BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, tentunya banyak menghadapi masalah kesehatan masyarakat (Rihardi, 2006). Pencanangan Indonesia Sehat 2010 oleh Departemen Kesehatan, berarti terhitung tahun 2007 tinggal 3 tahun lagi bagi pemerintah untuk mewujudkannya. Bentuk usaha dalam mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan, adalah disusunnya Sistem Kesehatan Nasional baru yang mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk masa mendatang (Trenggono, 2006). Sehingga diharapkan cita-cita reformasi bidang kesehatan yang mana telah ditetapkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah ingin mencapai penduduk dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi–tingginya di seluruh wilayah Indonesia akan tercapai (Asiandi, 2005). Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dapat diwujudkan dalam wadah pelayanan kesehatan yang melibatkan individu, kelompok, masyarakat dan lembaga pemerintah. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebab kesehatan sendiri merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (diluar diri
manusia). Faktor internal termasuk faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal antara lain, sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pengetahuan dan pendidikan. Tetapi secara garis besar dapat disebutkan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor seperti yang dikemukakan oleh Blum (1974) yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (Notoatmodjo, 2003). Selain faktor di atas, pada era sekarang ini perubahan sosial ekonomi masyarakat yang cenderung menurun, ikatan moral budaya juga mulai mengendor, produktifitas keluarga menurun. Padahal dilain pihak berbagai kebutuhan dasar meningkat harganya, seperti jasa transportasi, jasa pelayanan kesehatan, harga obat dan alat kesehatan. Sehingga saat masyarakat merasakan gejala-gejala
yang
tidak
nyaman
pada
tubuhnya
(sakit)
mereka
mengabaikannya. Karena masyarakat lebih memilih memenuhi kebutuhan hidup untuk sehari-hari dari pada untuk pergi berobat ke Puskesmas. Salahsatu alasan itulah yang menyebabkan penundaan dalam mencari bantuan kesehatan.
Untuk
itu
harus
benar-benar
dilaksanakan
upaya
untuk
meringankan, mempermudah dan mendekatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat dengan menyesuaikan perubahan yang ada tanpa merubah mutu dari pelayanan itu sendiri (Kurnianto, 2006). Padahal dilain pihak penundaan terhadap pencarian bantuan kesehatan dapat berakibat fatal, ini dibuktikan terhadap kasus kematian akibat DBD pada beberapa daerah yang disebabkan karena terlambat membawa ke sarana pelayanan kesehatan. Contoh kasus pada anak Zt yang berusia 6 tahun,
meninggal dunia setelah
satu hari dirawat di salahsatu RS. Dari kasus
tersebut, dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya mengambil tindakan dan keputusan yang cepat serta tepat saat terjadi kasus-kasus yang serius serta mengancam jiwa manusia. Kecepatan masyarakat dalam mengetahui gejala suatu penyakit akan mempercepat pula dalam pemberian pengobatan yang tepat ( Hapsari, 2007). Sistem pendidikan di Indonesia yaitu terdiri dari beberapa tingkatan, dimulai dari yang paling rendah yaitu sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan perguruan tinggi. Tingkatantingkatan ini secara tidak sengaja telah mengelompokkan masyarakat sesuai dengan tingkat pendidikannya. Sehingga tingkat pendidikan di dalam suatu kelompok akan menyebabkan sesuatu yang berbeda bagi anggota kelompok tersebut dalam mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah yang berkaitan dengan kesehatan individu, mereka mempunyai pengetahuan yang tidak sama untuk mengatasi keadaanya itu (Tim pengembangan MKDK IKIP Semarang,1991). Pengetahuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan pada masyarakat sangat dibutuhkan, namun pada kenyataannya di dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka ragam mengenai konsep sehat-sakit. Keanekaragaman inilah yang menjadikan konsep sehat-sakit masyarakat dengan pihak
pemberi pelayanan kesehatan tidak sejalan dan bahkan
bertentangan. Pengetahuan masyarakat tentang sakit yang merupakan konsep sehat-sakit bervariasi pada tiap kelompok. Konsep kelompok masyarakat yang
satu berbeda dengan konsep sehat-sakit kelompok lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan berbeda-beda. Demikian bervariasinya masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan, dan didukung pula dengan bervariasinya sarana kesehatan yang tersedia di masyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Utami (1993) di daerah pedesaan di Jawa Tengah didapat data kunjungan : 40 % tidak pernah ke dokter, 60 % ke dokter, 70 % tidak pernah ke RS, 30 % pernah ke
RS, 30 % tidak pernah ke Puskesmas dan 70 % pernah ke
Puskesmas, 70 % tidak pernah ke dukun dan 30 % pernah ke dukun (Smet, 1994). Jumlah Puskesmas di Propinsi Jawa Tengah ada 847 yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota, bahkan ada beberapa wilayah Kecamatan yang terdapat lebih dari satu Puskesmas. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas telah diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling, bahkan sejak 2003 telah dicanangkan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) dengan harapan masyarakat akan mudah mengakses pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga professional. PKD merupakan rujukan pertama bagi posyandu, yang mempunyai program pemantauan gizi balita, pemeriksaan ibu hamil dan persalinan. Dari program tersebut berbagai hasil telah dicapai misalnya, AKB dan AKI telah berhasil turun, sementara Umur Harapan Hidup rata-rata telah meningkat secara bermakna. Namun demikian pola penyakit masih didominasi oleh penyakit
infeksi yang banyak diderita oleh penduduk miskin di pedesaan misalnya ISPA, diare, DBD, gizi buruk dan lainnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu mengupayakan masyarakat agar mandiri (pemberdayaan masyarakat), sehingga masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk melayani diri sendiri untuk hidup sehat (Trenggono, 2006). Puskesmas Cepiring adalah salah satu dari 27 Puskesmas yang ada di Kabupaten Kendal, dan merupakan Puskesmas induk di wilayah kecamatan Cepiring dengan membawahi 15 desa. Dari data kependudukan dan statistik di kecamatan tercatat jumlah penduduknya sebanyak 49.115 jiwa/bulan Januari 2007. Selain puskesmas induk, masih ada 3 buah puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling yang siap ke desa-desa untuk membantu memberikan pelayanan kesehatan ke wilayah desa yang terpencil. Penyakit kronis merupakan penyakit yang gejalanya berlangsung lebih dari dua minggu atau lebih. Atas dasar penyakit kronis yang diderita oleh seseorang, maka dapat kita jadikan sebagai acuan untuk mengetahui kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan yang ada. Sehingga dapat diasumsikan, dengan semakin tingginya angka penyakit kronis yang terjadi di suatu masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat tersebut lamban dalam mencari pertolongan untuk mengatasi masalah kesehatannya (Smet, 1994). Menurut data kunjungan pasien yang berobat ke Puskesmas Cepiring selama tahun 2006 sebanyak 9094 pasien. Pasien dengan penyakit kronis sebanyak 1704 (18,74 %) dan 7390 (81,26 %) mereka datang ke Puskesmas
dengan keluhan setelah 2-3 hari. Dari pemikiran dan data diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pola pencarian bantuan (kecepatan) masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan yang didasarkan pada tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan.
B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dari uraian latar belakang diatas adalah: “Adakah hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan dengan kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal?”
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara
tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan dengan kecepatan dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat pendidikan masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal. b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal.
c. Mendeskripsikan kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal. d. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal. e. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kecepatan masyarakat dalam mencari bantuan ke sarana pelayanan kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kabupaten Kendal. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Mendorong masyarakat wilayah Puskesmas Cepiring lebih tahu saat yang tepat untuk pergi berobat dan menerima pelayanan kesehatan. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan tambahan informasi dalam upaya memperluas ilmu pengetahuan terutama dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang mengalami masalah kesehatan. 3. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan wawasan penulis khususnya dalam hal penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan dengan kecepatan pencarian bantuan ke sarana pelayanan kesehatan dan sebagai tambahan masukan bagi peneliti selanjutnya.
4. Bagi Puskesmas Menambah pengetahuan perawat di Puskesmas, khususnya perawat Puskesmas Cepiring untuk lebih banyak memberikan pendidikan kesehatan dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai kapan saat yang tepat untuk mendapatkan pelayanan dan perawatan kesehatan di puskesmas manakala mengalami sakit, karena puskesmas sebagai sarana pelayanan tingkat dasar.
E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan dengan kajian di bidang keperawatan komunitas.