DAFTAR ISTILAH
DPO
: Defects Per Opportunity, merupakan ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan.
DMAIC
: Define, Measure, Analyze, Improve, and Control, merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target SixSigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta.
CTQ
: Critical To Quality, merupakan atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.
DPMO
: Defects Per Million Opportunities, termasuk salah satu pengukuran dari process performance. DPMO adalah sebuah metode pengukuran performansi proses yang sering digunakan dalam penerapan Six Sigma. Di dalam konteks usaha untuk melakukan improvement pada suatu proses, DPMO adalah suatu pengukuran performansi dari suatu proses.
FMEA
: Failure Mode and Effect Analysis, yaitu suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu permasalahan kualitas.
Severity
: Skala dalam FMEA yang berupa penilaian tentang seberapa serius efek dari mode kegagalan potensial terhadap pelanggan.
Occurance
: Skala dalam FMEA yang berupa penilaian mengenai keseringan suatu mode kegagalan terjadi karena penyebab potensial.
Detection
: Skala dalam FMEA untuk identifikasi metode-metode yang ditetapkan untuk mencegah atau mendeteksi penyebab dari mode kegagalan.
xix
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Kualitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen untuk menentukan produk dan jasa yang digunakan (Ariani, 2004). Menjaga dan meningkatkan kualitas adalah salah satu strategi bisnis yang sangat penting bagi banyak pelaku bisnis khususnya dalam menghadapi era globalisasi yang semakin kompetitif (Gasperzs, 2002). Terjadi pergeseran tujuan perusahaan yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan meningkat menjadi harapan untuk memenuhi kepuasan konsumen (Yamit, 2005). Pelaku bisnis pada sekarang ini tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi juga berusaha melakukan perbaikan yang berkesinambungan untuk meningkatkan kepuasan dan kepercayaan konsumen.
PT.Papyrus Sakti adalah perusahaan penghasil kertas Duplex Board yang berdiri sejak 1976 dan beralamat di Jalan Raya Banjaran km 16,2 Kabupaten Bandung serta mempunyai kantor manajemen di Jakarta. PT.Papyrus Sakti adalah salah satu dari 23 perusahaan di Indonesia yang menghasilkan kertas Duplex Board. Data tersebut berasal dari Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) (sumber: www.apki.net).
Duplex Board adalah bahan baku kemasan untuk industri makanan - minuman, farmasi, tekstil, bahkan elektronika. Sesungguhnya, bahan baku kemasan untuk industri makanan – minuman, farmasi, tekstil, dan elektronika tidak hanya berasal dari Duplex Board. Ada juga yang berasal dari kemasan plastik, kemasan logam, dan kemasan gelas. Namun, bahan baku yang berasal dari kertas dan karton (Duplex Board), menduduki peringkat paling tinggi yang dibutuhkan oleh industri kemasan.
Setiap
tahun
selalu
ditentukan
target
standar
kualitas
produk.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa perusahaan sudah sangat peduli terhadap perbaikan kualitas yang ada dalam perusahaan. Meskipun semua hal tersebut sudah dilakukan dengan
1
baik, tetapi dalam laporan bulanan terkadang ditemukan persentasi cacat yang lebih besar dari toleransi cacat perusahaan yaitu 5% per bulan. Tabel I.1 Data Produksi dan Cacat Kertas Pada Paper Machine (Sumber : PT. Papyrus Sakti, 2014)
No
Bulan
Jumlah
Jumlah
Produksi
Defect
(Ton)
(Ton)
Persentase Defect/Jumlah Produksi (%)
1
Januari (2013)
4085,77
264,53
6,47%
2
Februari (2013)
3599,30
326,07
9,06%
3
Maret (2013)
4181,15
283,83
6,79%
4
April (2013)
3875,26
311,37
8,03%
5
Mei (2013)
4438,70
260,84
5,88%
6
Juni (2013)
4402,30
286,11
6,50%
7
Juli (2013)
4213,44
298,56
7,09%
8
Agustus (2013)
3289,70
306,13
9,31%
9
September (2013)
4229,52
259,00
6,12%
10
Oktober (2013)
4159,81
154,68
3,72%
11
November (2013)
4152,49
299,40
7,21%
12
Desember (2013)
4272,40
305,19
7,14%
13
Januari (2014)
4326,08
320,38
7,41%
14
Februari (2014)
3781,88
257,15
6,80%
15
Maret (2014)
4235,41
389,07
9,19%
16
April (2014)
3942,50
311,45
7,90%
17
Mei (2014)
4308,04
243,15
5,64%
18
Juni (2014)
4231,48
254,28
6,01%
19
Juli (2014)
3351,78
256,89
7,66%
20
Agustus (2014)
4132,59
313,29
7,58%
21
September (2014)
4100,65
395,30
9,64%
22
Oktober (2014)
4096,56
300,70
7,34%
23
November (2014)
3559,05
307,18
8,63%
Tabel I.1 adalah tabel jumlah cacat produksi selama 23 Bulan (Januari 2013 – November 2014) pada Paper Machine. Dari tabel I.1 diketahui bahwa persentasi
2
jumlah cacat yang naik turun setiap bulan, serta terkadang melebihi batas persentasi toleransi cacat yang ditetapkan oleh perusahan.
Tabel I.2 menunjukkan jumlah cacat berdasarkan jenis cacat pada PT.Papyrus Sakti. Tabel I.2 Jumlah Cacat berdasarkan Jenis Cacat PT.Papyrus Sakti (Sumber : PT. Papyrus Sakti, 2012-2014) Jumlah
Jenis Cacat
cacat
(ton)
CYLINDER
371.722
CALLENDAR
95.096
COATING
1123.305
CUTTER
315.737
BONDING
424,352
DRYER
240.923
GLOSS
82.748
GRAMATURE
34.087
KOTOR BINTIK HITAM
160.234
LAIN LAIN
79.810
LINGKUNGAN
12.706
OFF CUTTER
46.393
PRESS
74.161
WAVING
82.782
BROKE
534.758
Dari data yang didapat, diketahui bahwa jenis cacat yang menghasilkan persentase loss (cacat) yang cukup besar adalah jenis cacat Coating (112,30 ton), Bonding (1067,847 ton), dan Cylinder (371,722 ton).
PT.Papyrus Sakti sangat menjunjung kepuasan pelanggan. Selama ini akibat dari banyaknya cacat kertas Duplex Board, PT.Papyrus Sakti sangat sering menerima keluhan dan klaim cacat Duplex Board. Hal ini diperparah bahwa produk kertas termasuk kertas Duplex Board bila mengalami kecacatan, akan sangat berpengaruh
3
terhadap konsumen. Hal ini mendorong PT.Papyrus Sakti giat dan memprioritaskan perbaikan cacat-cacat pada produknya.
Ada beberapa usaha yang sudah dilakukan oleh PT. Papyrus Sakti untuk menangani faktor penyebab cacat – cacat tersebut. Usaha-usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel I.3. Dari Tabel I.3 dapat dilihat bahwa PT.Papyrus Sakti sudah melakukan beberapa usaha perbaikan untuk mengatasi dugaan-dugaan penyebab cacat-cacat pada kertas Duplex Board. Namun, dari tabel I.1 terlihat usaha-usaha tersebut belum mampu menurunkan cacat kertas Duplex Board secara signifikan. Ini berarti cacat Bonding juga belum mengalami penurunan secara signifikan karena cacat Bonding merupakan cacat dengan presentase terbesar kedua penyumbang cacat kertas Duplex Board secara keseluruhan (lihat tabel I.2).
Tabel I.3 Dugaan Penyebab Cacat dan Usaha Perbaikan (Sumber : Bagian Stock Preparation and Quality Assurance, 2014) No
Faktor Penyebab
Dugaan Penyebab cacat
Cacat 1.
2.
Faktor Mesin
Faktor Material
Usaha Perbaikan
a.
Nozzle tapioka tersumbat
a.
Membersihkan Nozzle Tapioka
b.
Moisture tidak standar
b.
Menyetel Moisture Dryer
a.
Suspensi solid tapioka tidak
a.
Menambah solid tapioka
standar
b.
Menambah konsentrasi catonic
b.
Konsentrasi catonic starch
starch
tidak standar 3
4
Faktor Metode
Faktor Manusia
Tidak Adanya Standar Operasional
Menempelkan SOP pada critical
Prosedur (SOP)
process
Manusia/Operator kurang terampil saat menjalankan proses produksi
Melakukan pelatihan proses produksi dan tata cara bekerja, terutama pada Operator yang baru bergabung
Penelitian ini akan difokuskan untuk mengurangi jumlah cacat pada proses Bonding. Hal ini karena cacat Bonding adalah cacat terbesar kedua dari seluruh cacat yang ada, sedangkan cacat Coating sebagai cacat terbesar pertama telah dilakukan penelitian. 4
Perusahaan menduga bahwa cacat Bonding terjadi karena adanya masalah di bagian proses produksi, yaitu pada sub-bagian Stock Preparation dan sub-bagian Paper Machine.
Cacat Bonding merupakan cacat bergelembung/tidak rata pada permukaan kertas akibat kekuatan antar lapisan kertas lemah. Akibat kekuatan antar lapisan kertas lemah menyebabkan juga lapisan kertas menjadi mudah terbelah. Oleh karena itu, cacat Bonding adalah kertas yang mudah pecah, mudah retak, dan mudah terbelah (sobek).
PT.Papyrus Sakti masih belum tepat sasaran dan masih kurang maksimal dalam menangani cacat Bonding atau kemungkinan identifikasi dugaan penyebab cacat Bonding yang masih kurang tepat, karena itulah sangat perlu dilakukan penelitian lebih mendalam pada proses produksi untuk mengetahui penyebab cacat dan usulan perbaikan yang tepat untuk menurunkan jumlah cacat Bonding. Pendekatan yang digunakan dalam perbaikan kualitas berkelanjutan ini ialah pendekatan Six Sigma.
Six Sigma adalah salah satu program peningkatan
kualitas
yang dapat
mengakomodasi tuntutan peningkatan kualitas secara berkesinambungan dengan tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, and Control) untuk menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Fokus dari Six Sigma ini adalah perbaikan proses produksi, dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk. Produk yang berkualitas dan jumlah cacat yang berkurang membuat efektif dan efesiensi perusahaan dapat di tingkatkan. Hal ini tentunya akan meningkatkan daya saing perusahaan baik secara global maupun di Indonesia.
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Faktor apa saja yang menyebabkan cacat Bonding? 5
2.
Bagaimana usulan perbaikan untuk meminimasi atau menangani cacat Bonding pada proses produksi?
I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab cacat Bonding 2. Mencari dan mengusulkan usaha-usaha perbaikan yang bisa dilakukan perusahaan untuk meminimasi atau menangani cacat Bonding.
I.4. Batasan Penelitian Pembatasan masalah dilakukan untuk membatasi pembahasan yang dilakukan pada penelitian supaya lebih fokus dan terarah serta tidak melebar dari tujuan yang direncanakan. Adapun pembatasan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya cacat Bonding pada proses produksi yang memproduksi Duplex Board yang ber-gramatur 250-500 gsm di Paper Machine. 2. Tahapan yang dilakukan hanya tahap define, measure, analysis, dan improvement tidak sampai pada tahap control. 3. Memakai data perusahaan dari bulan Januari 2013 sampai bulan November 2014. 4. Analisa dilakukan terhadap hasil pengolahan data yang diperoleh selama kurun waktu penelitian. Perubahan yang terjadi setelah itu tidak dimasukkan dalam analisa. 5. Tidak memperhatikan faktor biaya dari proses ini.
I.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang telah atau belum diketahui perusahaan yang menjadi penyebab cacat Bonding maka akan membantu perusahaan mencari solusi yang tepat untuk menangani cacat Bonding.
6
2. Dengan mengusulkan usaha-usaha perbaikan yang bisa dilakukan perusahaan untuk meminimasi atau menangani cacat Bonding maka diharapkan cacat Bonding dapat diminimalisasi atau ditangani agar membantu menghasilkan produk yang berkualitas sesuai harapan konsumen. 3. Perusahaan dapat meminimalisir kerugian yang diperoleh karena banyaknya produk cacat yang dihasilkan. 4. Peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan karena produk yang dihasilkan baik.
1.6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Pada bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang yang menjadi dasar penelitian pada PT. Papyrus Sakti, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan gambaran umum penelitian yang akan dilakukan pada PT. Papyrus Sakti.
Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang yang menjadi dasar penelitian pada PT. Papyrus Sakti, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan gambaran umum penelitian yang akan dilakukan pada PT. Papyrus Sakti.
Bab III Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian secara rinci meliputi: tahap merumuskan masalah penelitian, merumuskan hipotesis, dan mengembangkan model penelitian, mengidentifikasi
dan melakukan operasionalisasi variabel penelitian,
menyusun kuesioner penelitian, merancang pengumpulan dan pengolahan data, melakukan uji instrumen, merancang analisis pengolahan data.
7
Bab IV Pengumpulan Data dan Perhitungan Bab ini menjelaskan proses produksi pada sub-bagian Stock Preparation dan subbagian Paper Machine sebagai objek penelitian. Bab ini juga menjelaskan tentang identifikasi CTQ, pemetaan proses produksi, langkah-langkah perhitungan data-data dalam penelitian, perhitungan stabilitas proses, kapabilitas proses, DPMO, dan level sigma. Hasil-hasil perhitungan tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam analisis dan usulan perbaikan bagi perusahaan.
Bab V Analisis dan Usulan Bab ini berisi analisis terhadap perhitungan stabilitas proses, kapabilitas proses, DPMO, dan level sigma. Kemudian akan dicari prioritas cacat yang akan diperbaiki menggunakan perhitungan RPN menggunakan FMEA. Setelah didapat prioritas cacat yang akan diperbaiki, maka diidentifikasi akar penyebab masalahnya menggunakan tools “Why Analyze” dan kemudian akan dianalisis menggunakan tools “fishbone diagram”. Setelah diketahui masing-masing akar penyebab masalah, akan diberikan usulan untuk memecahkan akar penyebab cacat tersebut dengan bantuan tools “Kipling (5W1H)”.
Bab VI Kesimpulan dan Saran Bab ini akan membahas kesimpulan dan saran dari penelitian ini ataupun penelitian selanjutnya.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1.Kualitas II.1.1. Definisi Kualitas Banyak pakar di bidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasar sudut pandangnya masing-masing. Beberapa diantaranya yaitu (Yamit, 2005, p.7): 1. Menurut Juran, kualitas adalah kesesuaian terhadap spesifikasi produk. 2. Menurut Deming, kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. 3. Menurut Crosby, kualitas adalah kesesuaian terhadap permintaan.
Lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan yaitu (Garvin, 1994, p.9): 1. Transcendental Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefenisikan dan dioperasikan maupun diukur.Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama, dan seni rupa. 2. Product-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur.Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk.Pandangan ini sangat objektif, sehingga tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3. User-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produkyang berkualitas paling tinggi.Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan
9
dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4. Manufacturing-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefenisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur.Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal.Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Oleh karena itu, kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli.
Meskipun sulit mendefiniskan kualitas dengan tepat dan tidak ada defenisi kualitas yang dapat diterima secara universal, perspektif - perspektif tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik - konflik yang sering timbul antar departemen fungsional yang berbeda. Departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan, dan fokus pada pelanggan. Departemen perekayasaan (desain) lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan pendekatan product-based. Sedangkan, departemen produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses. Secara umum, sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif kualitas (Yamit, 2005, p.10). Menurut Davis dalam Yamit (2010, p8), membuat defenisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
10
II.1.2. Konsep Kualitas Secara umum, dimensi kualitas mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut : 1. Performansi (performance) Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. 2. Keistimewaan (features) Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. 3. Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. 4. Konformasi (conformance) Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. 5. Daya tahan (durability) Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu. 6. Kemampuan Pelayanan (serviceability) Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan/ kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan. 7. Estetika (esthetics) Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk tersebut.
11
II.1.3. Pengendalian Kualitas Untuk mempertahankan kualitas produk yang baik serta konsisten, diperlukan suatu aktivitas yang disebut pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan untuk mendeteksi dan mengeliminasi komponen ataupun produk jadi yang tidak sesuai dengan standar (Sallis, 2002). Pengendalian kualitas ini dilakukan secara berkelanjutan. Juran menyatakan bahwa pengendalian kualitas terdiri dari 3 aspek yang disebut The Juran Trilogy (Pande, 2000), yaitu : 1. Quality Planning (Perencanaan Kualitas) Pada tahap perencanaan kualitas ini, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : a. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen, baik konsumen internal maupun eksternal. b. Merancang produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. c. Merancang proses produksi untuk produk yang akan diproduksi. d. Proses produksi harus sesuai dengan spesifikasi. 2. Quality Control (Pengendalian Kualitas) Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap pengendalian kualitas adalah : a. Mengidentifikasi faktor kritis yang harus dikendalikan dan berpengaruh pada kualitas. b. Mengembangkan alat dan metode pengukurannya. c. Mengembangkan standar bagi faktor kritis. 3. Quality Improvement (Perbaikan Kualitas) Kegiatan ini dilakukan jika ditemui ketidaksesuaian antara kondisi aktual dengan kondisi standar. Metode Six Sigma merupakan tindakan yang berada pada tahap ini.
II.2.Six Sigma II.2.1. Pengertian Six Sigma Six Sigma dimulai oleh Motorola pada tahun 1980-an yang dimotori oleh seorang engineer bernama Bill Smith Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur
12
yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik dan mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan (Pande, 2000). Dengan demikian Six Sigma merupakan sebuah metode yang akan mereduksi variasi hingga ke tingkat yang sangat rendah, yaitu 3,4 produk cacat per sejuta kesempatan sehingga dapat dicapai tujuan-tujuan yang telah diuraikan oleh Evan dan Lindsay (2007, p.3).
Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep penting (Evan & Lindsay, 2007, pp.4-5), yaitu: (1) Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan. (2) Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggungjawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah dan menggalang sumber daya. (3) Menekan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (Defect Per Million Opportunities - DPMO) yang bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan : produksi, rekayasa, administrasi, peranti lunak dan lainlain. (4) Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas. (5) Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah serta mencapai pengurangan waktu siklus. (6) Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. (7) Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
13
Konsep-konsep di atas memberikan sebuah pendekatan yang logis dan disiplin untuk meningkatkan kinerja bisnis, melibatkan seluruh jajaran pekerja dan mencapai sasaran serta tujuan para manajer. Dengan demikian, Six Sigma dapat disesuaikan dengan struktur organisasi yang sudah ada.
II.2.2. Terminologi Six Sigma Dalam Six Sigma, terdapat beberapa terminologi antara lain (Gasperz, 2002): 1. CTQ (Critical To Quality) Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau kegiatan yang berpengaruh langsung kepada kepuasan pelanggan. 2. Defect Kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan dan yang diinginkan pelanggan. 3. DPO (defect per opportunities) Ukuran kegagalan dalam yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan.
DPO =
∗
4. DPMO (defect per million opportunities) Ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari Six Sigma adalah 3,4 DPMO yang diartikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan. DPMO = DPO * 1,000,000
14
II.2.3. DMAIC Tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas Six Sigma terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan metode DMAIC atau define, measure, analyze, improve, dan control (Pande, 2005). Tahapan DMAIC terlihat pada gambar berikut: Define (1)
Control
Measure (2)
Improve (4)
Analyze (3)
Gambar II.1 Tahapan DMAIC (Sumber: Evan and Lindsay, 2007)
Menurut Gasperz (2011), DMAIC terdiri atas lima tahap utama: 1. Define Fase define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas pada Six Sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harusdilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis (Gasperz, 2005). Dalam fase Define yang akan dilakukan adalah: Identifikasi CTQ (Critical To Quality), yaitu menerjemahkan “suara pelanggan” (VOC – Voice Of Customer) ke dalam CTQ. Pemetaan Proses Produksi (Process mapping) yaitu membuat gambaran proses dan fungsi yang terkait. Tools yang membantu dalam pemetaan proses produksi ini adalah diagram SIPOC.
Peter Drucker (1989) dalam Gaspersz (2002) menyatakan bahwa “Apa yang dipikirkan perusahaan tentang apa yang dihasilkannya bukanlah hal yang paling penting, namun yang lebih penting adalah apa yang dipikirkan pelanggan tentang apa
15
yang dibeli dan “nilai” yang dirasakannya, itulah yang menentukan perusahaan apa itu, apa yang dihasilkan, dan apakah akan berhasil dalam aktifitasnya”.
Konsumen biasanya memiliki kriteria/persyaratan tertentu yang harus ada dalam produk yang mereka inginkan. Kriteria spesifik dari konsumen atas suatu produk disebut karakteristik kualitas riil (Voice of Customer). Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh pelanggan sebagai Voice of Customer, selanjutnya perlu diberikan nilai terukur.Nilai terukur tersebut dinamakan karakteristik kualitas pengganti atau Critical-to-Quality (CTQ). Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi proses-proses yang menyertai CTQ tersebut. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh seberapa baik proses yang menyertai CTQ tersebut.
Alat yang digunakan dalam tahap ini adalah diagram SIPOC. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau sub-proses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, dan Customer. Diagram SIPOC adalah teknik yang paling berguna dan paling sering digunakan dalam perbaikan danpeningkatan proses. Diagram SIPOC terdiri dari lima elemen utama, yaitu : 1) Supplier, merupakan penyedia input untuk mendukung proses, contohnya manusia, sistem, atau perusahaan. 2) Input, merupakan material, manusia, metode, dan mesin (4M) yang dibutuhkan untuk kelancaran proses. 3) Process, merupakan kumpulan aktivitas (baik yang bernilai tambah maupun tidak bernilai tambah) untuk mengelola input menjadi output yang akan disampaikan kepada customer. 4) Output, merupakan produk atau jasa yang diinginkan oleh customer. 5) Customer, merupakan pihak yang menggunakan output dari proses.
16
2. Measure Measure merupakan tindak lanjut terhadap langkah define dan merupakan jembatan untuk langkah yang selanjutnya. Menurut Pande dan Holpp (2005) langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu: Mendapatkan data untuk melakukan validasi dan mengkualifikasi masalah dan peluang. Biasanya ini merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah.
Pada tahap measure ini dilakukan dua langkah pengukuran, yaitu: 1) Pengukuran stabilitas proses Stabilitas proses adalah salah satu tolak ukur ketika menilai performansi sebuah proses. Variasi yang terjadi dalam proses adalah ukuran kestabilan proses. Semakin kecil variasi, maka proses produksi dapat dikatakan memiliki kestabilan yang makin baik. Stabilitas suatu proses dapat dilihat dari peta kendali. Peta kendali merupakan perangkat yang dapat menjamin bahwa suatu proses produksi masih berada dalam keadaan baik atau normal serta menunjukkan pergerakan atau variasi dari waktu ke waktu. Peta kendali terdiri dari garis tengah CL (Central Line), garis batas kontrol maksimum UCL (Upper Control Limit), dan garis batas kontrol minimum LCL (Lower Control Limit).
Langkah-langkah pembuatan peta kendali p yaitu: 1. Menghitung nilai fraksi nonconforming untuk setiap unit sampel menggunakan rumus : = di mana,
adalah jumlah produk defective untuk setiap periode waktu i dan
adalah total produksi pada periode waktu i.
17
2. Menghitung nilai garis tengah (central line) dengan rumus : ̅ =
∑ ∑
di mana, m adalah banyaknya jumlah sampel. 3. Menghitung Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL) dengan menggunakan rumus berikut : = ̅ + 3
= ̅ − 3
̅ (1 − ̅ )
̅ ( 1 − ̅ )
2) Pengukuran kapabilitas proses (DPMO dan Level Sigma) Kapabilitas proses dapat diukur dengan beberapa cara tergantung jenis data yang digunakan. Pada data kontinu, biasanya digunakan indeks kapabilitas proses, yaitu Cp dan Cpk. Namun untuk data diskrit, indeks kapabilitas tidak dapat diterapkan. Kapabilitas proses untuk data diskrit diukur dengan menghitung indeks nilai DPMO dan level sigma. Dalam perhitungan DPMO dan level sigma, diperlukan pengetahuan tentang CTQ untuk menentukan cacat atau tidaknya suatu produk.
3. Analyze Tahap ini menganalisis hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kinerja aktual tidak mencapai target sesuai hasil yang diukur dapat menggunakan Failure Mode and Effect Analysis dan kemudian Diagram Sebab Akibat (root cause analysis). Tahapan yang dilakukan pada fase Analyze ini adalah: 1) Analisis CTQ
18
Menerjemahkan CTQ yang berasal dari VOC (Voice Of Customer) yang bisa berasal dari mewawancarai customer atau pihak perusahaan 2) Analisis stabilitas dan kapabilitas proses. Stabilitas proses yang diamati melalui peta kendali akan dianalisis. Apabila suatu proses tidak stabil, yang ditunjukkan dengan banyaknya variasi proses dalam memenuhi spesifikasi, maka tindakan perbaikan perlu untuk segera dilakukan. Kapabilitas proses dianalisis dengan membandingkan antara kinerja saat ini dengan target. Perbedaan antara keduanya merupakan gap yang harus diminimalisir bahkan harus dihilangkan melalui usaha-usaha peningkatan kualitas proses. 3) Analisis Penentuan Prioritas Perbaikan Cacat Menggunakan FMEA FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi di luar spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk (Gasperzs, 2002).
Tahapan FMEA sendiri adalah sebagai berikut (Manggala, 2003): 1. Menentukan komponen dari sistem / alat yang akan dianalisis. 2. Mengidentifikasi potensial failure / mode kegagalan dari proses yang diamati. 3. Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang ditimbulkan potensial failure mode. 4. Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung. 5. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan wawancara kepada pihak perusahaan dan brainstorming) dalam poin: 1. Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap konsumen (severity)
19