BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan
yang
cukup
pesat
dibidang
riset
dan
teknologi
menghasilkan penemuan–penemuan bermanfaat, salah satunya adalah nanofiber. Nanofiber disintesis menggunakan teknik electrospinning yang sangat berbeda dari cara pembuatan membran secara konvensional (Song dkk., 2010). Electrospinning merupakan metode sederhana dan multifungsi yang menghasilkan material serat dari skala mikro hingga nanometer. Nanofiber memiliki luas permukaan besar terhadap rasio volume larutan dan memiliki daya serap besar dengan ukuran pori kecil. Nanofiber berbahan dasar polivinil alkohol (PVA) dan kitosan telah berhasil disintesis. Nanofiber hasil sintesis memiliki luas permukaan lebih besar serta sifat mekanik lebih baik dari membran yang telah lama dikembangkan (Paipitak dkk., 2011). Nanofiber digunakan dalam berbagai bidang, misalnya untuk bidang teknologi.Nanofiber
yang
dihasilkan
dengan
bahan
dasar
grapen
dan
TiO2memiliki luas permukaan besar dengan nilai band gap (3,2 eV) dapat meningkatkan efektivitas fotoanoda, sehingga dimanfaatkan sebagai material semikonduktor sel surya (Salam dkk., 2015).Nanofiber diaplikasikan dalam bidang farmasi, yaitu sintesis nanofiber berbahan dasar kitosan‒PVA. Nanofiber kitosan‒PVA bersifat tidak beracun dan stabil terhadap reaksi dengan jaringan tubuh, sehingga dimanfaatkan sebagai pembalut luka (Zhou dkk., 2008). Kajian lain mengenai nanofiber dikembangkan pada bidang lingkungan, meliputi adsorpsi terhadap limbah logam berat serta zat warna yang berbahaya terhadap keseimbangan ekosistem akibat aktivitas manusia. Penelitian yang dikembangkan untuk mengatasi masalah lingkungan misalnya logam berat, seperti Pb(II) dan Cu(II) dapat diadsorpsi dari larutan berair dengan memakai nanofiber berbasis kitosan (Haider dan Park, 2009) danadsorpsi terhadap logam berat Th4+, U6+, Cd2+, and Ni2+ dilakukan dengan memanfaatkan nanofiber berbahan dasar polyacrilonitrile(Dastbaz dan Keshtkar, 2014).
Nanofiber berbahan dasar material polietilen oksida (PEO)–kitosan dan komposit kitosan–serat sutra dimodifikasi untuk menggantikan polimer PVA atau selulosa (Song dkk., 2010). Pembuatan nanofiber menggunakan material kitosan–gelatin–polivinil alkohol dengan agen penaut silang glutaraldehida, dikembangkan sebagai biomaterial untuk jaringan penghubung (Tsai dkk., 2014). Agen taut silang glutaraldehid (GA) dapat digunakan untuk menaut silang polimer karaginan menjadi material hidrogel(Distantina dan Fahrurrozi, 2010). Kitosan dapat menjadi adsorben terhadap logam berat, namun kitosan murni tidak dapat digunakandalam sintesis nanofiber menggunakan metode electrospinning, karena kelarutan kitosan dalam airsangat rendah, viskositasnya tinggi, fleksibilitas cincin dan sifat mekanis yang rendah. Kitosan mudah larut dalam asam dan terjadi protonasi terhadap gugus aminapada kitosan,menyebabkan larutan bersifat polielektrolit dan mengalami tolakan dengan medan listrik yang sangat tinggi dari alat electrospinning(Sun dkk., 2011). Beberapa permasalahan tersebut dapat dicegah dengan menambahkan polimer sintetis seperti PVA dan selulosasebagai matriks yang dapat menetralkan sifat polielektrolit dari kitosan. PVA merupakan polimer tidak bermuatan dan tidak beracun sehingga dapat dikombinasikan dengan kitosan untuk sintesis nanofiber(Aliabadi dkk., 2013). Karaginan merupakan polimer alam yang mengandung gugus sulfat (–OSO3–). Karaginan disintesis dari rumput laut dan tergolong dalam tiga jenis yaitu kappa, iota dan lamda karaginan. Ketiga jenis karaginan dibedakan berdasarkan kandungan gugus sulfat tiap monomer karaginan, dimana kappa–karaginan mengandung satu, iota–karaginan mengandung dua dan lamda–karaginan mengandung tiga gugus sulfat tiap monomer karaginan (Silva dkk., 2010).
Iota-karaginan mengandung dua gugus sulfat bermuatan
negatif (–), dapat berikatan dengan spesi yang bermuatan positif dari logam aluminium untuk dimanfaatkan menjadi bahan dasar pencegah korosi pada logam aluminium (Fares dkk., 2012). Polielektrolit kitosan–karaginan untuk enkapsulasi glukosa oksidasi (GOD) merupakan kompleks yang stabil akibat adanya interaksi yang
terjadi –
antara
gugus
amonium
(–NH3+)
(–OSO3 ) pada karaginan (Briones dan Sato, 2010).
dan
gugus
sulfat
Pencemaran air oleh logam berat merupakan suatu masalah lingkungan yang terjadi secara global. Logam berat merupakan suatu komponen alami di bumi yang tak dapat didegradasi atau dihancurkan. Beberapa logam berat berperan sebagai zat esensial dalam metabolisme tubuh manusia, namun pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan keracunan (Lee dkk., 2013).Beberapa logam berat yang sering dikenal antara lain: timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), arsen (As) dan tembaga (Cu). Logam berat seperti timbal dan arsen dengan konsentrasi yang rendah dibutuhkan tumbuhan padi, namun arsen dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan padi. Logam berat juga dapat menyebabkan bioakumulasi dalam lingkungan dan bersifat tidak dapat terdegradasi, berbeda dengan material organik yang dapat didegradasi sehingga akan
mengurangi
bahayanya
dalam
proses
biologi
ataupun
kimia
(Omar dkk., 2015). Sumber terbesar logam berat berasal dari aktivitas manusia melalui kegiatan industri dan penggunaan bahan bakar fosil(Aliabadi dkk., 2013). Logam berat sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya: kurangnya koordinasi otot, gangguan sistem saraf pada anak–anak, iritasiparu–paru, iritasi mata, alergi kulit, iritasi perut, dan kerusakan organ hati. Penyebab terjadinya berbagai gangguan kesehatan karena logam–logam berat mempunyai afinitas yang besar terhadap belerang, sehingga terjadi interaksi dengan atom belerang di dalam enzim–enzim, mengakibatkan enzim yang bersangkutan menjadi tidak berfungsi. Gugus–gugus protein, asam karboksilat dan asam amino memiliki kecenderungan berikatan dengan logam berat. Ion–ion logam berat seperti Cd(II), Cu(II) dan Hg(II) terikat pada sel–sel membran menyebabkan terhambatnyaproses transport melalui dinding sel. Logam–logam berat mengendapkan fosfat–organik atau mengkatalisis penguraiannya (Li dkk., 2013; Haider dan Park, 2009; Fuhrmann, 1994). Efek logam berat tidak hanya berdampak pada manusia melainkan pada hewan, misalnya terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian pada cacing Eisenia Fetida (savigny) dan kepompong(Spurgeon dkk., 1994). Ion logam PbdanCumerupakan logam berat yang memiliki pengaruh buruk bagi makluk hidup, sehingga perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi
bahkan menghilangkankandungan logam berat tersebut dalam air yang tercemar. Banyak metode telah dikembangkan untuk menghilangkan logam berat dalam air diantaranyaadsorpsi (Yari dkk., 2015; Haider dan Park, 2009), elektrolisis (Li dkk., 2014), koagulasi (Sun dkk., 2013), penyaringan molekular (Uyardkk., 2009)dan resin penukar ion (Lee dkk., 2015). Adsorpsi merupakan salah satu metode pemisahan logam yang telah banyak dikembangkan. Efisiensi adsorpsi dari adsorben tergantung pada luas permukaan serta gugus kimia aktif pada adsorben tersebut.Adsorpsi logam berat dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
adsorben
seperti
nanofiber
(Avila dkk., 2014; Kampalanonwat dan Supaphol, 2010; Kampalanonwat dan Supaphol, 2014), membran (Mohammed dan Sahu, 2015), nanopartikel (Heidari dkk., 2013), dan hidrogel(Marcasuzaa dkk., 2010). Adsorpsi terhadap logam berat menggunakan nanofiber telah banyak diteliti, diantaranya adsorpsi Pb(II) dan Cu(II) menggunakan nanofiber berbahan dasar
polivinil
pirolidin–serium
oksida–gugus
merkapto
dan
kitosan
menggunakan pelarut trifloro asetat (Haider dan Park, 2009; Yari dkk., 2015). Berdasarkan contoh tersebut, maka penelitian ini dilakukan sintesis nanofiber untuk adsorpsi logam berat Pb(II) dan Cu(II)dengan memodifikasi metode penelitian Yari, (2015) dan Haider, (2009). Modifikasi metode sintesis bertujuan untukmenghasilkannanofiber
berbahan
dasar
polimerPVA/kitosan/iota‒
karaginanmenggunakan pelarut air yang lebih ramah lingkungan. I.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka terdapat beberapa permasalahan, antara lain: 1. Sifat polielektrolit kitosan menyebabkan sintesis nanofiber berbahan kitosan murni sulit terbentuk. 2. Nanofiber yang dijadikan adsorben Pb(II) dan Cu(II) perlu dilakukan optimasi terhadap komposisimaterial PVA/kitosan/iota‒karaginanuntuk menghasilkan nanofiber dengan kapasitas adsorpsiterbesar.
3. Pola isoterm adsorpsi untuk adsorpsi Pb(II)danCu(II) pada nanofiber PVA/kitosan/iota‒karaginandapat mengikuti pola isoterm Langmuir maupun Freundlich. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan sintesisnanofiberPVA/kitosan/iota‒karaginan. 2. Mengetahui komposisiPVA/kitosan/iota‒karaginanuntuk sintesis nanofiber dan mengetahui pH larutan optimum untuk adsorpsi Pb(II)danCu(II). 3. Mengetahui
pola
isoterm
adsorpsi
yang
sesuai
dengan
adsorpsi
Pb(II)danCu(II) pada nanofiber PVA/kitosan/iota‒karaginan. I.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatbagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menambah informasi kepada masyarakat luas serta industri, terkait pengolahan limbah logam berat Pb(II)danCu(II)dengan menggunakan nanofiber PVA/kitosan/iota‒karaginan.