BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang Pelayanan panggilan gawat darurat oleh ambulans menjadi prioritas utama karena berkaitan dengan penanganan kasus gawat darurat untuk menyelamatkan pasien. Penyelamatan pasien pada keadaan gawat darurat dilakukan melalui ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure). Prosedur ABCD bertujuan untuk membuat kondisi pasien menjadi stabil terlebih dahulu sebelum dipindahkan (NCBI 2012). Penanganan tersebut perlu dilakukan secepat mungkin. Pelayanan panggilan gawat darurat sangat dipengaruhi oleh waktu. Waktu mempunyai peranan penting untuk mengetahui seberapa cepat akses ambulans terhadap kasus gawat darurat. Semakin lama rentang waktu kejadian gawat darurat dengan kedatangan ambulans maka semakin kecil peluang keselamatan pasien. Waktu respon tersebut dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perencanaan awal untuk mencapai lokasi dengan cara pembuatan peta wilayah pelayanan ambulans. Metropolitan Washington Region (Response Time Comitee 2001) menentukan waktu respon maksimal untuk ALS (Advanced Life Support) pemadam kebakaran maupun emergency medical service department sebesar 8 menit atau kurang (Sa’adah 2004). Jika dalam waktu tanggap 8 menit ambulans tidak dapat mencapai lokasi maka dapat dikatakan bahwa lokasi tersebut tidak mendapatkan jangkauan wilayah pelayanan ambulans. Masalah utama dari uraian tersebut adalah jarak. Semakin jauh jarak yang ditempuh oleh ambulans maka waktu tempuh yang dibutuhkan semakin lama. Selain itu, masalah keadaan lalu lintas dan lokasi ambulans juga menyumbang peranan dalam mempengaruhi waktu tempuh ambulans. Lokasi ambulans biasanya hanya terkumpul di lokasi sekitar rumah sakit saja sehingga tidak dapat menjangkau daerah yang tidak terdapat rumah sakit di sekitarnya.
1
Oleh karena itu, untuk mengetahui jangkauan wilayah pelayanan ambulans maka peneliti melakukan penentuan wilayah pelayanan ambulans berdasarkan jarak dan variasi waktu tempuh dari sebaran lokasi ambulans di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Data untuk melakukan analisis diolah menggunakan network analyst pada aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Informasi berupa jangkauan pelayanan disajikan dalam bentuk peta tematik. I.2. Rumusan Masalah Keadaan lalu lintas pada jaringan jalan akan mempengaruhi laju ambulans untuk mencapai lokasi. Hambatan berupa kepadatan lalu lintas, jarak dan pemberlakuan aturan one way pada jaringan jalan
akan
mempengaruhi
laju
ambulans dan menambah waktu tempuh. Hal tersebut berdampak pada jangkauan wilayah pelayanan ambulans. Selain itu, lokasi ambulans yang terkumpul di sekitar rumah sakit saja tidak dapat menjangkau lokasi lainnya. Namun demikian saat ini belum ada informasi yang menggambarkan sejauh mana jangkauan wilayah pelayanan ambulans berdasarkan waktu responnya. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disusun pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana sebaran wilayah pelayanan ambulans di Kota Yogyakarta dan sekitarnya berdasarkan satuan waktu? 2. Berapa luas jangkauan wilayah pelayanan ambulans berdasarkan waktu tempuh 5 menit dan 8 menit? I.4. Tujuan Tujuan utama kegiatan penelitian ini adalah melakukan penentuan wilayah pelayanan ambulans rumah sakit maupun klinik yang berada di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya dalam bentuk Peta Wilayah Pelayanan Ambulans. Untuk mencapai tujuan utama maka disusun tujuan spesifik sebagai berikut: 1. Memetakan lokasi rumah sakit atau klinik kesehatan yang menyediakan ambulans. 2. Menentukan pola wilayah pelayanan ambulans di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya.
2
I.5. Cakupan Penelitian Cakupan penelitian ini adalah : 1. Lokasi penelitian meliputi wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. 2. Daftar rumah sakit yang digunakan meliputi daftar rumah sakit yang terletak di wilayah Kota Yogyakarta dan beberapa rumah sakit di luar Kota Yogyakarta sebanyak 26 buah yang dihasilkan dari proses marking di lapangan dan unduh data OpenStreetMap. 3. Pengaturan one-way sebagai restriction dan profil lalu lintas melalui historical traffic data dilakukan saat pembangunan jaringan. 4. Interval waktu yang digunakan untuk menggambarkan wilayah pelayanan ambulans yaitu 5 menit dan 8 menit. 5. Kecepatan penggal jalan harian (24 jam) diambil dari kecepatan kendaraan berdasarkan kelas jalan dalam selang waktu tiap 30 menit. 6. Untuk menentukan hambatan pada Network Analysis, digunakan nilai impedance setiap penggal jalan berupa kecepatan kendaraan. Kecepatan yang digunakan yaitu kecepatan setiap penggal jalan dalam seminggu yang diambil dari nilai kecepatan rata-rata harian sesuai kelas jalan. 7. Penggal jalan belum memiliki aturan mengenai larangan belok, putar balik, dan hambatan lampu lalu lintas. 8.
Jaringan tidak bergantung pada satuan waktu ketika melakukan proses running. I.6. Manfaat
Kegiatan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai sebaran lokasi dan wilayah pelayanan rumah sakit maupun klinik di Kota Yogyakarta dan sekitarnya melalui data atribut yang terintegrasi dengan data geospasial dalam menunjang peningkatan pelayanan masyarakat. Manfaat lainnya adalah sebagai upaya pengembangan aplikasi Sistem Informasi Geografik yang merupakan salah satu bidang ilmu Geodesi. I.7. Tinjauan Pustaka Respons ambulans berkaitan dengan peluang keselamatan bagi pasien gawat darurat (Mayer 1979). Respon ambulans dengan waktu tempuh minimal akan 3
mempercepat proses penyelamatan pasien gawat darurat. Penyelamatan kepada pasien merupakan tindakan awal untuk membuat kondisi pasien menjadi stabil sebelum dipindahkan. Alat-alat penyelamatan tersebut hanya terdapat pada mobil ambulans. Oleh karena itu kebutuhan pelayanan ambulans menjadi hal yang pokok. Negara bagian Columbia menggunakan waktu tempuh maksimal ambulans maupun pemadam kebakaran yaitu 8 menit (Response Time Comitee 2001). Standar waktu tersebut dinilai telah memenuhi standar penyelamatan ALS dengan metode ABCDE (NCBI 2012). Oleh karena itu, dalam jangka waktu tersebut ambulans seharusnya dapat menjangkau wilayah pelayanan. Namun sampai saat ini, wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya sulit untuk menerapkan standar waktu tersebut karena berbagai faktor. Menurut Mayer (1979) faktor transportasi menyumbang peranan yang cukup besar dalam mempengaruhi waktu tempuh ambulans. Faktor transportasi tersebut dipengaruhi oleh hambatan berupa kepadatan lalu lintas dan jarak. Kepadatan lalu lintas akan menghambat laju ambulans dan menambah waktu tempuh sedangkan jarak akan menambah waktu tempuh. Hal ini terjadi karena semakin jauh jarak ambulans untuk mencapai lokasi maka waktu tempuh akan semakin lama. Selain faktor transportasi terdapat faktor lain yang mempengaruhi keterbatasan wilayah pelayanan ambulans yaitu terbatasnya fasilitas ambulans yang dikelola pihak rumah sakit maupun klinik kesehatan untuk menjangkau wilayah pelayanan. Emergency Medical Service (EMS) ambulans perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan untuk meningkatkan pelayanan dan memperluas jangkauan pelayanan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu informasi yang dapat menggambarkan pola wilayah pelayanan ambulans berdasarkan respon ambulans terhadap suatu area. Respon
ambulans
dapat
digambarkan
dalam
sebuah
wilayah
pelayanan
menggunakan Network Analysis ArcGIS. Menurut Rahmadhani dkk. (2013) wilayah pelayanan yang diciptakan oleh network analysis dapat membantu dalam melakukan evaluasi terhadap aksesibilitas. Wilayah pelayanan konsentris menunjukkan variasi aksesibilitas terhadap impedansi. Setelah membangun network analysis dapat dilakukan identifikasi mengenai objek yang ada dalam lingkungan wilayah pelayanan tersebut.
4
Akkay dkk. (2012) menilai pengambilan keputusan berbasis SIG
dapat
digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan transportasi. Penelitian yang dilakukan Akkay dkk. (2012) memanfaatkan network analyst pada ArcGIS untuk menentukan rute tercepat dan paling aman serta melakukan evaluasi terhadap aksesbilitas truk pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran di beberapa hutan di Turki. Rata-rata waktu tempuh truk pemadam kebakaran ditambahkan sebagai field baru untuk melakukan analisis. Waktu tempuh tersebut dihitung dari panjang ruas jalan dan rata-rata kecepatan truk pemadam kebakaran yang variasinya didapatkan dari status kelas jalan. Selain itu, ditambahkan juga data penggunaan lahan dan level kebakaran hutan untuk menggambarkan analisis aksesibilitas menjadi lebih nyata. Menurut Arianti (2013), cara kerja network analysis berdasarkan pada data atribut saat membangun dataset jaringan. Data atribut yang disusun dalam penelitian yaitu cost berupa waktu tempuh dan jarak, hierarchy untuk melakukan pemilihan jalan dan restriction berupa jalan yang dapat dilalui maupun tidak. Berdasarkan kategori tersebut, network analysis menggunakan waktu tempuh sebagai variabel utama dan variabel yang harus ada sebagai dasar. Variabel lainnya bersifat pilihan. Semakin banyak dan lengkap variabel yang dimasukkan dalam penelitian maka pemodelan akan mendekati keadaan yang lebih nyata dengan keadaan sebenarnya. Aksesibilitas pelayanan ambulans dengan network analysis kemudian digambarkan dengan membuat peta isochrones. Muryamto dan Laksono (2015) melakukan penelitian evaluasi aksesibilitas layanan rumah sakit dengan analisis jaringan berupa hitungan waktu tempuh (travel time) untuk menentukan efektifitas persebaran rumah sakit dengan menggunakan perangkat lunak open source SIG yaitu pgRouting
dan
QGIS.
Penghitungan
ulang
nilai
impedansi
dengan
mempertimbangkan sistem proyeksi, impedansi searah dan berlawanan arah berdasarkan atribut one way dan jarak tempuh yang tersedia pada OSM untuk mendapatkan hasil yang lebih nyata. Impedansi ini merupakan hambatan yang mempengaruhi waktu tempuh. Hitungan impedansi berdasarkan atribut jalan pada data OSM. Peta isochrones dibentuk dengan menghitung waktu tempuh seluruh node yang jaraknya paling dekat dengan koordinat rumah sakit. Setelah itu dilakukan generalisasi dari data titik tersebut sehingga dapat dilakukan analisis dengan data raster kepadatan penduduk. 5
I.8. Landasan Teori I.8.1. Sistem Informasi Geografis I.8.1.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis Terdapat berbagai definisi tentang SIG. Ozemoy, Smith dan Sicherman (1981) dalam Maguire, D.J (1991) mendefinisikan SIG sebagai suatu fungsi set otomatis dengan kemampuan dalam hal penyimpanan, perolehan kembali suatu informasi, manipulasi, dan memperlihatkan data letak secara geografis. SIG adalah suatu sistem komputer untuk melakukan perekaman, penyimpanan, query, analisis dan menampilkan data geospasial (Chang 2002). Kumar dan Benedict (2011) menyebutkan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan software yang menghubungkan data spasial dan data atribut sehingga didapatkan informasi geospasial. Menurut Astrini dan Oswald (2012) secara umum SIG merupakan komponen yang terdiri atas hardware, software, sumberdaya manusia dan data. Keempat komponen tersebut bekerjasama untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Penyajian data dapat dipetakan dengan sistem referensi tertentu sehingga diperoleh data spasial yang berorientasi geografis dengan nilai koordinat tertentu. Kemampuan ini yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya. I.8.1.2 Unsur-Unsur SIG Maguire (1991) menyebutkan bahwa SIG terdiri atas empat unsur dasar. Unsur dasar pada SIG yaitu computer hardware, computer software, data dan liveware/pengguna. Unsur hardware berupa computer platform termasuk komputer dengan kemampuan sedang sampai high performance. Unsur computer software merupakan berbagai perintah dan bermacam-macam fungsi untuk melakukan three basic design yaitu file processing, hybrid, dan extended design. File processing design untuk melakukan pemisahan. Set data dan fungsi disimpan sebagai file terpisah dan saling berhubungan selama operasi analitik. Hybird design merupakan fungsi untuk menyimpan data atribut dalam suatu Database Management System (DBMS). Data atribut kemudian berhubungan dengan 6
data geografis dan disimpan dalam DBMS serta menyediakan fungsi analisis geografis saat design type. Unsur penting ke tiga dalam SIG adalah data. Data merupakan sumber yang krusial. Pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data geografis sangat mahal karena membutuhkan nilai data/data volumes yang cukup besar untuk menyelesaikan suatu masalah nyata geografis. Namun dengan teknologi remote sensing satellites, program pemetaan nasional
di berbagai negara, dan kolaborasi internasional yang
bertujuan untuk membuat basis data global maka sekarang tidak ada masalah yang signifikan dari nilai data/ data volumes. Unsur SIG terakhir dan paling berarti yaitu liveware. Liveware merupakan manusia yang bertanggung jawab untuk mendesain, mengimplementasikan dan menggunakan SIG. Personil terlatih dan mempunyai skill akan mempengaruhi hasil suatu project. I.8.2. Network Analysis I.8.2.1 Network Analysis dalam SIG Network analysis menurut Korte (2001) merupakan salah satu fungsi analisis pada SIG yang berguna bagi suatu organisasi yang mengelola atau menggunakan fasilitas berdasarkan suatu jaringan seperti sistem utilitas, transmisi, dan transportasi. Sistem utilitas menggunakan network analysis untuk melakukan pemodelan dan analisa sistem distribusi dan rute pembacaan meteran. Selain itu, masyarakat perkotaan menggunakan network analysis untuk menganalisa jalur bus dan sampah, sedangkan pada bisnis biasanya fungsi ini digunakan untuk melakukan perencanaan demi mengoptimalkan pengiriman jasa dan barang. I.8.2.2 Pemodelan Network Jaringan atau network disebut jaringan murni jika hanya mempertimbangkan topologi dan konektivitasnya. Jika suatu jaringan ditandai dengan topologi dan karakteristik alirannya seperti keterbatasan kapasitas, pilihan jalan, dan fungsi biaya maka disebut jaringan aliran atau flow network yang ditunjukkan pada gambar I.1. (Fischer 2004 dalam Lwin dan Murayama 2012). Jaringan transportasi merupakan salah satu flow network yang mewakili perpindahan manusia, kendaraan maupun barang (Bell dan Iida 1997 dalam Lwin
7
dan Murayama 2012). Representasi umum dari jaringan tersebut digambarkan dalam bentuk seperangkat titik dan garis yang saling berhubungan dan memungkinkan terbentuk rute dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Contoh dari flow network yaitu seperangkat garis yang berhubungan merepresentasikan jalan kota. Elemen yang ada di jaringan tersebut berupa titik (node) dan link. Titik (node) merepresentasikan perubahan dan persimpangan dalam jaringan jalan. Link merupakan fitur linear yang terdiri dari dua atau lebih titik. Link dapat menggambarkan jalan, sungai maupun rel kereta. Link dan titik (node) disimpan dalam atribut tabel serta memiliki id yang unik seperti gambar I.1. Bentuk Fisik Jaringan (Grafik)
Basisdata Relasional (Logical Network) TITIK E
4
B
Titik (Node) 1 A
2
3
D
5 C
7
G
6
Hubungan antar titik (link)
F
8 H
Model Jaringan SIG
ID A B C D E F G
ID 1 2 3 4 5 6 7 8
X 25553.3 25604.3 25655.4 25778.4 25885.3 25698.6 25741.3
Y 8570.65 8713.85 8629.75 8704.15 8767.55 8558.52 25741.3
Jumlah link 1 1 4 3 1 3 2
... ... ... ... ... ... ... ...
DARI A B C D D G C F
LINK KE C C D E G F F H
Bobot 68 48 68 68 75 75 46 46
... ... ... ... ... ... ... ... ...
Gambar I.1 Desain konsep model jaringan SIG (diterjemahkan dari Lwin dan Murayama 2012) Lwin dan Murayama (2012) menjelaskan bahwa model data jaringan SIG berdasarkan pada teori grafis dengan ekspresi matematis untuk merepresentasikan aspek misalnya sungai, jalan, fasilitas dan lain-lain. Selain itu, model jaringan SIG 8
juga melakukan penyimpanan, pengambilan, modifikasi, analisa serta menampilkan dunia nyata dalam bentuk struktur grafis. Struktur grafis tersebut memuat topologi yang berkaitan dengan susunan node dan link yang saling berkaitan dan disimpan dalam tabel atribut sesuai gambar I.1. Tabel titik pada gambar I.1 menjelaskan bahwa setiap node memiliki link, misalnya node dengan id C memiliki 4 link yaitu link dengan nomor 1, 2, 3, dan 7. Jaringan juga dapat dikaitkan dengan bobot atau skor, misalnya pada tabel link gambar I.1. Kolom id 1 dari titik A ke C memiliki bobot 68. Bobot dapat digunakan sebagai biaya saat melintasi sebuah elemen dalam jaringan logis. Perencanaan transportasi dapat menggunakan batasan kecepatan, volume kepadatan, dan lain-lain sebagai bobot. Bobot jaringan berlaku untuk semua elemen yang ada pada jaringan. Nilai bobot masing-masing elemen berasal dari atribut yang berhubungan dengan fitur yang sesuai. I.8.2.3 Network padaArcGIS Jaringan atau network pada ArcGIS menurut Esri (2016) adalah sebuah sistem yang mempunyai elemen-elemen seperti edges (lines) dan persimpangan yang saling berhubungan (points). Elemen tersebut saling berhubungan dan merepresentasikan rute dari satu lokasi ke lokasi lainnya. ArcGIS membagi jaringan menjadi dua kategori yaitu jaringan geometrik (geometric networks) dan dataset jaringan (network dataset). ESRI (2016) menjelaskan bahwa jaringan geometrik pada ArcGIS adalah suatu jaringan yang digunakan untuk memodelkan jaringan sungai dan jaringan utilitas seperti listrik, gas, dan selokan. Jaringan tersebut mempunyai satu aliran dalam satu waktu seperti gambar I.2 (kiri). Faktor luar yang mempengaruhi aliran tersebut misalnya kekuatan gravitasi, gaya elektromagnet, tekanan air dan lain-lain. Faktor eksternal tersebut tidak dapat mempengaruhi arah mana yang akan digunakan untuk perjalanan aliran.
9
Gambar I.2 Jaringan geometri (kiri) dan dataset jaringan (kanan) yang dikategorikan oleh ArcGIS (Esri 2016) Dataset jaringan menurut ESRI (2016) sangat baik untuk memodelkan jaringan transportasi seperti jaringan jalan, pedestrian, dan kereta api. Jaringan tersebut memungkinkan memiliki dua arah aliran sesuai destinasi yang diinginkan serta ditunjukkan pada gambar I.2 (kanan). Faktor yang mempengaruhi jaringan untuk menentukan perjalanan yaitu kecepatan kendaraan yang ditentukan berdasarkan pengendara yang bersangkutan. I.8.2.4 Algoritma Dijkstra Esri (2016) menyebutkan bahwa ekstensi network analyst pada ArcGIS menggunakan Algoritma Dijkstra. Service area solver juga menggunakan algoritma Dijkstra untuk melintasi jaringan. Tujuan service area adalah mengembalikan subset dari fitur tepi yang saling terhubung dalam jaringan berdasarkan jarak atau biaya. Service area solver dapat menghasilkan garis, poligon sekitar garis, maupun keduanya. Poligon dihasilkan dari geometri di sekitar garis yang dilalui oleh service area solver ke dalam data struktur Triangulated Irregular Network (TIN). Terdapat permasalahan klasik yang ditampilkan dalam bentuk graph seperti penentuan jalur terpendek, jalur terpanjang, dan travelling salesman problem (Kai dkk 2014). Kasus pada emergency response system dibutuhkan penentuan jalur terpendek dengan mereduksi waktu tempuh sepanjang jaringan. Kai dkk (2014) menyebutkan bahwa penggunaan graph dapat digunakan sebagai pemodelan suatu objek dan hubungan antar objek. Graph dibentuk dari seperangkat simpul (set of vertices) dan seperangkat edge. Edge menghubungkan dua buah simpul. Graph pada jaringan
transportasi
dapat
ditambahkan
nilai
bobot.
Persamaan
yang
10
menggambarkan hubungan antara edge, vertices, dan bobot ditunjukkan pada persamaan 1.1 dan 1.2. Graph (G) = (V(G), E(G)) .............................................................................(1.1) V(G)
= seperangkat vertices = {v1, v2, v3, ... ...vn}
E (G)
= seperangkat edge = {e1, e2, e3, ... ..., em}
Untuk edge dengan bobot maka W (E(G)) = {w1, w2, w3, ... ... wn}................................................................(1.2) Simpul yang berdekatan adalah sepasang simpul yang terhubung melalui satu edge. Simpul yang berdekatan tersebut terdiri atas dua atu lebih edge membentuk satu buah common vertex tunggal. Gambar I.3 (a) menunjukkan sebuah graph G(V, E) dengan nilai V(G) = {v1, v2, v3, v4, v5} dan E(G) = {e1, e2, e3, e4, e5, e6}. Jumlah G = 5 dan E = 6. Network analysis memiliki aplikasi praktik dalam berbagai hal, misalnya memodelkan
dan
menganalisa
jaringan
lalu
lintas.
Jaringan
lalu
lintas
direpresentasikan oleh directed graph yang terdiri dari seperangkat node dan lintasan yang terbatas dan saling berhubungan. Masing-masing lintasan pada jaringan lalu lintas memiliki cost yang saling terkait seperti waktu tempuh, direct cost, dan jarak perjalanan. Lintasan antara dua buah node merupakan urutan bolak-balik dari simpul dan edge awal ke akhir. Panjang dari lintasan merupakan penjumlahan dari bobot seluruh edge pada suatu lintasan. Lintasan terpendek merupakan permasalahan utama pada network analysis. Lintasan terpendek bergantung pada kondisi jaringan transportasi dan jarak antara origin dan destinasi. Contoh penentuan rute terpendek ditunjukkan pada gambar I.3 (b). Penentuan jalur terpendek dari vertex u yaitu v3 ke vertex v yaitu v5, kemudian dituliskan dist(u,v) = wuv minimum. Lintasan yang dipilih oleh network analysis yaitu dari v3v2v4v5 dengan nilai yang dihasilkan minimum yaitu 9.
11
Gambar I.3 Bentuk graph (a) dan graph dengan bobot untuk penentuan lintasan terpendek (b) (Kai dkk 2014) Perhitungan lintasan terpendek dari vertex origin (s) ke vertex destinasi (v) secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Inisialisasi vertex origin s(d[s]=0) dan nilai v(d[v]= ∞) untuk semua simpul. 2. Mencari semua nilai simpul yang paling minimum kemudian ditambahkan sebagai new frontier. Langkah ini dilakukan berulang kali sampai semua simpul termasuk dalam lintasan s ke v. 3. Algoritma dinyatakan selesai jika d[v] merupakan nilai dari lintasan terpendek dari s ke v. Operasi dasar Algoritma Dijkstra adalah edge relaxation yaitu jika suatu edge dari u ke v dengan lintasan terpendek yang diketahui dari s ke u (d[u]) maka dapat diperpanjang sebuah lintasan dari s ke v dengan menambahkan edge (u,v) di akhir. Lintasan ini akan memiliki panjang d[u] = w(u,v). Jika lintasan ini kurang dari d[v] tertentu, dapat dilakukan penggantian nilai tersebut ke nilai yang baru. Edge relaxation diterapkan sampai semua nilai d[v] merepresentasikan nilai dari lintasan terpendek s ke v. Algoritma diatur sehingga setap edge (u,v) hanya digunakan sekali saat d[u] menyertakan bobot. I.8.2.5 Historical Traffic Data Esri (2016) menyebutkan bahwa ekstensi network analyst pada ArcGIS dapat digunakan untuk melakukan pemodelan waktu tempuh berdasarkan kecepatan pada ruas jalan. Pengaturan kecepatan pada ruas jalan memperhatikan keadaan lalu lintas 12
melalui historical traffic data. Data tersebut hanya dapat dikonfigurasikan dengan suatu jaringan yang memiliki format data geodatabase. Esri (2016) menjelaskan bahwa network analyst memodelkan historical traffic melalui pendefinisian tiap segmen jalan. Pendefinisian dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu keadaan jalan saat senggang kemudian menghitung ratarata kecepatan kendaraan saat keadaan jalan dilalui kendaraan pada jam tertentu secara temporal seperti gambar I.4. Kecepatan rata-rata dan kecepatan saat jalan senggang dapat digunakan untuk menentukan Speed Factor (SF) suatu segmen jalan selama 24 jam. Pemodelan keadaan jalan selama 24 jam disimpan dalam traffic profile table. Tabel tersebut kemudian digunakan untuk menentukan keadaan jalan dalam seminggu dengan cara memilih salah satu profil yang sesuai untuk hari tertentu. Pemodelan jalan dalam seminggu disimpan dalam street traffic profile join table.
Kecepatan saat jalan senggang 112 kph
Kecepatan kendaraan pada pukul 08.00= 45 kph (0,4 kali kecepatan saat senggang)
Kecepatan kendaraan pada pukul 17.00= 95 kph (0,85 kali kecepatan saat senggang)
Gambar I.4 Pemodelan keadaan jalan pada jam tertentu menggunakan ArcGIS (diterjemahkan dari Esri 2016) I.8.2.6 Penyimpanan Data dan Hubungan dalam Geodatabase Pembuatan dataset jaringan yang dikonfigurasikan dengan historiccal traffic data membutuhkan minimal satu buah feature class dan dua buah tabel dalam geodatabase (Esri 2012). Feature class garis merepresentasikan jalan dan harus
13
disimpan dalam feature dataset. Profil kecepatan disimpan pada salah satu tabel, sedangkan tabel yang lainnya digunakan untuk menyimpan hubungan antara jalan dan profil kecepatan. Hubungan antara keduanya dibuat berdasarkan masing-masing nilai yang disimpan dengan identitas unik dan tidak diperlukan membuat relationship class. Penyimpanan data dan hubungan profil lalu lintas melibatkan penambahan data pada feature class dan tabel yaitu: a. Street Feature Class atau Fitur klas Jalan Feature class memiliki id yang berbeda sebagai identitas unik. Street Profile Join Table merelasikan fitur jalan dengan profil lalu lintas melalui id tersebut. Feature Class jalan membutuhkan beberapa penambahan field atau kolom seperti tabel I.1 Tabel I.1 Kolom yang ditambahkan pada feature class jalan (diterjemahkan dari Esri 2016) Kolom Timeneutral Travel Times Weekday Travel Time
Contoh Nama Kolom Deskripsi yang Digunakan FT_Minutes dan Kolom yang digunakan sebagai TF_Minutes cost attribute saat pencarian rute atau vehicle routing problem analysis yang menggunakan data lalu lintas. FT_WeekdayMinutes Kolom yang digunakan sebagai dan cost attribute saat segmen jalan TF_WeekdayMinutes tidak terhubung dengan profil lalu lintas untuk hari kerja(weekday). Time-neutral travel times juga menggunakan kolom ini untuk waktu hari kerja.
Weekend Travel Time
FT_WeekendMinutes dan TF_WeekendMinutes
Kolom yang digunakan sebagai cost attribute saat segmen jalan tidak terhubung dengan profil lalu lintas untuk hari Sabtu atau Minggu (weekend).
Time zone
TimeZoneID
Kolom yang digunakan sebagai atribut waktu ketika jaringan memiliki banyak zona
14
b. Profiles Table Setiap record pada traffic profile table memiliki identitas unik dan beberapa kolom memiliki free-flow scale factor pada waktu yang berbeda dalam 24 jam. Faktor skala tersebut didapatkan melalui Speed Factor atau SF dengan interval waktu tertentu seperti gambar I.5. Nilai SF didapatkan melalui perbandingan antara base speed dan kecepatan rata-rata kendaraan pada waktu tertentu.
Gambar I.5 Pemodelan keadaan jalan dalam 24 jam (diterjemahkan dari Esri 2016) Perhitungan nilai SF didapatkan melalui perbandingan antara kecepatan rata-rata ruas jalan pada waktu tertentu dan base speed (geonet.Esri 2016) sesuai rumus 1.2. Jumlah kolom SF yang dibutuhkan dihitung berdasarkan interval waktu yang diinginkan sesuai rumus berikut: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑆𝐹 = SF= 𝑉
𝑉𝑛
𝑏𝑎𝑠𝑒
SF
24 𝑗𝑎𝑚×60𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
....................................................(1.1)
.............................................................................................(1.2)
= faktor kecepatan yang digunakan sebagai faktor pengali saat menggambarkan kecepatan ruas jalan pada waktu tertentu.
Vn
= kecepatan rata-rata ruas jalan pada waktu ke n
Vbase = kecepatan acuan sesuai kelas jalan Nilai base speed atau kecepatan rata-rata saat ruas jalan senggang didapatkan melalui UU Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan. Base speed tersebut ditunjukkan pada tabel I.2. Nilai khusus pada base speed Jalan Ring Road diatur tersendiri yaitu 80 km/jam.
15
Tabel I.2 Kecepatan saat jalan senggang diambil dari kecepatan minimal kendaraan sesuai kelas jalan (esdm 2016) NO
Kelas Jalan
Kecepatan Acuan (km/jam)
1
Jalan Arteri
60
2
Jalan Kolektor
40
3
Jalan Lokal
20
4
Jalan Lain
10
c. Street Profiles Join Table Street Profile Join Table mengidentifikasi fitur jalan dan kecepatan kendaraan serta hubungan dengan profil lalu lintas setiap hari dalam seminggu. Profil dalam seminggu dimasukkan dalam beberapa kolom seperti tabel I.3. Tabel I.3 Kolom yang digunakan untuk mengatur profil lalu lintas dalam seminggu (diterjemahkan dari Esri 2016) Kolom
Contoh Nama Kolom yang Digunakan
Tipe Data
Deskripsi
Edge feature Kolom ini harus diberi Long class nama EdgeFCID integer identifier
Kolom yang digunakan untuk mengidentifikasi fitur jalan yang disimpan dalam geodatabase.
Edge feature Kolom ini harus diberi Long identifier nama EdgeFID integer
Kolom ini digunakan untuk mengidentifikasi fitur jalan tiap segmen garis.
Edge from EdgeFrmPos position
Double
Kolom yang digunakan untuk mengidentifikasi arah aliran pada suatu segmen, misalnya dari posisi awal digitasi diberi nilai 0 dan pada akhir titik diberi nilai 1.
Edge position
Double
Kolom yang digunakan untuk mengidentifikasi arah aliran pada arah sebaliknya.
to EdgeToPos
16
Kolom
Contoh Nama Kolom yang Digunakan
Tipe Data
Base speed BaseSpeedKPH atau Float atau field atau FreeflowMinutes Double base travel Time Field Sunday until Profile_1 Saturday Profile_7 Profil
Deskripsi Kolom yang digunakan sebagai acuan dan menggambarkan saat keadaan jalan senggang.
sampai Short atau Objek ID dari tabel Long profil jalan yang Integer merepresentasikan pola lalu lintas dalam seminggu.
I.8.2.7 Pembuatan Atribut Jaringan Esri (2016) menjelaskan bahwa pembuatan atribut untuk jaringan juga diperlukan untuk memasukkan data lalu lintas yang telah dibuat ke jaringan. Atribut TravelTime dibuat secara otomatis jika sudah membuat tabel profil jalan dan menambahkan field untuk mengatur time-neutral TravelTime pada fitur klas jalan. Atribut TravelTime memiliki nilai pada tiap edge. Nilai tiap tepi segmen garis atau edge didapatkan dari data lalu lintas baik live traffic jika tersedia maupun historical traffic. Jika ada edge yang tidak memiliki nilai pada historical traffic data untuk profil tertentu pada hari tertentu maka nilai atribut akan dialihkan pada time-based cost attribute yang lainnya. Edge traffic evaluator menggambarkan time-neutral cost atribbute (Esri 2016). Time-neutral cost atrribute berarti jaringan memiliki nilai edge yang konstan. Waktu perjalanan dari atribut jaringan tidak berubah dalam satuan waktu harian atau mingguan. Nilai tersebut diperoleh dari FT_minutes dan TF_minutes. Nilai tersebut dimasukkan dalam atribut Minutes seperti gambar I.6. WeekdayFallback Travel Time memiliki prinsip yang sama dengan Minutes hanya menggambarkan nilai dalam hari kerja maupun akhir pekan.
17
Gambar I.6 Pengaturan atribut pada jaringan (Esri 2016) Nilai FT_minutes didapatkan melalui perhitungan ruas jalan dengan kecepatan rata-rata kendaraan saat kondisi tertentu (geonetEsri 2016). Perhitungan tersebut ditunjukkan pada rumus: FT_minutes =
𝑙 𝑣𝑓𝑡
×
60 1000
........................................................................(1.3)
l
= panjang ruas jalan (km)
Vft
= kecepatan saat kondisi FT (pada penelitian ini menggunakan acuan base speed saat kondisi FT)
Perhitungan WeekdayFallback Travel Time dan WeekendFallback Travel Time sesuai dengan rumus 1.3 namun yang membedakan yaitu base speed yang digunakan. I.8.3. Penentuan Posisi menggunakan Global Positioning System Abidin (2000) menjelaskan bahwa GPS atau yang disebut juga NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) merupakan suatu sistem radio navigasi dan penentuan posisi yang menggunakan satelit. Sistem tersebut didesain untuk memberikan posisi dan informasi waktu secara teliti dalam segala cuaca. Pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen utama yaitu segmen angkasa (space segment), segmen sistem kontrol (control system segment), dan segmen pengguna (user segment). Segmen angkasa yang dimaksud oleh Abidin (2000) terdiri dari satelit-satelit GPS yang dilengkapi dengan antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal
18
gelombang. Sinyal tersebut kemudian diterima oleh receiver GPS di permukaan bumi dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan maupun waktu. Segmen sistem kontrol bertugas dalam memantau satelit dan memastikan satelit berfungsi serta berada pada posisi orbitnya. Stasiun pengontrol terdiri dari beberapa stasiun yang tersebar di seluruh dunia. Segmen pengguna terdiri dari pengguna satelit GPS baik di darat, laut, udara maupun di angkasa. Pengguna membutuhkan alat penerima sinyal GPS yang biasa disebut GPS receiver. Receiver akan menerima sinyal dan mengolah sinyal dari satelit GPS untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan maupun waktu. Receiver GPS diklasifikasi menjadi beberapa macam sesuai pada Gambar I.7.
Gambar I.7 Klasifikasi receiver GPS (Abidin 2000) Abidin (2000) menjelaskan bahwa penentuan posisi secara absolut hanya memerlukan satu receiver GPS untuk mendapatkan posisi suatu titik. Metode tersebut biasanya menggunakan GPS tipe navigasi atau handheld. Metode ini juga sering disebut point positioning karena tidak tergantung dengan titik yang lain. Metode ini hanya diperuntukan bagi keperluan praktis yang memerlukan informasi posisi secara instan dan tidak terlalu teliti. Ketelitian posisi yang didapatkan tergantung pada tingkat ketelitian data serta geometrik satelit. Rabbany (2002) menyebutkan bahwa GPS point positioning juga disebut sebagai standalone atau autonomous positioning yang melibatkan satu receiver GPS saja. Satu receiver GPS dengan pengamatan 4 satelit atau lebih secara bersamaan dapat menentukan koordinat suatu titik terhadap pusat bumi seperti yang ditunjukkan pada gambar I.8.
19
Gambar I.8 Prinsip GPS point positioning (Rabbany 2002) Satelit mentransmisikan sinyal radio gelombang mikro terdiri dari dua frekuensi carrier atau gelombang sinus dimodulasi oleh dua kode digital (C / A) dan pesan navigasi. Minimal dibutuhkan empat rentang koordinat dari empat satelit untuk menentukan posisi titik penerima setiap saat. Penerima mendapat satelit koordinat melalui pesan navigasi, sedangkan rentang diperoleh baik dari kode C / A atau kode P (Y), tergantung pada jenis receiver (sipil atau militer). I.8.4. OpenStreetMap Haklay dan Weber (2008) menyebutkan bahwa OpenStreetMap (OSM) merupakan suatu proyek kolektif yang menyediakan suatu set data peta yang gratis untuk digunakan, dapat dilakukan editting, dan berlisensi di bawah skema hak cipta. OSM memiliki kontributor aktif yang berkolaborasi untuk menciptakan dan meningkatkan infrastruktur OSM termasuk memelihara server, menulis perangkat lunak inti yang menangani transaksi dengan server, dan menciptakan keluaran kartografis. Selain itu, ada komunitas pengembang yang mengembangkan perangkat lunak agar data OSM tersedia untuk digunakan lebih lanjut di berbagai domain aplikasi, platform perangkat lunak, dan perangkat keras. Proyek tersebut memungkinkan akses gratis kepada pengguna melalui fungsi ekspor. Fungsi ekspor memungkinkan pengguna untuk mengunduh bagian dari informasi OSM. Setiap orang dapat berkontribusi dalam melakukan editting melalui digitasi fitur geografis, menggunakan GPS tracking atau melakukan koreksi kesalahan pada suatu area lokal. Humanitarian OpenStreetMap Team (HOT) memungkinkan pengguna untuk melakukan fungsi ekspor melalui platform yang disediakan OSM dengan mengakses http://export.hotosm.org seperti gambar I.9. Platform tersebut memungkinkan
20
pengguna membuat kustom OSM untuk berbagai daerah HOT. Area dan daftar tag fitur OSM dapat ditentukan oleh pengguna untuk ekspor. Terdapat beberapa format file yang tersedia untuk mengekspor data yaitu Esri SHP, Garmin IMG, Google KMZ, OSM PBF dan SQLite SQL. Data OSM dari alat ekspor diperbarui setiap satu menit. (http://export.hotosm.org)
Gambar I.9 Tampilan platform ekspor HOT OSM (http://export.hotosm.org) I.8.5. Wilayah Pelayanan Ambulans Wilayah pelayanan ambulans atau dikenal dengan istilah Emergency Medical Service (EMS) bertujuan untuk memulai perencanaan bagi suatu daerah dalam memberikan pelayanan perawatan kritis kepada semua pasien gawat darurat. Oleh karena itu, penempatan strategis bagi ambulans, analisa waktu tanggap dan studi mengenai segala faktor transportasi yang mempengaruhi sistem EMS perlu dievaluasi dan diperbaiki (Mayer 1979). Evaluasi dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan asumsi yang mendasari perencanaan EMS. Menurut Mayer (1979) asumsi yang mendasari perencanaan EMS yaitu respon waktu ambulans yang harus diminimalkan. Respon waktu ambulans akan mempengaruhi hasil klinis. Semakin cepat respon ambulans maka semakin besar peluang pasien bertahan. Respon ambulans didasarkan pada waktu maksimal yang dapat dicapai oleh ambulans. Waktu respon maksimal yaitu 8 menit atau kurang (Response Time Comitee 2001). Berdasarkan waktu tersebut maka akan diketahui jarak ambulans untuk mencapai suatu lokasi dan digambarkan dalam bentuk jangkauan wilayah pelayanan ambulans.
21
I.8.6. Peta Dent (1990) menyebutkan bahwa peta merupakan gambaran/representasi grafis dari lingkungan. Konteks lingkungan yang dimaksud mencakup aspek budaya dan fisik. Peta digunakan untuk visualisasi data geospasial, yaitu data yang berhubungan dengan lokasi beserta atribut dari suatu obyek maupun fenomena di permukaan bumi. Visualisasi menggunakan peta akan mempermudah pengguna dalam memahami hubungan geospasial yang ada di dalamnya dengan lebih baik (Kraak dan Ormeling 2007). Melalui model penyajian menggunakan peta, maka memungkinkan seseorang menangkap kesan struktur fenomena yang disajikan. Oleh karena itu pemetaan tidak hanya menyajikan namun juga mengetahui suatu fenomena yang akan dipetakan dengan menggunakan metode kartografi (Kraak dan Ormeling 2007). Kartografi sebagai organisasi, presentasi, komunikasi dan penggunaan geoinformasi dalam bentuk grafis, digital atau format nyata. Hal itu dapat meliputi semua langkah-langkah dari persiapan data sampai ke penggunaan akhir dengan penciptaan peta-peta dan hasil-hasil yang terkait dengan informasi spasial (Taylor, 1991 dalam Kraak dan Ormeling, 2007). Namun Kraak dan Ormeling (2007) lebih menekankan kartografi sebagai pembuatan peta yang dapat diakses, visualisasi dan memungkinkan adanya interaksi yang berhubungan dengan masalah-masalah geospasial. Salah satu dasar-dasar grafik kartografi menurut Keates (1976) yaitu simbolsimbol kartografi. Simbol grafik kartografi yang dipahami oleh pengguna dapat membantu dalam penyampaian informasi yang ada di dalam peta. I.8.6.1 Skala dan Simbol-simbol Kartografi Isi peta terlepas dari media ia ditampilkan, dapat diklasifikasikan dalam kategori dasar yang berbeda (De By et al., 2004). Keates (1976) dan de By et al. (2004) menyebutkan bahwa peta terdiri dari simbol titik, simbol garis, simbol wilayah dan teks tergantung sifat dan tema tertentu. Peta tematik merupakan peta yang dirancang untuk menunjukkan fitur-fitur maupun gambaran khusus (Dent 1990). Simbol-simbol pada peta dapat digambarkan dengan bermacam ukuran, bentuk, dan warna. Titik dapat merepresentasikan objek individu seperti lokasi
22
maupun mengidentifikasi suatu wilayah administratif. Garis dapat digunakan untuk menggambarkan batas administrasi dan sungai atau menggambarkan kelas jalan maupun jenis jalan yang berbeda dengan variasi ukuran. Area dapat digunakan untuk menggambarkan jenis area seperti vegetasi menurut perbedaan warna. Keates (1976) menambahkan bahwa penggunaan simbol-simbol tidak mutlak karena dipengaruhi oleh skala. Pada peta skala besar gedung dapat digambarkan dengan garis sesuai ukuran denah (dimensi gedung). Namun jika digambarkan pada skala kecil, gedung mungkin digambarkan dengan simbol titik. Simbol titik mewakili satu dari kenampakan gedung-gedung. Hal ini berbeda dengan gedung yang digambarkan pada peta skala besar yang menggambarkan dimensi gedung. Berdasarkan penggunaan skala peta yang berbeda pada contoh diatas, Kraak dan Ormeling (2007) menyimpulkan bahwa kegunaan peta tidak hanya pada isinya tetapi juga pada skalanya. Kraak dan Ormeling (2007) mendefinisikan skala peta sebagai perbandingan antara suatu jarak di atas peta dan jarak yang diwakilinya di muka bumi. Menurut de By et al., (2004) untuk menemukan simbol yang tepat harus melakukan analisis data kartografi. Inti dari proses analisis ini adalah mengakses karakteristik data dan menemukan cara bagaimana mereka dapat divisualisasikan. Langkah pertama dalam proses analisis ini adalah menemukan denominator atau kesamaan umum dari seluruh data yang akan digunakan sebagai judul. Langkah kedua dalam proses selanjutnya adalah komponen-komponen individu yang berkaitan harus dapat diakses dan sifatnya harus dideskripsikan. Pada akhirnya komponen tersebut akan disajikan dalam legenda peta. Analisis komponenkomponen tersebut dikatakan selesai jika telah melakukan penentuan sifat-sifat atau nature. Data berdasarkan sifat atau nature dibagi menjadi data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif disebut juga data nominal. Keberadaan data nominal sebagai sesuatu yang diskrit atau mempunyai ciri tersendiri dan tidak memiliki tingkatan nilai di antaranya. Data kuantitatif merupakan data yang dapat diukur, misalnya skala interval dan rasio. Pada skala interval, jarak antar nilai dihitung secara pasti namun tidak ada nilai absolut nol pada skala. Data kualitatif dengan skala rasio dikenal adanya absolut nol. Data kuantitatif pada peta juga 23
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sesuai dengan metode matematika. Tipe data menurut sifat dan skala pengukurannya dirangkum dalam tabel I.4. (de By et al., 2004) Tabel I.4 Perbedaan sifat dan skala pengukuran pada peta (diterjemahkan dari de By et al., 2004). Skala Pengukuran
Sifat Data
Nominal
Data yang sifatnya berbeda/ identitas suatu hal (kualitatif).
Ordinal
Data dengan urutan meskipun tidak ditentukan secara kuantitatif.
Interval
Informasi kuantitatif dengan nol tidak mutlak.
Rasio
Data kuantitatif dengan nol mutlak.
Penggambaran simbol dapat dikategorikan menjadi 6 kategori yang disebut variabel visual (Bertin 1967 dalam de By 2004). Enam kategori yang telah dikelompokkan Bertin digambarkan dalam tabel I.5. Variabel visual dapat digunakan untuk membuat satu simbol berbeda dengan yang lainnya. Variabel visual dapat membantu pembaca peta untuk mengetahui tema apa yang ada pada peta secara instan. Tabel I.5 Variabel visual yang dikelompokkan oleh Bertin (diterjemahkan dari de By et al., 2004) perbedaan pada: titik
simbol garis
luasan/ area
ukuran nilai urat/grain warna orientasi bentuk
24
Variabel visual berhubungan dengan sifat data. Hubungan antara skala pengukuran dan variabel visual disajikan dalam tabel I.6. Hubungan antara keduanya digunakan dalam melakukan visualisasi pada peta. Tabel I.6 Skala pengukuran dihubungkan dengan variabel visual Bertin (de By et al., 2004) nominal
ordinal
interval
rasio
x
x
x
x
ukuran
x
x
x
nilai keabuan
x
x
tekstur/grain
x
x
dimensi bidang
corak warna
x
orientasi
x
bentuk
x
25