BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tentunya akan terus-menerus melakukan pembangunan. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang akan terus-menerus dilakukan secara berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu tentunya akan memerlukan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dana untuk membiayai pembangunan nasional tersebut dapat diperoleh dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri salah satunya dapat diperoleh dari pajak. Pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak. Pajak merupakan iuran wajib rakyat ke kas negara yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang yang mengisyaratkan adanya pengalihan dana dari sektor swasta (wajib pajak) ke sektor publik (negara) yang nantinya diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. Seperti yang dikemukan oleh Erly Suandy (2011:12) “bahwa pajak memliki dua fungsi yaitu fungsi finansial (budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend)”. Pajak berfungsi budgeter yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Sedangkan pajak berfungsi regulerend yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. 1
2 Dari fungsi pajak diatas bisa dilihat bahwa pajak merupakan penerimaan negara yang sangat diandalkan. Dalam prateknya proses pemungutan pajak seringkali menemukan hambatan seperti misalnya ketidakpercayaan dari masyarakat
atau
pemungutannya
wajib
pajak
tentang
perpajakan.
Untuk
itu
dalam
yang berdasarkan undang-undang pajak yang berlaku di
Indonesia, maka Indonesia menganut Self Assessment System. Sistem pemungutan ini mempunyai arti bahwa besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak itu sendiri, dimana Wajib Pajak harus melaporkan secara teratur seluruh jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi dengan benar jumlah pajak yang terutang dan membayar pajak pada waktunya, tanpa ada tindakan pemeriksaan. Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan hal yang sangat strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat perlu menciptakan perhatian. Dalam prateknya seringkali dijumpai adanya tunggakan pajak dari pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajak yang mengakibatkan tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan masih diharapkan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai adanya tunggakan pajak sebagaimana mestinya. Maka tunggakan pajak yang dimaksud perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai hukum yang memaksa. Oleh karena itu pemerintah memberlakukan UU No.19 Tahun 1997
3 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan sejak 1 Januari 2001 penagihan pajak dilaksanakan dengan UU NO.19 tahun 2000. Penagihan adalah salah satu bentuk penegakan hukum (Law Enforcement). Penagihan dilaksanakan oleh fiskus sehubungan dengan adanya kewajibannya Wajib Pajak sebagian maupun keseluruhan yang masih terutang pada negara menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Proses penagihan yang optimal akan lebih meningkatkan realisasi penerimaan negara dari penagihan pajak. Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-Enforcement di bidang perpajakan. Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak pada fiskus. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam penerimaan pajak.
Penagihan
adalah
salah
satu
bentuk
penegakan
hukum
(Law
Enforcement). Penagihan dilaksanakan oleh fiskus sehubungan dengan adanya kewajibannya Wajib Pajak sebagian maupun keseluruhan yang masih terutang pada negara menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Proses penagihan yang optimal akan lebih meningkatkan realisasi penerimaan negara dari penagihan pajak. Wajib pajak mempuyai kewajiban perpajakan setelah mendapatkan tagihan pajak yang berupa surat tagihan pajak, surat keketapan kurang bayar, atau surat ketetapan pajak kurang tambahan. Penagihan pajak itu sendiri dibedakan atas dua yaitu penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif. Penagihan pasif merupakan penagihan yang dimulai sejak penyampain Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT), dan penagihan aktif dijadwalkan berlangsung selama 58 hari yang
4 dimulai dari penyampaian surat teguran diikuti dengan tindakan lanjutan yang secara konsisten meliputi penyampain surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan dan pengajuan permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan. Apabila utang pajak tidak dibayar, maka utang-utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan tindakan penagihan yaitu antara lain dengan menggunakan surat paksa, pelaksanaan sita sampai upaya penagihan yang terberat yaitu pelelangan. Penagihan pajak dengan surat paksa tesebut dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Anastasia Diana (2009:90) yang dikutip dari Undang-Undang No.19 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Tahun 2000, menyatakan bahwa “surat paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak”. Jadi, apabila jumlah hutang pajak tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempoh pembayaran atau sampai dengan tanggal jatuh tempoh penundaan pembayaran, atau Wajib Pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilaksanakan dengan surat paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan. Penerbitan surat paksa secara sah oleh pejabat berwenang merupakan modal utama bagi pelaksaanaan penagihan pajak yang efektif, karena penerbitan surat paksa memberikan
wewenang
kepada
fiskus,
khusus
Jurusita
Pajak
untuk
melaksanakan eksekusi langsung dalam penyitaan atas barang yang disita untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu.
5 Undang-undang penagihan pajak tersebut diharapkan dapat memberikan penekanan
yang
lebih pada aspek keadilannya
berupa
keseimbangan
kepentingan antara masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara. Berdasarkan uraian di atas maka pembahasan lebih lanjut terhadap pengaruh penagihan pajak yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak. Dalam penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka masalah pokok dalam penulisan ini adalah “Apakah penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara?”.
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang diajukan adalah untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak.
1.4. Kegunaan Penelitian Sedangkan kegunaan penelitian yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa Diharapkan bisa menjadi langkah awal dalam mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh selama duduk di bangku kuliah dan juga bisa
6 menambah
pengetahuan
tentang
perpajakan
khususnya
mengenai
penagihan pajak dengan surat paksa. 2. Bagi Pihak Pemerintah dalam hal ini KPP Pratama Makassar Utara Dalam hal ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara akan menjadi obyek penelitian agar dapat melakukan perbaikan dalam penagihan pajak dengan surat paksa terhadap Wajib Pajak,sehingga kepatuhan wajib pajak dapat meningkat. 3. Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumber informasi dan salah satu sumber referensi kajian teori bagi peneliti yang berminat pada bidang dan topik permasalahan yang sama.
1.5.
Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian yang dilakukan yang memuat penelitian terdahulu, pengertian pajak, fungsi pajak, sistem pemungutan pajak, asas pemungutan pajak, jenis-jenis pajak, syarat pemungutan pajak, perlawanan terhadap pajak, tarif pajak, kewajiban dan hak wajib pajak,menetapkan pajak, penagihan pajak dengan surat paksa, kepatuhan wajib pajak, hubungan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak, dan pengaruh penerapan penagihan dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak.
7 Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini meliputi rancangan penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel peneltian dan definisi penelitian, dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian Bab ini berisi tentang hasil analisis dan interpretasi dari hasil pengujian dan pembahasan mengenai penelitian yang telah dilakukan. Bab V Penutup Bab penutup berisi simpulan dari serangkaian pembahasan skripsi, keterbatasan atau kendala-kendala dalam penelitian serta saran-saran dalam penelitian serta saran-saran yang perlu disampaikan baik untuk subyek penelitian maupun bagi penelitian selanjutnya.