Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Pada pengelolaan air limbah secara individu, air limbah greywater belum menjadi perhatian utama. Air limbah greywater secara konvensional masuk ke dalam saluran drainase atau langsung masuk ke badan air seperti sungai dan danau. Pola pembuangan yang lain adalah dengan mengalirkan air limbah greywater ke pekarangan atau kebun. Pembuangan dengan pola ini terutama dilakukan di daerah dimana tidak terdapat saluran drainase. Dua pola pembuangan tersebut menyebabkan kondisi sanitasi yang tidak sehat dan menambah beban pencemaran di badan air terutama apabila sungai melewati perkotaan. Sedangkan pada pengolahan limbah secara komunal sebagian besar greywater telah terolah, walaupun belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Seiring dengan makin langkanya sumberdaya air, maka pengolahan greywater diarahkan untuk memanfaatkannya kembali, baik untuk keperluan pertanian, penyiram toilet, ataupun keperluan lain (WHO, 2006). Ketersediaannya dalam jumlah yang cukup besar (dapat mencapai 80% dari volume limbah domestik) dan konsentrasi polutan yang rendah menyebabkan greywater sangat potensial untuk penggunaan kembali setelah diolah. Salah satu cara untuk mengolah limbah greywater adalah dengan menggunakan reaktor attached growth pada kondisi aerobik. Keunggulan utama dari reaktor tipe attached growth aerobik adalah efisiensinya yang relatif tinggi untuk air limbah dengan beban rendah dibandingkan unit lumpur aktif dan tidak terpengaruh fluktuasi kualitas dan kuantitas air limbah (Wagener, 2000; Watanabe,1993 di dalam Gaulke, 2004). Pengudaraan pada reaktor attached growth dapat dilakukan secara alami (ekstensif, pasif) ataupun artifisial (intensif, aktif). Pengudaraan secara ekstensif misalnya saja pada reaktor Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor (RBC). Sedangkan pengudaraan intensif terutama digunakan pada reaktor-reaktor bertipe tenggelam (submerged) attached growth.
1
Masing-masing teknik pengudaraan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan teknik ekstensif terutama pada biaya operasionalnya yang murah, sedangkan kekuranganannya adalah pada tidak stabilnya kinerja reaktor karena pengaruh kondisi lingkungan. Di sisi lain pengudaraan dengan teknik intensif mempunyai kelebihan pada fleksibilitas sistem dan efisiensi, tetapi mempunyai kelemahan pada penyediaan sumber energi dan bertambahnya beban biaya pada komponen operasi. Apabila pengudaraan secara intensif menjadi pilihan alternatif, maka adanya beban biaya pada komponen operasi menjadi pertimbangan utama bagi keberlanjutan sistem. Diperkirakan penggunaan aerator untuk pengolahan air limbah menggunakan biofilter, membutuhkan daya listrik 40-60 kWh/(PE.tahun) (Barjenbruch, 2007). Apabila operasional dilakukan selama 24 jam/hari dengan kapasitas 250 PE1, dengan biaya beban listrik dari PLN Rp 300/Kwh2, maka untuk biaya energi listrik diperkirakan sebesar Rp 3.750.000/tahun. Biaya listrik ini belum termasuk untuk komponen lain seperti ekualisasi dan resirkulasi apabila menggunakan sistem seperti Johkasou (Yang et. al., 2001 di dalam Gaulke 2004). Dari penelitian IPAL komunal di daerah Jogjakarta, biaya operasional ini tidak dapat ditutup dari dari rekening yang dipungut dari masyarakat3 (Yulianto, 2006). Masalah pembiayaan pada operasi inilah salah satu penyebab penggunaan teknik aerobik tidak terlalu populer untuk pengolahan air limbah secara individu atau komunal. Untuk mengatasi hal ini ada beberapa alternatif yang dapat dikembangkan. Alternatif tersebut antara lain penggunaan sumber energi alternatif, penggunaan sensor atau kontrol tambahan pada unit pengolahan, atau kontrol pada mode operasi unit pengolahan (Metcalf & Eddy, 2003). Diantara alternatif-alternatif
1
1 PE (Population Equivalent) setara dengan beban BOD 60 mg/orang /hari (Pankratz, 2000), atau 54 mg/orang/hari (stats.oecd.org/glossary/population-equivalent.htm). Di dalam referensi yang lain, konsep PE digunakan untuk mereprentasikan beban polusi oleh industri apabila dibandingkan dengan beban polusi yang dihasilkan masyarakat. Perbedaan ekivalensi PE sangat tergantung pada karakteristik beban BOD pada lokasi studi (von Sperling, 2005). Angka 50 adalah tipikal pelayanan IPAL komunal di Jogjakarta (Yulianto & Brontowiyono, 2007) 2 Berdasarkan Keppres No 73/2003. Nilai ini adalah pembulatan 3 Biaya berkisar Rp 1500-2000/KK
2
tersebut, pendekatan kontrol proses adalah pilihan yang relatif murah dan mudah untuk dilakukan Pada dasarnya penggunaan kontrol proses bertujuan untuk menghasilkan optimasi proses di dalam reaktor (van der Heijden, 1992). Kontrol proses yang dapat digunakan pada reaktor biofilter adalah dengan pengudaraan secara tidak menerus (intermittent). Schulz (2001) menyebutkan pengudaraan yang tidak menerus secara praktis dapat dilakukan untuk mengurangi biaya pengudaraan pada reaktor biofilter terendam aerobik, dan pengudaraan minimal dapat diberikan saat malam hari. Hanya saja Schulz (2001) tidak menyebutkan perbandingan kinerja reaktor apabila diberikan pengudaraan menerus dan tidak menerus. Pemahaman akan pengaruh pengudaraan tidak menerus pada kinerja reaktor menjadi penting untuk mengaplikasikan teknik ini, dimana keunggulan dari segi pengurangan biaya didukung pula oleh kinerja reaktor yang baik. Ada beberapa hal yang dapat diamati untuk membandingkan kinerja suatu reaktor. Salah satunya adalah dengan membandingkan kinetika reaksi yang terjadi di dalam reaktor. Cukup banyak studi yang telah dilakukan berkaitan dengan pengukuran kinetika untuk reaktor terendam aerobik. Pendekatan yang digunakan juga beragam. Dua studi diantaranya, yang menggunakan pendekatan empiris untuk parameter bahan organik, dilakukan oleh Mann & Stephenson (1997) dan Wang et al. (2006). Dua studi ini menggunakan reaktor Biological Aerated Filter (BAF) dengan pengudaraan secara kontinyu. Model yang digunakan mirip dengan pendekatan Eckenfelder untuk reaktor trickling filter (Benefifield & Randall, 1980)
Sedangkan Hamoda dan Al-Ghusain (1998) menggunakan pendekatan
semi empiris pada reaktor Aerated Submerged Fixed-Film (ASFFR) untuk mencari kinetika reaksinya. Ketiga studi tersebut menggunakan limbah dengan karakteristik domestik. Studi lain yang berkaitan dengan penelitian ini adalah studi tentang efek pengudaraan pada reaktor terendam aerobik. Studi tersebut antara lain dilakukan oleh Harris et al. (1996) yang menggunakan analisa off-gas pada reaktor BAF dan penelitian Shrout (1998) tentang dampak pembatasan pengudaraan pada reaktor media terekspansi. 3
Melihat pentingnya mengetahui kinerja reaktor apabila dilakukan pengudaraan tidak menerus, maka tema inilah yang diangkat di dalam Penelitian Tesis ini. Perbandingan kinerja dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter oksigen terlarut (DO, dissolved oxygen), amonium, efisiensi penyisihan bahan organik dan kinetika laju penyisihan bahan organik antara reaktor dengan pengudaraan menerus dan tidak menerus pada reaktor biofilter terendam aerobik (SAB, submerged aerated biofilter). Sedangkan karakteristik air limbah yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air limbah greywater.
I.2 Tujuan Secara umum penelitian ini terutama bertujuan untuk membandingkan kinerja reaktor SAB dengan variasi mode pengudaraan, dimana pengudaraan secara tidak menerus akan dibandingkan dengan pengudaraan menerus. Kinerja yang akan diperhatikan adalah parameter-parameter DO, TSS (Total Suspended Solid), Amonium, efisiensi penyisihan bahan organik dan kinetika laju penyisihannya faktor kinetika reaksi.
1.3 Metode dan Ruang Lingkup Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian laboratorium dengan menggunakan limbah buatan, dengan ruang lingkup penelitian adalah: 1. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium 2. Parameter yang diteliti adalah konsentrasi bahan organik terlarut (SCOD, soluble chemical oxygen demand), DO, TSS dan amonium (NH4-N) 3. Digunakan limbah buatan dengan karakteristik greywater. 4. Variasi penelitian adalah interval waktu pengudaraan 5. Tidak dilakukan variasi media. Media ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan bioball. 6. Tipe pengudaraan yang dilakukan adalah dengan menggunakan coarse bubble aeration 7. Perhitungan kinetika berdasarkan pada pendekatan empiris
4
8. Laju terjadinya sloughing/detachment diabaikan
I.4 Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan di dalam penyusunan Tesis ini adalah: BAB I
Pendahuluan Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Literatur Berisi dasar teori yang menunjang topik penelitian, termasuk di dalamnya penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dan hal-hal yang menunjang pemilihan metode dan analisa data.
BAB III
Metode Penelitian Berisi tahapan penelitian, variabel penelitian yang dipilih, metode pemeriksaan sampel, dan metode analisa data
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisi
data-data
yang
diperoleh
dari
pemeriksaan
sampel,
perhitungan, dan analisa kondisi yang terjadi. BAB V
Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
5