BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Pulau Wetar merupakan salah satu pulau di bagian selatan Provinsi Maluku, secara administratif terletak pada Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Secara geologi, pulau ini terletak pada busur luar bergunung api, namun secara fisik saat ini tidak ada aktifitas vulkanisme yang di jumpai di sepanjang pulau ini (Audley-Charles 1986; Masson dkk, 1991 dalam Scotney dkk, 2005). Secara regional, morfologi Pulau Wetar didominasi oleh pegunungan dan perbukitan dengan lereng yang terjal di bagian tengah pulau, dan morfologi dataran di daerah pantai. Pembentukan morfologi ini dikontrol oleh litologi yang menyusun pulau ini yaitu berupa batuan vulkanik yang berumur Tersier. Batuan termuda yang tersingkap berupa endapan aluvial dan sedimen gamping koral berumur Tersier, dan terletak di sepanjang pesisir pantai. Batuan vulkanik yang dihasilkan adalah produk dari vulkanisme yang berlangsung dari Miosen Awal hingga Miosen Akhir, terdiri dari lava berkomposisi andesit hingga riolit, jatuhan piroklastik, aliran piroklastik dan endapan laharik (Robertus dkk, 2011). Secara tektonik, Pulau Wetar merupakan salah satu tempat yang cukup potensial menghasilkan endapan VMS tipe Kuroko bahkan diduga mempunyai sistem mineralisasi porpiri, yang kemungkinan masih tertutupi oleh endapan VMS yang berumur lebih muda di atasnya (Binns, 2013). Pulau ini memiliki riwayat pertambangan berskala komersial yang dimulai dengan penambangan emas pada deposit pasir barit dan sulfida masif di Lerokis dan Kali Kuning yang dilakukan oleh PT. Prima Lirang Mining (PT. PLM) melalui ijin pertambangan Kontrak Karya yang berakhir pada tahun 1990-an. Setelah berakhirnya pertambangan tersebut, dan setelah dilakukan penutupan tambang pada tahun 2001, maka diatas lahan yang sama diberikan lagi Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi untuk bahan galian tembaga dan mineral dan pengikutnya, yang saat ini telah memasuki tahap studi kelayakan.
Jauh sebelum dilakukannya penambangan berskala komersial, telah dilakukan eksplorasi yang mencakup hampir sebagian besar pulau Wetar oleh Biliton Indonesia BV. Eksplorasi yang dilakukan mencakup pekerjaan pemetaan geologi skala detail hingga semi detail (terutama di Lerokis dan Kali Kuning), sampling geokimia dengan metode stream sediment, BLEG, rock chip dan soil sampling, metode geofisika EM dan IP serta pemboran inti. Secara garis besar, hasil eksplorasi tersebut menemukan beberapa titik deposit mineral potensial lainnya selain di Kali Kuning dan Lerokis, diantaranya di daerah Meron, Lirang, Hiay, Kali Putih, Arnau, Pantai Merah dan beberapa daerah anomali lainnya yang perlu dilakukan eksplorasi lebih detail, diantaranya Klisatu, Eray, Esulit, Ilwaki, Kayu Lepa, Moning dan Masapun (Saad, 2001). Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan eksplorasi di Pulau Wetar di lanjutkan dengan fokus utama untuk melakukan penambangan emas dan perak dengan cara mengekstraksi pasir barit yang mengandung emas. Pasir barit ini umumnya belum terkonsolidasi dan mengandung mineral sulfida di Kali Kuning, Zona 5 & 1 Lerokis dan Meron. Pada tahun 1996, PT. PLM mengalihkan perhatiannya untuk memperoleh sumber sulfida di Kali Kuning dan Meron dengan mengarahkan fokus eksplorasinya di daerah ini, dan mengkaji ulang datadata sebelumnya (PT. Batutua Kharisma Permai, 2010). PLM sebelumnya telah menambang Tembaga di Zona 5 dan 1 Lerokis, yang mengandung sulfida masif. Tembaga pada zona sulfida ditemukan selama pengeboran tahun 1990/1991, dan terlihat adanya sumber tembaga (Cu) sebesar 4,7
[email protected]% Cu yang terindikasi baik di Kali Kuning maupun di Lerokis. Pada tahun 1993, sumber yang terindikasi untuk Zones 5 dan 1 Lerokis, dengan menggunakan cutoff 1% adalah 2,04 Juta
[email protected]% Cu.. PLM juga melakukan pekerjaan eksplorasi di daerah pantai selatan Wetar, termasuk pengambilan sampel sedimen (endapan) sungai, pengambilan sampel tanah dan pecahan batuan (rock chip), serta melakukan pengeboran. Prospek di Pantai Merah adalah yang paling maju (Finders Resources, 2011) (Gambar 1.1.). Hasil dari tujuh lubang bor menghasilan mineralisasi emas-perak-barit, sedangkan empat lubang bor yang tersisa tidak mendapatkan mineralisasi yang baik. Mineralisasi barit-emas hadir dalam bentuk pasir barit, konglomerat barit 2
gossanous, gossanous barit dan barit saprolit yang terkonsentrasi di pusat daerah prospek tersebut. Zona barit menempati lembah sungai (basin), dengan topografi berukuran 200m X 300m dengan ketebalan rata-rata 10 m. Ada tiga lensa mineralisasi emastembaga dengan cadangan bijih sebanyak 628.000 ton, dengan hasil rata-rata 1,6 g / t Au, 77 g/t Ag dan 15,5% Ba. Dua daerah prospek lainnya yang juga dieksplorasi oleh PLM, adalah Batu Duri, dan W6.
Gambar 1.1. Beberapa prospek dari hasil eksplorasi Billiton Indonesia BV yang di tindaklanjuti oleh Finders Resources (Finders Resources, 2011) Dalam perkembangannya kemudian, hasil-hasil eksplorasi awal ini sebagian besar tidak cukup intens ditindaklanjuti dengan berbagai pertimbangan (Seran dan Farmer, 2012). Kontras dengan keterdapatan pengembangan hasil eksplorasi sejumlah prospek terdahulu, pada periode 2005-20012 jumlah pemberian Kuasa Pertambangan/IUP Eksplorasi di Pulau Wetar melonjak tajam dari hanya 5 KP/IUP eksplorasi menjadi 47 KP/IUP Eksplorasi (Dinas ESDM Kab. MBD, 2010). Berdasarkan hasil evaluasi eksplorasi di Pulau Wetar, ditemukan bahwa hanya beberapa deposit potensial saja yang ditindaklanjuti dengan eksplorasi detail, bahkan hingga ke operasi produksi, terutama di ex-pit Lerokis dan kali Kuning, sedangkan kegiatan eksplorasi detail dan semi-detail lainnya sedikit sekali yang dilakukan di daerah prospek lainnya. Dalam
konteks
eksplorasi,
maka
penelitian
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan daerah prospek baru di Pulau Wetar yang dapat digunakan sebagai 3
pedoman eksplorasi selanjutnya bagi KP/IUP yang terdapat di luar deposit yang telah terkonfirmasi sebelumnya. Adapun metode yang digunakan adalah dengan melakukan integrasi data eksplorasi terdahulu, yaitu data geologi, percontohan batuan, struktur geologi serta pengolahan data Landsat 7 ETM+. Metode integrasi yang umum digunakan dalam pengolahan data sejenis, dapat dilakukan dengan pendekatan Data-Driven yaitu berdasarkan data-data yang tersedia (kuantitatif) maupun Knowledge-Driven, yaitu dengan menggunakan penilaian expert terhadap model deposit yang telah tersedia (Harris dan Sanborn-Barrie, 2004). Metode integrasi ini berguna untuk (1) mengukur asosiasi spasial dari keterdapatan mineral pada setiap layer data, (2) membuat model eksplorasi, (3) memprediksi daerah-daerah mineralisasi potensial (Bonham-carter, 1997) dan (4) memberikan persepsi dan pemahaman yang sama untuk berbagai disiplin ilmu. Model integrasi ini, kesemuanya diolah dengan basis GIS, dengan menggunakan software khusus untuk mengelola citra satelit, peta, data tabular dengan mentransformasi, memanipulasi, menganalisis serta memodelkannya dalam menunjang pengambilan keputusan dalam eksplorasi (Rojaz, 2003). Penelitian ini secara spesifik dilakukan untuk memetakan potensi endapan VMS (Volcanogenic Massive Sulfide) pada Pulau Wetar, dalam rangka menemukan asosiasi spasial antara data-data geologi yang tersedia untuk menemukan area potensial lain yang dapat ditindaklanjuti.
I.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji pada daerah ini adalah bagaimana mengintegrasikan semua data-data spatial dengan analisa penginderaan jauh untuk menentukan variabel-variabel geologi yang berasosiasi dengan potensi endapan VMS di Pulau Wetar. Proses analisa citra penginderaan jauh (Citra Landsat 7 ETM+) akan lebih dahulu dilakukan untuk menganalisa sebaran permukaan mineral hasil alterasi hidrothemal pada darah penelitian, yang kemudian akan diintegrasikan dengan data-data spasial lainnya untuk membentuk suatu data spasial baru yang menginformasikan potensi keterdapatan endapan VMS, yang kesemuanya akan divalidasi dengan data-data deposit terdahulu di Pulau Wetar.
4
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menguji sejauh mana citra Landasat 7 ETM+ dapat digunakan untuk menemukan daerah sebaran alterasi hidrothermal, terutama untuk golongan mineral lempung, limonit dan kuarsa di Pulau Wetar.
2.
Menentukan asosiasi faktor-faktor geologi yang berhubungan dengan karakteristik endapan VMS di Pulau Wetar, diantaranya menentukan litologi yang dapat berperan sebagai batuan induk dan batuan sumber panas (heat source), hubungan struktur geologi dengan mineralisasi serta kehadiran mineral-mineral alterasi penciri endapan VMS di Pulau Wetar.
I.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu dasar bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pengelolaan program eksplorasi bagi para pemegang IUP di Pulau Wetar, serta dapat juga dijadikan salah satu acuan dalam menentukan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) maupun Wilayah Pertambangan (WP). Diharapkan juga, dalam hubungannya dengan arahan pemanfaatan wilayah serta tata ruang daerah, maka hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam menentukan kawasan pertambangan dan konservasi mineral.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku atau secara geografis terletak antara 7o 33‘ 29,71‖ LS hingga 8o 00‘ 00‖ LS dan 125o 47‘ 52,27‖ BT hingga 126o 50‘ 1,89‖ BT, dengan luas areal adalah 104,5 X 35,5 km2 (Gambar 1.2). Lingkup penelitian mencakup beberapa hal, yaitu : a)
Pengumpulan data sekunder berupa data geologi, titik deposit dari pemetaan geologi terdahulu dari pihak-pihak yang pernah melakukan penelitian di lokasi penelitian serta studi pustaka.
b)
Pengambilan data primer untuk analisis penginderaan jauh, yaitu dengan memanfaatkan citra Landsat 7 ETM+ dan Aster GDEM. 5
c)
Analisa dan integrasi spasial untuk menghasilkan variable-variabel geologi yang berkaitan dengan kehadiran endapan VMS.
Daerah Penelitian
Gambar 1.2. Lokasi daerah penelitian (Institut Pertanian Bogor, 2006)
I.6.
Penelitian Terdahulu Peneliti terdahulu yang secara spesifik fokus membahas mineralisasi VMS
secara detail Pulau Wetar sangat terbatas, umumnya penelitian dilakukan oleh perusahaan yang berkepentingan dalam eksploitasi endapan mineral di daerah ini, sedangkan para peneliti lain lebih membahas tektonika dan geodinamika regional, terkait dengan posisi daerah penelitian yang merupakan bagian dari sistem busur Banda. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan di Pulau Wetar, diantaranya : 1.
PT. Prima Lirang Mining (PT. PLM), 1984-1989, melakukan eksplorasi geologi regional dan detail untuk menemukan cadangan emas di daerah Lerokis, kali Kuning dan Meron (tidak dipublikasikan).
2.
Noya dkk, 1997 (Pusat Studi Geologi) melakukan pemetaan geologi regional skala 1 : 250.000 untuk daerah Wetar Timur.
6
3.
Burhan dkk, 1997 (Pusat Studi Geologi) melakukan pemetaan geologi regional skala 1 : 250.000 untuk Pulau Alor dan daerah Wetar Barat.
4.
Saad, 2001, melakukan penelitian pengolahan dan pemurnian, K3 dan reklamasi sebagai bagian dari proses pengakhiran Kontrak Karya, PT. Prima Lirang Mining (tidak dipublikasikan)
5.
Scotney, dkk, 2005, meneliti karakteristik endapan VMS yang berasosiasi dengan endapan pasir barit pada lokasi pit PT. Prima Lirang Mining. Dari penelitian ini, mereka berkesimpulan bahwa endapan VMS yang terletak dalam endapan pasir barit di Pulau Wetar berhubungan dengan arc volcanism, yang dipicu kolisi antara Banda Arc dan Australian continental plate.
6.
PT. Batutua Kharisma Permai (2004-2010) melakukan eksplorasi lanjutan pada bekas pit PT. Prima Lirang Mining serta eksplorasi pendahuluan pada beberapa daerah prospek lain di Pulau Wetar (tidak di publikasikan)
7.
Robertus dkk, 2011 (Pusat Studi Geologi), mengadakan penelitian potensi geotermal di daerah penelitian, dan mengidentifikasi 4 daerah potensi geotermal yang ada di daerah penelitian, yaitu Wermong, Karbubu, Lurang dan Esulit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa manifestasi panas bumi yang ada di Pulau Wetar pada umumnya muncul di lingkungan vulkanik yang berumur Tersier dan batuan yang diperkirakan menjadi sumber panas (heat source) adalah batuan terobosan (intrusi) diorit dan dasit yang berumur PlioPleistosen, yang merupakan hasil dari proses magmatisme serta dikontrol oleh struktur yang relatif berarah baratlautaut–tenggara, barat–timur, dan utara–selatan.
7