1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan ukuran bumi sulit dilakukan. Oleh sebab itu, dibutuhkan model bumi yang dapat mewakili bentuk dan ukuran bumi secara fisis dan matematis yaitu, geoid. Geoid didefinisikan sebagai bidang ekipotensial gayaberat yang berimpit dengan muka laut rerata (mean sea level) yang tidak terganggu (Prihandhito, 2011). Penentuan geoid dapat diturunkan dari data gayaberat, disebut geoid gravimetrik. Pemodelan geoid gravimetrik mensyaratkan adanya data gayaberat yang terdistribusi merata di seluruh permukaan bumi. Kenyataannya sulit mendapatkan kondisi tersebut, karena tidak setiap titik di permukaan bumi terdapat data gayaberat. Oleh sebab itu, dilakukan penentuan geoid lokal pada area terbatas. Penentuan geoid lokal teliti memerlukan kontribusi dari tiga komponen, yaitu komponen gelombang panjang (long wavelength), komponen gelombang menengah (medium wavelength) dan komponen geolombang pendek (short wavelength). Ketiga komponen tersebut memberi pengaruh terhadap ketelitian model geoid lokal yang dihasilkan. Komponen gelombang panjang diperoleh dari Model Geopotensial Global (MGG), komponen gelombang pendek diperoleh dari data terrain, sedangkan komponen gelombang menengah diperoleh dari data gayaberat. Data gayaberat untuk penentuan model geoid lokal dapat diperoleh melalui pengukuran terestris dan airbone gravimetry. Kerapatan data gayaberat akan mempengaruhi ketelitian model geoid lokal yang dihasilkan. Semakin rapat distribusi data gayaberat maka ketelitian geoid lokal semakin tinggi (Wardhani, 2103) Tahun 2009, PT. Pertamina melakukan pengukuran gayaberat terestris di wilayah kerjanya di Pulau Jawa. Pengukuran dilakukan dalam rangka eksplorasi sumber daya minyak bumi. Data gayaberat hasil pengukuran PT. Pertamina biasanya lebih rapat namun melingkupi wilayah yang relatif sempit, misalnya di Bekasi dan 1
2
Cirebon. Data gayaberat di Bekasi dan Cirebon memiliki karateristik yang berbeda dibandingkan wilayah lain. Distribusi data gayaberat pada kedua wilayah lebih rapat dan pada area yang relatif sempit. Area sempit didefinisikan sebagai area dengan luasan tidak lebih dari 30 km x 30 km. Kerapatan data di kedua wilayah mencapai 0,1 km sampai 0,6 km. Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengevaluasi model geoid lokal wilayah kerja PT. Pertamina di Bekasi dan Cirebon. Evaluasi dilakukan berdasarkan pola dan ketelitian model geoid Bekasi dan Cirebon dibandingkan model geoid Pulau Jawa hasil penelitian Risdianto tahun 2011. Idealnya model geoid dievaluasi terhadap data Global Positioning System-Sipat datar (GPS-Sipat datar). Data tersebut memberi informasi nilai undulasi yang disebut undulasi geoid geometrik. Nilai undulasi geoid geometrik biasanya digunakan sebagai kontrol kualitas terhadap model geoid gravimetrik. Kenyataannya, ketersediaan data GPS-Sipat datar pada kedua wilayah penelitian sangat terbatas, maka digunakan model geoid Pulau Jawa sebagai pembanding. Model geoid Pulau Jawa dianggap memiliki nilai yang benar. Cakupan wilayah Pulau Jawa yang relatif luas dibandingkan wilayah penelitian, dianggap mampu mempresentasikan kondisi Model Geopotensial Global. Model Geopotensial
Global merupakan komponen
yang paling berpengaruh terhadap pemodelan geoid lokal. Metode perhitungan undulasi geoid menggunakan Two Dimension Fast Fourier Transform (2D FFT). Metode ini memiliki tingkat akurasi tinggi dan proses hitungan lebih cepat dibanding metode lain.
I.2. Rumusan Masalah Komponen yang berpengaruh dominan dalam pemodelan geoid adalah komponen gelombang panjang. Oleh sebab itu, model geoid lokal teliti diperoleh jika tersedia data gayaberat yang terdistribusi merata dan rapat pada cakupan area luas. Semakin rapat ketersediaan data gayaberat dan semakin luas cakupan area, maka semakin teliti model geoid lokal yang dihasilkan. Data gayaberat hasil
3
pengukuran PT. Pertamina di wilayah Cirebon dan Bekasi, memiliki distribusi data yang rapat namun hanya dilakukan pada area yang relatif sempit. Sebelumnya belum pernah dilakukan pemodelan geoid area sempit. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan penelitian adalah : 1.
Bagaimana model geoid lokal pada area sempit di wilayah Bekasi dan Cirebon ?
2.
Bagaimana pola dan ketelitian model geoid lokal pada area sempit di wilayah Bekasi dan Cirebon dibandingkan model geoid lokal Pulau Jawa?
I.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Membuat model geoid lokal pada area sempit di Bekasi dan Cirebon.
2.
Mengevaluasi model geoid lokal pada area sempit di Bekasi dan Cirebon berdasarkan pola dan ketelitiannya dibandingkan dengan model geoid lokal Pulau Jawa.
I.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh model geoid lokal wilayah Bekasi dan Cirebon. Model geoid lokal Bekasi dan Cirebon dapat digunakan sebagai bidang referensi tinggi orthometrik oleh PT. Pertamina yang sering memerlukan informasi tinggi secara teliti dalam menjalankan eksplorasinya, maupun oleh pihak lain yang memerlukan aplikasi ketinggian di wilayah Bekasi dan Cirebon.
I.5. Cakupan Penelitian Pemodelan geoid lokal wilayah kerja PT.Pertamina di Bekasi dan Cirebon dilakukan pada cakupan area sempit dan distribusi data gayaberat yang rapat. Data gayaberat yang digunakan merupakan data sekunder dengan asumsi data tidak mengandung kesalahan. Model Geopotensial Global yang digunakan adalah EGM2008 dengan degree minimal yaitu, 160. Data Digital Terrain Model (DTM) bersumber dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000. Metode perhitungan
4
undulasi geoid adalah 2D-FFT. Evaluasi dilakukan berdasarkan ketelitian dan pola model geoid yang dihasilkan dibandingkan terhadap model geoid lokal Pulau Jawa dan satu titik GPS-Sipat datar. Model geoid lokal Pulau Jawa dianggap memiliki nilai yang benar dengan ketelitian 0,655 m.
I.6. Tinjauan Pustaka Yun (1999) melakukan evaluasi pemodelan geoid gravimerik di Teluk Korea. Model Geopotensial Global yang digunakan adalah EGM96 dengan degree 360. Data gayaberat yang digunakan lebih dari 69.900 titik baik di darat maupun di laut. Penentuan model geoid dilakukan dengan metode Two Dimentional Fast Fourier Tranform (2D-FFT). Data pembanding yang digunakan adalah 78 titik GPS-Sipat datar. Hasil penelitian diperoleh standar deviasi sebesar 0,28 m. Rian (2009) melakukan penelitian penentuan model geoid lokal untuk wilayah Cilacap dengan metode kolokasi. Interval grid yang digunakan sebesar 30”, 1’, 5’dan 10’ pada setip prosesnya. Hasil yang diperoleh nilai undulasi geoid bernilai 16 m sampai dengan 22,6 m dan standar deviasi antara 2,8 cm sampai dengan 13,4 cm. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan interval titik yang lebih kecil akan menghasilkan ketelitian model geoid yang lebih tinggi. Oktoriwanda (2011) melakukan evaluasi pengaruh ketersediaan gayaberat terhadap ketelitian model geoid di Pulau Jawa. Penelitian tersebut menggunakan seluruh data gayaberat di Pulau Jawa. Interval data digunakan 3 km, 5 km dan 7 km untuk melihat besar pengaruh besar interval data terhadap ketelitian geoid. Kemudian membuat blok–blok area batas tambahan sejauh 10 km, 15 km dan 20 km dari luasan asal untuk mengetahui pengaruh adanya area batas tambahan terhadap ketelitian model geoid. Ketelitian maksimum undulasi diperoleh dari interval 3 km dengan beda rerata sebesar 0,692 m dan standar deviasi 0,592 m. Nilai undulasi regional blok dengan perluasan berbeda, ketelitian maksimum diperoleh blok dengan perluasan area 10 km sebesar 1,288 m dan ketelitian minimum dihasilkan dari blok dengan perluasan area 15 km sebesar 1,342 m. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin kecil interval data yang digunakan semakin detail model geoid yang dihasilkan dan semakin luas area batas semakin detail geoid yang dihasilkan.
4
5
Odera, dkk. (2012) melakukan penelitian mengenai penentuan geoid gravimetrik dari data EGM2008 dan data gayaberat terestris di negara Jepang. Digital Elevation Model (DEM) yang digunakan bersumber dari peta topografi nasional Jepang. Interpolasi Kriging digunakan untuk mendapatkan nilai residual anomali gayaberat. Model geoid yang dijadikan acuan adalah model geoid Jepang hasil penelitian sebelumnya yaitu, JGEOID2008. Hasil penelitian tersebut diperoleh peningkatan ketelitian model geoid gravimetrik dengan standar deviasi ±8,29 cm. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa diperlukan data gayaberat yang lebih detail untuk mendapatkan model geoid gravimetrik berketelitian tinggi. Wardhani (2013), mengevaluasi geoid lokal Sumatera Selatan berdasarkan ketersediaan dan distribusi gayaberat terestris. Pemodelan geoid lokal menggunakan metode kolokasi kuadrat terkecil. Hasil penelitian menunjukkan residual undulasi maksimum berdasarkan intervalnya diperoleh pada interval 4 km dengan nilai 0,242 m. Berdasarkan blok area dihasilkan nilai minimumnya pada blok 30 km, dan ketelitian terbaik untuk interval 2 km dengan nilai 0,04 m. Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin kecil interval data gayaberat maka model geoid lokal yang dihasilkan semakin teliti. Penelitian ini, evaluasi model geoid lokal dilakukan di wilayah kerja PT. Pertamina di Bekasi dan Cirebon. Pada kedua wilayah tersebut, luas areanya relatif sempit yaitu tidak lebih dari 30 km x 30 km, namun tersedia data gayaberat dengan distribusi cukup rapat. Distribusi data gayaberat mencapai 0,1 km sampai 0,6 km. Model Geopotensial Global yang digunakan adalah EGM2008. Komponen gelombang pendek bersumber dari Peta Rupa Bumi skala 1:25000. Hitungan geoid lokal menggunakan metode 2D FFT. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola dan ketelitian geoid lokal di wilayah penelitian terhadap model geoid lokal Pulau Jawa yang dikembangkan oleh Risdianto (2011).
5
6
Tabel I.1. Perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Precision Geoid
Yun (1999)
Determination by Spherical FFT in and Around The Korean Peninsula Model Geoid Lokal Cilacap
Rian (2009)
Dengan Metode Perataan Kolokasi
Oktoriwanda (2011)
Evaluasi Ketersediaan Data
Bahan Utama Data gayaberat sebanyak 69.000 titik, EGM96, data
2D-FFT
DEM
Tujuan
Mengevaluasi model geoid di Teluk Korea
Data gayaberat terestris sebanyak 876.064 titik, Peta RBI skala 1:25.000,
Kolokasi
Menentukan model geoid Cilacap beserta ketelitiannya
dan EGM2008 Data gayaberat terstris,
Gayaberat Terhadap Geoid
data DEM dari SRTM-
Lokal Pulau Jawa
30plus, EGM2008
A high-resolution
Metode
Memperoleh model dan ketelitian geoid 2D-FFT
Pulau Jawa dengan interval dan batas data gayaberat berdeda
98.670 data gayaberat
Odera, dkk.
Gravimetric Geoid Model for
darat dan laut, EGM2008,
(2012)
Japan from EGM2008 and
DTM dari peta topografi
Local Gravity Data
nasional Jepang
2D-FFT
Memperoleh Model geoid Jepang yang berketelitian tinggi
6
7
Lanjutan Tabel I.1. Peneliti dan Tahun
Wardhani (2013)
Judul Penelitian
Bahan Utama
Evaluasi Geoid Lokal
Data gayaberat terstris
Sumatera Selatan
Sumatra Selatan
Berdasarkan Ketersediaan
sebanyak 1.603 titik,
Dan Distribusi Gayaberat
EGM2008, SRTM-
Terestris
30plus
Evalusi Model Geoid Lokal Penulis
Wilayah Kerja Pertamina
(2014)
(Studi Kasus: Bekasi dan Cirebon)
Metode
Memperoleh model dan ketelitian geoid Kolokasi
1:25.000, dan EGM2008
lokal Sumatra Selatan dengan interval dan batas data gayaberat berdeda Menentukan model geoid lokal di
1900 data gayaberat terstris, Peta RBI skala
Tujuan
2D-FFT
wilayah Cirebon dan Bekasi beserta ketelitiannya dievaluasi terhadap ketelitian geoid lokal Pulau Jawa
7
8
I.7. Landasan Teori
I.7.1. Sistem tinggi Tinggi merupakan jarak vertikal suatu titik terhadap bidang referensi, yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap nol (Basuki, 2006). Terdapat dua macam bidang referensi ketinggian, yaitu elipsoid dan geoid.
Elipsoid adalah model
matematis bumi berbentuk elips yang berputar pada sumbu pendeknya. Geoid adalah bidang ekipotensial gayaberat yang berimpit dengan muka laut rerata (mean sea level) yang tidak terganggu (Prihandhito, 2011). Tinggi yang bereferensikan pada bidang elipsoid disebut tinggi geometrik, sedangkan tinggi yang bereferensikan pada geoid disebut tinggi orthometrik. Perbedaan nilai tinggi geometrik (h) dan tinggi orthometrik (H) disebut undulasi geoid (N). Hubungan antara tinggi ortometrik, tinggi geometrik dan undulasi geoid di ditunjukkan pada Gambar I.1. P surface
ε : defleksi vertikal
Gambar I.1. Hubungan tinggi geometrik, tinggi orthometrik dan undulasi geoid (modifikasi Heiskanen dan Moritz, 1967) Hubungan antara tinggi orthometrik, tinggi geometrik dan undulasi geoid, dapat dibuat rumus matematis yang ditunjukkan pada persamaan (I.1)(Kamguia, dkk., 2007).
H hN
....................................................................................(I.1)
Tinggi orthometrik dapat diperoleh dari perbedaan potensial di geoid dengan titik di permukaan bumi. Hubungan matematis di tunjukkan pada persamaan (I.2) (Kahar dan Purworahardjo, 2008).
9
P
gdH W
p
W po C
.....................................................................(I.2)
Po
Keterangan persamaan (I.2) : g
: gayaberat
C
: bilangan geopotensial
Wpo
: potensial di geoid
Wp
: potensial di permukaan bumi
Bilangan geopotensial C dinyatakan dalam geopotensial units (g.p.u) = 1kgal meter = 1000 gal meter. Nilai g≈0,98 gal maka,
C≈ g H≈ 0,98H. Bilangan
geopotensial yang berada di atas bidang geoid bernilai positif dan bernilai negatif jika berada di bawah geoid. Bilangan geopotensial yang tepat di geoid bernilai nol. I.7.2. Gayaberat Gayaberat adalah gaya yang bekerja pada suatu massa di permukaan bumi yang merupakan resultan gaya gravitasi dan gaya sentrifugal ( Holfmann dan Moritz, 2005). Vektor gaya gravitasi menuju ke pusat massa bumi, sedangkan vektor gaya sentrifugal tegak lurus terhadap sumbu rotasi bumi. Gambar I.2. menunjukkan hubungan vektor gaya gravitasi (G), gaya sentrifugal (f) dan gayaberat (g).
Z(+)
Elipsoid referensi
Meridian Greenwich
f G
ekuator
g
Y(+)
X(+)
Gambar I.2. Hubungan gaya gravitasi (G) , gaya sentrifugal (f) dan gayaberat (g) (modifikasi dari Heiskanen dan Moritz, 1967)
10
Gayaberat suatu titik di permukaan bumi juga dipengaruhi oleh gaya tarik bulan, gaya tarik matahari dan benda–benda luar angkasa lainnya namun pengaruhnya sangat kecil, sehinggga tidak diperhitungkan. Gayaberat di permukaan bumi dinyatakan pada persamaan (I.3). ................................................................................(I.3)
g G f
Berdasarkan Hukum Gravitasi Newton, maka persamaan gaya gravitasi diuraikan menjadi persamaan matematis (I.4).
GK
M E mo r2
..................................................................................(I.4)
Keterangan persamaan (I.4) : K
: konstanta gravitasi Newton = 6,67-11 Nm²/kg²
ME
: massa bumi (kilogram)
mo
: massa
r
: jarak ME dan mo (meter)
unit tertentu
Gaya sentrifugal didefinisikan sebagai gaya yang arahnya tegak lurus terhadap arah rotasi bumi. Besarnya gaya sentrifugal (f) dinyatakan pada persamaan (I.5). ...........................................................................( I.5)
f 2d
Katerangan persamaan (I.5) : 2 : kecepatan sudut rotasi bumi d
: jarak titik massa
Subtitusi persamaan (I.5) dan (I.4), menghasilkan persamaan gayaberat yang ditunjukkan pada persamaan (I.6). gK
M E mo 2d 2 r
Data gayaberat dapat
.........................................................................(I.6) diperoleh dengan pengukuran secara terestris
menggunakan alat gravimeter dan teknik airbone gravimetry. Terdapat dua macam metode pengukuran gayaberat terestris yaitu, pengukuran metode absolut dan metode
11
relatif. Metode absolut digunakan untuk penentuan gayaberat teliti, yaitu sebagai titik ikat. Metode relatif digunakan untuk mengukur gayaberat yang beracuan pada titik ikat yang telah diketahui nilai gayaberatnya. Data gayaberat terestris harus dilakukan koreksi drift dan koreksi tide (pasang surut). Koreksi drift diberikan karena perubahan elastisitas pegas pada gravimeter. Koreksi tide diberikan untuk menghilangkan pengaruh gaya tarik bulan dan matahari. Data gayaberat hasil pengukuran harus direduksi ke bidang geoid agar dapat digunakan untuk penentuan geoid. Ada beberapa metode reduksi gayaberat, yaitu reduksi free-air, reduksi Bouguer dan reduksi Isostasi. Salah satu metode reduksi yang
sering
digunakan
adalah
reduksi
free-air.
Reduksi
free-air
hanya
memperhitungkan ketinggian tanpa memperhitungkan massa batuan antara geoid dan topografi. Reduksi free-air dapat dirumuskan dengan persamaan (I.7) (Ewing, 1976). g o g 0,3086 H
..................................................................... (I.7)
Keterangan persamaan (I.7) : H
: tinggi orthometrik
go
: gayaberat di geoid
g
: gayaberat di topografi
I.7.2.1 Gayaberat normal. Gayaberat normal didefinisikan sebagai gayaberat yang beracuan pada bidang referensi elipsoid. Rumus umum gayaberat normal dinyatakan pada persamaan (I.8) (Heinskanen dan Moritz, 1967).
E 1 1 sin 2 2 sin 2 2
.......................................................(I.8)
Keterangan persamaan (I.8) : : gayaberat normal
E
: gayaberat normal di ekuator : lintang
β1 dan β2 : konstanta yang besarnya berbeda untuk setiap lintang