BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada daerah yang bertampalan. Titik-titik sekawan pada citra tersebut merupakan wakil dari keseluruhan obyek pada citra. Pertampalan titik tersebut pada posisi yang tepat pada citra dapat menghasilkan bentuk tiga dimensi dengan nilai ketinggian yang tepat setelah diorientasikan ke GCP (Ground Control Point). Fotogrametri dijital melakukan proses orientasi relatif dengan otomatisasi pencocokkan citra pada 6 titik kontrol minor (minimal 5 titik, dan 1 titik kontrol), atau yang biasa disebut dengan titik Von Grubber, pada citra kiri dengan titik-titik yang sekawan pada citra kanan. Dalam melakukan pencocokan citra secara dijital diperlukan suatu cara untuk mempermudah menemukan pasangan titik sekawan pada dua citra yang bertampalan secara otomatis. Salah satu cara untuk mengukur nilai ketepatan antara pertampalan citra yang satu dengan yang lainnya adalah dengan menggunakan pembandingan nilai korelasi. Pasangan titik tersebut akan bertampalan secara tepat jika nilai korelasinya besar, yaitu bernilai lebih besar dari 0,7 hingga 1 (Wolf, 2000). Terdapat banyak metode pencocokan citra antara lain berbasis area (area-based matching-ABM), berbasis bentuk (feature based matching-FBM), dan pencocokan secara simbolik (symbolic matching - SM) (Schenk, 1999). Metode ABM didasarkan pada derajat keabuan (grey value), metode FBM didasarkan pada bentuk geometri objek (feature) dan metode SM didasarkan pada keterangan simbol (symbolic description). Metode pencocokan citra berbasis area merupakan metode yang banyak digunakan dalam sistem fotogrametri. Metode ini menggunakan nilai korelasi sebagai evaluasi tingkat keberhasilan pencocokan citra. Pada proses pencocokan citra dengan menggunakan metode area based umumnya dapat dilihat bahwa citra pada area yang homogen sulit dibedakan karena nilai korelasinya rendah. Citra homogen adalah citra yang memiliki nilai gray level yang hampir sama pada setiap pixel-nya. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk mempertingggi nilai korelasi tersebut.
1
Usaha peningkatan nilai korelasi sebelumnya telah dilakukan beberapa kajian, diantaranya adalah kajian atas teknik korelasi nilai rata-rata kanal terpisah yang dikaji oleh Emalia (2006), yaitu menghitung nilai korelasi citra yang memiliki tiga kanal dengan merataratakan nilai ketiga kanal. Metode ini belum berhasil mempertinggi nilai korelasi bagi daerah homogen, karena identifikasi obyek pada masing-masing kanal dipengaruhi oleh sensitifitas obyek, sementara pada daerah homogen, bangunan obyek, area bertekstur, dan obyek yang mengalami pergeseran relief (relief displacement) akan memberikan kontribusi negatif dan menurunkan kualitas pencocokan citra. Selanjutnya dilakukan pembandingan dari empat buah teknik korelasi bagi metode pencocokan citra berbasis area, yaitu teknik korelasi dengan vektor terpisah (single vector correlation), teknik korelasi nilai selisih (difference correlation), teknik korelasi nilai ratarata kanal terpisah (separate channel mean value), dan teknik korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot (weighted channel mean value). Pada kajian yang dilakukan oleh Putra (2007) tersebut, diketahui bahwa teknik korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot merupakan teknik korelasi yang memberikan tingkat keberhasilan terbaik, disusul dengan teknik korelasi nilai rata-rata kanal terpisah. Oleh karena teknik korelasi dengan nilai rata-rata yang diberi bobot lebih baik dari teknik korelasi lainnya, maka selanjutnya dilakukan kajian lebih dalam mengenai teknik korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot oleh Ilham (2007). Teknik ini memberikan nilai korelasi yang lebih baik bagi daerah homogen dibandingkan teknik korelasi nilai ratarata kanal terpisah. Untuk daerah heterogen saja, tingkat keberhasilan pencocokan mencapai 81%. Total keberhasilan seluruh pencocokan adalah 46%. Hal ini dikarenakan bobot yang diberikan dipengaruhi oleh variasi nilai kecerahan warna pada obyek, sehingga obyek yang berkarakteristik homogen akan memiliki bobot yang besar, begitu pula sebaliknya. Setelah dilakukan pengujian dengan penggunaan teknik korelasi, citra kemudian dikaji dengan memperlebar rentang histogram ekualisasinya tetapi masih berada pada domain spasial oleh Setyo (2008). Hal ini ternyata tidak mempengaruhi peningkatan nilai korelasi, karena dengan diperlebarnya rentang histogram ekualisasi, penyebaran karakteristik obyek jadi meluas sehingga interpretabilitasnya menjadi semakin sulit. Setelah itu, citra dicoba dikaji dari domain frekuensi. Citra adalah kumpulan data/informasi intensitas nilai kecerahan. Citra berada pada domain spasial. Data yang diberikan dari citra diterjemahkan ke dalam domain frekuensi untuk melihat spektrum citra.
2
Citra ditransformasikan dari domain spasial ke domain frekuensi untuk diketahui karakteristik sinyal berupa informasi spektrum sinyal dari citra dengan melakukan Fast Fourier Transform (FFT) oleh Wibowo (2007). Dari hasilnya dapat dilihat bahwa bagi daerah homogen terdapat peningkatan nilai korelasi karena dengan FFT dapat diketahui nilai power spectrum. Nilai power spectrum yang tinggi pada daerah heterogen menunjukkan nilai korelasi yang meningkat, sebaliknya pada daerah homogen. Selanjutnya diujikan juga pencocokan citra dijital dengan FFT berfilter oleh Azmy (2008). Terdapat beberapa metode perbaikan citra dalam domain frekuensi yang diantaranya adalah low-pass filter dan highpass filter. Kajian ini mampu meningkatkan nilai korelasi pada area homogen, namun kekurangan dari penggunaan FFT adalah tidak dapat melihat kembali secara visual atas unsur spasial yang telah tertransformasi. Selanjutnya, dicoba dikaji dengan menggunakan Transformasi Wavelet dua dimensi oleh Said (2008). Salah satu alternatif untuk memanipulasi citra adalah dengan menggunakan transformasi wavelet. Transformasi wavelet dapat memberikan informasi kemunculan komponen frekuensi pada waktu tertentu. Dalam proses pengolahan sinyal dengan transformasi wavelet juga terdapat proses karakterisasi dari citra yang ditangkap atau direkam. Transformasi wavelet juga menghasilkan lokalisasi frekuensi rendah dan frekuensi tinggi sehingga dapat memudahkan dalam melakukan analisis citra. Kajian pencocokan citra dengan transformasi wavelet dua dimensi dapat meningkatkan nilai korelasi, namun memiliki kekurangan karena data spasial yang ditransformasi ke dalam domain frekuensi menjadi lebih sedikit. Oleh karena itu, pada tugas akhir ini akan dicoba dikaji lagi usaha untuk meningkatkan keberhasilan dalam mempermudah pencarian pasangan titik-titik sekawan yang paling tepat secara lebih akurat dengan transformasi wavelet satu dimensi untuk meminimalisir dampak dari berkurangnya unsur spasial.
3
I.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah mencoba mempertinggi nilai korelasi antara dua buah citra yang bertampalan dengan memanipulasi frekuensi dari data citra dengan transformasi wavelet satu dimensi pada saat pencocokan citra, terutama pada area yang homogen, yaitu dengan: -
mengetahui karakteristik nilai korelasi sejalan dengan peningkatan level dekomposisi transformasi wavelet satu dimensi
-
mengetahui karakteristik nilai korelasi pada proses pencocokan citra dengan menggunakan induk wavelet haar-walsh dan induk wavelet daubechies.
-
Mengetahui karakteristik nilai korelasi terhadap peningkatan ukuran citra pencarian.
I.3 Ruang Lingkup Kajian Dalam pembuatan tugas akhir ini permasalahan utama yang akan dibahas adalah penggunaan transformasi wavelet satu dimensi dalam melakukan pencocokan citra. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis tingkat kemiripan objek pada citra dengan: -
melakukan pencocokan citra, yang merupakan tahap orientasi relatif pada fotogrametri
-
menggunakan data dari dua foto udara berformat RGB yang berlokasi pada daerah SABUGA ITB
-
mengkaji sinyal dari data citra dengan transformasi wavelet satu dimensi
-
membandingkan penggunaan induk wavelet haar-walsh dengan induk wavelet daubechies dengan transformasi wavelet satu dimensi
4
I.4 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan melakukan studi literatur mengenai transformasi wavelet dan pencocokan citra; umumnya diperoleh dari situs-situs internet juga dari buku-buku yang berkaitan dengan tugas akhir ini. Batasan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: -
melakukan pemilihan objek dengan kriteria objek heterogen dan homogen dari citra tersebut dengan ketentuan citra kiri sebagai sub citra acuan (SCA) dengan besar mask 11x11 piksel dan citra kanan sebagai citra pencarian (CP) dengan mask sebesar 21x21 piksel, 31x31 piksel, 41x41 piksel, 51x51 piksel, serta 61x61 piksel.
-
mengkorelasikan citra sebelum transformasi, lalu dicari nilai korelasi maksimumnya.
-
melakukan filterisasi (dengan mereduksi noise) sinyal pada domain frekuensi terlebih dahulu untuk memperlebar rentang frekuensi pada area homogen
-
melakukan analisis waktu (pengamatan kecepatan proses) pada saat proses berlangsung, untuk setiap penggunaan induk wavelet, level dekomposisi, dan besar window citra pencarian yang telah ditetapkan untuk mencari dan waktu yang optimal dari kualitas korelasi.
5
Skema metodologi penelitian sebagai berikut :
Citra Kiri
Citra Kanan
(Citra Acuan)
(Citra Pencarian)
Daerah Sampel Homogen Kanan (Citra Pencarian)
Daerah Sampel Homogen Kiri (Sub-Citra Acuan)
Sekuensial secara Horisontal dan Vertikal
Daerah Sampel Heterogen Kiri (Sub-Citra Acuan)
Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet
Daerah Sampel Heterogen Kanan (Citra Pencarian)
Sekuensial secara Horisontal dan Vertikal
Transformasi Wavelet 1 Dimensi dengan Induk Wavelet Haar dan Daubechies
Transformasi Wavelet 1 Dimensi dengan Induk Wavelet Haar dan Daubechies
Filterisasi
Filterisasi
Korelasi Citra Daerah Homogen
Korelasi Citra Daerah Heterogen
Analisa Nilai Korelasi terhadap Induk Wavelet
Analisa Nilai Korelasi terhadap Level Dekomposisi
Analisa Nilai Korelasi terhadap Ukuran Window Citra Pencarian
Kesimpulan
Gambar I-1 Skema metodologi penelitian
6
I.5 Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang secara rinci dibagi menjadi : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup kajian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
PENCOCOKAN CITRA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori pencocokan citra dalam fotogrametri dijital dan mengenai transformasi wavelet satu dimensi.
BAB III PENGOLAHAN DATA Bab ini menjelaskan bagaimana pencocokan citra dilakukan secara otomatis dengan menggunakan transformasi wavelet. BAB IV ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis hasil korelasi yang dihasilkan dari proses korelasi dengan penggunaan transformasi wavelet pada pengolahan data. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan pelaksanaan penelitian ini.
7