BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh besar pada bidang survei dan pemetaan. Metode pengumpulan data spasial saat ini tidak hanya dilakukan secara langsung di lapangan menggunakan alat-alat survei terestris tetapi juga dapat dilakukan dengan metode penginderaan jauh. Metode penginderaan jauh untuk survei dan pemetaan sudah diterapkan sejak tahun 1960 yang terbatas pada penelitian dan analisis foto yang diperoleh dengan sensor kamera. Setelah diluncurkannya satelit penginderaan jauh ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) atau yang lebih dikenal sebagai Landsat (land satelite) pada tahun 1972 maka perkembangan ilmu dan teknologi penginderaan jauh terus berkembang pesat hingga hari ini. Perkembangan ini telah melahirkan teknologi pengumpulan data penginderaan jauh yang lebih bervariasi mulai dari sensor kamera, sensor satelit maupun yang saat ini sedang dikembangkan yaitu teknologi LiDAR (Danoedoro, 2012). Dengan adanya perkembangan teknologi penginderaan jauh maka output yang dihasilkan tidak hanya berupa produk dua dimensi (x,y) saja tetapi juga mampu menghasilkan produk tiga dimensi (x,y,z). Salah satu teknologi penginderaan jauh yang dapat menghasilkan produk tiga dimensi ialah teknologi LiDAR dan foto udara. LiDAR merupakan teknologi akuisisi data spasial dari atas permukaan bumi menggunakan
sinar (laser). Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak dari
sensor terhadap obyek yang dikenali sehingga data yang diperoleh dari teknologi LiDAR berupa kumpulan titik (points cloud) yang memiliki kooordinat (x,y,z) pada tiap titiknya. LiteMapper 5600 merupakan salah satu alat akuisisi LiDAR yang mampu menghasilkan produk dengan akurasi 0,2 meter (IGI, 2010). Pengumpulan data spasial menggunakan teknologi LiDAR umumnya tidak hanya dilakukan melalui perekaman sensor laser saja, tetapi perlu dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti GPS/INS untuk mengetahui posisi sensor yang bereferensi pada suatu bidang tertentu dan juga dikombinasikan dengan kamera sebagai alat
1
2
bantu pengenalan obyek secara visual. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan model yang terbentuk dari pemrosesan foto udara dengan kamera metrik Rollei 6006 dapat menghasilkan akurasi horizontal 0,5 meter dan akurasi vertikal 1 meter (warner, 1996). Pembentukan model tiga dimensi menggunakan foto udara analog dengan
menggunakan
alat
stereoplotter
optis
diganggap
rumit.
Seiring
berkembangnya teknologi, pembentukan model dari foto udara sudah dapat dilakukan secara digital. Sumber data foto maupun cara pemrosesan telah dilakukan dengan mengguanakan Software tertentu misalnya DAT/EM Summit Evolution. DAT/EM Summit Evolution merupakan sebuah perangkat lunak fotogrametri digital yang dapat menghasilkan produk secara tiga dimensi. Pemrosesan data menggunakan Summit Evolution dapat diintegrasikan dengan Software AutoCAD atau ArcGIS. Dalam pelaksanaannya metode stereoplotting dengan menggunakan software digital dapat dilakukan secara otomatis maupun interaktif. Pemilihan metode yang digunakan dapat disesuaikan dengan tujuan, tenggang waktu pelaksanaan serta biaya yang dimiliki dalam melakukan suatu pekerjaan. Data foto udara yang dijadikan input dalam proses stereoplotting dapat berupa foto udara format sedang yang memiliki ukuran piksel 15 cm x 15 cm. Proses stereoplotting bertujuan untuk membentuk model tiga dimensi dari permukaan bumi dengan menggunakan foto udara stereo. I.2. Tujuan Tujuan dari proyek ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh DEM dari data hasil stereoplotting interaktif foto udara format sedang kamera DigiCam. 2. Mengetahui
tingkat
akurasi
DEM
yang
dihasilkan
dari
proses
stereoplotting interaktif foto udara format sedang dengan memanfaatkan DEM teknologi LiDAR sebagai data pembanding.
I.3. Manfaat Hasil proyek ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi atau kajian dalam penentuan metode stereoplotting dalam pengumpulan data dan informasi DEM.
2
3
I.4. Batasan Masalah Dalam proyek ini ditetapkan beberapa batasan yang berkaitan mengenai obyek, metode serta software yang digunakan. Beberapa batasan tersebut antaranya: 1. Lokasi proyek berada di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada dengan dengan kondisi topografi yang cukup landai. 2. DEM yang dihasilkan dari teknologi LiDAR digunakan sebagai data pembanding yang dianggap benar dalam perhitungan akurasi DEM hasil stereoplotting. 3. Titik kontrol horizontal yang digunakan diperoleh dari data orthofoto sedangkan titik kontrol vertikal diperoleh dari data DEM teknologi LiDAR. I.5. Landasan Teori I.5.1. Foto udara Fotogrametri merupakan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh suatu informasi yang dapat dipercaya mengenai benda-benda fisik melalui proses, pencatatan, pengukuran, dan penafsiran gambar fotografi dan pola energi radiasi elektromagnetik yang terekam (Slama, 1980). Sedangkan foto udara merupakan foto yang dibuat dari perspektif pesawat udara atau balon udara (Sutanto 1994). Foto yang diasilkan dari pemotretan udara diperoleh dari kamera dengan detector film yang mengandung suatu emulsi atau lapisan yang sangat pekaan terhadap cahaya. Dewasa ini detektor film sudah jarang digunakan dan banyak pekerjaan pemotretan udara dilakukan secara digital dengan menggunakan sensor berupa CCD (Charge Coupled Device) atau CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor). Perekaman diudara dapat dilakukan dengan menggunakan wahana berupa pesawat udara berawak, pesawat udara tidak berawak, balon udara dan lain sebagainya. Pemilihan wahana ini perlu disesuaikan dengan tujuan pembuatan peta. Dalam melakukan pemotretan udara untuk
tujuan pemodelan perlu
memperhatikan pertampalan antar foto, karena yang dibutuhkan dalam pemodelan menggunakan foto adalah berkas sinar yang membentuk foto tersebut. Berkas sinar tersebut direkonstruksi dengan sebuah foto dan sebuah perspektif. Besarnya
3
4
pertampalan antar foto berpengaruh terhadap pembentukan model. Dalam membuat satu model diperlukan minimal dua buah foto yang saling bertampalan maka untuk membuat model dalam satu strip penerbangan perlu memenuhi syarat trilap, maksudnya terdapat minimal tiga buah foto yang saling bertampalan dalam area pemodelan dan besarnya pertampalan antar foto sebesar kurang lebih 60% pertampalan kedepan dan kebelakang antar foto yang berada pada satu jalur terbang Overlap sebesar 60% ini bertujuan agar tidak terdapat gap saat dibuat model dalam satu strip penerbangan, seperti yang terlihat pada gambar I.1.(a). Tetapi apabila besarnya pertampalan antar foto kurang dari 60% dikhawatirkan akan terdapat gap seperti yang terlihat pada gambar I.1. (b).
A
A B
B C
X C
(a)
(b)
Gambar I.1. Pertampalan trilap pada satu jalur terbang (a) dan gap yang terjadi akibat syarat tidak terpenuhi
Pada gambar I.1 diketahui bahwa dengan besarnya pertampalan sebesar 60% maka pada area foto B dapat dibuat model dengan mengorientasikan foto secara relatif antara foto A dengan foto B dan foto B dengan foto C, sehingga model akan terbentuk pada area yang terarsir tetapi apabila besarnya pertampalan antar foto kurang dari 60% dikhawatirkan akan terdapat gap seperti yang terlihat pada gambar I.1. Pada gambar I.1. daerah terarsir menunjukkan daerah bertampalan sedangkan daerah x yang berwarna abu-abu menunjukan kondisi gap yang terjadi jika pertampalan antar foto kurang dari 60%, seperti yang telah diketahui bahwa wahana
4
5
terbang akan dipengaruhi oleh angin dan kecepatan pesawat oleh karena itu diperlukan syarat threelap untuk mengatasi ketidak stabilan wahana. Tinggi terbang wahana udara terhadap permukaan bumi akan mempengaruhi skala foto yang dihasilkan. Semakin tinggi wahana udara terbang maka cakupan rekaman foto yang diperoleh akan semakin luas tetapi detil obyek tidak terlalu tampak karena skala foto yang diperoleh kecil. Jika pemotretan dilakukan dengan persyaratan 60% untuk pasangan foto dalam satu jalur maka hasil foto udara adalah cakupan yang cukup luas dan kenampakan obyek yang cukup detil pula. Penentuan tinggi terbang pesawat disesuaikan dengan tujuan dari pemotretan foto udara. I.5.2. Kalibrasi kamera Pada dasarnya foto udara format sedang merupakan foto udara yang dihasilkan dari kamera metrik atau non metrik yang khusus dipergunakan untuk pemotretan udara dengan menggunakan suatu wahana tertentu misalnya pesawat udara. Salah satu contoh kamera non metrik format sedang ialah kamera DigiCA M–H/39, kamera ini tersedia dalam beberapa tipe diantaranya 39, 40, 50 dan 60 megapiksel. Pada kamera DigiCAM–H/39 megapiksel memiliki ukuran film 36 mm x 49 mm dengan panjang fokus sebesar 35 mm (IGI, 2010). Kamera DigiCA M–H/39 termasuk kedalam kamera non metrik yang memang dipergunakan dalam pekerjaan pemotretan udara, kamera ini masih memiliki memiliki distorsi yang nilainya relatif keci. Bentuk fisik dari kamera DigiCAM dapat dilihat pada gambar I.2.
Gambar I.2. Bentuk fisik kamera DigiCAM (IGI, 2010)
5
6
Untuk mengetahui nilai distorsi dan konstanta optik kamera atau yang sering disebut dengan orientasi dalam maka perlu dilakukan proses kalibrasi kamera. Parameter orientasi dalam terdiri dari panjang fokus, distorsi radial, distorsi tangensial, dan posisi titik utama (principal point) yang diukur terhadap origin sumbu x dan y sistem koordinat foto/citra (Harintaka dkk, 2009). Terdapat berbagai macam teknik kalibrasi kamera, secara operasional teknik kalibrasi kamera dilakukan dengan 3 cara (Harintaka dkk, 2009): in-laboratory, in-field, dan in-flight. Teknik kalibrasi in-laboratory menggunakan peralatan multikolimator atau goniometer. I.5.3. Orientasi dalam Setiap perekam udara mengggunakan foto udara digital akan menghasilkan foto dalam sistem koordinat piksel (kolom, baris) yang memiliki titik origin pada pojok kiri atas. Agar dapat menghasilkan model dalam bentuk geometris yang tepat maka perlu dilakukan proses transformasi dari koordinat piksel menjadi koordinat foto (x,y) yang memiliki titik origin pada pusat foto. Unsur-unsur yang diperlukan untuk proses orientasi dalam diantaranya panjang fokus kamera, ukuran negatif film atau CCD pada kamera digital. Model matematis yang dapat digunakan untuk proses orientasi dalam yaitu transformasi Affine 2D (Harnanto,2012): x=
+
+
................................................................................... (I.1)
y=
+
+
............................................................................... (I.2)
Keterangan : x,y
= sistem koordinat foto
u,v
= sistem koordinat piksel
, …,
= parameter transformasi
Parameter transformasi (
, …,
diperoleh dari hasil hitungan rumus (I.1)
dan (I.2) yaitu dengan menentukan koordinat minimal tiga buah tanda tepi kamera dalam sistem koordinat piksel. Jika diketahui lebih dari tiga tanda tepi maka dapat dilakukan perhitungan kuadrat terkecil untuk dapat menentukan parameter interior orientasi kamera.
6
7
I.5.4. Bundle adjusment Bundle adjusment merupakan proses yang dilakukan untuk menghubungkan secara langsung sistem koordinat foto menjadi sistem koordinat tanah, tanpa melakukan proses orientasi relatif dan orientasi absolut. Secara umum bundle adjusment dapat digambarkan dengan menggunakan persamaan transformasi sebangun tiga dimensi. =
+
.................................................................... (I.3)
Keterangan: X,Y,Z
= posisi titik pada koordinat tanah = faktor skala = parameter rotasi
x,y,z
= posisi titik pada koordinat foto
x0, y0, z0 = posisi pusat proyeksi kamera Apabila dilihat secara visual hubungan antara sistem koordinat foto dengan sistem koordinat tanah dapat dilihat pada gambar I.3.
Gambar I.3. Hubungan koordinat foto dengan koordinat tanah (Harintaka dkk, 2008) 7
8
Dengan mengdistributifkan antara parameter yang berada pada gambar I.2 dengan rumus I.3 maka persamaan konform tiga dimensi dapat dibentuk menjadi rumus I.4. =
....................................................... (I.4)
Keterangan: r11, r12, ……., r33
= parameter rotasi terhadap setiap sumbu
xp, yp, zp
= koordinat titik pada sistem koordinat foto
Xp, Yp, Zp
= koordinat titik pada sistem koordinat tanah
Xo, Yo, Zo
= posisi pusat proyeksi kamera pada tanah
Untuk menunjukkan bahwa posisi sebuah obyek yang berada di foto, dipermukaan tanah dan pusat proyeksi berada dalam satu garis lurus maka dapat dibangun sebuah persamaan kolinier atau persamaan kesegarisan, yaitu dengan cara membagi baris ke-1 dan baris ke-2 dengan baris ke-3, sehingga diperoleh persamaan I.5 dan I.6.
.......................................... (I.5)
.......................................... (I.6)
Persamaan I.5 dan I.6 merupakan persamaan non linear dan masih memiliki enam parameter yang belum diketahui nilainya yaitu Xo, Yo , Zo, ω,φ, κ. Karena persamaan I.5 dan I.6 bukan persamaan linear maka dilakukan proses linearisasi dengan menggunakan deret tailor yaitu dengan menurunkan persamaan I.5 dan I.6 ke masing-masing parameter, sehingga diperoleh persamaa I.7 dan I.8.
........................................................................(I.7)
8
9
........................................................................(I.8) Berdasarkan persamaan I.7 dan I.8 maka akan diperoleh parameter eksterior orientasi yang dapat digunakan untuk membangun model stereo. I.5.5. Paralaks Paralaks stereoskopis merupakan perbedaan posisi bayangan sebuah titik pada dua foto yang bertampalan karena perubahan posisi kamera (Zorn, 1984). Dengan melihat obyek secara stereo maka suatu obyek dapat dilihat secara simultan dari dua perspektif yang berbeda, seperti foto udara yang diambil dari kedudukan kamera yang berbeda untuk memperoleh kesan tiga dimensi. Untutk dapat menghasilkan ketinggian tepat pada permukaan obyek maka syarat yang harus dipenuhi ialah besarnya paralaks-X dan paralaks-Y sama dengan nol atau mendekati nol. Kondisi tersebut dapat terlihat seperti gambar I.4.
O
B
O
1
2
n1 ’
a’
N
N 1
n2”
a”
A
2
Gambar I.4. Kondisi paralaks-X dan paralak-Y mendekati nol
Pada gambar I.4 menunjukan sebuah kondisi ideal perpotangan berkas sinar di titik A antara foto kanan dan foto kiri sehingga perpotongan sinar tersebut jatuh tepat pada permukaan obyek A. Kesan ke dalaman pada stereoskopi terjadi karena titik-titik
9
10
tidak berada dalam kedudukan elevasi-elevasi sebenarnya dan telah mengalami pergeseran secara topografi, kondisi tersebut dapat dilihat seperti gambar I.5.
Gambar I.5. Kondisi yang menunjukan terjadi kesalahan paralaks-X dan paralak-Y
Kondisi pada gambar I.5 menunjukan kondisi yang tidak ideal mengakibatkan bayangan sinar tidak jatuh tepat pada permukaan obyek sehingga menimbulkan kesan kedalaman. Selisih pergeseran ini disebut sebagai beda paralaks. Paralaks mutlak merupakan selisih aljabar, diukur sejajar garis terbang (sumbu x) dan sumbusumbu y yang berkaitan untuk dua gambar dari suatu titik pada sepasang foto udara yang stereoskopis (Paine, 1993). Beda paralaks ini dapat dieliminir dengan mengetahui parameter orientasi luar untuk masing-masing foto. I.5.6. Stereoplotting Stereoplotting merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara digitasi titik obyek dari foto stereo secara tiga dimensi, sehingga dapat diperoleh data vektor yang memiliki nilai ketinggian. Pembentukkan model dengan menggunakan dua buah foto stereo dapat digambarkan seperti pada gambar I.6.
10
11
Gambar I.6. Hubungan antara foto stereo dengan posisi obyek dilapangan (Habib, 2007)
Dari gambar I.6 dapat diketahui bahwa koordinat obyek di lapangan dapat diperoleh dengan melihat perpotongan sinar dari foto kiri dan foto kanan yang saling bertampalan. Secara umum plotting dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, plotting interaktif dan plotting otomatis. Plotting otomatis dilakukan dengan cara memperoleh posisi titik-titik obyek pada foto secara matetais, proses penentuan titiktitik obyek dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan intersection linear model, seperti yang tertulis pada rumus I.9 (Habib, 2007). = λR(
+ ,
.............................................................................................................. (I.9) )
,
=
+µR(
,
,
)
........................ (I.10)
Keterangan: Rω Rφ Rκ
= parameter rotasi
λ
= faktor skala foto kiri
µ
= faktor skala foto kanan
xol, yol, zol
= posisi pusat proyeksi kamera foto kiri
xor, yor, zor
= posisi pusat proyeksi kamera foto kanan
x, y
= kordinat titik terhadap pusat proyeksi
xp, yp
= selisih kordinat titik terhadap pusat proyeksi dengan koordinat bayangan
-
c
= panjang fokus 11
12
Dari persamaan I.10 dapat diperoleh rumusan untuk mendapatkan nilai koordinat tanah untuk suatu titik, yaitu dengan menggunakan rumus I.11 atau rumus I.12 =
+λR (
=
+ µR(
,
,
........................................................ (I.11)
)
,
,
)
..................................................... (I.12)
Keterangan: X, Y, Z
= koordinat tanah
Rω Rφ Rκ
= parameter rotasi
λ, µ
= faktor skala
xo, yo, zo
= posisi pusat proyeksi kamera
x, y
= kordinat titik terhadap pusat proyeksi
xp, yp
=selisih kordinat titik terhadap pusat proyeksi dengan koordinat bayangan
-
c
= panjang fokus
Plotting interaktif merupakan proses plotting yang dilakukan dengan cara menentukan sendiri titik-titik obyek yang akan dilakukan digitasi pada ruang tiga dimensi. Posisi titik dapat ditentukan dengan mengatur posisi x,y kursor plotter serta ketinggian dari kursor plotter. Terdapat kelebihan dan kekurangan dari ke dua teknik pengumpulan data foto stereo. Pada teknik plotting otomatis proses pengumpulan data dapat dilakukan dalam waktu yang singkat tetapi ketelitian pemilihan obyek yang didigitasi kurang baik, misalnya obyek yang akan di plot merupakan obyek ground tetapi pada prosesnya obyek-obyek lain yang bukan katagori ground ikut di plot (bangunan atau pohon). Sedangkah untuk teknk plotting interaktif proses pelaksanaan membutuhkan waktu yang lebih lama apabila dibandingkan dengan plotting otomatis, karena penentuan titik obyek dilakuakan sendiri oleh operator. Hasil plotting yang dihasilkan dengan menggunakan teknik plotting interaktif memliki ketelitian yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan teknik plotting otomatis.
12
13
I.5.7. DEM (Digital Elevation Model) DEM (Digital Elavation Model) umumnya berkaitan dengan representasi permukaan topografi terhadap suatu bidang referensi tertentu. DEM dapat digambarkan sebagai peta asli, grid persegi ataupun jaring segitiga yang tidak teratur. DEM dapat diperoleh melalui survei teristris ataupun secara penginderaan jauh (Amar, 2013). DEM sudah umum digunakan dalam sistem informasi geografis misalnya dalam pembuatan peta digital. Data DEM akan lebih mudah diperoleh dengan metode penginderaan jauh, salah satunya dengan teknologi LiDAR yang dibantu dengan alat penentuan posisi seperti GPS dan INS. DEM hasil pemrosesan teknologi LiDAR umumnya memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Teknologi LiDAR mampu menghasilkan data dan informasi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. Kemampuan sensor LiDAR yang mampu melewati celah-celah dedaunan maka teknologi LiDAR mampu menghasilkan data permukaan bumi berupa DEM (Digital Elevation Model) dan DSM (Digital Surface Model). DSM merupakan data ketinggian permukaan bumi termasuk obyek-obyek lain yang berdiri di atasnya seperti bangunan, tumbuhan dan obyek-obyek lainnya. Perbedaan antara data DEM dan DSM akan lebih terlihat apabila disajikan dalam bentuk gambar seperti pada gambar 1.7.
Gambar. I.7. Digital Surface Model dan Digital Elavation Model (Istarno, 2009) 13
14
Data DEM umumnya digunakan untuk pekerjaan analisis kondisi permukaan tanah dan diaplikasikan untuk berbagai kegiatan, analisis daerah aliran sungai, antisipasi dan penanggulangan daerah bencana, perencanaan perkotaan dan beberapa pekerjaan lainnya. I.5.8. Orthophoto Orthophoto merupakan sebuah produk foto yang terproyeksi secara othogonal . (Habib 2007). Pada dasarnya sebuah foto memiliki karakteristik tertentu di antaranya, memiliki proyeksi perspektif, skala tidak seragam pada keseluruhan obyek yang tergambar, terdapat perbedaan bentuk antara obyek tergambar dengan obyek di lapangan. Gambaran karakteristik foto dapat dilihat seperti gambar. 1.8.
Gambar.1.8. Proyeksi pada foto (Habib, 2007)
Sedangkan karakteristik peta: terproyeksi secara orthogonal, skala beragam, tidak adanya perbedaan bentuk antara obyek tergambar dengan obyek dilapangan. Karakteristik peta dapat dilihat seperti gambar.1.9.
Gambar.1.9. Proyeksi pada peta (Habib, 2007) 14
15
Menurut Habib (2007) dengan dibentuknya orthophoto maka akan diperoleh beberapa keuntungan dalam pekerjaan yang dilakukan, di antaranya: 1. Hasil orthophoto akan memiliki karakteristik yang sama seperti peta tetapi dengan lebih banyak fitur. 2. Pengguna dapat menggambar garis dan mengukur jarak tanpa memerlukan stereo-plotters. 3. Salah satu alternatif pembuatan peta dengan biaya rendah karena othophoto dapat dilakukan secara otomatis. Pembuatan orthophoto membutuhkan waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah apabila dibandingkan dengan pembuatan peta vector.
Foto yang
dijadikan orthophoto dapat dimanipulasi sehingga kualitas foto dapat ditingkatkan dengan melakukan perubahan konsistensi, kontras, sharpening, filtering dan lain sebagainya (Habib 2007).
Proses orthophoto lebih dipilih dalam pekerjaan
perencanaan tata ruang dan perkotaan dalam pembentukan sistem geoinformasi. Dengan melihat gambar 1.10 akan lebih memudahkan dalam memahami perbedaan perspektif foto normal dengan orthophoto.
Gambar.1.10. Perbedaan persfektif antara foto dengan orthofoto (Habib, 2007)
Dengan menggunakan orthophoto maka proses pengumpulan data dan informasi mengenai posisi dan bentuk geometrik obyek lapangan dapat lebih mudah
15
16
dilakukan. Hal ini dikarenakan orthophoto dapat memberikan gambaran bentuk geometrik yang sesuai dengan ukuran obyek yang ada di lapangan I.5.9. LiDAR (Light Detection And Ranging) LiDAR atau Light Detection and Ranging, yaitu merupakan metode pengumpulan data mengenai suatu obyek yang dilakukan dari atas permukaan bumi dengan menggunakan sinar laser untuk mengukur jarak antara sensor dengan obyek yang diamat (Harnanto,2012). Sinar laser yang digunakan mampu mengukur hingga melewati celah-celah dedaunan sehingga dapat digunakan untuk mengukur permukaan tanah dan dipantulkan kembali untuk ditangkap oleh sensor. Perbedaan antara waktu pancar dengan waktu terima inilah yang digunakan untuk mengetahui jarak antara obyek dilapangan dengan sensor, jarak terukur merupakan setengah waktu pergi-pulang dikalikan dengan kecepatan rambat gelombang laser yang digunakan. Apabila posisi koordinat sensor diketahui dengan teknologi GPS maka koordinat obyek dipermukaan bumi terhadap bidang referensi tertentu akan dapat diketahui. Dalam sistem Lidar terdapat beberapa komponen penting yang berperan dalam proses akuisisi data LiDAR, komponen tersebut di antaranya. 1.5.9.1. GPS (Global Positioning System) GPS merupakan sebuah alat yang digunakan untuk penentuan posisi wahana terbang dalam sistem tiga dimensi (X,Y,Z). Nilai Z yang ditunjukan oleh alat ini merupakan nilai ketinggan wahana terhadap satu bidang referensi tertentu. Metode penentuan posisi yang digunakan dalam proses akuisisi data LiDAR yaitu DGPS yang dilakukan dengan memasang base station GPS di darat (Istarno dkk, 2009). 1.5.9.2. INS (Inertial Navigation System) INS merupakan suatu sistem yang dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi perubahan kecepatan serta perubahan orientasi dalam dari suatu benda. Dengan menggunakan INS pada wahana terbang maka dapat diketahui perubahan sudut orientasi wahaha sumbu x, y dan z, percepatan wahana terbang. Sehingga posisi tiga dimensional dari wahan terbang dapat diketahui dengan pasti (Anonim, 2011). 1.5.9.3. Sensor laser Sensor laser pada LiDAR berfungsi untuk mengumpulkan informasi mengenai posisi obyek-obyek yang terkena laser, sensor ini bekerja dengan
16
17
cara memancarkan dan menangkap kembali pantulan sinar laser dari obyek yang terukur di lapangan (Anonim, 2011).. 1.5.9.4. Sensor kamera Pada wahana terbang pembawa sistem LiDAR perlu dilengkapi dengan sensor kamera, hal ini dikarenakan data yang diperoleh dari proses akuisisi sensor LiDAR hanya berbentuk titik-titik dalam sebuah sistem koordinat, tetapi identifikasi jenis obyek yang terukur tidak dapat dilakukan, oleh karena itu agar dapat mengenali obyek-obyek yang terukur dalam sistem LiDAR diperlukan sebuah data yang dapat menggambarkan kondisi lapangan, salah satunya dengan foto. Secara umum sistem LiDAR wahana udara merupakan perpaduan antara LRF (Laser Range Finder), POS (Positioning and Orientation System) yang diintegrasikan dengan DGPS (Differential Global Positioning System), IMU (Inertial Measurement Unit) dan Control Unit. Prinsip kerja LIDAR terhadap GPS dan INS dapat dilihat pada gambar 1.11.
Gambar 1.11. Prinsip kerja GPS dan INS pada LIDAR (GISTech, 2011)
Komponen-komponen penting yang berperan dalam proses akuisisi data LiDAR, dipasang pada sebuah wahana terbang seperti pesawat udara. Tinggi dan jalur terbang pesawat ditentukan berdasarkan tujuan pembuatan peta. Jalur terbang ini digunakan sebagai jalur perkaman (scanning) sehingga pada saat terbang sensor akan melakukan perekaman obyek-obyek yang ada di bawahnya dan pada interval
17
18
tertentu akan dilakukan pengukuran posisi dan orientasi dengan menggunakan GPS dan INS. Sensor LiDAR memiliki kemampuan dalam pengukuran multiplereturn. Multiplereturn digunakan untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan tidak hanya mengenai permukaan tanah, tetapi juga mengenai objek-objek yang ada di atas permukaan tanah. Masing-masing pantulan yang dihasilkan diukur intensitasnya, sehingga diperoleh gambaran atau bentuk dari objek yang menutupi permukaan tanah tersebut (Anonim, 2011). Data DEM umumnya digunakan untuk pekerjaan analisis kondisi permukaan tanah dan diaplikasikan untuk berbagai kegiatan, analisis daerah aliran sungai, antisipasi dan penanggulangan daerah bencana, perencanaan perkotaan dan beberapa pekerjaan lainnya. I.5.10. Evaluasi ketelitian Akurasi vertikal hasil stereoplotting foto udara format sedang diperoleh dengan membandingkan nilai elevasi koordinat titik uji hasil stereoplotting dengan elevasi teknologi LiDAR. Akurasi hasil proses stereoplotting dapat ditentukan berdasarkan nilai standar deviasi data uji. Standar deviasi ini merupakan, akar kuadrat dari nilai beda tinggi data uji dengan data pembanding yang dianggap benar, dikurangi ratarata beda tinggi, kemudian dibagi jumlah data dikurangi 1. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus matematis I.13. SD =
–
........................................................ (I.13)
Keterangan: Zdata_i
= beda tinggi DEM stereoplotting dengan DEM teknologi LiDAR pada titik ke-i
Rata-rata
= rata-rata beda tinggi stereoplotting dengan DEM teknologi LiDAR
n
= Jumlah titik uji
18