1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Republik Indonesia membutuhkan dana yang sangat besar, baik untuk pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah tidak bisa terus menerus menggantungkan pada hutang luar negeri, sehingga perlu diupayakan penerimaan dalam negeri semaksimal mungkin. Penerimaan dalam negeri yang masih dapat diharapkan adalah dari hasil minyak dan gas bumi. Sumber daya alam minyak dan gas bumi semakin lama semakin habis karena tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, penerimaan dalam negeri dari hasil minyak dan gas bumi tidak dapat terus diharapkan. Salah satu penerimaan dalam negeri yang masih dapat dioptimalkan adalah penerimaan dari sektor perpajakan, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa. Salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak negara yang dikenakan terhadap objek bumi dan bangunan sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1985 dan telah disempurnakan dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang tersebut, bahwa yang menjadi Objek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan. PBB harus dibayarkan oleh masyarakat yang telah mendapatkan manfaat dari kepemilikan atau penguasaan atas suatu objek pajak (tanah dan bangunan). Pengelolaan basis data Objek Pajak PBB dimulai sejak tahun 1992 Direktorat PBB telah mengembangkan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Data yang dikelola SISMIOP merupakan data atributik yaitu data yang memuat tentang objek dan subjek pajak PBB. Sedangkan untuk pengelolaan basis data spasial (peta), sejak
2
tahun 1996 Direktorat PBB telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG PBB). Dengan telah diintegrasikannya basis data spasial (peta) yang dikelola SIGPBB dan basis data atributik yang dikelola dalam SISMIOP diharapkan akan mampu menciptakan suatu sistem informasi yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhankebutuhan informasi secara tepat, akurat dan handal untuk membantu tugas operasional guna meningkatkan penerimaan pajak, terutama Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan kebijakan yang dituangkan ke dalam UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaan PBB tidak lagi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melainkan akan dilakukan pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah setempat. Kontribusi pelimpahan kewenangan PBB tersebut memberikan konsekuensi kepada Pemerintah Kota/Kabupaten termasuk diantaranya Kabupaten Kuningan dalam bentuk perannya sebagai pemungut PBB. Adapun pengelolaan PBB bukan hanya memungut biaya seperti yang dibayangkan sekarang ini, akan tetapi dalam pengelolaan PBB terdapat beberapa tahapan yang harus dilewati. Salah satunya adalah kesiapan mengelola data Pajak Bumi dan Bangunan dengan mengkaitkan basis data atribut SISMIOP dengan basis data spasial SIGPBB. Berdasarkan permasalahan di atas, khusus dalam jangka pendek dalam hal kesiapan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan untuk menangani pelimpahan wewenang pengelolaan PBB diperlukan suatu aplikasi yang otomatis dapat mengakomodasi pengisian dan perubahan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan pencetakan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang terhubung dengan data spasial berupa peta yang menunjukkan lokasi bidang tanahnya. Pengintegrasian data spasial dan data atribut ini dapat membantu dinas terkait secara lebih user friendly karena data atribut dan spasial bisa disajikan secara bersamaan.
3
I.2. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1994 tentang pelimpahan wewenang PBB memunculkan permasalahan tentang kesiapan pemerintah daerah dalam mengelola data spasial dan data atributnya. Sayangnya, daerah termasuk Kabupaten Kuningan belum memiliki aplikasi untuk mengantisipasi pelimpahan wewenang PBB dalam pengelolaan data spasial dan data atribut dikarenakan faktor sumber daya manusia dan sarana prasarana yang belum memadai.
I.3. TUJUAN PROYEK Proyek ini bertujuan untuk membuat program aplikasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang lebih user friendly yang mengakomodasi pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) serta pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan dukungan data atribut dan spasial yang terkait dan telah terintegrasi menggunakan perangkat lunak MapInfo dan MapBasic.
I.4. MANFAAT PROYEK Manfaat proyek ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu pemerintah daerah Kabupaten Kuningan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
I.5. CAKUPAN PROYEK Mengingat luasnya permasalahan yang ada, maka dalam proyek ini hanya akan membatasi pada masalah-masalah sebagai berikut : 1. Input dari program aplikasi ini adalah Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSOP). 2. Output dari program aplikasi ini hanya sampai pada pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan tidak dilakukan pemantauan pembayaran pajak dari tahun ke tahun.
4
3. Proses updating data hanya terbatas pada data atribut dan tidak mencakup data spasialnya seperti pemecahan dan penggabungan bidang. 4. Untuk pengujian program aplikasi yang dibuat hanya digunakan 1 wilayah desa yaitu Desa Manis Kidul Kabupaten Kuningan dengan data atributnya yang telah dilakukan perubahan data.
I.6. LANDASAN TEORI I.6.1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) I.6.1.1. Pajak Bumi dan Bangunan secara Umum. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang bersifat kebendaan, dan besarnya ketetapan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak ditentukan oleh letak, ukuran dan kualitas suatu objek pajak. Letak objek pajak dapat diketahui dari suatu peta, sehingga penggunaan peta sebagai suatu sarana pelengkap administrasi pemungutan PBB sangat dibutuhkan. Dasar hukum yang digunakan dalam pemungutan PBB diatur dalam Undang-undang Pasal 1,2,3,5,6,7,9, dan 10 (dapat dilihat pada Lampiran 1). I.6.1.2. Objek dan Subjek Pajak. Objek dari PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Menurut UU No.12 Tahun 1994, dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan. Di dalam penjelasan UU No.12 Tahun 1994 yang termasuk bangunan adalah : jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, taman mewah, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memberi manfaat. Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar pajak maka subjek tersebut menjadi wajib pajak.
5
I.6.1.3. NOP (Nomor Objek Pajak). Nomor Objek Pajak (NOP) merupakan salah satu elemen kunci dalam administrasi PBB. Pengkodean data ini digunakan sebagai alat bantu dalam pengklasifikasian data, pemasukan data ke dalam sistem secara benar, penelusuran dan pemanggilan data. NOP PBB dirancang dengan spesifikasi sebagai berikut (DJP, 2000) : a. Unik, artinya satu objek PBB memperoleh satu NOP dan berbeda untuk NOP objek pajak lainnya; b. Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek pajak tidak berubah dalam waktu yang relatif lama; c. Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional. NOP yang digunakan PBB terdiri dari 18 digit seperti terlihat pada Gambar I.1.
1
2
X X
3
4
X X
5
6
7
X X X
8
9 10
11 12 13
14 15 16 17
18
X X X
X X X
X X X X
X
Gambar I.1. Struktur Nomor Objek Pajak PBB Adapun arti dari kode struktur NOP tersebut adalah sebagai berikut : 1– 2
: Kode Propinsi
3–4
: Kode Dati2/Kabupaten/Kotamadya
5–7
: Kode Kecamatan
8 – 10
: Kode Desa/Kelurahan
11 – 13
: Kode Blok
14 – 17
: Nomor Urut dalam blok
18
: Kode khusus
I.6.1.4. Blok. Blok ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokkan bidang tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen (Supardi, 2002). Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang terjadi
6
pada sistem identifikasi dapat menyulitkan pelaksanaan administrasi. Alasan kestabilan ini yang menyebabkan RT/RW atau sejenisnya yang cenderung mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek pajak yang bersifat permanen dalam jangka panjang. Sehingga apabila RT/RW atau sejenisnya dimasukkan sebagai bagian dari NOP/blok
dapat
menyebabkan NOP/blok tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk identifikasi objek pajak. Oleh karena itu penetapan definisi serta pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen. Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis permanen yang ada seperti jalan bebas hambatan, jalan lokal, jalan kampung/desa, jalan setapak, rel kereta api, saluran irigasi, sungai, saluran buangan air hujan (drainage), dan lain-lain. Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas desa/kelurahan dan dusun. Batas lingkungan dan RT/RW atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan terdiri atas satu RT/RW atau sejenisnya atau lebih. Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang 200 objek pajak atau luas sekitar 15 ha. Hal ini untuk memudahkan kontrol atau pekerjaan pendataan di lapangan dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk menciptakan blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin kestabilannya. Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di dalam basis data.
7
I.6.1.5. Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR). Zona Nilai Tanah sebagai komponen utama untuk identifikasi nilai objek pajak bumi mempunyai satu permasalahan yang mendasar, yaitu kesulitan dalam menentukan batasnya karena pada umumnya bersifat imajiner. Oleh karena itu secara teknis, penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan/pemilikan atas bidang objek pajak. Persyaratan lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan nilai tanah antar zona. Perbedaan tersebut dapat bervariasi misalnya 10% (sepuluh persen). Namun pada praktiknya penentuan suatu ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data pendukung (data pasar) yang dianggap layak untuk mewakili nilai tanah atas objek pajak yang ada pada ZNT yang bersangkutan. Penentuan nilai jual bumi sebagai dasar pengenaan PBB cenderung didasarkan kepada pendekatan data pasar. Oleh karena itu, keseimbangan antar zona yang berbatasan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan mulai dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat tertinggi perlu diperhatikan. Salah satu hal terpenting adalah pemberian kode untuk setiap ZNT. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan menentukan letak relatif objek pajak di lapangan maupun untuk kepentingan lainnya dalam pengenaan PBB. Setiap ZNT diberi kode dengan menggunakan kombinasi dua huruf dimulai dari AA sampai dengan ZZ. Aturan pemberian kode pada peta ZNT mengikuti pemberian nomor blok pada peta desa/kelurahan atau NOP pada peta blok (secara spiral). Nilai tanah per m2 untuk tiap ZNT tersebut merupakan rata-rata dari nilai tanah per m2 tiap bidang tanah. Rata-rata nilai pasar tanah per m2 dari semua bidang tanah yang dikelompokkan tersebut kemudian disebut dengan NIR (Supardi, 2002). Dengan kata lain, NIR adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah. ZNT tersebut digambarkan dalam peta yang disebut peta ZNT. Dengan demikian, semua bidang tanah yang dikelompokkan menjadi 1 (satu) ZNT akan memiliki 1 (satu) NIR. Setiap ZNT akan diberi kode tertentu. Contoh daftar kode Zona Nilai Tanah (ZNT), Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) bumi, Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) bangunan,
8
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi (per m2), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan (per m2), kelas bumi, dan kelas bangunan untuk wilayah proyek, dalam hal ini Desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada lampiran 4.
I.6.1.6. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1994, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pengganti. Menurut Supardi, 2002, NJOP ditetapkan dengan 3 (tiga) alternatif cara yaitu : 1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu dengan cara membandingkan dengan harga jual yang wajar objek tanah dan/atau bangunan lain yang mirip atau sejenis, kemudian dilakukan penyesuaian; 2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan atau metode penentuan NJOP dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut; 3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan atau penentuan NJOP yang berdasarkan pada perkiraan pendapatan per tahun yang bisa diperoleh dari suatu objek kemudian ditaksir nilainya. Contohnya adalah pendapatan per tahun dari hasil sewa, hasil panen, dan lain-lain.
I.6.1.7. Dasar Perhitungan dan Cara Menghitung PBB I.6.1.7.1. Dasar Perhitungan PBB. Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Berdasarkan UU No.12 Tahun 1994 , NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan
9
bahwa untuk objek pajak dengan nilai satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya sebesar 20% dari NJOP.
I.6.1.7.2. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak kena pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOTKP minimum sebesar Rp 12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional. Pada proyek ini dengan pemilihan suatu wilayah yang diambil di daerah Kabupaten Kuningan Jawa Barat telah ditetapkan NJOPTKP nya adalah sebesar Rp 6.000.000,00 per tahun. Namun demikian, apabila dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Terhutang nilai NJOP dari bumi maupun bangunan tidak lebih dari Rp 6 juta maka, NJOPTKP nya telah ditentukan sebesar Rp 10.000,00.
I.6.1.7.3. Cara Menghitung PBB. Besarnya PBB terutang menurut UU No.12 Tahun 1994 dapat dihitung dengan menggunakan formula :
…………………………………………………….I.1
…………………………………….I.2
(
………………………..………….I.3 ……………………………………………………..I.4
Contoh menghitung PBB terutang :
10
Misalnya seorang wajib pajak bernama Hasan mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di daerah Desa Manis Kidul Kabupaten Kuningan Jawa Barat dengan nilai sebagai berikut : Nilai Jual Objek Pajak (Bumi)
=Rp80 juta
Nilai Jual Objek Pajak (Bangunan)
=Rp 50 juta
Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
=Rp 6 juta
Perhitungan PBB Terhutang adalah sebagai berikut : NJOP Bumi
Rp 80 juta
NJOP Bangunan
Rp 50 juta (+)
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak
Rp 130 juta
NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Rp
NJOP untuk Penghitungan Pajak
Rp 124 juta
Nilai Jual Kena Pajak 20%
Rp 24,8 juta
PBB terutang (tarif 0.5%)
Rp 124 ribu
6 juta (-)
Jadi, besarnya PBB yang harus dibayar oleh seorang wajib pajak yang bernama Hasan pada contoh di atas adalah sebesar Rp 124.000.
I.6.1.8. SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). Tata cara dan mekanisme dalam memahami pendaftaran dan pendataan objek dan subjek PBB sudah teruji efektif dan efesiensi. Pendaftaran objek pajak PBB adalah kegiatan subjek pajak untuk mendaftarkan objek pajaknya dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Subjek pajak tersebut adalah mereka (orang atau badan) yang mempunyai, memperoleh, memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Formulir SPOP diisi sesuai dengan ketentuan sebagai berikut ( UU No.12 Tahun 1994) : 1. Jelas, maksudnya adalah bahwa penulisan data yang diminta dalam SPOP harus dinyatakan dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat
11
merugikan negara atau wajib pajak sendiri; 2. Benar, artinya data yang dilaporkan/dituliskan dalam SPOP harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; 3. Lengkap, artinya bahwa semua kolom dalam SPOP, baik yang menyangkut subjek pajak/wajib pajak maupun data tanah atau bangunan harus diisi sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kemudian SPOP tersebut harus diberi tanggal pengisian SPOP dan ditandatangani oleh wajib pajak. Wajib pajak yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar mencantumkan NPWP dalam kolom yang tersedia dalam SPOP; 4. Tepat waktu, artinya SPOP yang sudah diisi oleh wajib pajak dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani harus dikembalikan selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh wajib pajak. 5. Apabila seorang wajib pajak karena sesuatu hal menyerahkan pengisian SPOP-nya kepada orang lain, maka wajib pajak tersebut harus memberikan kuasa kepada orang dimaksud dengan membuatkan surat kuasa di atas materai. SPOP merupakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). SPOP terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian muka dan bagian belakang. Bagian muka dari SPOP antara lain memuat jenis transaksi, NOP, NOP bersama, informasi tambahan untuk data baru, data letak objek pajak, data subjek pajak, dan data tanah. Bagian muka pada SPOP dapat dilihat pada Gambar I.2. dan bagian belakang dapat dilihat pada Gambar I.3.
1.6.1.9. LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak). LSPOP merupakan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang terdiri dari bagian muka dan belakang. Bagian muka dari LSPOP tersebut pada umumnya memuat jenis transaksi, NOP, rincian data bangunan, dan fasilitas. Sedangkan untuk bagian belakang LSPOP pada umumnya terdiri dari data tambahan untuk jenis penggunaan bangunan, data tambahan untuk bangunan non standar, penilaian individual, dan identitas pendata dan pejabat yang berwenang, dapat dilihat pada Gambar I.4.
12
Gambar I.2. Bagian muka SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak)
13
Gambar I.3. Bagian Belakang Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
14
Gambar I.4. Formulir Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP)
1.6.1.10. SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak (Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan). SPPT yang diterbitkan atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dapat dilihat pada Gambar I.5. SPPT ini diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada DJP. Fungsi dari penerbitan SPPT
15
adalah sebagai berikut ini : 1. Sebagai dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 2. Sebagai bukti terdaftarnya objek pajak pada administrasi perpajakan melalui identitas Nomor Objek Pajak (NOP); 3. Sebagai dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP); 4. Untuk kelengkapan administrasi perpajakan lainnya; 5. Sarana pemenuhan kewajiban pelunasan/pembayaran PBB terhutang.
Gambar I.5. Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
Pajak yang terhutang berdasar SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Contoh : Seorang wajib pajak menerima SPPT tanggal 1-3-2000, maka selambat-lambatnya tanggal 31-8-2000 harus sudah melunasi PBB. Tanggal 31-8-2000 disebut sebagai tanggal jatuh tempo SPPT.
16
I.6.2. Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian yang baku mengenai Sistem Informasi Geografis (SIG) sampai dengan saat ini masih belum dapat ditentukan. Hal tersebut disebabkan karena Sistem Informasi Geografis merupakan suatu bidang ilmu yang masih berkembang, menarik beberapa ahli dari berbagai bidang ilmu untuk mempelajarinya, sehingga mereka membuat definisi tentang Sistem Informasi Geografis yang berbeda-beda pula sesuai dengan sudut pandang bidang keilmuan mereka masing-masing. Menurut Maguire dan Goodchild (1994), Sistem Informasi Geografis dapat digambarkan sebagai suatu koleksi yang terintegrasi dari perangkat keras, perangkat lunak, data yang dioperasikan sesuai dengan konteks dan institusi yang menggunakan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, men-update, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI, 1990). Menurut Burrough and McDonnell (1998), Sistem Informasi Geografis merupakan seperangkat alat
untuk
mengoleksi,
menyimpan,
mengambil
kembali,
transformasi,
dan
menampilkan data keruangan permukaan bumi yang digunakan untuk tujuan tertentu. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi berbasis komputer yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengintegrasikan, dan menyajikan informasi geografis berikut atribut-atributnya.
1.6.2.1. Data dan organisasi data Sistem Informasi Geografis. Data Sistem Informasi Geografis dapat dipahami dalam hubungannya dengan deskripsi geometrik dan karakteristik yang menerangkan data tersebut. Data dalam Sistem Informasi Geografis akan menghasilkan suatu informasi yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi (real world). Menurut Aronoff (1989), jenis data geografis dalam Sistem Informasi Geografis terdiri dari :
17
1.
Data spasial yaitu data grafis yang berkaitan dengan lokasi, posisi dan area pada suatu sistem koordinat tertentu.
2.
Data atribut yaitu data yang menggambarkan karakteristik atau deskripsi data spasialnya.
3.
Hubungan antar data spasial (spatial relationship).
4.
Waktu.
1.6.2.2. Konsep Layer . Suatu layer terdiri atas sekelompok hubungan logika feature geografis dengan atributnya. Feature-feature tersebut dikelompokkan dalam suatu layer tunggal yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan penggunaannya. Prinsip organisasi layer yaitu dengan mengelompokkan feature yang sama atau mirip tipenya. Contohnya data diorganisasikan berdasarkan tema-tema, yaitu tipe feature yang ditampilkan, seperti jalan raya dan rel kereta api dikelompokkan dalam layer transportasi. Saluran air, sungai, dan danau sebagai layer data hidrografi. Organisasi data layer akan juga tergantung pada batasan-batasan yang terdapat pada software SIG yang digunakan. Hal yang perlu dilakukan adalah menyimpan feature titik, garis, dan luasan dalam suatu layer yang terpisah (Aronoff,1989). Pemisahan informasi dengan konsep layer mempunyai arti yang besar dalam pengelolaan basis data spasial, yaitu : 1.
Membantu dalam mengorganisasikan feature yang berelasi.
2.
Memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta, karena biasanya tersedia sumber data yang berbeda untuk layer.
3.
Menyederhanakan tampilan peta, karena feature yang berelasi mudah digambarkan diberi label (ID) dan disimbolkan.
4.
Mempermudah proses analisis spasial.
1.6.2.3. Model Data. Dalam Sistem Informasi Geografis dikenal dua jenis model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor (Prahasta, 2002) :
18
1.
Model data raster Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (sudut grid, di pusat grid, atau di tempat lainnya). Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi.
2.
Model data vektor Model data vektor menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial data dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model dalam vektor, didefinisikan oleh sistem kordinat kartesian dua dimensi (x,y).
I.6.3. Sistem Basis Data I.6.3.1. Pengertian data, basis data dan sistem basis data. Data adalah fakta mengenai objek, orang, dan lain-lain. Data dinyatakan dengan nilai (angka, deretan karakter atau simbol). Basis data adalah kumpulan data tentang suatu benda atau kejadian yang saling berhubungan satu sama lain. Basis data dapat diproses atau diolah secara manual atau dengan bantuan komputer. Basis data dengan menggunakan komputer dapat dikelola dengan baik oleh sekumpulan program aplikasi atau oleh Sistem Manajemen Basis Data (SMBD). Sistem Manajemen Basis Data adalah sistem perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan pemrosesan dalam hal pendefinisian, penyusunan dan manipulasi basis data. Gabungan antara basis data dan perangkat lunak SMBD termasuk di dalamnya program aplikasi yang dibuat dan bekerja dalam suatu sistem dinamakan Sistem Basis Data (Waljiyanto, 2000).
19
I.6.3.2. Model data dalam basis data. Model data merupakan konsep yang digunakan untuk membuat deskripsi struktur basis data. Model data dalam basis data dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan konsep pembuatan deskripsi struktur basis data, yaitu model konsepsual (tingkat tinggi), model fisikal (tingkat rendah) dan model implementasi. Model konsepsual menjelaskan bagaimana pengguna basis data memandang data. Dalam model konsepsual digunakan konsep entiti, atribut dan hubungan. Entiti merupakan penyajian objek, kejadian atau konsep dunia nyata yang keberadaannya secara implisit didefinisikan dan disimpan dalam basis data. Atribut merupakan keterangan-keterangan yang dimiliki oleh suatu entiti. Hubungan merupakan interaksi antar entiti satu dengan entiti lainnya (Waljiyanto, 2000). Model fisikal menjelaskan bagaimana data disimpan di dalam komputer dan model implementasi menjelaskan bagaimana data disimpan di dalam komputer dengan menyembunyikan sebagian deskripsi data sehingga para pemakai data mendapat gambaran global bagaimana data disimpan dalam komputer. Model data implementasi yang sangat sering dan banyak digunakan di dalam SIG adalah model relasional. Model data relasional tidak memiliki herarkhi atau jenjang dalam medan rekaman data, dan setiap medan data dapat dijadikan kunci data. Data rekaman disusun dari nilai yang berhubungan yang disebut baris. Baris-baris ini akan tersusun membentuk satu tabel, yang biasanya tersimpan dalam satu berkas. Tabel-tabel ini secara keseluruhan merupakan penyajian dari data atribut yang saling berhubungan antara tabel yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh suatu identitas atau atribut tertentu. Keuntungan menggunakan model data relasional dibandingkan dengan model data herarkhi dan jaringan adalah sebagai berikut (Waljiyanto, 2000) : 1. Model data relasional lebih luwes dibandingkan yang lain. Nilai data dalam tabel tidak ada pembatasan dalam berbagai proses pencarian data.
20
2. Model data relasional mempunyai latar belakang teori matematik. Hal ini akan memudahkan dalam pembentukan hubungan matematis sebagai dasar dalam prosedur pemrosesan data disamping pemograman komputer. 3. Pengorganisasian model relasional sangat sederhana, sehingga mudah dipahami. 4. Basis data yang sama biasanya dapat disajikan dengan lebih sedikit terjadi data rangkap (redundancy data) dengan menggunakan model relasional dibandingkan dengan model data herarkhi dan jaringan.
Model data relasional juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain : 1. Lebih sulit dalam implemetasinya terutama untuk data dalam jumlah besar dan tingkat kompleksitasnya tinggi. 2. Proses pencarian informasi lebih lambat, hal ini disebabkan karena beberapa tabel tidak dihubungkan secara fisik (seperti pada model herarkhi atau jaringan). Manipulasi data yang menggunakan beberapa tabel akan memerlukan waktu yang lama, karena tabel-tabel harus dihubungkan terlebih dahulu.
I.6.3.3. Pemodelan data dalam basis data. Penyusunan basis data selalu didahului dengan pekerjaan pemodelan data. Pendekatan pemodelan data dapat dilakukan dengan identifikasi atribut dari realita yang akan disusun dalam basis data yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun kombinasi dari atribut-atribut yang telah dipilih ke dalam bentuk tabel-tabel normal. Cara ini disebut dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up approach), karena penyusunan basis data dimulai dari data dasar yaitu berupa atribut. Sedangkan pendekatan dari atas ke bawah (top-down approach), merupakan pendekatan yang didahului dengan pengidentifikasian entiti yang mungkin digunakan kemudian penentuan atribut setiap entiti, serta penetuan hubungan (relationship) antar entiti (Waljiyanto, 2000).
21
I.6.3.4. Pemodelan hubungan antar entiti. Untuk menggambarkan terjadinya hubungan antar entiti digunakan diagram hubungan antar entiti (entity relationship diagram) yang biasa disingkat dengan E-R diagram. Gambar I.6. merupakan contoh diagram hubungan antar entiti. Notasi yang digunakan untuk menggambarkan E-R diagram adalah sebagai berikut : a.
Segiempat untuk menggambarkan entiti,
b.
Diamon untuk menggambarkan hubungan,
c.
Elips atau lingkaran untuk menggambarkan atribut. Subjek_Pajak_Id Subjek_Pajak_Id
Nama Nama
Wajib Wajib Pajak Pajak
D_NOP D_NOP
memiliki memiliki
Luas Luas
Bidang Bidang Tanah Tanah
Gambar I.6. Diagram hubungan antar entiti
Hubungan antar entiti akan menyangkut dua komponen yang menyatakan jalinan ikatan yang terjadi, yaitu dengan derajat hubungan dan partisipasi hubungan. Derajat hubungan menyatakan jumlah anggota entiti yang terlibat di dalam ikatan yang terjadi. Dalam hal ini ikatan yang terjadi akan membentuk instan hubungan. Jika entiti P mempunyai sejumlah anggota dan entiti Q juga mempunyai anggota, pasangan antara anggota entity P dan Q dapat dilakukan sesuai dengan derajat hubungannya, yaitu 1 : 1 (satu-satu), 1 : m (satu-banyak), m : n (banyak-banyak). a. Derajat hubungan 1 : 1 Tiap anggota P hanya boleh berpasangan dengan satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q juga hanya boleh berpasangan dengan satu anggota P. Contoh E-R diagram 1 : 1 dan jenis instan hubungan dapat dilihat pada Gambar I.7. 1 1
1 1
P P
Q Q
berpasangan berpasangan p1 p1
q1 q1
p2 p2
q2 q2
p3 p3
q3 q3
Gambar I.7. E-R diagram 1 : 1 dan jenis instan hubungan
22
b. Derajat hubungan 1 : banyak Gambar I.8. merupakan contoh E-R diagram yang menunjukkan tiap anggota P boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q hanya boleh berpasangan dengan satu anggota P. 1 1
m m
P P
Q Q
berpasangan berpasangan
p1 p1
q1 q1
p2 p2
q2 q2
p3 p3
q3 q3
Gambar I.8. E-R diagram 1 : m dan jenis instan hubungan c. Derajat hubungan banyak : banyak Tiap anggota P boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota P. Gambar E-R diagram hubungan m : n dapat dilihat pada gambar I.9. m m
n n
P P
Q Q
berpasangan berpasangan p1 p1
q1 q1
p2 p2
q2 q2
p3 p3
q3 q3
Gambar I.9. E-R diagram m : n dan jenis instan hubungan
Sedangkan partisipasi hubungan menyatakan sifat keterlibatan tiap anggota entiti dalam ikatan terjadinya hubungan. Partisipasi tiap anggota entiti dalam membentuk instan hubungan dapat bersifat wajib dan tidak wajib. Partisipasi yang bersifat wajib dinyatakan dengan garis lurus (
) dan partisipasi yang bersifat tidak wajib
dinyatakan dengan garis putus-putus ( -------------- ) (Waljiyanto, 2000). Dalam menyusun tabel entity harus memperhatikan derajat dan partisipasi hubungan antar entiti yang terjadi, representasi hubungannya adalah sebagai berikut :
23
a. Representasi hubungan 1 : 1 1. Jika partisipasi wajib pada kedua sisi, dua entiti tersebut seharusnya disusun menjadi satu tabel; 2. Jika partisipasi wajib pada salah satu sisi, tetap dua tabel dengan mengirimkan identitas entiti dengan partisipasi tidak wajib menjadi identitas tamu pada entiti dengan partisipasi wajib; 3. Jika partisipasi tidak wajib pada kedua sisi, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal. b. Representasi hubungan 1 : m 1. Jika partisipasi wajib terjadi pada sisi banyak, tetap dua tabel dengan mengirimkan identitas entiti pada satu sisi menjadi identitas tamu pada entiti yang berada pada sisi banyak; 2. Jika partisipasi tidak wajib terjadi pada sisi banyak, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal. c. Representasi hubungan m : n Apapun jenis partisipasinya pada kedua sisi, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal.
I.6.4. Perangkat Lunak MapInfo MapInfo merupakan suatu perangkat lunak yang dirancang khusus untuk pemetaan yang memungkinkan kemampuan dalam menampilkan dan menganalisis data geografis atau bekerja pada data spasial. Sistem menu pada MapInfo ditujukan dengan menu daftar perintah yang memudahkan pengguna dalam melakukan analisis. MapInfo dioperasikan dalam operating system windows ataupun DOS. Data spasial atau grafis disimpan dengan menggunakan layer. Setiap layer memiliki satu jenis data dari basis data atau mempunyai suatu identifikasi untuk menghubungkan data spasial dan data atribut. Layer ini dapat diaktifkan dan dinonaktifkan sehingga dapat diperoleh jenis informasi yang
24
diperlukan saja atau dapat ditampilkan dengan mengkombinasikan antar layer sesuai dengan keinginan pengguna dengan jalan melakukan analisis overlay (tumpang susun) antar layer tersebut. Salah satu perangkat lunak SIG adalah MapInfo yang juga merupakan sistem pengolahan basis data (Database Management System). MapInfo juga mempunyai kemampuan untuk melakukan pengintegrasian data atribut dan data spasial, sehingga akan dapat membantu dalam pencarian data geografis beserta seluruh atribut yang melekat pada data geografis. MapInfo memiliki fasilitas sistem manajemen basis data, sehingga memungkinkan untuk pengaturan, pemrosesan, pengaksesan basis data. Oleh karenanya perangkat lunak ini mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan data atribut dan data geografis. (Prahasta, 2002).
I.6.4.1. Struktur Data MapInfo. Data MapInfo dikelola dan disimpan dalam bentuk tabel. Setiap tabel menggambarkan satu jenis data, misalnya data subjek pajak, data bangunan, penggunaan lahan, dan lain-lain. Data MapInfo terdiri dari 2 bagian, yaitu data grafis yang menyimpan objek gambar (area, garis, titik label, dll) dan data tabular atau atribut (database yang menyimpan nilai dari data grafis tersebut) (Prahasta, 2002). a. Data Grafis Secara garis besar MapInfo membagi data grafis menjadi 3 bagian, yaotu titi (point), garis (line/polyline) dan area (region/poligon). Objek titik hanya terdiri dari satu pasangan koordinat x, y sedangkan garis terdiri dari posisi x,y awal dan x,y akhir. Sementara objek area terdiri dari beberapa pasangan x,y. b. Data Tabular Data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis yang diterangkan. Data ini biasanya berbentuk tabel terdiri dari kolom dan baris. Kolom menyatakan jenis data (field), sedangkan baris adalah detail datanya (record). Secara umum ada 4 tipe data tabular, yaitu karakter, numeric, tanggal dan logika.
25
I.6.4.2. Menampilkan Data. Sebelum data dianalisis, dibuat layout dan dicetak, data perlu diaktifkan dan ditampilkan di layar monitor lebih dahulu untuk dilihat jenis, alurasi dan validitas data. (Prahasta, 2002). a.
Mengatur Letak Data Untuk memudahkan menajemen data, sebaiknya data MapInfo ditempatkan pada direktori/folder tertentu, biasanya di bawah folder pemogramannya (MapInfo). Untuk mengubah setting letak data digunakan menu Options/Preferences.
b.
Membuka Tabel Data tersimpan dalam tabel. Untuk selanjutnya kata tabel akan digunakan secara bergantian dengan peta dan layer yang mengacu pada satu arti, yaitu data MapInfo. Untuk menampilkan data berarti harus membuka tabel, dengan memilih menu File/Open. Apabila telah mengatur letak tabel, maka MapInfo akan menampilkan semua file table yang ada pada Table Directory.
c.
Window Peta, Browser dan Grafik Window Peta, Browser dan Grafik masing-masing untuk menampilkan data grafis (peta), data tabular dan grafik (graph). Data grafis (peta) dan data tabular selalu terkoneksi. Apabila memilih atau menandai salah satu feature atau objek di peta, maka data tabular secara otomatis akan ditandai pada record yang bersesuaian. Sebaliknya jika memilih satu atau beberapa record pada data tabular, data grafis juga ikut tertandai.
d.
Info tool Info tool adalah sarana yang disediakan oleh MapInfo untuk menampilkan data tabular dari suatu objek yang ditunjuk.
e.
Menyimpan Workspace Apabila dilakukan penyimpanan Workspace, MapInfo akan mencatat tabel yang terbuka, model dan posisi tampilan, sistem koordinat, dan lain-lain. File workspace dibuka dengan perintah File/Open, maka tabel secara otomatis akan
26
dibuka dan model tampilan akan disesuaikan dengan kondisi pada saat penyimpanan. File workspace sebenarnya adalah teks file yang akan berisikan kumpulan perintah MapBasic.
I.6.5. Perangkat Lunak MapBasic MapBasic merupakan sebuah lingkungan pengembangan (program aplikasi yang berukuran tidak begitu besar) yang berisi sebuah text editor, compiler, linker dan online help. Tool ini merupakan salah satu produk MapInfo Corp. yang tidak termasuk ke dalam paket standar MapInfo professional. Terdapat beberapa alasan mengapa pengguna juga memakai MapBasic di dalam (pengembangan) aplikasinya, diantaranya adalah : a. Lingkungan
pengembangan
MapInfo
telah
menyediakan
begitu
banyak
fungsionalitas beserta segala bentuk user interface-nya (button, tool, menu, kotak dialog, dan lain-lain), sementara kebutuhan pengguna sudah cukup sfesifik (tertentu dan sesuai dengan bidangnya); b. Fungsionalitas beserta segala bentuk user interface yang disediakan oleh MapInfo dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan SIG secara umum, dan tidak untuk tipe atau jenis kelompok pengguna tertentu; c. MapInfo menyediakan banyak fungsi (spatial-related) yang disertai dengan sejumlah parameter yang dapat digunakan secara spesifik oleh penggunanya; d. Tidak semua fungsi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat disediakan oleh MapInfo; e. Pekerjaan yang sama dan berulang jika dikerjakan oleh pihak-pihak yang berlainan manual. Secara umum, lingkungan pengembangan (MapInfo) MapBasic memiliki kemampuan-kemampuan seperti berikut : a. Penyediaan User Interface Seiring dengan popularitas perangkat lunak aplikasi pemetaan dan SIG yang semakin besar dan luas di berbagai organisasi, kebutuhan-kebutuhan untuk
27
membangun aplikasi sejenis yang bersifat custom telah meningkat tajam. Programprogram aplikasi dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan setiap penggunanya ini menyediakan features yang unggul di dalam. b. Kemampuan Integrasi dengan Program Aplikasi Lainnya c. Memperluas Fungsionalitas MapInfo Tidak seperti bahasa pemograman script perangkat lunak SIG yang lain (terkadang berorientasi objek), MapBasic merupakan bahasa pemograman struktural, eventdriven,dan compilable di lingkungan MapInfo professional.
I.6.5.1. Elemen-elemen dasar dalam pemograman MapBasic. Program aplikasi yang merupakan komplemen penting MapInfo memiliki beberapa elemen dasar yang membentuknya. I.6.5.1.1. Variabel. Pendefinisian atau pendeklarasian sebuah nilai ke dalam sebuah variabel di dalam MapBasic mengharuskan terlebih dahu pengguna untuk mendaftarkan variabel-variabel yang akan digunakan. Deklarasi ini mencakup nama-nama berikut tipe-tipe variabel tersebut. Untuk mendefinisikan variabel lokal, MapBasic menyediakan keyword “Dim”. Dengan demikian, pengguna harus memakai keyword ini setiap mendefinisikan variabel yang diperlukan. Setiap variabel dapat didefinisikan tersendiri (satu “Dim” : lebih dari satu nama variabel) dengan beberapa variabel lainnya secara bersamaan. Berikut adalah contoh pendefinisian variabel dalam MapBasic yang dijelaskan dalam Gambar I.10. ‘Cara penulisannya : dim NamaVariabel as TipeVariabel ‘Cara penulisannya : dim NamaVariabel1, NamaVariabel2 as TipeVariabel dim persil,tanggal1,tanggal2,nip1,nip2 as string dim liststatus1 as string dim listpekerjaan1 as string dim listtransaksi1 as string dim listjenisbumi1 as string dim listjenistanah1 as string
Gambar I.10. Pendefinisian Variabel I.6.5.1.2. Tipe(data ) Variabel.
28
Tipe data yang tersedia dalam MapBasic antara lain (Prahasta,2005) : 1. SmallInt
: data 2 bytes bilangan bulat dengan interval nilai -32,767 sampai
+32,767 2. Integer
:data 4 bytes bilangan bulat dengan interval nilai antara -2,147,483,647
sampai +2,147,483,647 3. Float
: data 8 bytes format IEEE bilangan real.
4. String
: data karakter dengan panjang maksimal PanjangStr (maksimal hingga
32,767 bytes). 5. Logical
: data 1 byte, TRUE (nilai≠0) atau FALSE (nilai=0).
6. Date
: data 4 bytes , 2 bytes untuk menyimpan data tahun, 1
byte untuk
bulan, dan 1 byte untuk hari (tanggal). 7. Object
: tipe data yang digunakan untuk menyimpan variabel
yang bersifat grafis (point, region, line, polyline, arc, rectangle,
objek-objek rounded,
rectangle, ellipse, text atau frame). 8. Alias : khusus untuk menanyakan atau menentukan nama field. 9. Pen
: Setting untuk style pen (line).
10. Brush
: Setting untuk style brush (line).
11. Font
: Setting untuk style font (text).
12. Symbol
: Setting untuk style symbol (point marker).
I.6.5.1.3. Kotak Dialog (Dialog Box). Pembuatan kotak dialog (custom) merupakan tahap penting di dalam membangun suatu program aplikasi (dimana SIG termasuk di dalamnya). Kotak dialog merupakan elemen interface terpenting yang dapat memfasilitasi proses interaksi antara pengguna aplikasi dengan MapInfo. Untuk memunculkan kotak dialog, pengguna perlu melibatkan keyword “Dialog”. Penulisan baris-baris kode custom dialog pada umumnya juga disertai dengan penulisan beberapa clause control yang menyertainya. Beberapa jenis clause control (dengan berbagai karakter khasnya) antara lain : 1. Clause control untuk button
29
2. Clause control untuk picker 3. Clause control untuk checkbox 4. Clause control untuk edittext 5. Clause control untuk groupbox 6. Clause control untuk listbox dan multi-listbox 7. Clause control untuk popupmenu 8. Clause control untuk radiogroup 9. Clause control untuk statictext
I.6.5.2. Fungsi dan prosedur di dalam pemograman MapBasic. Prosedur merupakan sekumpulan baris-baris kode (instruksi) yang kemudian diberi nama tersendiri (terkadang memiliki parameter) dengan tipe data tertentu) dan akan menghasilkan status yang terdefinisikan. Untuk mendefinisikan suatu prosedur, pengguna dapat menuliskannya seperti pada gambar I.11. contoh skema dan program MapBasic berikut ini : Declare sub Hallo (Msg as string) Sub Hallo Note Msg End sub Dim pesan as string Pesan = “hallo,mapbasic” Call Hallo (Pesan)
Gambar I.11. Tampilan pemanggilan prosedur sederhana Keterangan
:
1. Baris kode “Declare sub Hallo” berfungsi untuk mendeklarasikan prototipe yang akan diimplementasikan kemudian (di bawahnya). 2. Baris kode “sub Hallo sampai end sub” digunakan untuk mengimplementasikan prosedur yang telah dideklarasikan sebelumnya. 3. Baris kode “Call Hallo” digunakan untuk memanggil prosedur yang bersangkutan.