 : 211) menunjukkan tingkat rasio ketergantungan daerah otonomi baru di NTT terhadap keuangan pemerintah pusat dalam hal ini dana bantuan Pemerintah Pusat/Provinsimasih sangat tinggi.Tingkat rasio menunjukkan pada tahun 2009 Kabupaten Lembata berada pada 90,15%, diikuti Kabupaten Rote Ndao pada angka 93,07%. Kabupaten Manggarai Barat menduduki angka 91,15%, Kabupaten Nagekeo 93,36%. Kemudian berurut-urut Sumba Tengah 93,50%, Sumba Barat Daya 91,90%, Manggarai Timur 94,05%. Sabu Raijua 76,01%. Data tingginya ketergantungan pemerintah daerah di NTT di atas merupakan tantangan sekaligus tanggung jawab bagi pemerintah daerah secara umum yang harus segera dijawab. Pemekaran, merupakan jembatan untuk mengubah kondisi dari sebelumnya yang kurang baik menjadi lebih baik. Peningkatan pendapatan daerah khususnya pajak daerah,
retribusi daerah dan lain pendapatan asli daerah merupakan harapan yang harus diwujudnyatakan melalui penggunaaan dana APBD secara efektif dan efisisen. Makna implisit maupun eksplisit undang-undang pembentukan daerah otonomi baru di atas adalah mandiri. Kemandirian sebuah daerah harus diwujudkan dalam upaya membentuk anggaran keuangan daerah yang bersumber pada pendapatan asli daerah. Namun, tantangan tidak dapat dihindari bagi sebuah daerah otonomi baru. Keterbatasan sumber keuangan, keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan sumber daya manusia. Kemandirian bagi sebuah daerah pemekaran, khususnya pada delapan daerah pemekaran di NTT upaya untuk meningkatkan PAD menjadi keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada daerah baru tersebut. PAD, menjadi ukuran yang penting untuk melihat tujuan pemekaran delapan daerah otonomi baru di NTT berhasil setidak-tidaknya menggambarkan adanya perubahan dari keadaan sebelum pemekaran dan sesudah pemekaran. Berikut tabel PAD pada daerah pemekaran dan daerah induknya pada tahun anggaran 2009. Tabel. 1. Sumber-sumber penerimaan PAD dalam APBD pada (8) delapan Kabupaten daerah pemekaran dan Kabupaten InduknyaTahun Anggaran 2009 No
1
2
3
Kab.baru/ Kab.Induk
APBD (Rp)
PAD (Rp)
Dana Perimbangan (Rp)
Lembata
321.629.838.338,82
16.014.568.858,80
289.962.811.252,00
Tahun Lain Pendapatan Pembentu Yang Sah kan (Rp) Kab/Kota 15.652.458.228,02 1999
Flores Timur* Rote Ndao Sabu Raijua Kab Kupang* Manggar ai Barat Manggar ai Timur Manggar ai*
443.220.317.230,00
20.691.978.390,00
407.638.691.488,00
14.889.647.352,00
1958
293.697.470.606,79
12.076.428.361,79
273.346.016.559,00
8.275.025.686,00
2002
453.546.605.408,00
12.758.179.377,00
344.752.384.693,00
96.036.041.338,00
2008
552.005.659.186,83
24.832.201.395,83
509.836.491.007,00
17.336.966.784,00
1958
343.894.660.551,00
17.402.058.777,00
313.490.578.960,00
13.002.022.814,00
2003
230.776.718.863,00
5.475.549.009,00
217.045.516.728,00
8.255.652.626,00
2007
385.356.510.656,00
19.453.939.349,00
315.352.247.347,00
50.550.323.960,00
1958
4
6
Nagekeo
300.439.054.230,00
9.358.095.116,00
280.497.404.843,00
10.583.554.271,00
2007
Ngada*
353.138.522.917,91
15.729.650.341,91
325.538.174.326,00
11.870.698.250,00
1958
Sumba Tengah Sumba Barat Daya Sumba Barat*
253.534.318.557,00
7.372.839.836,00
237.058.552.982,00
9.102.925.739,00
2007
306.069.928.156,00
9.516.217.604,00
281.286.141.043,00
15.267.569.609,00
2007
330.125.294.504,00
22.185.675.365,00
301.911.288.890,00
6.028.330.249,00
1958
Keterangan: * Kabupaten Induk Sumber: Statistik Keuangan Daerah, Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur TA 2009 Dari tabel di atas bahwa APBD masing-masing kabupaten/kota dan dapat dilihat mengalami penurunan setelah pisah dari kabupaten induknya : 1). Lembata setelah pisah dari kabupaten induknya Flores Timur mengalami penurunan pada APBD sebesar Rp. 121.590.478.891 atau 1,21 %; 2). Rote Ndao dengan kabupaten induknya kabupaten Kupang mengalami penurunan sebesar Rp. 258.308.188.580 atau 2,58 % dan Sabu Raijua mengalami penurunan juga sebesar Rp. 98.459.053.779 atau 9,84 %; 3). Manggarai Barat dengan kabupaten induknya kabupaten Manggarai menggalami penurunan sebesar
Rp.
41.461.850.105 atau 4,14 % dan Mang garai Timur mengalami penurunan sebesar Rp. 154.579.791.793 atau 1,54 %; 4). Nagekeo dengan kabupaten induknya Ngada mengalami penurunan sebesar Rp. 52.699.468.688 atau 5,26 %; 5). Sumba Tengah dengan kabupaten induknya Sumba Barat mengalami penurunan sebesar Rp. 76.590.975.947 atau 7,65 % dan Sumba Barat Daya mengalami penurunan sebesar Rp. 24.055.366.348 atau 2,40 %. Ketergantungan daerah tersebut di atas menggambarkan perlunya daerah pemekaran secara khusus, untuk bisa mengurangi ketergantungan dengan meningkatkan PAD sebagai sumber utama dalam membentuk APBD. Ketergantungan PAD dalam membentuk APBD terhadap sumber dana non-PAD sebuah daerah pemekaran sebagai penopang pembangunan daerah menunjukkan tidak
tercapainya salah satu tujuan di mekarkannya sebuah daerah. Sebuah daerah yang telah berpisah dari daerah induknya harus memberikan perbedaan kondisi selama masih bergabung dengan daerah induk dengan kondisi setelah menjadi daerah otonomi baru. Kemandirian merupakan sebuah condito sine qua non, sebuah keadaan yang mutlak dimiliki daerah otonomi baru. Uraian di atas menjadi alasan peneliti untuk menganalisis kemandirian keuangan daerah pemekaran di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kemandirian keuangan daerah yang menjadi obyek pada Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Sabu Raijua pada lima tahun anggaran yaitu 20102014. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Berapakah rasio kemandirian pada (8) delapan daerah kabupaten pemekaran di Provinsi NTT dalam pengelolaan keuangan daerah pada tahun anggaran 2010-2014? 2. Apa pengaruh rasio kemandirian pada (8) delapan daerah kabupaten pemekaran di Provinsi NTT dalam pengelolaan keuangan daerah pada tahun anggaran 2010-2014?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh kemandirian pada (8) delapan daerah pemekaran keuangan terhadap pembentukan APBD dalam lima tahun anggaran 2010-2014.
2. Untuk mengetahui kemandirian pada (8) delapan daerah pemekaraan terhadap pembentukan APBD dalam lima tahun anggaran 2010-2014. 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi instansi terkait
dalam
upaya
mengevaluasi
kemandirian
keuangan
daerah
dalam
pembentukan APBD. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian lainnya yang sejenis. b. Manfaat pragtis Secara pragtis penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Peneliti Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh kesarjanaan di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. 2. Instansi Pemerintah Penelitian ini memberikan informasi pragtis bagi pemerintah daerah tentang Kemandirian Keuangan Daerah dan pengaruhnya dalam pembentukan APBD tiap tahunnya.