BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik dengan menggunakan uap sebagai penggerak utama dan menggunakan bahan bakar residu (Sunarni dkk, 2012). PLTU memerlukan bahan bakar yang bisa menghasilkan panas yang cukup besar agar dapat terbentuk uap air. Bahan bakar yang banyak digunakan di PLTU adalah batubara. Batubara dipilih karena mampu menghasilkan panas yang besar dan juga harga batubara lebih ekomonis dibandingakan bahan bakar lainnya (Warsito dkk, 2005). Sebelum digunakan, batubara ini disimpan dalam coal yard. Batubara yang berada di coal yard secara rutin perlu diukur volumenya untuk mengetahui cadangan batubaranya. Pengukuran batubara di coal yard ini biasa disebut dengan stock opname. Dalam pelaksanaannya pengukuran stock opname dimaksudkan juga sebagai fungsi pengawasan. Jumlah batubara yang dibeli dari produsen apakah sama dengan jumlah penggunaan batubara. Selama ini pengukuran stock opname batubara di PLTU Paiton 9 menggunakan alat TS (total station). Pengukuran stock opname menggunakan alat TS kurang efektif karena waktu yang diberikan oleh pihak PLN untuk melakukan stock opname hanya 2 hari. Karena terbatasnya waktu pengukuran, berdampak pada tingkat ketelitian/kerapatan spot height, sehingga rata-rata terdapat perbedaan selisih antara 5 s/d 10 % dari hasil perhitungan volume TS dengan stock buku. Oleh karena itu diperlukan alat yang dapat mengukur volume dengan cepat serta menghasilkan data ukuran volume yang detail dan akurat. Hasil ukuran yang akurat diperlukan agar selisih antara cadangan batubara yang ada di coal yard dengan cadangan yang ada di catatan PLTU bisa diminimalisir. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan stock opname adalah 3D laser scanner. 3D Laser Scanner adalah salah satu alat yang menggunakan laser untuk melakukan proses pengambilan data berupa kumpulan point clouds yang dapat merepresentasikan objek dalam bentuk 3D dan hampir sama dengan bentuk aslinya.
1
2
Keunggulan dari alat TLS ini dapat menghasilkan hitungan volumetrik batubara dengan teliti karena objek batubara yang terekam hampir sama dengan bentuk aslinya. Kegiatan aplikatif ini mengaplikasikan alat 3D Laser Scanner Topcon GLS 2000 untuk melakukan pengukuran stock opname dengan lokasi pengukuran di PLTU Paiton 9.
I.2. Cakupan Kegiatan Aplikatif Cakupan penelitian yang dibahas dalam kegiatan aplikatif ini adalah : 1. Perangkat lunak yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah ScanMaster dan Maptek I-Site Studio 5.1. 2. Hasil pengukuran stock opname dengan TLS dibandingkan dengan hasil catatan stock buku PLTU Paiton 9 pada periode TriWulan II (bulan Juni 2015).
I.3. Tujuan Tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah : 1. Diketahuinya kecepatan akuisisi data di lapangan menggunakan alat TLS dan pengolahan data TLS menggunakan software Maptek I-Site Studio 5.1 2. Diketahuinya prosentase selisih antara volume pengukuran dengan catatan stock buku PLTU Paiton 9.
I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah memberikan gambaran kepada pihak PLN mengenai kemampuan dan kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan alat 3D Laser Scanner untuk pengukuran dan perhitungan stock opname batubara.
I.5. Landasan Teori I.5.1. Stock opname Batubara Stock opname merupakan proses menghitung jumlah barang yang ada di gudang/tempat cadangan dan mencocokkan dengan catatan pembukuan persediaan (Himayati, 2008). Stock opname batubara merupakan perhitungan volume cadangan
3
batubara yang ada di coal yard (stockpile) dan mencocokkan dengan catatan buku dari PLTU. Coal yard merupakan sebutan untuk tempat penampungan batubara yang ada di PLTU. Coal yard terdiri dari dua bagian batubara yaitu batubara efektif batubara dan bedding batubara. Batubara efektif yaitu cadangan batubara di coal yard yang digunakan pembangkit listrik, sedangkan bedding batubara yaitu lapisan bawah batubara yang dipadatkan berfungsi sebagai pembatas antara batubara dan tanah. Stock opname batubara dilakukan untuk mengetahui apakah cadangan batubara yang ada di coal yard sama dengan catatan pembukuan. Stock opname dilakukan secara berkala agar ada kontrol dalam penggunaan dan cadangan batubara dengan pembelian batubara.
I.5.2. Terrestrial Laser Scanner Terrestrial Laser Scanning (TLS) adalah alat yang digunakan untuk akuisisi data spasial di permukaan bumi dengan cara memindai permukaan obyek dengan menggunakan sinar laser (manual Topcon GLS-2000). Keuntungan dalam menggunakan sensor aktif ini adalah tidak adanya pengaruh pencahayaan dalam melakukan scanning. Terdapat beberapa model alat TLS salah satu diantaranya adalah Topcon GLS 2000, seperti pada Gambar I.1.
Gambar I.1. Alat TLS Topcon GLS 2000 Terrestrial Laser Scanner dibagi menjadi dua bagian yaitu Laser Scanner Statis dan Dinamis. Perkembangan dari TLS dapat dimanfaatkan oleh beberapa
4
bidang keilmuan. Pemanfaatan TLS di berbagai bidang dapat dilihat pada Gambar I.2.
Gambar I.2. Aplikasi dari TLS (Quintero dkk, 2008) I.5.3. Prinsip Kerja Laser Scanner Laser scanner tidak memerlukan reflektor dalam proses perekaman objek yang diinginkan, kelebihan ini lebih di kenal dengan istilah reflektorless atau reflektornya adalah objek itu sendiri. Sinar gelombang laser ditransmisikan ke objek kemudian objek tersebut akan memantulkan kembali gelombang sinar laser ke sistem penerima dinamakan pulse based (times of flight Pulse) (Kholiq, 2006). Cahaya laser yang di pantulkan dengan kecepatan yang konstan dan akan memantul lagi pada alat dan diterima oleh receiver. Perbedaan waktu saat menerima dan memantulkan cahaya tersebut yang akan digunakan untuk mengukur jarak objek yang diukur. Jarak tempuh ini dapat diketahui dengan mengetahui kecepatan cahaya laser dan waktu tempuh laser tersebut (Quintero dkk, 2008), sesuai dengan persamaan I.1 ini : d = (c x ∆t)/2 Dimana :
............................................................................................. (I.1)
d
: jarak dari alat ke objek (m)
c
: kecepatan rambat gelombang (m/detik)
∆t
: waktu tempuh (detik)
5
Dari persamaan I.1 jarak dari alat ke objek dapat diilustrasikan seperti Gambar I.3 dibawah ini:
Gambar I.3. Prinsip kerja pulse based (diadaptasi dari Quintero dkk, 2008) Data yang dierekam berupa sudut horizontal (α), sudut vertikal (β), dan jarak antara pusat koordinat scanner dengan objek yang direkam (R) seperti pada persamaan I.2 dan seperti dapat dilihat pada Gambar I.4 merupakan prisnsip perekaman data TLS.
Gambar I.4. Prinsip perekaman data dengan scanner (Reshetyuk, 2009) Koordinat objek dapat diperoleh dengan persamaan: Xp = R cos β sin α Yp = R cos β cos α ...........................................................................(I.2) Zp = R sin β
6
Keterangan: Xp
= koordinat X titik P
Yp
= koordinat Y titik P
Zp
= koordinat Z titik P
R
= jarak antara pusat koordinat scanner dengan objek yang di rekam = sudut horizontal
β
= sudut vertikal
I.5.4. Point Cloud Point Cloud adalah suatu kumpulan data titik dalam ruang tiga dimensi pada suatu sistem koordinat (Sitek et al, 2006). Pada saat akuisisi data di lapangan menggunakan alat TLS akan dihasilkan data berupa scan world. Scan world merupakan data sekumpulan point cloud hasil pemindaian. Data point cloud hasil dari TLS dapat digunakan untuk pemodelan objek sesuai dengan aslinya. Hasil pemodelan objek yang sesuai dengan aslinya tersebut bisa digunakan untuk analisa selanjutnya, misalkan untuk perhitungan volume.
Gambar I.5. Point Cloud batubara. Gambar I.5 merupakan tampilan dari point cloud batubara. Kerapatan point cloud tergantung pada setting alat sebelum melakukan pengukuran. Semakin rapat point cloud maka detil objek yang dihasilkan semakin bagus.
I.5.5. Registrasi data Laser Scanner Registrasi adalah suatu proses penggabungan data hasil scan world ke dalam sistem koordinat yang sama (Wibowo, 2015). Pada saat pembentukan model 3D tidak mungkin dapat dilakukan hanya dengan satu kali scan sehingga perlu dilakukan beberapa kali pindah agar dapat merekam seluruh penampakan objek yang akan.
7
Hasil dari scan adalah berupa point clouds dari tempat berdiri alat yang berbeda dan mengacu pada koordinat lokal. Untuk menggabungkan koordinat lokal dari beberapa scan world maka perlu dilakukan registrasi. Registrasi dapat dibedakan menjadi 4 metode. Keempat metode tersebut adalah Metode Traverse, metode Tie-Point, metode
Shape
Matching,
metode
Occupation
and
Backsight
(sumber:
www.topcon.co.jp). I.5.5.1. Metode Traverse. Metode registrasi traverse adalah metode poligon. Jenis metode poligon yang digunakan adalah metode poligon tertutup. Poligon tertutup yang dimaksud adalah koordinat awal sama dengan koordinat akhir. Pada Gambar I.6 merupakan gambaran mengenai metode traverse.
Gambar I.6. Metode Travers (sumber : leica.geosystem.com ) Metode Traverse tersebut membutuhkan tiga titik acuan dalam satu kali berdiri alat, yaitu titik acuan depan sebagai foresight dan satu titik acuan belakan sebagai backsight. Titik berdiri alat maupun titik acuan harus diketahui koordinatnya agar mudah dalam melakukan registrasi. Keuntungan dengan menggunakan metode traverse ini adalah untuk bentuk permukaan yang rumit dan pengukuran jarak antar scan world cukup panjang, karena metode ini memudahkan dalam melakukan registrasi. I.5.5.2. Metode Tie-Point. Metode registrasi ini menentukan posisi titik scan world dengan mengikatkan beberapa titik yang sama menggunakan target. Target diletakkan pada lokasi yang sekiranya bisa terpindai dari dua kali berdiri scan world. Apabila target tidak dapat terpindai dua kali berdiri alat maka akan mempengaruhi kualitas dari registrasi.
8
T1 T2 T3
T4
Gambar I.7. Metode Tie-Point (http://www.topcon.co.jp) Banyaknya target yang harus terpindai dari dua kali berdiri alat minimal 3 buah target. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar I.7 dimana terdapat 4 buah target dengan simbol penamaan T1, T2, T3, dan T4 yang dapat terpindai dari dua kali berdiri alat. Identifikasi terget dilakukan sebelum melakukan scanning objek. Keuntungan dari penggunaan metode tie-point ini adalah hasil penggabungan scan world sangat akurat dan aman dari beberapa data yang dipindai. I.5.5.3. Metode Shape Matching (cloud to cloud). Metode registrasi shape maching yaitu metode penggabungan beberapa scan world dengan menentukan model point clouds yang identik. Biasanya, untuk memudahkan dalam penentuan shape maching ini objek yang dipilih adalah objek yang bersifat tetap misal pojok bangunan, pagar, dan lain – lain. Metode ini biasa digunakan apabila tidak bisa menggunakan metode Travers dan Tie-Point.
Gambar I.8. Metode Shape Matching (http://www.topcon.co.jp) Ilustrasi registrasi menggunakan metede shape maching dapat dilihat pada Gambar I.8. Objek bangunan depan (1) dan (2) merupakan satu bangunan yang identik hasil dari dua kali scanning. Kedua objek tersebut digabungkan menggunakan metode shape maching sehingga menyatu (1+2). Kelebihan dari
9
metode ini adalah mempercepat waktu pada saat akuisisi data di lapangan karena pada saat melakukan scanning alat dapat berdiri di sembarang tempat tanpa harus ada titik acuannya akan tetapi juga harus memperhatikan pertampalan 30% antar scan world satu dengan yang lainnya. I.5.5.4. Metode Occupation and backsight. Metode Occupation and backsight memungkinkan untuk dilakukan karena Terrestrial Laser Scanner memiliki prinsip pengukuran sama dengan Total Station (Anonim, 2010). Metode occupation and backsight hampir sama dengan metode Traverse akan tetapi metode ini tidak perlu menggunakan poligon tertutup untuk pengukurannya. Jika terdapat dua buah titik yang telah diketahui koordinat dengan benar maka metode ini bisa digunakan.
Gambar I.9. Metode Occupation and Backsight (http://www.topcon.co.jp) Berdasarkan Gambar I.9 target dibidik terlebih dahulu sebelum melakukan scanning.
Kelebihan menggunakan metode ini adalah memudahkan dalam
melakukan registrasi apabila objek yang diukur didominasi oleh objek tidak rata. Objek tidak rata yang dimaksudkan adalah pohon. Selain itu metode in dapat digunakan apabila objek yang digunakan untuk perampalan terlalu sedikit. Akan tetapi pelaksanaan dalam pengukuran di lapangan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk satu kali berdiri alat.
I.5.6. Filtering Filtering merupakan tahap menghilangkan data point clouds yang tidak diperlukan dari data hasil pemindaian yang dianggap sebagai noise (Quintero dkk, 2008). Data point cloud yang dianggap sebagai noise seperti objek pohon, manusia, pagar dan objek lainnya. Filtering diperlukan dalam pelaksanaan stock opname
10
apabila noise tidak dibersihkan maka akan mempengaruhi perhitungan nilai dari volume batubara.
(a)
(b)
Gambar I.10. (a) Gambar noise pada batubara, (b) gambar objek alat berat yang bukan objek utama. Filtering dilakukan secara otomatis dan manual. Secara otomatis dilakukan dengan memanfaatkan menu dispike, sedangkan secara manual dilakukan dengan cara memilih objek yang tidak diperlukan kemudian menghapus objek yang telah dipilih tersebut. Filtering untuk noise seperti Gambar I.10 (a) dapat dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan menu dispike. Filtering objek seperti Gambar I.10 (b) dilakukan secara manual, karena objek tersebut tidak akan terhapus secara otomatis menggunakan menu dispike.
I.5.7. ScanMaster dan Maptek I-Site Studio 5.1 ScanMaster merupakan software yang digunakan untuk mengolah data hasil akuisisi di lapangan menggunakan alat Topcon GLS – 2000 (Anonim, 2010). ScanMaster memungkinkan pengguna unutk melakukan registrasi point clouds, mengelola tampilan, navigasi, pemodelan 3D untuk berbagai tujuan survey. ScanMaster memiliki beberapa fitur, diantaranya: 1. Import yaitu merupakan menu untuk memasukkan sata hasil pengukuran menggunakan alat Topcon GLS 2000. 2. Export yaitu menu untuk mengeksport data hasil olahan (registrasi) agar dapa dibaca oleh software Maptek.
11
3. Registration manager yaitu untuk melakukan registrasi scan world hasil pengukuran dilapangan. Registrasi ini terdapat beberapa metode cloud to cloud, backsight, resection. 4. View yaitu untuk menampilkan point clouds hasil pengukuran, view ini terdapat view multiple untuk menampilkan dua layar sekaligus dalam satu pekerjaan. 5. Object properties berfungsi untuk melihat dan melakukan edit data atribut dan nilai dari berbagai objek yang tersimpan dalam suatu project. Maptek I-Site Studio 5.1 merupakan software yang digunakan untuk melakukan pengolahan lanjut data hasil scanning. Pengolahan lebih lanjut yang dimaksudkan yaitu registrasi cloud to cloud, filtering, pembuatan mesh, dan perhitungan volume. Software Maptek memiliki beberapa menu utama yang digunakan dalam pengolahan point cloud. Menu-menu tersebut diantaranya adalah: 1. Global Registration yaitu digunakan untuk meregistrasi point cloud dengan metode cloud to cloud. 2. Dispike yaitu salah satu fitur untuk melakukan filtering secara otomatis, dispike ini sangat berguna untuk menghilangkan point cloud yang dihasilkan dari debu yang berterbangan. 3. Select vertices digunakan untuk melakukan select point cloud yang bukan objek utama dan tidak bisa terhapus oleh menu dispike. 4. Topographic Triangulation yaitu fitur yang digunakan untuk pembuatan DTM dari titik point cloud yang dihasilkan dari pengukuran. 5. Surface volume berfungsi untuk perhitungan volume.
I.5.8. Digital Terrain Model (DTM) Digital Terrain Model (DTM) merupakan suatu objek atau konsep yang digunakan untuk menampilkan bentuk suatu benda (Djurjani, 1999). Sumber data untuk pembuatan DTM meliputi data titik tinggi dan/atau garis kontur yang dapat diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan. DTM menyajikan relief dari terrain, informasi ketinggian dari permukaan bumi tanpa ada feature alam (misal: pohon) dan buatan manusia (misal: bangunan).
12
Menurut Djurjani (1999) terdapat beberapa metode dalam pengumpulan data untuk pembuatan DTM, yaitu dengan survey konvensional, survey GNSS, fotogrametri, citra satelit, digitasi peta, dan map scanning. Akuisisi data menggunakan TLS menghasilkan data berupa point cloud. Data point cloud tersebut yang digunakan untuk pembentukan DTM agar objek dapat dihitung nilai volumenya.
Gambar I.11. Visualisasi DTM batubara
I.5.9. Volume Perhitungan volume secara sederhana dapat dianalogikan seperti berikut, suatu objek berbentuk balok yang mempunyai ukuran panjang 10m, lebar 3m, tinggi 2m akan mempunyai volume sebesar 60m3 dengan menggunakan rumus panjang x lebar x tinggi. Dalam perhitungan volume yang dimaksudkan adalah volume batubara. Keadaan sebenarnya volume batubara yang akan dihitung tidak berbentuk teratur. Permukaan batubara yang tidak teratur dapar dihitung dengan beberapa metode, diantaranya: I.5.9.1 Penentuan Volume dengan Sipat datar dan Penggalian (Borrow Pit/Spot Level). Cara menghitung volume dengan Borrow Pit adalah: 1. Membagi permukaan ke dalam kotak, persegi panjang, atau segitiga, mengambil elevasi tanah di setiap sudut. 2. Mengukur ulang elevasi tanah setiap sudut yang telah dilakukan penggalian. 3. Volume menghitung dari berbagai prisma terpotong vertikal digali, ketinggian yang ditentukan dari perbedaan tingkat di sudut-sudut, dan basis dari dimensi kotak atau segitiga seperti pada Gambar I.12.
13
Gambar I.12. Persebaran titik-titik grid (Hickerson, 1959) Dari Gambar I.12 volume prisma empat persegi panjang dipotong atas dan bawah diperoleh rumus (Hickerson, 1959): V=Ax
.................................................................................(I.3)
Keterangan: V
= Volume
A
= Luas Area persegi A1 A2B2B1
h1, h2, h3, h4
= Ketinggian sudut, yang di tentukan dari perbedaan tingi
sedangkan untuk volume segitiga yang dipotong dari atas dan bawah diperoleh rumus (Hickerson, 1959): V=Ax
......................................................................................(I.4)
Keterangan: V
= Volume
A
= Luas area segitiga A1 A2B2
h1, h2, h3
= Ketinggian sudut, yang di tentukan dari perbedaan tingi
Untuk mempersingkat waktu, perhitungan volume empat persegi panjang dapat dilakuakan secara berasamaan dengan rumus: V=Ax Keterangan:
......................................................................(I.5)
14
V
= Volume
A
= Luas area segitiga A1 A2B2B1
Ʃh1
= Jumlah tinggi yang digunakan untuk menghitung volum 1 kali
Ʃh2
= Jumlah tinggi yang digunakan untuk menghitung volum 2 kali
Ʃh3
= Jumlah tinggi yang digunakan untuk menghitung volum 3 kali
Ʃh4
= Jumlah tinggi yang digunakan untuk menghitung volum 4 kali
I.5.9.2 Prinsip perhitungan volume batubara menggunakan metode cut and fill. Prinsip perhitungan volume batubara menggunakan metode cut and fill adalah menghitung luasan dari dua penampang yaitu penampang atas dan penampang bawah. Prinsip perhitungan volume sama dengan borrow pit akan tetapi tebentuk oleh jaring-jaring segitiga atau yang sering dinamakan Triangulated Irrregular Network (TIN) (Geodis-Ale, 2012) yang dihasilkan dari point cloud. Jaring-jaring segitiga inilah yang akan membentuk suatu geometri prisma dari dua permukaan. Dua permukaan ini dinamakan design surface dan base surface. Design surface merupakan permukaan yang akan dihitung volumenya sedangkan base surface merupakan permukaan yang dijadikan alas atau permukaan yang dijadikan sebagai dasar menghitung volume.
Gambar I.13. Visualisasi perhitungan volume dengan metode cut and fill (Geodis-Ale, 2012) Dilihat dari Gambar I.13 dapat dibuat rumus perhitungan volume metode prism method, seperti pada persamaan I.6 dibawah ini: V = Ai x di …………………………………………….......................……(I.6) Keterangan :
15
V
: Volume Prisma
Ai
: Luas bidang permukaan proyeksi
di
: Jarak antara pusat massa dua segitiga surface desain dan base desain
Luas bidang Ai dapat diperoleh dengan menggunakan cara penentuan luas secara numeris. Menurut Basuki, 2006 salah satu penentuan luas secara numeris dapat dilakukan dengan koordinat. Misal bidang tanah pada Gambar I.14 dibatasi oleh titik A, B, C yang telah diketahui koordinatnya: A(X 1, Y1), B(X2, Y2), C(X3, Y3).
Gambar I.14. Penentuan luas secara numeris dengan koordinat (Basuki, 2006) Luas ABC = (Luas trapesium A1ABB1) + (Luas trapesium B1BCC1) – (Luas trapesium A1ACC1) Luas ABC = 0,5 (X2 – X1) (Y2 + Y1) + 0.5 (X3 – X2) (Y2 + Y3) – 0,5 (X3 – X1) (Y3 + Y1) Dapat disimpukan, bahwa: Luas ABC = 0,5 (Xn – (Xn-1)) (Yn – (Yn-1), apabila diproyeksikan terhadap sumbu x. Luas ABC = 0,5 (Yn – (Yn-1)) (Xn – (Xn-1), apabila diproyeksikan terhadap sumbu y. Kedua rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi: Luas ABC = 0,5 Xn (Yn-1 – Yn+1).................................................(I.7) Luas ABC = 0,5 Yn (Xn+1 – Yn-1).................................................(I.8)
16
I.5.10. RMSE (Root Mean Square Error) RMSE (Root Mean Square Error) merupakan suatu nilai perbedaan dari hasil pengukuran dengan nilai sesungguhnya (ESRI, 2006). Definisi matematis dari RMSE mirip dengan simpangan baku, yaitu akar kuadrat dari rata-rata jumlah kuadrat residual. Kesalahan baku didefinisikan sebagai akar dari jumlah kuadrat residual. √
………………………………………………………(I.9)
Keterangan : RMSE = Root Mean Square Error R
= nilai yang dianggap benar
R1
= nilai hasil ukuran
n
= banyak ukuran yang digunakan Dari persamaan I.9 di atas dapat dijabarkan menjadi: √
...............................................(I.10)
Keterangan: RMSE = Root Mean Square Error X1 = nilai koordinat X hasil ukuran X = nilai koordinat X yang dianggap benar Y1 = nilai koordinat Y hasil ukuran Y = nilai koordinat Y yang dianggap benar Z1 = nilai koordinat Z hasil ukuran Z = nilai koordinat Z yang dianggap benar Nilai RMSE semakin kecil nilainya maka semakin bagus hasil registrasi. Pada registrasi hasil pengukuran di lapangan, bersarnya nilai RMSE akan terlihat setelah registrasi selesai dilakukan. Pada software Maptek hasil RMSE ditunjukkan dengan indikator warna hijau, kuning dan merah. Warna hijau menunjukkan bahwa hasil registrasi tersebut masuk toleransi, batas nilai untuk indikator warna hijau ini yaitu dr ≤0.100m. Warna kuning yang berarti warning menunjukkan bahwa hasil registrasi belum sempurna, batas range untuk indikator warna kuning ini yaitu ≥0.100m dan ≤0.200m. Warna merah berarti error menunjukkan bahwa hasil registrasi jelek, nilai batas toleransi ini adalah ≥0.200m (sumber: manual Maptek I-Site Studio).
17
I.5.11. ASTM (American Society for Testing and Material) ASTM adalah suatu lembaga organisasi internasional yang bergerak secara sukarela untuk menyusun standarisasi teknik untuk material, produk sistem, dan jasa (www.astm.org). ASTM merupakan singkatan dari American Society for Testing and Material, dibentuk pertamakali oleh sekelompok insinyur dan ilmuan pada tahun 1898. Dokumen D6542 yang berjudul Standard Practice for Tonnage Calsulation of Coal in a Stockpile, dokumen ini berisi tentang standar tonnase batubara. Lampiran H menjelaskan mengenai isi dari dokumen D6542 . Didalam dokumen ini tercantum toleransi kesalahan dalam perhitungan tonase batubara. Rumus mengenai penghitungan toleransi kesalahan tersebut dapat dilhat pada persamaan I.11 (ASTM, 2002). √
.............................................................................. (I.11)
Keterangan: C
: Toleransi perhitungan tonase (%).
D
: Toleransi bulk density (%).
A
: Toleransi volumetric survey (%).
Dalam dokumen dengan nomor D6347 disebutkan bahwa nilai toleransi densitas sebesar 2,68%. Kemudian pada dokumen dengan nomor D6172 disebutkan bahwa toleransi volumetric survey adalah 0,74%. Jika kedua besaran tersebut dimasukkan pada persamaan I.11, Nilai C diperoleh dengan memasukkan besaran toleransi bulk density dan toleransi volumetric survey. Hasilnya adalah bahwa selisih perhitungan tonase dari perhitungan stock opname dan catatan buku PLTU tidak boleh lebih dari 2,78%. dasar inilah yang digunakan dalam kegiatan aplikatif kali ini untuk perhitungan tonase batubara.