BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menurut Bank Dunia
akan mengalami perlambatan peningkatan sekitar 5,2% dari prediksi sebelumnya yang diprediksi tumbuh sekitar 5,6% [1]. Sementara itu populasi Indonesia kini mencapai sekitar 245 juta jiwa atau meningkat rata-rata sekitar 1,51% per tahun sejak tahun 2000 [2]. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut maka akan terjadi peningkatan kebutuhan energi yang rata-rata peningkatannya adalah sebesar 7% per tahun selama 30 tahun. Peningkatan terbesar energi terjadi pada sektor rumah tangga dimana konsumsi akan meningkat sebesar 423,01 GWh (dari 21,52 GWh di tahun 2000 menjadi 444,53 GWh pada tahun 2030) [2]. Maka sektor energi dan pertumbuhan penduduk yang terjadi bisa sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena adanya pola konsumtf penggunaan energi dan belum optimalnya penggunaan sumber-sumber energi baru dan terbarukan yang lebih hemat untuk jangka panjang. Indonesia sebagai Negara yang memiliki pertumbuhan dan jumlah penduduk yang berkembang sangat pesat, berkepentingan untuk melakukan penggunaan energi sesuai kebutuhan dan sesuai dengan porsi yang ada. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indonesia memiliki 4 sektor utama pengguna energi, yaitu sektor rumah tangga, komersial , industri dan transportasi. Gambar 1.1 memperlihatkan prosentasi penggunaan energi dari 4 sektor. dengan penggunaan energi terbesar pada tahun 2012 adalah sektor industri (34,8%) dan diikuti oleh sektor rumah tangga (30,7%), sektor transportasi (28,8%), sektor komersial (3,3%), serta sektor lainnya (2,4%) [3]. Selama kurun waktu tahun 2000-2012, sektor transportasi mengalami pertumbuhan terbesar yang mencapai
1
2
6,92% per tahun dan diikuti oleh sektor komersial (4,58%), sektor industri (2,51%), serta sektor rumah tangga (0,92%) [3].
Gambar 1.1. Pangsa kebutuhan energi final menurut sektor [3]
Sektor komersial hanya menggunakan 3,3% total konsumsi energi nasional yang menempatkan sektor ini berada diurutan terakhir dari total permintaan energi nasional. Padahal saat ini sektor komersial mengalami pertumbuhan yang sangat masif, pembangunan hotel, mall, pusat perbelanjaan, hingga hunian berbentuk rusun sudah sangat besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi pemanfaatan energinya karena perkembangan kebutuhan manusia akan sektor komersial sangat tinggi sehingga kedepannya membuat pangsa ini akan sangat mempengaruhi total konsumsi energi nasional. Pada tahun 2012, peranan sektor ini sebesar 3% terhadap total kebutuhan energi final di tahun 2035 diprediksi meningkat menjadi 5% [3]. Oleh karena itu sektor komersial harus melakukan berbagai potensi penghematan agar mencapai efisiensi energi yang terbaik. Penerapan peraturan bangunan gedung hijau merupakan salah satu cara untuk melakukan potensi penghematan gedung komersial. Indonesia sendiri memiliki potensi untuk mengurangi emisi karbon CO2 sebesar 138 MT CO2e per tahun, dimana 47 MT berasal dari bangunan komersial [4].
3
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 18 Februari 2015 telah mengeluarkan sebuah peraturan menteri No. 02/PRT/M/2015 tentang bangunan gedung hijau. Selain tuntutan mitigasi akibat dampak perubahan iklim, peraturan menteri ini secara konsisten berupaya mewujudkan bangunan gedung berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung [5]. Gedung komersial merupakan salah satu tipe bangunan yang wajib menerapkan syarat bangunan hijau. Karena gedung komersial mengkonsumsi energi, air, dan sumber daya lain dalam jumlah besar dan memiliki potensi penghematan cukup signifikan. Jenis gedung komersial yang penggunaan energinya besar salah satunya adalah rumah sewa atau rumah susun. Hal itu terjadi karena adanya penggunaan energi besar-besaran untuk memberikan kenyaman kepada penghuni rumah susun serta kecilnya kesadaraan untuk melakukan penghematan dari para penghuni. Keindahan ruangan (sistem pencahayaan), kenyamanan udara (sistem tata udara), kelengkapan fasilitas, dan lain-lain yang merupakan komponen pendukung pada suatu rumah susun. Hal ini berdampak pada kenaikan tarif sewa kamar untuk memenuhi pembiayaan terhadap energi. Kenaikan tarif kamar ini akan menyebabkan pengurangan daya sewa konsumen. Sistem penilaian atau rating bangunan hijau adalah salah satu sistem yang digunakan untuk menilai suatu bangunan sudah berkonsep hijau atau belum. Penilaian mengenai predikat gedung hijau dilakukan dengan sistem penilaian terstandar yang dilihat dari beberapa aspek parameter tentang konsep bangunan hijau. Sistem penilaian atau rating bangunan hijau di Indonesia saat ini masih menggunakan sistem rating milik GBCI (Green Building Council Indonesia). Namun, sistem rating yang dikeluarkan oleh GBCI masih bersifat komersil karena mereka yang memiliki sertifikat Greenship profersional dari GBCI yang bisa melakukan penilaian. Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Pustlitbang Permukiman selaku institusi pemerintah mencoba menyusun suatu sistem rating yang bersifat generik dan terbuka yang dapat dipergunakan oleh segenap pihak di masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagai lembaga inspeksi bangunan hijau. Sejak tahun 2013 Puslitbang Permukiman telah melakukan
4
penyusunan draft sistem rating dilakukan uji draft sistem rating
bangunan gedung hijau. Diharapkan setelah dari Puslitbang Permukiman ini nantinya
pemerintah dapat memberikan predikat suatu gedung sudah sesuai atau belum dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015. Penelitian ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan tinjauan dan memberikan masukan untuk tolak ukur kriteria Draft Sistem Rating Bangunan Gedung Hijau yang telah dibuat pada tahun 2013 dengan obyek gedung komersil berupa rumah susun Asrama Mahasiswa Kinanti 2 dan 3. Diharapkan dari penerapan lapangan dan penilaian gedung komersil menggunakan sistem rating Puslitbang Permukiman ini diperoleh Sistem Rating Bangunan Hijau yang tevalidasi sehingga dapat membantu menjalankan peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015.
I.2.
Perumusan Masalah Sistem rating bangunan hijau adalah sistem penilaian yang dilaksanakan
oleh lembaga yang mempunyai kompetensi dan persyaratan untuk menentukan posisi peringkat bangunan berdasarkan aspek dan parameter bangunan hijau yang dimiliki lembaga tersebut. Saat ini Pemerintah Indonesia belum memiliki sistem rating bangunan hijau yang bersifat nasional, generik, dan terbuka atau dalam artian sistem rating yang tidak bersifat komersial sehingga bisa digunakan oleh masyarakat umum secara luas dengan biaya yang terjangkau. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Puslitbang Permukiman tahun 2013 menyusun sebuah sistem rating bangunan hijau yang masih berbentuk draft yang masih belum memiliki tolak ukur dan standar sehingga diperlukan uji coba penilaian dengan menggunakan hasil penilaian Greenship New Building dan Green Mark New Residential Buildings. Penelitian ini dilakukan pada Asrama Kinanti 2 dan 3 milik Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menyempurnakan draft penilaian bangunan hijau milik PUSKIM sehingga nantinya dapat digunakan secara mudah dan jelas oleh lembaga
5
inspeksi bangunan hijau yang mempunyai kompetensi dan persyaratan sesuai ketentuan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
I.3.
Batasan Masalah Batasan masalah diperlukan dalam peneltian ini agar objek yang akan
dibahas lebih spesifik. Berikut adalah batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Penelitian dilakukan menggunakan studi kasus atau obyek penelitian Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 Universitas Gadjah Mada yang ada di Yogyakarta, 2. Identifikasi sistem rating bangunan hijau mengacu pada sistem rating Green Mark New Residential Building dan Greenship New Building, 3. Parameter sistem rating bangunan hijau PUSKIM yang ditinjau adalah parameter yang paling banyak diidentifikasi di lapangan dengan menggunakan sistem rating Green Mark dan Greenship, 4. Keberhasilan penilaian asrama Kinanti 2 dan 3 dibatasi oleh kondisi lapangan, ketersediaan data sekunder, dan ketersediaan alat yang digunakan untuk pengukuran di lapangan.
I.4.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan tinjauan dan memberikan
masukan untuk tolak ukur serta standat dari kriteria-kriteria draft rating bangunan hijau PUSKIM 2013 sebagai pelaksanaan peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015. I.5.
Manfaat Penelitian 1. Pemilik gedung komersil yang dijadikan obyek penelitian akan mengetahui kinerja bangunannya terkait aspek hijau yang sesuai dengan draft rating bangunan hijau Puskim 2013 2. Pengelola gedung akan mendapatkan gambaran awal penghematan energi
6
3. Pengelola gedung mengetahui perkiraan posisi peringkat bangunan dalam perspektif rating bangunan gedung hijau sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015 4. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penyempurnaan sistem rating yang saat ini masih berbentuk draft sehingga nantinya sistem rating tersebut dapat digunakan secara terbuka I.6. Sistematika Penulisan Penulisan proses dan hasil penelitian ini dibagi dalam beberapa bab. Bab I Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian, Bab II Tinjauan Pustaka, memuat studi-studi dari penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian penulis. Selanjutnya, Bab III Dasar Teori, mengemukakan teori-teori yang menjadi dasar pada penelitian ini. Kemudian, Bab IV Pelaksanaan Penelitian, membahas mengenai tata cara dan metode pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selanjutnya, Bab V Data dan Pembahasan, berisi data-data hasil penelitian dan pembahasan dari data tersebut berdasarkan pada dasar teori dan studi pustaka yang sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Dan yang terakhir, Bab VI Kesimpulan dan Saran, berupa kesimpulan dari hasil pembahasan dan saran bagi penelitian yang akan datang.