1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang
beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda telah mempengaruhi manusianya dalam mempertahankan budaya dan bahasa yang berbeda dengan suku lain sampai saat ini (Trejaut, et al., 2005). Kondisi geografis daerah-daerah di Indonesia yang berbeda cukup signifikan juga memberikan pola khas pada fenotip individu dari masyarakatnya. Hal ini dapat diamati pada karakteristik fenotip suku-suku di Indonesia yang pada umumnya mewakili wilayah geografis tertentu, misalnya perbedaan beberapa ciri fenotip antara suku Sunda di Jawa dengan suku Batak di Sumatera, suku Dayak di Kalimantan, suku Asmat di Irian Jaya maupun suku yang terdapat pada daerah lainnya di Indonesia. Pada dasarnya perbedaan ciri fenotip individu merupakan hasil dari informasi genetik dan pengaruh lingkungannya. Beberapa individu yang berasal dari keturunan yang sama boleh jadi berbeda setelah tinggal pada daerah dengan perbedaan kondisi lingkungan yang sangat signifikan. Informasi genetik seseorang diturunkan melalui persilangan atau perkawinan. Molekul yang sangat berperan dalam penurutan sifat adalah Deoxyribonucleic Acid (DNA). DNA terdapat dalam sel setiap individu terutama pada inti sel. Selain itu, DNA juga terdapat dalam organel sel yang lain yaitu mitokondria.
2
DNA yang digunakan dalam identifikasi individu biasanya berasal dari DNA inti karena inti sel sulit bahkan tidak bisa berubah. Namun keterbatasan sampel yang biasa ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) membuat DNA inti cukup sulit diperoleh. Barang bukti yang ditemukan di TKP seperti sperma, kulit, air liur dan lain-lain dapat dijadikan sampel untuk penyelidikan melalui analisis DNA mitokondrianya. Anderson et al. (1981) telah berhasil menemukan urutan genom DNA mitokondria (mtDNA) manusia secara lengkap dengan urutan 16.569 pb yang tersusun dalam bentuk sirkuler. Penemuan Anderson ini selanjutnya menjadi rujukan standar dalam berbagai studi genetika molekul terutama yang berkaitan. Penelitian mengenai DNA mitokondria (mtDNA) terus berkembang seiring dengan ditemukannya berbagai fenomena khas yang membedakannya dari DNA inti. Salah satunya adalah sifat polimorfisme yang sangat tinggi dibandingkan DNA inti. Selain itu, konvensi yang dipertahankan mengenai mitokondria adalah bahwa mitokondria mampu diwariskan secara maternal (Wulandari, 2005). Hal ini disebabkan mtDNA hanya dapat dibawa oleh sel telur ketika melebur dengan sperma. Keunikan sistem penurunan dan tingginya laju mutasi ini telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang. yaitu penentuan hubungan kekerabatan, studi evolusi dan migrasi global manusia modern, bidang forensik dan identifikasi penyakit genetik. Penelitian mengenai profil urutan nukleotida mtDNA suku pada manusia populasi Nusa Tenggara Timur (NTT) perlu dilakukan karena propinsi tersebut merupakan suatu daerah kepulauan yang terpisah cukup jauh secara geografis
3
dengan suku Sunda, Dayak dan suku besar lainnya di Indonesia. Selain itu, penelitian mtDNA suku manusia di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari empat pulau besar yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor serta beberapa pulau kecil seperti Sabu dan Rote. NTT memiliki beberapa kelompok suku antara lain suku Timor di Pulau Timor, suku Sabu di Pulau Sabu, suku Rote di Pulau Rote, suku Alor di Pulau Alor, suku Sumba di Pulau Sumba, suku Lamaholot dan Kedang di Pulau Solor, suku Paga dan Kange di Sikka, suku Ende di Ende, suku Bajawa di Ngada, suku Nagi Keo dan suku Reo di Manggarai, serta suku-suku pendatang antara lain suku Cina, Arab, Bugis, dan lain-lain (Anonim, 2008). Pada dasarnya setiap suku memiliki masyarakat dengan karakteristik yang hampir dapat dibedakan. Hal ini lebih mudah diamati pada fenotip rambut dan warna kulit. Populasi suku Ende memiliki rambut yang hampir ikal dengan warna kulit yang sawo matang bahkan cenderung kuning langsat. Hal ini dapat menjadi pembeda suku Ende dengan suku Bajawa dan Sikka di Pulau Flores yang pada umumnya memiliki warna kulit yang sawo matang dan rambut ikal hingga keriting. Pada populasi suku Bajawa cenderung berambut keriting dan berkulit agak cerah, sedangkan suku Sikka cenderung berambut ikal dan berkulit sawo matang. Namun demikian kemiripan-kemiripan tidak dapat secara langsung menjadi faktor penentu yang membedakan karakteristik individu pada suatu wilayah. Kajian mengenai keterkaitan antara perbedaan genetik yang terjadi dengan ciri-ciri yang nampak pada suku tertentu diharapkan dapat memberikan
4
data empirik mengenai perbedaan genetik yang mungkin terjadi pada setiap tampilan fenotipik khas pada setiap suku. Analisis variasi urutan nukleotida daerah D-Loop dapat digunakan untuk menentukan identitas individu atau suku tertentu serta hubungan kekerabatan maternal (Ratnayani dkk., 2007). Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk melakukan penelitian guna menentukan pola polimorfisme mtDNA di daerah hipervariabel D–Loop suku-suku yang nantinya dapat digunakan sebagai pijakan dalam menentukan pola genetik mtDNA. Oleh karena itu maka dilakukan penentuan urutan nukleotida daerah Hipervariabel I (HVI) mtDNA manusia pada manusia populasi suku Ende NTT dengan sampel sel epitel pada akar rambut.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil polimorfisme pada daerah HVI mtDNA dari populasi suku Ende Nusa Tenggara Timur. Adapun pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah polimorfisme daerah HVI mtDNA manusia suku Ende Nusa Tenggara Timur? 2. Mutasi apakah yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi pada daerah HVI mtDNA manusia suku Ende Nusa Tenggara Timur? 3. Adakah mutasi yang spesifik pada daerah HVI mtDNA manusia suku Ende Nusa Tenggara Timur?
5
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui profil
polimorisme daerah HVI mtDNA manusia dari populasi suku Ende Nusa Tenggara Timur, sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui polimorfisme pada daerah HVI mtDNA manusia dari suku Ende Nusa Tenggara Timur. 2. Mengetahui mutasi yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi pada daerah HVI mtDNA manusia suku Ende Nusa Tenggara Timur 3. Mengetahui ada atau tidaknya mutasi yang spesifik pada daerah HVI mtDNA manusia dari suku Ende Nusa Tenggara Timur.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti untuk mengetahui variasi urutan nukleotida dari suku-suku di Indonesia sehingga memperkaya basis data daerah D-Loop genom mtDNA. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan untuk analisis selanjutnya dalam berbagai bidang seperti kedokteran forensik, antropologi serta untuk mempelajari pola persebaran penyakit yang disebabkan mutasi mtDNA.