Bab I Pendahuluan
I.1
Latar Belakang
Gula merupakan salah satu sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan.
Pentingnya gula bagi masyarakat di Indonesia tercermin pada
kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa gula pasir adalah salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan rakyat banyak (Hartono, 2002).
Sebagai
konsekuensinya, pemerintah harus mengupayakan ketersediaan pasokan gula yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan permintaan masyarakat. Pada kenyataannya masih terjadi ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan permintaan dalam suatu wilayah dan atau antarwilayah. Ketidakseimbangan ditunjukkan oleh adanya surplus pasokan (excess supply), yaitu kuantitas pasokan melebihi kuantitas permintaan. Ketidakseimbangan juga dapat ditunjukkan oleh adanya defisit pasokan (excess demand), yaitu kuantitas permintaan melebihi kuantitas pasokan. Pemerintah harus mengusahakan terjadinya keseimbangan pasokan-permintaan sehingga harga komoditas gula pasir akan stabil dalam suatu negara.
Menurut teori keseimbangan pasokan-permintaan, jika terjadi surplus pasokan maka harga akan jatuh. Produsen (petani) akan mengalami kerugian akibat jatuhnya harga ini. Pemerintah mengatasi ketidakseimbangan ini dengan membeli surplus pasokan tersebut dari produsen dan menetapkan harga batas minimum (price band). Pembelian pemerintah tersebut akan menyebabkan kuantitas pasokan di pasar berkurang sehingga mencapai keseimbangan dengan permintaan, dan harga akan naik.
Jika terjadi defisit pasokan maka harga akan meningkat.
Konsumen
(masyarakat) akan mengalami kerugian akibat naiknya harga ini.
Pemerintah
mengatasi ketidakseimbangan ini dengan menjual komoditas gula pasir sebesar defisit pasokan di pasar, dan menetapkan harga batas maksimum (price band). Penjualan oleh pemerintah ini akan menyebabkan kuantitas pasokan di pasar bertambah sehingga mencapai keseimbangan dengan permintaan, dan harga akan turun.
1
Keseimbangan pasokan-permintaan dapat juga terjadi secara alamiah akibat terjadinya aliran komoditas (inter regional trade flows). mengalami surplus, defisit, dan
Adanya wilayah yang
perbedaan harga antarwilayah memungkinkan
terjadinya aliran komoditas ini. Komoditas mengalir dari wilayah surplus pasokan (harga rendah) ke wilayah defisit pasokan (harga tinggi).
Terjadinya aliran
komoditas tersebut menyebabkan harga di wilayah surplus pasokan akan meningkat karena berkurangnya pasokan di pasar. Sebaliknya, harga di wilayah defisit pasokan akan turun karena bertambahnya pasokan di pasar.
Keseimbangan pasokan-permintaan yang terjadi akibat intervensi pemerintah dan aliran komoditas ini menghasilkan harga keseimbangan (harga pasar).
Harga
keseimbangan ini akan berada pada kisaran price band yang ditetapkan pemerintah. Dengan price band tersebut, pemerintah dapat mengendalikan terjadinya fluktuasi harga (price volatile) pasokan di pasar.
Beberapa penelitian telah membahas masalah aliran komoditas antarwilayah untuk mencapai keseimbangan pasokan-permintaan, serta buffer stocks untuk stabiliasasi harga pasar.
Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Samuelson (1952),
Takayama dan Judge, (1971), Nolte (2007) dan Sutopo, et al. (2008).
Nolte (2007) mengembangkan model spatial price equilibrium yang mengacu pada model Samuelson (1952) dan Takayama dan Judge (1971) dengan kriteria performansi maksimisasi net social payoff.
Model tersebut diterapkan untuk
komoditas gula pada beberapa wilayah di Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika (single commodity, multi regions) dengan 4 perlakuan skenario yaitu basis, kesepakatan WTO, liberalisasi Uni Eropa, dan liberalisasi penuh. Keluaran model Nolte (2007) adalah prediksi harga, produksi, dan permintaan di seluruh negara yang diamati sesuai dengan keempat skenario. Keseimbangan pasokan-permintaan dicapai melalui aliran komoditas antarnegara dalam bentuk ekspor-impor.
2
Sutopo, et al. (2008) mengembangkan model persediaan penyangga untuk menstabilkan harga dimana kuantitas pasokan kurang dari kuantitas permintaan secara nasional. Model ini diterapkan untuk pasar oligopoli komoditas gula pasir dalam cakupan satu negara (single commodity, single region) selama 4 perioda perencanaan (awal musim panen, akhir musim panen, awal musim tanam, dan akhir musim tanam).
Model ini membahas peran kebijakan pemerintah dalam bentuk
penentuan harga batas minimum dan maksimum
serta penentuan kuantitas stok
pemerintah untuk mengatasi ketidakseimbangan pasokan-permintaan. Dengan total kuantitas pasokan kurang dari total permintaan, pemerintah harus melakukan impor kekurangan pasokan tersebut. Keluaran model adalah penentuan harga minimum, harga maksimum, kuantitas impor, kuantitas persediaan penyangga dan kuantitas operasi pasokan pemerintah (pada perioda akhir musim panen dan akhir musim tanam).
Keseimbangan pasokan-permintaan dicapai melalui program dukungan
harga (price support program) dan program stabilisasi harga (price stabilization program) pemerintah yaitu membeli kelebihan pasokan pada saat periode akhir musim panen dan menjualnya ke masyarakat pada saat periode akhir musim tanam.
Keseimbangan pasokan-permintaan antarwilayah dimungkinkan akan terjadi karena perbedaan harga dan kuantitas antarwilayah tersebut. Aliran komoditas antarwilayah dapat terbentuk melalui 4 mekanisme.
Pertama, adanya aliran komoditas dari
wilayah surplus pasokan ke wilayah defisit pasokan. Kedua, adanya aliran komoditas dari wilayah surplus pasokan ke pemerintah (intervensi pembelian pemerintah). Ketiga, adanya impor pemerintah, karena total kuantitas pasokan kurang dari total kuantitas permintaan. Dan keempat adanya aliran komoditas dari pemerintah ke wilayah defisit pasokan (intervensi penjualan pemerintah).
Dari pembahasan penelitian terdahulu, kekurangan Model Nolte (2007) adalah tidak membahas intervensi pemerintah dalam mencapai keseimbangan tersebut sehingga stabilisasi harga bukan menjadi tujuan model. Sedangkan Sutopo, et al. (2008) tidak
3
membahas masalah aliran komoditas antarwilayah, padahal obyek kajian dalam penelitian ini memiliki karakteristik multiwilayah yang mengalami surplus, defisit, dan perbedaan harga yang menyolok. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dalam rangka
membangun
model pengendalian
keseimbangan
pasokan-permintaan
antarwilayah yang mengalami masalah ketidakseimbangan pasokan-permintaan dengan memperhatikan aliran komoditas antarwilayah.
I.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan bagaimana model pengendalian keseimbangan pasokan-permintaan komoditas gula pasir dengan memperhatikan inter regional trade flows.
I.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membangun model pengendalian keseimbangan pasokan-permintaan komoditas gula pasir untuk mengatasi masalah fluktuasi harga dan defisit pasokan dengan memperhatikan inter regional trade flows.
I.4
Batasan dan Asumsi Penelitian
Batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Batasan Penelitian i
Tidak dipertimbangkan barang substitusi (misalnya pemanis buatan) untuk komoditas gula pasir.
ii Penelitian hanya dibatasi oleh dua wilayah yaitu wilayah 1 (wilayah defisit pasokan) dan wilayah 2 (surplus pasokan). 2 Asumsi Penelitian i
Horizon perencanaan pasokan-permintaan terbagi menjadi 4 perioda (awal panen, akhir panen, awal tanam, dan akhir tanam) dan data setiap periode telah diketahui.
ii Aliran komoditas antarwilayah tidak mempertimbangkan biaya.
4
I.5
Posisi (Kontribusi Penelitian)
Posisi penelitian ini terhadap penelitian-penelitian sebelumnya dapat diuraikan berdasarkan aspek struktural (jumlah entitas pengguna), aspek fungsional (keterkaitan aktivitas antar entitas), kriteria performansi (ukuran kinerja model) dan variabel keputusan. Posisi penelitian tersebut disajikan pada Tabel I.1. Tabel I.1 Peta dan Posisi Penelitian Karakteristik Model Aspek Struktural
Nolte (2007) 2 entitas (produsen/negara, konsumen/negara)
2
Aspek Fungsional
a Negara (surpluspengekspor): ekspor komoditas ke negara defisit pasokan. b Negara (defisitpengimpor): impor komoditas dari negara surplus pasokan.
3
Kriteria Performansi Variabel Keputusan
Maksimisasi Net Social Payoff a Prediksi harga pasar dunia dan antarnegara b Prediksi kuantitas produksi c Prediksi kuantitas konsumsi
1
4
Sutopo, et al. (2008) 3 entitas (produsen, konsumen, pemerintah) a Produsen (biaya kerugian atas jatuhnya harga) b Konsumen (biaya kerugian atas lonjakan harga pasar) c Pemerintah (biaya pengadaan, penyimpanan dan operasi pasar)
Minimisasi Total Biaya a Harga batas atas b Harga batas bawah c Persediaan Penyangga
5
Usulan Penelitian (2009) 3 Entitas (produsen, konsumen, pemerintah) a Produsen (benefit atas selisih harga jual sebelum dan sesudah intervensi) b Konsumen (benefit atas selisih harga beli sebelum dan sesudah intervensi) c Pemerintah (benefit atas selisih biaya pengadaan dengan biaya operasi pasar) Maksimisasi Total benefit a Harga batas atas b Harga batas bawah c Persediaan Penyangga d Prediksi aliran komoditas antarwilayah