1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang garis pantainya lebih dari 81.000 km dan 70 % dari jumlah penduduknya hidup di kawasan Pesisir (Nontji, 1997, 1999).Keadaan ini sangat menguntungkan mengingat potensi laut yang sangat besar, baik sebagai sumber alam yang melimpah maupun sebagai sarana perhubungan, perdagangan dan pariwisata. Negara-negara tepi Selat Malaka telah berhasil menyepakati ketentuan-ketentuan dalam mengatasi masalah lingkungan hidup, namun upaya penegakan hukum terhadap penanganan masalah lingkungan hidup di Selat Malaka belum terlaksana dengan baik akibat koordinasi antar instansi dalam penegakan hukum belum terpadu (Suhaidi, 2005). Pantai-pantai di Indonesia pada umumnya sudah mengalami kerusakan baik komunitas pasang surut maupun komunitas dalam sedimen laut, terutama di dekat pusat-pusat kota dengan produksi minyak dari anjungan-anjungan lepas pantai. Diperkirakan sekitar 35 % produksi minyak bumi di Indonesia berasal dari sumur-sumur minyak lepas pantai. Sedimentasi minyak bumi (seperti n-alkana dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) dan sumber alamiah lainnya terjadi karena banyak komponen hidrokarbon di lautan tidak larut dalam air dan selanjutnya tenggelam dalam sedimen (Anonim, 1975). Partikel-partikel yang menyusun sedimen laut terdiri atas dua asal utama, yaitu (1) terbentuk dari senyawa-senyawa terlarut (anorganik dan terutama organik) yang terbawa ke lautan sebagai fasa padat dan (2) berasal dari daratan atau tempat lain sebagai hasil buangan (Libel, 1992). Minyak bumi dapat masuk ke lingkungan laut dalam bentuk hidrokarbon alifatik dan dapat pula berupa PAH. Hidrokarbon tersebut tersebar luas ke seluruh lautan, atmosfer, dan daratan. Dampak minyak bumi yang mengandung PAH dalam sedimen laut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran. Minyak bumi yang masuk ke lingkungan laut akibat aktivitas manusia menyebar relatif cepat melalui proses kimia dan biologi. Penyebaran minyak bumi akan membentuk 1
2
lapisan yang menutupi permukaan laut dan dapat bertahan lama yang secara bertahap mengalami sedimentasi atau terdampar di pantai (Sloan, 1993). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar PAH total sekitar 2.000 ppm (mg/kg) sudah menimbulkan pencemaran (Kilbane, 1998; Meyer & Hans, 2001 ; Wijayaratih, 2001). Murygina et al., (2000) menyatakan bahwa kadar minyak bumi di perairan sebesar 400 ppm sudah bersifat mencemari lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan hidup nilai baku mutu PAH sebagaisalah satu parameter baku mutu air lautuntuk biota sebesar 3 ppb atau 0,003 µg/L atau 0,003 ppm. Minyak bumi dalam bentuk hidrokarbon alifatik dan PAH serta asamasam organik pada daerah pantai dan lingkungan samudera mempunyai kadar tertinggi di daerah Estuaria (Sudarso, 1997). Adanya tumpahan minyak bumi dalam jumlah besar di laut seperti yang terjadi di dekat Prince William Sound, Alaska (sekitar 11 juta gallon minyak bumi) yang tumpah ke laut dapat menimbulkan kerusakan berat ekosistem laut (Hadi, 2003). Banyak penelitian yang telah dilakukan pada bidang Ilmu Kimia dan Geologi serta Kelautan terutama di bidang Kimia Lingkungan berkaitan dengan PAH. Hasil penelitian Elias,et al, (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi total PAH dalam sedimen Pantai Timur Semenanjung Malaysia adalah 0,25 – 0,59 μg/g berat sedimen kering, yang sedikit terkontaminasi petroleum yang bersumber dari proses pirolitik. Hal tersebut diperkuat pula penelitian Boonyatumanond,et al. (2006)di sekitar kawasan pantai di Thailand menganalisis PAH 3 - 7 cincin benzena denganGasChromatograpy - Mass Spectrometry (GC-MS) dan hasilnya diperoleh konsentrasi PAH mulai dari 6 hingga 8399 ng/g berat kering.Penelitian lain menunjukkan bahwa dalam sedimen pantai Pulau Lumu-lumu Kepulauan Spermonde dengan menggunakan indikator Marine Oil Pollution Index (MOPI) dan Molar Content (MC) telah terkontaminasi dengan hidrokarbon n-alkana yang berasal dari antara biogenik dan petrogenik sedang(Syahrir, 2001). Penelitian Melawaty (2002) menunjukkan bahwa
sedimen pada salah satu Kepulauan
Spermonde di Pantai Pulau Lumu-lumu Makassar mengandung beberapa jenis senyawa PAH.
3
PAHdapat bersumber dari proses alamiah diantaranya biogenik dan diagenetik,sedangkan dariproses anthropogenik diantaranya petroleum dan pirolitik.PAH pirolitik terjadi karena akibat dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar sedangkan PAH petrogenik sebagian besar diperoleh dari minyak mentah (crude oil) atau bahan bakar
yang tidak dipakai dan dari produksi
penyulingan, misalnya aktivitas dari Pengeboran Minyak maupun Kilang Minyak serta aktivitas manusia lainnya di daratan. Konsentrasi hidrokarbon (alifatik dan aromatik) terhadap sampel sedimen laut pada dua musim di Indonesia mengalami peningkatan pada musim kemarau dibandingkan sampel sedimen yang diambil pada musim hujan. Menurunnya konsentrasi hidrokarbon (alifatik dan aromatik) pada musim hujan disebabkan oleh tingginya tingkat pengenceran perairan terutama oleh air hujan (Noor, 1988). Sedimentasi minyak terjadi karena banyak komponen minyak bumi termasuk hidrokarbon alifatik dan aromatik terutama PAH yang tidak larut dalam air membentuk emulsi dengan air sehingga menjadi berat dan turun ke dasar laut.Sekitar kawasan pantai terdapat sedimen maupun air yang diperkirakan telah terkontaminasi PAH dan akan mempengaruhi Biota (kerang hijau) yang hidup di sekitarnya. PAH dapat berasal dari air buangan, seperti buangan rumah tangga dan industri, sampah, dan aliran buangan kota, serta buangan atmosferik dari pembakaran bahan bakar fosil.Dampak PAH akan menimbulkan kerusakan berat ekosistem laut terutama biota. Selain itu dampak PAH bagi manusia akan merusak kesehatan misalnya mengakibatkan mutasi material genetik, kanker dan penyakit kronis lainnya. PAH perlu selalu dipantau keberadaannya karena dapat menyebabkan mutasi material genetik dan menimbulkan penyakit kanker. PAH termasuk golongan zat kimia yang bersifat genotoksik dan memberikan efek dapat membentuk ikatan kovalen dengan basa dari DNA serta memiliki gugus elektrofil yang akan membentuk ikatan kovalen dengan gugus nukleofilik seperti asam amino, sulfohidril dan gugus hidroksil pada molekul lain (Sugiyanto, et al, 1992; Lukitaningsih, 2004)). Tingkat toksisitas PAH terhadap lingkungan dapat diurutkan berdasarkan jumlah cincin benzena yang dimiliki oleh setiap PAH. Sifat
4
karsinogenik dan toksisitas senyawa PAH tergantung pada berat molekul dan log Kow – nya (Haritash dan Kaushik, 2009;Falahuddin danMunawir,2011). Semakin banyak cincin benzena yang dimiliki oleh PAH semakin bersifat karsinogenik dan toksik, sehingga jika diurut berdasarkan sifat karsinogenik dan toksisitasnya mulai dari
naftalena
–
asenaptena
–
fenantrena–
fluorantena
–
pirena
–
benzo(a)antrasena - perilena(dari kiri ke kanan semakin besar sifatkarsinogenik atautoksisitasnya). Konsentrasi total terhadap 7 jenis PAH (naftalena, asenaptena, fenantrena, fluorantena, pirena, benzo(a)antrasena dan perilena)
dalam kerang hijau di
Perairan Kamal Muara Teluk Jakarta adalah 23,2507-283,7465 µg/g (Augustine, 2008) telah melampaui ambang batas. Keberadaan PAH dalam tubuh manusia dan lingkungan yang melampaui batas dan mengalami kontak langsung dengan kulit dapat menyebabkan kulit memerah, terjadi iritasi, dan melepuh, sedangkan efek kesehatan dapat diketahui beberapa tahun kemudian setelah PAH terakumulasi dalam tubuh, diantaranya dapat menyebabkan kanker, mengganggu reproduksi, dan membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit(Wick.et al,2011). Selat Makassar merupakan jalur lalu lintas yang penting bagi kapal tanker minyak yang berasal dari produsen-produsen minyak (Timur Tengah) menuju ke konsumen utamanya, Jepang dan Amerika Utara yang berkisar 3 juta barrel perhari. Jalur tersebut merupakan alternatif dari Selat Malaka yang sudah menjadi jalur laut yang sempit tetapi ramai, sehingga menyebabkan banyak kecelakaan misalnya Makassar
tabrakan tanker minyak (Noor dan Jawahir, 1994). Selain ituSelat juga
merupakan
jalur
utama
tanker
minyak
bumi
yaitu
pengangkutannya dari Timur Tengah menuju Laut Jawa kemudian melalui Selat Makassar untuk dibawa ke konsumen utama tersebut. Sejauh ini pengetahuan tentang distribusi kualitatif kelimpahan sediaan serta penyebaran PAH total dalam sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L) di sekitar Pantai Makaassar belum diketahui dengan pasti. Upaya untuk mengelompokkan faktor spasial (tempat) dapat dianggap saling bebas dapat
5
memberikan gambaran pola hubungan antara pengaruh tempat terhadap penyebarannya. Kawasan perairan laut di Pantai Makassar merupakan salah satu pantai yang berada pada salah satu kota terbesar di Indonesia yang mempunyai peluang besar terhadap tercemarnya lingkungan perairan laut di sekitar Pantai Makassar berpeluang memperoleh keterpaparan PAH baik yang bersumber dari tanker minyak, aktivitas pelabuhan maupun aktivitas lainnya yang terjadi di sekitar pantai. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar kawasan pantai tersebut memanfaatkan kawasan ini, dari berbagai sektor misalnya di sektor industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, pertanian dan pariwisata. Kegiatan pada Kawasan Industri Makassar (KIMA), pembuangan limbah oli dari usaha perbengkelan yang banyak tersebar maupun aktivitas kendaraan bermotor, pembuangan limbah rumah tangga terutama dari kawasan pertokoan dan perhotelan di sekitar Pantai Losari, adanya lalu lintas aktivitas kapal laut terutama di Pelabuhan Sukarno-Hatta maupun pada selat Makassar serta kegiatan pembakaran sampah dengan incenerator di TPAS (tempat pembuangan akhir sampah) Antang Makassar.Berdasarkan aktivitas tersebut menyebabkan PAH akan terlarut sebagian ke dalam air baik melalui air hujan maupun air tanah kemudian terbawa aliran ke laut dan mengendap ke dalam sedimensehingga terkontaminasi PAH serta mempengaruhi biota (misalnya: kerang hijau) yang hidup di sekitar pantai, bahkan dapat menyebabkan hilangnya jenis kerang hijau di sekitar perairan laut pantai Makassar dimana kerang hijau ini dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran laut.Proses pengambilan senyawa PAH oleh mikroorganisme dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui adsorpsi langsung dari lingkungan atau melalui makanan yang telah tercemar oleh senyawa PAH tersebut (Lukitaningsih dkk, 2004).Kelarutan PAH yang sangat kecil dalam air, mengalami kesulitan dalam analisis GC sehingga diharapkanmemonitoring polutan PAH di lingkungan menggunakan sampel selain air(Lukitaningsih & Sudarmanto, 2010). Kerang hijau dapat juga digunakan sebagai suatu biomonitor untuk mengidentifikasi adanya
polutan yang disebabkan oleh ion-ion logam berat,
6
organoklorida dan produksi minyak bumi. Kerang yang ada di dalam lingkungan tercemar mempunyai selaput lysosomal yang labil dalam kaitannya dengan stress. Kerang juga terkenal karena dapat menyumbat pipa air yang digunakan oleh kompleks industri dan mengotori peralatan kapaldi laut. Tingginya penggunaan air dan pipa klorinasi ditunjukkan dengan berkurangnya populasi atau berpindahnya Perna viridis L. Oleh karena itu, kerang mengeluarkan zat amoniak yang bereaksi dengan klor untuk membentuk chloramin, suatu obat pembasmi hama lebih lemah dibanding klor. Penelitian tentang senyawa PAH telah dilakukan di beberapa wilayah baik berupa distribusi, karakteristik dan akumulasinya pada sedimen, air dan biota laut, namun di sekitar pantai Makasar belum pernah dilakukan penelitian secara kuantitatif. Olehnya itu perlu dilakukan suatu kajian penelitian tentang distribusi dan sumber PAH dalam sedimen dan kerang hijau di sekitar pantai Makassar. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
di
atas
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah metode analitik yang digunakan dalam penentuan konsentrasi PAH pada sedimen dan kerang hijau di sekitar Pantai Makassar ? 2. Bagaimanakah distribusi PAH dalam sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L) terutama pada wilayah Pelabuhan dan Kawasan Industri Makassar (KIMA) ? 3. Bagaimanakahsumber PAH dalam sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L)di sekitar Pantai Makassar ? I.2. Keaslian Penelitian dan Kebaruan Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan judul “Distribusi dan Sumber PAH dalam Sedimen dan Kerang Hijau di sekitar Pantai Makassar” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Menurut Melawaty, (2002)bahwa sedimen pantai Pulau Lumu-lumu Kepulauan Spermonde Makassar yang berada pada zona III mengandung PAH jenis flurena, fluorantena, naftalena, krisena, penantrena, pirena dan 3,4-benzo pirena dengan kandungan fraksi aromatik antara 13,23 – 320,94 mg/kg sedimen kering.South (1999) telah mengidentifikasi
7
hidrokarbon aromatik dalam sedimen Perairan Pantai Ujung Pandang
dan
sedimen mengandung PAH jenis naftalena, asenaptena, fenantrena, fluorantena, pirena,
benzo(a)antracena, dan
perilena.Pada umumnya penelitian tersebut
menggunakan ekstraksi refluks dan analisis kualitatif terhadapsampel sedimen dalam keadaan di bawah suhu 0 oC.Selain itu belum adanya penelitian distribusi dan sumber PAH dalam kerang hijau di sekitar wilayah tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dianggap sebagai hal barudan belum diteliti oleh peneliti lain yaitu: 1. Penelitian yang melakukan analisis kuantitatif dengan mengekstraksi terhadap setiap jenis PAH dalam sedimen dan kerang hijau di sekitar Pantai Makassar. 2. Sampel sedimen dan kerang hijau dapat dikeringkan pada suhu kamar dengan membutuhkan waktu dan tenaga yang praktis dalam membawa sampel dari lingkungan perairan laut ke laboratorium. Beberapa penelitian terdahulu yang berbeda dari penelitian ini terangkum pada Tabel 1.1. dan Tabel 1.2.
8
1990
Metode 5
Hasil Penelitian 6
Identifikasi hidrokarbon Aromatik dalam sedimen
Fluorantena, naftalena, fenantrena, krisena, antrasena, benzo(a)antrasena dan Perilena
17 PAH teridentifikasi dengan kadar pada rentang: 0,26-0,59 µg/g
Teridentifikasi senyawa PAH jenis krisena, fenantrena, antrasena, dan 3,4-dibenzo(a)pirena
Jumlah PAH total 10.000 µg/kg dan semua stasiun telah terkontaminasi
PAH terkontaminasi tinggi (1700-8400 ng/g) pada sedimen Harbour dan bersumber dari pirolitik sedangkan kerang hijau tidak mengandung PAH kecuali Pada dua sampel yang diambil dan bersumber dari pirolitik
Ekstraksi reflux dan sampel disimpan pada suhu -20 oC, dianalisis Spektroskopi UV
Ekstraksi refluks, Sampel disimpan pada suhu -20 oC, Spektroskopi UV
Ekstraksi dg sentrifuse dan sampel disimpan pada suhu -20oC selama analisis
Permukaan laut dangkal Ujung Pandang
PAH pada Permukaan sedimen Permukaan dan proses Biologi yang sedimen laut berkaitan
1997
1999
Profil hidrokarbon aromatik berdasarkan kedalaman sedimen pantai Pulau Lumulumu Kepulauan Spermonde
Bioavaibilitas dan Sumber PAH dalam Kerang Hijau dan Sedimen
2001
Kontaminasi PAH dalam sedimen
Pulau Lumulumu Kep. Spermonde
2007
Laut Mediterranian Ekstraksi Vessel, sampel disimpan dalam suhu -20oC, dianalisis GC-MS dan HPLC
Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Terdahulu pada Sedimen Penulis Thn Judul Lokasi 1 2 3 4 South
Baumard, et.al
Woodhead,et.al
Melawaty
Eliat,et.al
Pantai Peninsu- Ekstraksi soxhlet, sampel lar Malaysia disimpan di bawah suhu 5 oC, dianalisis GC-MS
9
1 El Nemr, et.al
Damas, et.al
Yang, et.al
Tripathi,R,,et.al
Syahrir,M
2 Distribusi dan Sumber PAH Pantai MediterraPermukaan sedimen nian Egyti
3
Ekstraksi soxhlet, sampel difrezer-dried suhu -20oC, dianalisis GC-MS
Ekstraksi soxhlet sonifikasi ultra bath sampel difrezer-dried suhu -20 oC, dianalisis
5
16 PAH dalam sedimen berkisar 88 – 6338 ng/g
6
Konsentrasi n-alkana dan PAH terukur di bawah 30 ng/g
4
2009
Validasi Metode Analitik Cuba, Havana Secara kuantitatif hidrokarbon Petroleum pada sampel sediberkaitan
16 PAH USEPA pada rentang; 42,5 – 158,2 ng/g berat kering,, petrogenik pada core 8 dan Pirolitik pada core 10
2007
2009
Distribusi spasial dan temporal Daya Bay, PAH dalam sedimen South Asia
Ekstraksi soxhlet, sampel difrezer-dried suhu -20oC, Dianalisis GC-MS
PAHs pada rentang: 0,068-3,153 µg/g berat kering
2009
Ekstraksi soxhlet, sampel air-dried, dianalisis HPLC
Distribution, Sources and Characterization of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in sediment the River Gomti
Surabaya,
Lucknow, India
2013
Ekstraksi soxhlet, sampel sedimen kering angin dianalisis GC-FID
Fraksinasi EBO menggunakan pengelusi DCM dan n-heksana (1:1) diperoleh konsnetrasi PAH lebih tinggi dibandingkan menggunakan DCM-n-heksana (1:1)
Chromatogram Profile of PAH In EOM before and after Fractionation of dry-wind Sediment from Kenjerang coast Surabaya by Using GC-FID
10
1983
1997
2007
2007
2008
PAH dalam Kerang Hijau Estuary, Gulf Canada
Ekstraksi refluks, sampel difrezer-dried, Dianalisis GC-MS
Metode 5
Analisis PAH pada mussel umumnya berasal dari industry bagian Utara Amerika
Hasil Penelitian 6
PAH hanya dianalisis pada Kerang Dara (karena hanya biota ini ditemukan) dan diperoleh satu jenis PAH Fluorantena 4,589 ppb sedang kan pada siput gonggong ditemukan 4 jenis PAH (krisena, benzo(a) antrasena), dan tribenzo(a,e,ghi) perilena: 6370,641 ppb. Konsentrasi 7 (tujuh) jenis PAH total dalam kerang hijau dg 4 ukuran berbeda antara 23,25-283,75 µg/g berat basah,cenderung menigmeningkat dengan bertambahnya ukuran panjang tubuh kerang
PAH total pada rentang: 11-1,1333 ng/g kering dengan kontaminasi rendah dan bersumber petrogenik
Laut Mediterranian
Pantai South dan Southeast Asia
Ekstraksi Vessel, sampel disimpan dalam suhu -20 oC, dianalisis GC-MS dan HPLC
Disribusi PAH dan Phenolic Endokrin dalam mussel
Perairan Teluk Bangka
Bioavaibilitas dan sumber PAH dalam Kerang Hijau dan sedimen
Kadar PAH dalam sedimen, air, dan sampel biota
Ekstraksi maserasi, sampel difrezer-dried -30 oC, dianalisis GC-MS Ekstraksi refluks, sampel lumpur dikeringkan dalam suhu 50oC, dianalisis dengan GC-FID
PAH terkontaminasi tinggi (17008400 ng/g) pada sedimen Harbour dan bersumber dari pirolitik sedangkan kerang hijau tidak mengandung PAH kecuali pada dua sampel yang diambil di Harbour dan bersumber dari pirolitik
Tabel 1.2. Beberapa Penelitian Terdahulu pada Kerang Hijau Penulis Thn Judul Lokasi 1 2 3 4 Cossa, et.al
Baumard, et.al
Isobe, et.al
Munawir
Agustine
Akumulasi PAH dalam Kerang Hijau
Perairan Ekstraksi refluks, Kamal Muara sampel disimpan dalam Teluk Jkt lemari pendingin bersuhu 4-10 oC, dianalisis GC-MS
11
1 Fang, et.al
Arias, et.al
Galgani, et.al
Munawir dan
2008
2 Konsentrasi PAH dalam Kerang Hijau
3 Estuary, Gulf Canada
4
Ekstraksi refluks, sampel difrezer-dried,
5
6
PAH pada air, mussel, dan Ikan
PAH tertinggi pada Marseille 105,5 µg/kg dengan kadar terendah pada Galeria dan Cappo 21,9 µg/kg
PAH total dalam air sangat rendah, dan bersumber pirogenik, sedangkan PAH dalam mussel telah terkontaminasi tinggi Ekstraksi automatic acceleration solvent Procedure, sampel Dikeringbekukan, dianalisis GC-MS
Bahia Blanca Ekstraksirefluks, Estuari, Argentina sampel disimpan dalam suhu -20 oC, dianalisis dengan GC-MS
Ekstraksi refluks, sampel difrezer-dried dianalisis GC-FID
Laut Mediterranian
Pasar Clincing Jakarta Utara
Asesmen konsentrasi PAH dalam mussels
Analisis PAH pada mussel umumnya berasal dari industri bagian Utara Amerika
2009
2010
2011
Pengukuran dan Identifikasi sumber asal PAH dalam kerang hijau
PAH total dalam daging kerang 121,64-426,52 µg/g bk dengan ratarata 273,90 µg/g bk, kelimpahan terbesar: BaP, DBA, Ant, sedangkan sumbernya: pembakaran tidak sempurna bahan organic seperti: kayu, BBM, kapal, dan industri.
12
I.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menyusun metode analitik dalam penentuan konsentrasi PAH pada sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L) di sekitar Pantai Makassar 2. Untuk melihat distribusi PAH dalam sedimen dan kerang hijau (Perna viridis L) pada masing-masing stasiunterutama pada wilayah Pelabuhan dan Kawasan Industri Makassar (KIMA). 3. Untuk mengkaji sumber PAH dalam sedimen dan kerang hijau di sekitar Pantai Makassar. I.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan: 1. Hasil terbaik dari penelitian ini diharapkan memberikan perkembangan pengetahuan di bidang Ilmu Kimia khususnya di bidang Kimia Lingkungan. 2. Distribusi dan sumber PAH dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengkaji senyawa pencemar lainnya serta pengembangan prosedur analisis sedimen dan kerang hijau yang berasal dari lingkungan laut. 3. Informasi bagi pemerintah maupun masyarakat banyak khususnya yang berada di pesisir pantai tentang distribusi dan sumber PAH dalam sedimen dan kerang hijau, sehingga dapat meningkatkan derajatkesehatan terutama masyarakat di sekitar Pantai Makassar karena senyawa ini bersifat toksik dan penyebab penyakit tumor maupun kanker.