1
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Di dunia ini kita mengenal tiga jenis tata kelola pemerintahan yaitu Sentralisasi, Desentralisasi, dan Dekonsentrasi. Hampir tidak ada satu pun negara di dunia ini yang hanya memakai salah satu sistem tersebut, baik sentralisasi saja, desentralisasi saja, maupun dekonsentrasi saja. Salah satu tata kelola pemerintah yang sekarang menjadi pilihan utama yang dominan bagi negara-negara di dunia khususnya negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi adalah desentralisasi. Bahkan negara-negara yang amat kuat ciri otoriternya berusaha mendesain tata politik pemerintahannya seakan-akan memenuhi asas desentralisasi agar terkesan demokratis. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsifungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Semakin besar suatu negara (dilihat dari penduduk dan luas wilayah) maka biasanya semakin kompleks dan “heterogen” pemerintahannya, yang tercermin dari tingkatan pemerintah daerah. Desentralisasi (dan sentralisasi) adalah cara untuk melakukan penyesuaian tata kelola pemerintahan dimana dilakukan distribusi fungsi pengambilan keputusan dan kontrol. Secara garis besar, dalam rangka melihat dampak atau kaitannya dengan layanan publik dan kemiskinan, desentralisasi bisa dibedakan atas 3 jenis (Litvack, 1999); yaitu pertama Desentralisasi politik, melimpahkan kepada daerah kewenangan yang lebih besar menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan berbagai peraturan. Kedua, Desentralisasi administrasi, berupa redistribusi kewenangan, tanggung jawab dan sumber daya di antara berbagai tingkat pemerintahan. Kapasitas yang memadai disertai kelembagaan yang cukup baik di setiap tingkat merupakan syarat agar hal ini bisa efektif. Ketiga, Desentralisasi fiskal, menyangkut kewenangan menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin maupun investasi. Ketiga jenis desentralisasi ini
2
saling berkaitan dan untuk melihat dampaknya kepada berbagai hal, tidak bisa dilakukan evaluasi secara terpisah. 1 Dari
sekian
banyak
manfaat
desentralisasi
bagi
pembangunan
negara,
desentralisasi memegang peranan penting khususnya dalam pembangunan ekonomi suatu negara, baik pembangunan ekonomi di pemerintah pusat maupun pembangunan ekonomi di tingkat daerah. Dalam kondisi ekonomi global yang fluktuatif seperti sekarang, perekonomian suatu negara tidak dapat lagi hanya mengandalkan kekuatan ekonomi pusat. Banyak negara berkembang berputar haluan ke berbagai bentuk desentralisasi fiskal sebagai salah satu cara meloloskan diri dari jebakan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pemerintah. Efisiensi dalam desentralisasi fiskal ditempuh dengan tersedianya paket pengeluaran pajak yang berbeda yang disertai mobilitas individu yang cukup membantu terjadinya efisiensi produksi, yaitu jasa layanan pemerintah ( Tiebout, 1956 ). Perbedaan kondisi ekonomi dan kemandirian suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang membawa perbedaan maupun persamaan tersendiri dalam desentralisasi keuangan/fiskal. Makalah ini akan membahas perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan yang terjadi antar negara tersebut yang akan di fokuskan pada negara di Asia yaitu Jepang, Korea, dan Indonesia, dimana kita dapat melihat secara jelas mengenai pembagian urusan dalam keuangan pusat dan daerah.
I.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah 1. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Jepang ? 2. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Korea ? 3. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Indonesia ?
1
Susiyati Bambang Hirawan, Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik. Susiyati Bambang Hirawan, Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik(Bagi Orang Miskin) di Indonesia, Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, 24 Pebruari 2007, hal 4
3
4. Apakah yang menjadi kesamaan maupun perbedaan ketiga negara tersebut (Jepang, Korea, Indonesia) dalam hal pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah?
I.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan sebagai berikut 1. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Jepang. 2. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Korea. 3. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah negara Indonesia. 4. Mengetahui hal-hal yang menjadi kesamaan maupun perbedaan ketiga negara tersebut (Jepang, Korea, Indonesia) dalam hal pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah.
I.4 Manfaat Penulisan Penulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam hal kajian ilmu perbandingan ilmu administrasi negara, khususnya dalam perbandingan pemerintah daerah antar negara. Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana bentuk pemerintah daerah di Jepang, Korean dan Indonesia dan memberikan gambaran khususnya dalam perimbangan keuangan antara tiga negara sehingga dapat dimanfaatkan bagi penulis lain sebagai referensi untuk membuat kajian perbandingan keuangan daerah.
I.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini, yakni pada Bab 1 Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 Kerangka Teori Bab 3 Pembahasan terdiri atas gambaran umum negara Jepang, Korea, dan Indonesia beserta analisis perbandingannya. Sedangkan pada Bab 4 merupakan penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
4
BAB II KERANGKA TEORI
Desentralisasi menjadi salah satu alternatif sistem pemerintahan di berbagai dunia pada saat ini. Menurut Rondinelli, ada tiga pendorong dibutuhkannya desentralisasi yaitu adanya
kegagalan perencanaan sentralistik,
adanya kebutuhan pengembangan dan
pengelolaan program dan proyek pembangunan yang cepat dan inovatif dan perkembangan kompleksitas masyarakat di daerah yang berdampak pada kegiatan pemerintahan yang semakin membengkak.2 Maka, penerapan sistem ini pun diterapkan di beberapa negara dalam sistem pemerintahannya. Selain itu, penerapan desentralisasi dianggap dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik. Menurut Hulme merujuk Smith, ada dua manfaat dan keuntungan utama dari desentralisasi yaitu, pertama secara politik memiliki manfaat antara lain, pendidikan politik bagi masyarakat, adanya keadilan politik karena distribusi kekuasaan, tingginya akuntabilitas karena akses bagi masyarakat luas semakin tinggi dan daya-tanggap pemerintah semakin baik karena keterwakilan dan partisipasi semakin tinggi. Kedua, dari sisi administrasi dan manajemen manfaatnya diantaranya adalah perencanaan lokal dapat dibangun semakin baik, koordinasi antar organisasi di tingkat lokal dapat terwujud semakin nyata, tumbuhya inovasi dan tentu beban kerja pemerintah pusat berkurang.3 Implikasi dari penerapan desentralisasi adalah dibentuknya pemerintah di tingkat lokal atau disebut pemerintah daerah. Pemerintah daerah dibentuk guna menjalankan prinsip otonomi daerah. Menurut Kaho secara umum bahwa kemampuan pelaksanaan otonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia pelaksana, faktor keuangan, faktor peralatandan faktor organisasi dan manajemen. 4 Para pakar lain seperti Rondinelli dan Cheema, Smith, dan Hoessein seringkali juga mengatakan bahwa faktor keuangan menjadi 2
Maksum, Irfan Ridwan. (2010, Maret). Aspek Spasial dalam pembangunan Update on national data on asthma. Presentasi dalam kuliah Administrasi Pembangunan Univeristas Inonesia, Depok. 3
Ibid.
4
Ibid.
5
penentu keberhasilan kebijakan desentralisasi.5 Adanya desentralisasi mengakibatkan adanya pembagian urusan antara pusat dan daerah. Hal ini melahirkan dua pemahaman dalam keuangan daerah dan pusat. Pemahaman pertama melihat perlu adanya perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah karena merupakan upaya mencari perimbangan akibat fungsi dan kewenangan yang diemban daerah dengan sumber keuangan yang dimiliki dan diraihnya. Sedangkan pemahaman kedua melihat adanya hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Di dasari oleh kenyataan multilevel pemerintahan sehingga mau-tidak mau ada pola hubungan yang tercipta yang harus diatur. Pada dasarnya pembagian urusan keuangan adalah implikasi dari penerapan desentralisasi. 6
5
Maksum, Irfan Ridwan. (2009, November). Aspek keuangan dalam otonomi daerah. Presentasi dalam kuliah Pemerintah Daerah Univeristas Inonesia, Depok. 6
Ibid.
6
BAB III PEMBAHASAN
III.1 Negara Jepang III.1.1 Gambaran umum Jepang III.1.1.1 Geografis dan Demografi Jepang Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang berada di belahan utara dunia. Negara kepulauan ini memiliki kira-kira 4000 pulau besar dan kecil. Adapun luas keseluruhan daerah dan lautan Jepang sekitar 370.000 km. Kepulauan Jepang membujur dari selatan yaitu mulai dari daerah kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan disebelah utara berbatasan dengan kepulauan Rusia.Kemudian disebelah barat adalah laut China dan disebelah timurnya adalah lautan Pasifik. Akibat dari letak negara Jepang di daerah ujung utara, jepang mengenal empat musim yaitu musim panas pada bulan Juni, Juli, Agustus, musim gugur pada bulan September, Otober dan Nopember. Musim dingin dimulai pada bulan Desember, Januari, Febuari, kemudian musim semi pada bulan Maret, April dan bulan Mei. Penduduk Jepang pada tahun 1995 telah mencapai kira-kira 125 juta penduduk dengan tingkat kepadatan populasi kira-kira 337 orang per km bujursangkar. Hampir 80% penduduk Jepang mendiami daerah perkotaan. Pada tahun 1960 terjadi perpindahan populasi besar-besaran ke Tokyo, Osaka dan Nagoya,mengakibatkan terjadi penurunan jumlah populasi di daerah pedesaan. Oleh karena itu, populasi masyarakat Jepang yang tinggal di tiga kota besar ini mencapai 40% dari total penduduk Jepang. Pada tahun 1994, Gross Domestic Product (GDP) Jepang mencapai US $4,590 miliar , yang merupakan 18% dari seluruh GDP dunia dan berada hanya di bawah Amerika Serikat yang mencapai 26 %. GDP Jepang menngalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 3,80% di kuartal terakhir (“ Japan GDP Growth Rate”, 2010). Industrilisasi Jepang adalah ekonomi pasar bebas yang merupakan terbesar kedua di dunia. Perekonomian Jepang sangat efisien dan kompetitif dalam perdagangan internasional. Namun
7
demikian, ada beberapa sektor yang masih dilindungi dengan ketat oleh pemerintah seperti pertanian, distribudi dan jasa. Jepang telah menjadi ahli dalam teknisi dan pemimpin dalam industri, dimana adanya tingkat investasi yang tinggi. Jepang memiliki sedikit sumber daya alam, dan perdagangan antar negara membantu jepang untuk membeli barang-barang mentah untuk melakukan kegiatan produksinya.
III.1.1.2 Sistem Pemerintahan Jepang Jepang adalah negara kesatuan. Kekuasaan di Jepang dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Diet adalah satu-satunya badan legislatif, sedangkan fungsi kabinet sebagai badan eksekutif dan
mahkamah agung sebagai badan yudikatif. Badan legislatif
Jepang yang dikenal dengan sebutan Diet terdiri dari
the House of
Representatives dan the House of Councilors. The House of Representatives memiliki 500 kursi di Diet dengan keanggotaan selama empat tahun masa jabatan. Pemilihan umum biasanya diadakan sebelum akhir masa jabatan para anggota dewan. Sedangkan, The House of Councilors memiliki 252 kursi yang masing-masing anggota dengan masa jabatan enam tahun dan pemilihan setiap tiga tahun sekali untuk sebagian anggota (UN ESCAP). Kabinet adalah badan eksekutif yang berurusan
dengan hal-hal
administrasi dan secara kolektif bertanggung jawab kepada Diet dalam hal pelaksanaan tugas eksekutifnya power. Oleh karena itu, sietem pemerintahan Jepang adalah sistem parlementer. Ada kira-kira sebanyak 1,162,000 pegawai pemerintah pusat yang bekerja pada kementrian dan Agencies central government officials working for ministries and agencies. Sedangkan, badan yudikatif terdiri dari tiga tingkatan dengan Mahkamah Agung sebagai organ tertinggi. Berikutnya ada 8 Pengadilan Tinggi, penanganan persidangan yang disampaikan oleh Pengadilan Distrik, Ringkasan Keluarga Pengadilan atau Pengadilan. Ada 50 Pengadilan Distrik, 448 Pengadilan Summary menangani kejahatan yang tidak terlalu berat dan 50 Pengadilan Keluarga yang menangani sengketa keluarga (UN ESCAP).
8
III.1.2 Pemerintah Daerah Jepang III.1.2.1 Struktural dan Fungsional Pemerintah daerah memiliki dasar dalam konstitusi Jepang yang dikenal sebagai bentuk perwujudan demokrasi dan dibentuk sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara. Pembentukan pemerintah daerah di Jepang berdasarkan kepada Undang-undang otonomi daerah . Berdasarkan Undang-undang otonomi daerah, setiap struktur pemerintah di tingkat daerah memiliki local assembly (dewan kota) dan chief eksekutif (kepala eksekutif)
yang dipilih langsung
masyarakatnya selama empat tahun sekali (Ministry of Home Affair and Communications, 2009). Hubungan antara dewan-kota dan kepala eksekutif adalah bentuk check and balance. Berdasarkan artikel UN ESCAP, undangundang otonomi daerah Jepang membagi pemerintah daerah di bawah kepala eksekutif menjadi dua kategori utama, yaitu ordinary local public entities dan special local public entities. Pemerintah daerah terdiri dari prefektur dan municipalities sebagai ordinary local public entities dan special public entities terdiri distrik kota istimewa, koperasi kota, distrik kota properti dan Korporasi Pembangunan Daerah. Pemerintah daerah yang termasuk kedalam kategori local public entities di jepang memiliki dua tier atau tingkat , terdiri dari 47 prefektur dan kira-kira 1777 municipalities (kota dan desa)yang eksis sampai tanggal 1 April 2009. Municipalities adalah unit dari pemerintah daerah yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat. Sedangkan, prefectur mencakup daerah yang lebih luas dari municipalities yang melaksanakan sejumlah tugas-tugas yang beragam (UN ESCAP). Namun demikian, kedudukan antara municipalities dan prefektur sejajar. Bila dilihat dari struktur organisasi administrasi, organisasi perangkat daerah
yang berada di bawah kekuasaan eksekutif di prefektur maupun
municipalities memiliki cukup banyak perbedaan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembagian urusan dan tugas antara keduanya. Berikut adalah struktur organisasi perangkat daerah yang ada di prefektur dan municipalities.
9
Gambar 1 Tipe Administrasi Organisasi Prefektur dan Kota
Sumber : Ministry of Internal Affairs and Communications (MIC), Japan ( 2009)
Dilihat dari gambar diatas, struktur organisasi perangkat daerah yang ada di prefektur dan municipalities bisa dikatakan tidak terlalu berbeda. Hanya saja, terdapat perbedaan tugas-tugas departemen yang ada di bawah gubernur atau major. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan lingkup dan cakupan tugas dari prefektur dan municipalities. Dari segi pendidikan, keduanya memiliki dewan pendidikan, namun yang membedakan adalah prefecture bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah menengah keatas sedangkan municipalities bertanggung jawab dalam penggajian guru yang mengajar di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Selain itu, prefektur bertanggung jawab dalam pengembangan perdagangan dan indusri. Selain itu bertanggung jawab dalam hal pertanian, kehutanan dan perikanan serta sejumlah besar tugas dalam lingkup daerahnya. Hal ini mengakibatkan pengeluaran di daerah ini lebih besar jika dibandingkan dengan municipalities. Sedangkan, municipalities melaksanakan berbagai tugas yang mencakup kesejahteraan para lansia, kesejahteraan anak-anak dan biaya-biaya sosial lainnya. Akibatnya, pengeluaran municipal dalam hal kesejahteraan sosial tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran prefektur. Pengumpulan sampah dan pembuangan atau pengelolaan sampah pada dasarnya dilaksanakan oleh kota sehingga pengeluaran kota dalam hal kebersihan menjadi tinggi.
10
Dalam hal pekerjaan umum, prefektur memiliki tanggung jawab dalam pembangunan jalan prefektur, manajemen sungai dan proyek perencanaan kota berskala besar Sedangkan, kota bertanggung jawab membangun jalan dibawah lingkup yuridiksinya dan sebagian besar dari tugas pekerjaan umum ditangani dalam proyek perencanaan kota. Administrasi kepolisian dilaksanakan oleh prefektur sedangkan pemadam kebakaran ditangani oleh kota. Prefektur sebagai suatu badan pemerintah daerah yang daerahnya luas menyediakan pelayanan yang sulit untuk disediakan oleh kota. Sedangkan, kota mampu melaksanakan tugas-tugas yang lebih luas karena merupakan pusat dari pelayanan yang secara langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam perbandingan internasional, pemerintahan daerah Jepang melaksanakan beraneka-ragam tugas dan urusan-urusan serta bertanggungjawab atas sejumlah besar tugas (Ikawa, 2008). III.1.2.2 Pembagian Urusan Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat berupa bentuk tersentraslisasi atau bentuk yang terdesentralisasi. Hubungan yang tersentralisasi terjadi dimana pemerintah pusat memiliki kewenangan dan sumber keuangan yang lebih besar dibandingkan pemerintah daerah. Dalam bentuk hubungan yang terdesentralisasi dimana adanya transfer kewenangan dan sumber keuangan dengan ukuran yang luas kepada pemerintah daerah . Pemerintah daerah dan pemerintah pusat memiliki wilayah yuridiksi yang berbeda. Struktur dari otonomi daerah dan hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah
daerah diatur dengan jelas dalam undang-undang otonomi
daerah dan berdasarkan kepada konstitusi Jepang. Pembagian urusan pemerintah daerah dan pusat dalam hal penyedian pelayanan publik atau mengenai masalahmasalah administrasi. Pembagiann urusan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
11
Tabel 2 Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Penyediaan Pelayanan Publik
Sumber : Ministry of Internal Affairs and Communications (MIC), Japan ( 2009)
Bila dilihat dari tabel diatas bahwa urusan yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah lebih banyak daripada pemerintah pusat. Pemerintah pusat bertanggungjawab secara penuh terhadap beberapa hal yaitu dalam hal diplomasi, keamanan nasional, dan sistem pengadilan pidana. Sedangkan pemerintah daerah memainkan peran penting dalam stabilitas dan peningkatan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Di antara banyak pelayanan publik, pemerintah daerah memberikan pelayanan sehari-hari yang paling dekat dengan masyarakat. Prefektur dan kota menyelenggarakan berbagai pelayanan publik seperti pendidikan,
pekerjaan
umum,
kesehatan
dan
kebersihan,
perlindungan
lingkungan, kesejahteraan sosial, jaminan sosial, pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri. Fungsi pemerintah daerah tidak hanya menyediakan pelayanan saja, melainkan juga memainkan fungsi regulasi seperti pemeliharaan ketertiban umum, keamanan publik dan kesejahteraan, termasuk perawatan dan kontrol dari remaja atau pencegahan polusi. Dengan demikian, tanggung jawab pemerintah daerah mencakup berbagai fungsi,kecuali diplomasi, keamanan nasional, dan sistem pengadilan pidana. Akibatnya, pengeluaran pemerintah lokal semakin tinggi. Jadi, pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah di Jepang dapat dilihat dari beberapa urusan berikut ini (Ministry of Home Affairs and Communication, 2007) :
12
Terkait urusan Keamanan, seperti diplomasi, pertahanan, peradilan, dan hukuman pidana ditangani oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan, kepolisian dikelola oleh prefektur ; dan pertahanan kebakaran dan pendaftaran anggota keluarga adalah tanggung jawab pemerintah kota. Selanjutnya, terkait dengan urusan penjaminan biaya-biaya sosial, seperti pembangunan jalan dan sungai-sungai yang berskala besar
dan membentang di daerah yang luas diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat, yang lainnya adalah tanggung jawab wilayah tersebut. Pelabuhan dan perumahan rakyat dikelola oleh baik prefektur maupun kota kota. Terkait urusan pendidikan, Universitas akan ditangani oleh Pemerintah Pusat; sekolah menengah keatas dan pendidikan khusus diselenggarakan prefektur sedangkan sekolah menengah pertama, sekolah dasar dan TK diselenggarakan oleh pemerintah kota.Urusan kesejahteraan, kesehatan dan sanitasi yang meliputi, lisensi dan perizinan dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat; pelaksanaan jasa yang sebenarnya adalah tanggung jawab wilayah daerah tersebut. Terakhir, terkait urusan industri dan ekonomi, misalnya hal-hal yang mempengaruhi bangsa secara keseluruhan dikelola oleh Pemerintah Pusat, sedangkan pengembangan ekonomi daerah diserahkan kepada daerah. III.1.3.Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Jepang III.1.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah Penerimaan pemerintah daerah di Jepang berasal dari dua sumber utama yaitu pajak daerah dan sumber penerimaan umum. Penerimaan pajak daerah dapat mencapai 40% dari total keseluruhan penerimaan. Adapun komposisi dari total penerimaan pemerintah daerah dapat dilihat dari tabel berikut :
13
Tabel 2 Komposisi Total Penerimaan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2005
Sumber : Ministry of Home Affair and Communications, 2007.
Dari tabel diatas terlihat bahwa penerimaan dominan berasal dari pajak, khususnya pajak daerah. Walaupun sudah menjadi suatu hal yang wajar bagi suatu pemerintah daerah memenuhi pembiayaan yang harus dikeluarkannya denganpenerimaan yang yang berasal dari
daerahnya sendiri, masih ada
perbedaan yang besar dalam kemampuan keuangan diantara daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat bertanggungjawab melakukan suatu tindakan penyesuaian atas perbedaan keuangan antar daerah yang dilakukan melalui penyamaan beban pajak dan penetapan standar minimum nasional pelayanan publik diantara seluruh daerah Jepang. Hubungan Pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka penyesuaian keuangan antar daerah dapat terlihat dari adanya sumber penerimaan daerah berikut :
Local transfer tax, dana yang dipungut sebagai pajak nasional dan pusat dan ditransfer ke pemerintah daerah
14
Special local grant, sumber pendapatan yang tidak berasal dari pajak daerah, melainkan bentuk bantuan khusus kepada daerah yang mengalami penurunan pajak daerah akibat pemotongan pajak tahun anggaran 1999. Local allocation tax, sumber pendapatan intrinsik lokal yang bertujuan untuk menyesuaikan
ketidakseimbangan
dalam
sumber-sumber
pendapatan
pemerintah daerah dan menjamin setiap pendapatan pemerintah daerah agar dapat memberikan pelayanan publik bagi penduduk sesuai dengan tingkat standar minimum nasional. National treasury disbursements, dana disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk keperluan tertentu. Local government borrowings (Local bonds), pinjaman pemerintah daerah yang tidak diganti dalam tahun fiskal. Berikut adalah grafik penerimaan
pemerintah daerah
(prefektur dan
municipalities) tahun 2007.
Gambar 2. Penerimaan Total Pemerintah Prefektur dan Kota
Sumber : Ministry of Home Affair and Communications, 2009.
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa penerimaan pemerintah daerah terbesar adalah pajak daerah yang dapat mencapai kisaran 40 %. Adapun komposisi pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
15
Tabel 3 Komposisi Pungutan Pajak Daerah
Sumber : opcit, 2007
Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa pajak daerah yang
memiliki
tingkat pungutan tertinggi adalah pajak perusahaan korporasi yang mencapai 30, 9 % atau sekitar 4, 698,4 Juta Yen, selanjutnya adalah pajak tempat tinggal (inhabitants tax) yang mencapai 3,585,4 Juta Yen. Adanya Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah tentu memiliki dampak dalam pembagian keuangan. Perimbangan keuangan menjadi hal yang mutlak dimana pemerintah daerah dan pusat melakukan sharing atas penerimaan yang didapat baik di pusat maupun di daerah.Local Allocation Tax grant, sumber penerimaan negara yang berasal dari dana perimbangan pemerintah pusat, dimana dana ini diberikan untuk menjaga ketersedian penerimaan (kas daerah) sehingga setiap daerah dapat menyediakan pelayanan sesuai dengan standar nasional yang telah ditetapkan. Dana alokasi lokal pajak dibagi menjadi dana alokasi pajak lokal biasa (94%) dan dana alokasi khusus (6%). Dana yang dikumpulkan pada tingkat daerah mencapai hampir 35% dari
16
total pendapatan daerah, salah satu rasio tertinggi di dunia dan jauh melebihi rata-rata untuk negara-negara OECD. Adapun distibusi keuangan pusat dan daerah dapat dilihat lebih jelas melalui tabel dibawah ini : Tabel 4 Redistribusi Dari Penerimaan Pajak Pusat Dan Daerah (%)
Sumber : Ministry of Home Affair 1996 dalam Mochida, 2001. Dari tabel diatas terlihat bahwa sebelum adanya pajak alokasi antara pusat dan daerah, pajak nasional lebih besar dibandingkan dengan pajak daerah. Pajak nasional pada tahun 1993 mencapai 63 % sedangkan pajak lokal hanya 37%. Namun, setelah adalah transfer fiskal yang dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pajak lokal meningkat menjadi 52,5% sedangkan pajak nasional menjadi hanya 47,5%. Komposisi penerimaan pajak nasional dari pajak pendapatan, konsumsi dan properti. Dengan pajak pendapatan pribadi dan korporasi memiliki tingkat yang tinggi.
17
Komposisi penerimaan pajak nasional dari pajak pendapatan, konsumsi dan properti sebagai berikut. Skema perpajakan jepang pascaperang terutama difokuskanpada pajak pendapatan, ekonomi jepang yang curam mendorong pertumbuhan pendapatan pajak penghasilan pribadi karena struktur tarif pajak progresif dan juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan pendapatan aktiva pajak tangguhan pajak. Hal yang menyebabkan rasio pendapatan pajak tinggi karena pendapatan tinggi, pada tahun anggaran 1974 mencapai 72,0%. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang melambat mengakibatkan berkurangnya penerimaan dalam segi pajak pendapatan. Lalu pada tahun anggaran 1991, setelah pertumbuhan ekonomi kembali membaik, pajak penghasilan kembali meningkat sebesar 70%. Hal ini dapat terjadi karena adanya reformasi pajak pada tahun anggaran 1988-1994, selain itu hal ini juga mengakibatkan semakin tingginya pajak komsumsi. 7 Hal ini yang telah membuat Jepang sebagai salah satu negara yang distribusi kesejahteraannya paling tinggi. Ini dibuktikan dengan adanya bantuan pusat ke daerah guna memenuhi standar pelayanan kepada masyarakat. Ada dua hal penting mengenai adanya dana perimbangan ini. Pertama, adanya sejumlah besar dana yang ditransfer ke daerah oleh pusat. Contohnya, rasio penerimaan pemerintah daerah dengan total penerimaan nasional naik dari 37 % menjadi 53% setelah adanya transfer . Tingginya dana yang ditransfer merefleksikan fakta bahwa kira 70% dari pengeluaran publik secara umum dan 80% modal digunakan oleh pemerintah daerah di Jepang. Jumlah dana yang dibagi pemerintah pusat ke daerah ,artinya dana perimbangan yang ada di Jepang lebih tinggi dari rata-rata dana perimbangan di negara-negara OECD. Kedua, dana perimbangan ini diberikan tidak secara proporsional, maksudnya daerah-daerah yang lemah atau lebih sedikit penerimaan daerahnya maka akan mendapat lebih banyak dana perimbangan. Ini menunjukkan bahwa daerah miskin mendapatkan proporsionallebih dengan cara transfer (Iqbal, 2001). Dengan kata lain, daerah yang kemampuan fiskalnya lebih rendah, maka akan mendapatkan transfer dana yang lebih tinggi. Contohya, Tokyo memiliki pajak daerah yang tertinggi sebesar 196000 yen per capita sedangkan Okinawa 7
National Tax Agency, 2003, http://www.nta.go.jp/foreign_language/report2003/text/01/01.htm, diunduh pada 2 Mei 2010
18
memiliki level terendah yang hanya mencapai 60,000 yen per capita. Setelah ditransfer, Tokyo memiliki penerimaan total sebesar 206,000 yen per capita sedangkan Okinawa mencapai angka 213,000 yen. Namun demikian, pada prinsipnya otoritas final mengenai distribusi pajak alokasi lokal (local allocation tax) berada di keputusan Majelis Nasional. Menurut hukum, penetapan Local Allocation Tax (LAT) harus didasarkan pada penggunaan rumus yang seragam bagi seluruh daerah. Kementrian dalam negeri atau ministry of home affairs
(MOHA) bertanggung jawab atasoperasi
(menghitung jumlah LAT) dari dana transfer yang akan diberikan dan menentukanmodifikasi coefficients. Pemberian otoritas final ini bertujuan untuk menyetujuiformula dan biaya per unit dimana mekanisme yang ketat ini merupakan mekanisme yang penting untuk mencegah setiap upaya manipulasi distribusi dana yang ada. Selain itu, penentuan tingkat dan besaran LAT juga diberikan kepada Moha secara fleksibel, karena Moha memiliki kewenangan untuk menentukan koefisien yang digunakan untuk menentukan besar LAT untuk masing-masing pemerintah
daerah.
Di samping itu, Moha memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan data, yang digunakan untuk perhitungan LAT dan untuk membuat suatu list tingkatan diantara data daerah
yang terkumpul. Dan masing-masing Gubernur
berkewajiban untuk menyajikan data ini untuk Moha, dan walikota masingmasing
wajib
untuk
menyajikan
data
ke
gubernur. Jadi, pemerintah daerah tidak memiliki otoritas apapun dalam menentukan besaran LAT yang didapatkannya. Pada intinya, hanya Moha yang menghitung LAT. Kerangka hukum memastikan bahwa tidak ada wilayah tunggal
atau
pejabat
senior
secara
efektif
mempengaruhi distribusi LAT terhadap daerah tertentu tanpa mempengaruhi banyak daerah lainnya. Moha sendiri tentu memiliki rumus dalam menentukan LAT, namun demikian ,secara umum ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk memberikan sejumlah transfer dana ke daerah , yaitu : 1. Berdasarkan kepada ukuran kebutuhan lokal akan pelayanan dasar.
19
Bila suatu daerah memiliki luas wilayah yang lebih luas, maka kebutuhan masyarakat akan
pelayanan tentu akan semakin besar pula pembiayaan
daerahnya. 2. Berkaitan dengan ukuran kemampuan keuangan lokal. Perhitungan kemampuan keuangan lokal, dapat dirumuskan sebagai berikut, total kapasitas keuangan daerah kemudian dikurangkan dari total pengeluaran. 3. Sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Semakin banyak sumber daya, maka akan semakin banyak penerimaan dan pemasukan yang dapat dihasilkan.
Bentuk perimbagan keuangan Jepang yang seperti ini membawa suatu masalah
dimana terlihat bahwa ada kesenjangan yang cukup lebar antara
penerimaan dengan pengeluaraan Negara. Hal ini merupakan masalah politik yang sangat besar di Jepang (Kohno Takeshi, 14/03/2006). 8Kebijakan jangka pendek untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengizinkan daerah menerbitkan obligasi, tetapi dalam jangka panjang hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya defisit keuangan daerah serta semakin menurunnya kemampuan keuangan Negara untuk membayar utang kepada rakyat. Menurut pendapat Mr. Yamazaki Motoki, Director International Affairs Office for Local Authorities dari Kementrian Dalam Negeri Jepang, ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi hal tersebut9: a. Menaikkan pajak, jika langkah ini diambil, maka dapat menjadi masalah politik yang sangat tajam. Perdana Menteri Koizumi tidak melakukan hal ini. b.Mangurangi bagi hasil pajak ke daerah. Walaupun hal ini agak sulit, tapi dapat dicoba karena kebijakan ini lebih baik daripada menaikkan pajak dengan asumsi bahwa penerimaan pajak dapat maksimal c. Mengurangi subsidi. Jika kebijakan ini diambil maka berbagai jenis pelayanan kepada masyarakat akan berkurang
8
Watidihati , Eulis. 2008. Laporan Studi Banding DPR RI ke JICA, http://web-
japan.org/factsheet/en/pdf/e10_local.pdf, diunduh pada 2 Mei 2010 9
Ibid.
20
d. Mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat. Walaupun kebijakan ini akan sulit diterima oleh rakyat tapi harus dilakuan misalnya pemotongan gaji pegawai pemerintah daerah dan sebagainya Selain upaya-upaya diatas, pemerintah Jepang juga melakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi ketergantungan daerah atas dana alokasi yang diberikan pusat.
Usaha tersebut berupa program yang disebut ”trinity reform ”
10
.
"Reformasi trinitas" dilakukan pada sistem lokal pajak di Jepang antara tahun 2004
fiskal
dan
2006. Sebagai hasilnya, pajak lokal secara bertahap meningkat, dan pada tahun anggaran 2007 pemerintah daerah di Jepang mempertangungjawabkan hampir 43,3% dari seluruh pendapatan pemerintah daerah. Sedangkan pos-pos penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat mengalami penurunan seperti local allocation and transfer taxes (chikofuzei and chihoujoyozei; 17.8%), national treasury disbursements (kokko shishutsukin; 11.2%), and local government bonds (chihosal, 11,8%).11
10
Japan Fact Sheet, Local Self Government, http://web-japan.org/factsheet/en/pdf/e10_local.pdf, diunduh pada 2 Mei 2010. 11
Ibid.
21
III.1.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah Penerimaan pemerintah daerah lalu digunakan untuk membiayai urusan-urusan pemerintah daerah. Pembiayaan pemerintah pusat dan daerah berbeda karena adanya pembagian urusan. Pembiayaan yang menjadi tanggungan pemerintah daerah seperti yang di tampilkan dalam tabel berikut ini :
Sumber : Ministry of Affairs and Communications dalam Ikawa, 2008. Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan sektor apa saja yang menjadi pembiayaan pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan urusan yang menjadi
22
tanggungjawab dari prefektur dan kota. Adanya pembagian urusan antara pemerintah
daerah
dan
pemerintah
pusatpun
mengakibatkan
adanya
konsekuensi perbedaan ratio pembiayaan antara pusat dan daerah. Berikut adalah gambaran
mengenai ratio pembiayaan yang dilakukan
pemerintah pusat dan daerah. Tabel 4 Pembagian Pembiayaan antara Pusat dan Daerah tahun anggaran 1994
Sumber : Ministry of Home Affair 1996 dalam Mochida, 2001. Pada tahun 2009, mengalami sedikit perubahan yaitu seperti terlihat dalam gambar berikut ini
Gambar 3 Rasio Pembiayaan antara Pusat dan Daerah
Sumber : Ministry Of Home Affair and Communication, 2009.
23
Rasio Pembiayaan antara pemerintah pusat dan daerah berdasarkan kepada fungsi secara umum yaitu pada pemerintah daerah sebesar 59% sedangkan pemerintah pusat atau nasional sebesar 41 % . Berdasarkan gambar diatas, pembiayaan yang secara total atau 100% ditanggung oleh pemerintah pusat adalah biaya pertahanan dan biaya pensiunan pegawai. Pemerintah daerah menanggung pembiayaan yang paling maksimal mencapai besaran 95% yaitu pada penyediaan pelayanan kesehatan dan pengelolaan sampah. Selanjutnya, pembiayaan yang lebih banyak ditanggung pemerintah daerah adalah biaya pendidikan khususnya pendidikan pada tingkat anak-anak, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Biaya yang ditanggung pemerintah daerah mencapai 87% sedangkan pemerintah pusat menanggung sisanya . Bahkan, biaya kesejahteraan masyarakat, seperti santunan, subsidi, kesejahteraan anak dan subsidi bagi kaum lanjut usia ditanggung oleh pemerintah daerah sebesar 64% sedangkan sisanya dipenuhi oleh pemerintah pusat. Pembiayaan lain yang alokasinya juga besar adalah biaya pengembangan lahan dan infrastruktur seperti jalan, jembatan, perumahan, dan lain-lain. Pembiayaan ini ditanggung oleh pemerintah daerah sebesar 70%. Ini menandakan bahwa begitu pentingnya fungsi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga pembiayaan lebih diberatkan kepada pemerintah daerah Selain itu, hal ini
menunjukkan
bahwa
pemerintah
daerah
Jepang
memiliki
kontrol yang paling tinggi atas pendapatan dan pengeluaran diantara negara OECD lainnya.
III.2 Negara Korea Selatan III.2.1 Gambaran Umum III.2.1.1 Geografis dan Demografis Korea Selatan Republik Korea atau yang biasa dikenal dengan sebutan Korea merupakan sebuah negara Asia timur yang terletak di bagian selatan Semenanjung Korea. Berbatasan dengan Republik dengan Korea Utara disebelah utara (dimana keduanya pernah bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948), dan juga berbatasan dengan Jepang dan Selat Korea di bagian
24
tenggara. Korea dikenal dengan nama Hanguk oleh penduduk Korea Selatan dan disebut Namchosŏn (chosŏn : Selatan) oleh penduduk Korea Utara. Seoul adalah ibukota Korea Selatan yang mana juga merupakan kota dengan jumlah penduduk terbanyak diantara wilayah Korea lainnya, yaitu 47,3 persen dari populasi Korea Selatan itu sendiri. Korea memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan GNP sebesar 8,4 persen selama lebih dari 30 tahun dan lebih dari itu, pada tahun 1998, Korea merupakan negara industri dengan beberapa industri yang sangat kompetitif di pasar dunia seperti industri semikonduktor, elektronik,
galangan kapal, baja dan
mobil.12Korea Selatan dibagi menjadi 16 wilayah administratif yang terdiri dari 1 kota metropolitan khusus (Seoul), 6 kota metropolitan, dan 9 provinsi. III.2.1.2 Sistem Pemerintahan Korea Selatan Korea saat ini merupakan sebuah negara berbentuk Republik dengan sistem presidensial. Korea dipimpin oleh seorang Presiden dan sebagai Perdana Menterinya. Seperti pada negara-negara demokrasi lainnya, Korea Selatan membagi pemerintahannya dalam tiga bagian: eksekutif, yudikatif dan legislatif. Lembaga eksekutif dipegang oleh presiden yang bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan saat ini dijabat oleh Lee Myung-bak, serta dibantu oleh perdana menteri, Chung Un-chan, yang ditunjuk oleh presiden dengan persetujuan dewan perwakilan. Lembaga legislatif dipegang oleh dewan perwakilan yang memiliki masa jabatan selama 4 tahun. Pelaksanaan sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini terbuka untuk umum namun dapat berlangsung tertutup. Lembaga eksekutif dan yudikatif di Korea beroperasi terutama pada tingkat nasional, walaupun terdapat juga beberapa kementrian di eksekutif yang melakukan fungsi-fungsi di tingkat daerah. Korea Selatan merupakan pemerintahan daerah yang semi-otonom, dan memiliki badan eksekutif dan 12
“Local Government in Asia and the Pacific: A Comparative Study”, http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html, diunduh tanggal 13 April 2010.
25
legisatifnya sendiri di tiap-tiap daerah. Dengan adanya pembagian tiga cabang pemerintahan, Korea dapat secara hati-hati dalam menerapkan sistem checks and balances. III.2.2 Pemerintah Daerah Korea Selatan III.2.2.1 Struktural dan Fungsional Korea
Selatan
merupakan
negara
kesatuan
dengan
sistem
pemerintahan daerah dua tingkat. Pemerintahan tingkat atas (upper level) terdiri dari provinsi dan kota metropolitan. Tingkat provinsi meliputi Kota Metropolitan Khusus-Seoul , 6 kota mertopolitan lainnya, dan 9 provinsi lain dimana Pemerintahan provinsi Jeju menjadi Pemerintahan Provinsi dengan otonomi khusus dan Kota Bebas Internasional (International Free City). Kotakota metropolitan terpisah dari provinsi, yang mana merupakan area perkotaan. Daerah perkotaan dipisahkan dari provinsi yang melingkupinya dan ditujukan sebagai kota metropolitan ketika populasinya mendekati angka satu juta jiwa. Kota-kota ini memiliki status yang sama dengan provinsi. Pemerintahan tingkat bawah (lower level) terdiri dari kotamadya (Si, municipalities), wilayah pedesaan(Gun, rural county), dan wilayah otonomi kota (Gu, urban districts).
Unit-unit administratif pemerintahan tingkat bawah
(lower level) terdiri dari Eup dan Myeon di area pedesaan dan Dong di area perkotaan. Jika populasi Eup mencapai 50.000 jiwa, maka Eup berubah menjadi kota. Kota dengan lebih dari satu juta penduduk menjadi kota metropolitan. Pemerintahan di tingkat atas dan bawah di atur oleh perwakilan politik, yang termasuk didalamnya adalah walikota terpilih dan anggota dewan. Otoritas untuk bidang pendidikan terletak di Kantor Pendidikan di provinsi dan pemerintahan metropolitan.
26
Gambar 4 Struktur pemerintahan daerah Korea Selatan
Sumber : MOPAS(Ministry of Public Administration and Security, 2008) Undang-Undang Otonomi Daerah yang ada mengatur pemerintah daerah dengan fungsi yang inheren secara alami dan dengan fungsi yang didelegasikan oleh pemerintah pusat. Hukum ini juga mencontohkan enam kategori fungsifungsi dari pemerintah daerah, yaitu : Kategori Deskripsi Fungsi 1
Fungsi terkait dengan yurisdiksi teritorial, aspek organisasi dan manajerial pemerintah daerah
2
Fungsi-fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan umum dari penduduk lokal
3
Fungsi untuk mendorong pertumbuhan pertanian, perdagangan, dan industri
4
Fungsi yang terkait dengan pembangunan daerah dan pembangunan dan pengelolaan fasilitas lingkungan
5
Fungsi untuk mempromosikan pendidikan, kegiatan olahraga, budaya dan seni
6
Fungsi yang terkait dengan pertahanan sipil dan pemadaman kebakaran
Sumber : Issue Categories and Functions of Local Governments, http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html Ini hanya beberapa contoh, masih banyak fungsi tambahan yang dapat ditambahkan ke yurisdiksi milik pemerintah daerah. Dasar batasan hukum didefinisikan di Undang-undang Otonomi Daerah, dijelaskan bahwa “urusan otonomi” yang diatur oleh otonomi daerah : (i)
27
organisasi dan manajemen pemerintahan daerah; (ii) kemajuan kesejahteraan masyarakat, termasuk fasilitas social dan bantuan untuk masyarakat tidak mampu; (iii) kemajuan
industri; (iv) pembangunan daerah dan manajemen
fasilitas seperti jalan dan persediaan air; (v) kemajuan pendidikan, olahraga, budaya, dan pendirian pusat perawatan anak-anak; dan (vi) pertahanan masyarakat daerah dan pemadaman kebakaran (OECD 2005). Seluruh pemerintah daerah di Korea memiliki struktur pemerintahan yang mirip dengan sistem walikota-dewan yang kuat di Amerika Serikat. Mereka memiliki kepala eksekutif (gubernur, walikota, wilayah eksekutif dan eksekutif kabupaten) dan dewan lokal. Kepala eksekutif baik dari tingkat atas maupun tingkat bawah dalam pemerintah daerah yang dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa jabatan empat tahun. Tingkat bawah anggota dewan juga dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa selama empat tahun, tetapi anggota dewan tingkat atas dipilih dengan cara yang sedikit berbeda. Tubuh eksekutif dan dewan diharapkan melakukan checks and balances satu sama lain, masing-masing dari mereka diberikan otoritas hukum yang tepat. Pertama-tama, dewan lokal mempunyai wewenang untuk mewakili kepentingan warga dan untuk mengawasi pemerintah daerah. Beberapa isu penting yang dilakukan oleh dewan lokal mengacu pada hukum otonomi daerah adalah perundang-undangan: revisi dan penghapusan peraturan; review dan persetujuan anggaran; review dan persetujuan menutup rekening; dan lain-lain. III.2.2.2 Pembagian Urusan Pemerintah pusat memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat kuat terhadap pemerintah daerah. Beberapa kekuatan penting dari pemerintah pusat adalah sebagai berikut: Urusan harian Undang-Undang Otonomi Daerah mengatur bahwa pemerintah pusat berwenang untuk campur tangan dalam urusan sehari-hari pemerintah daerah. Pasal 155 menyatakan bahwa menteri pemerintah pusat dapat memberikan nasihat dan membimbing pemerintah daerah pada setiap masalah administratif, baik tentang
28
fungsi-fungsi otonom dan didelegasikan. Jika perlu, mereka dapat meminta badan eksekutif pemerintah daerah untuk mengirimkan materi yang relevan dan dokumen kepada mereka. Pasal 158 juga mengatakan bahwa Menteri Dalam Negeri dapat melakukan audit bahkan pada fungsi yang sifatnya urusan daerah apabila ditemukan bahwa pemerintah daerah melanggar hukum dan perintah. Pasal 156 menyatakan bahwa pemerintah daerah tingkat berada di bawah pengawasan pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah berada di bawah pengawasan pemerintah daerah tingkat atas. Pembatalan dan penundaan keputusan Jika para menteri dari pemerintah pusat menemukan bahwa keputusan kepala eksekutif pada fungsi didelegasikan melanggar hukum-hukum dan perintah dari pemerintah pusat atau sangat merugikan kepentingan umum, mereka bisa memerintahkan kepala eksekutif untuk memperbaiki hal tersebut dalam jangka waktu tertentu. Jika eksekutif tidak mengikuti perintah, menteri bisa mencabut atau menangguhkan keputusan. Seperti yang disebutkan sebelumnya sekitar 50 persen fungsi dari pemerintah daerah adalah melakukan fungsi didelegasikan. Jika eksekutif tidak setuju dengan pencabutan atau penangguhan pemerintah pusat, ia dapat mengajukan gugatan di Mahkamah Agung dalam waktu 15 hari sejak pembatalan atau penangguhan. Kontrol keuangan Selain pihak berwenang administratif yang dijelaskan di atas, pemerintah pusat juga memiliki mekanisme kontrol yang kuat dalam keuangan. Pertama-tama, pemerintah pusat memiliki pengaruh yang kuat melalui pembagian kategoris hibah dan pajak bersama. Kedua, pemerintah pusat (Departemen Dalam Negeri) juga dapat menggunakan bagi hasil sebagai pengungkit bagi pemerintah daerah. Secara formal tidak banyak kebijaksanaan dalam distribusi pembagian pendapatan karena pembagiannya didistribusikan dengan menggunakan formula yang tetap. Namun perlu dicatat bahwa satu dari kesebelas pembagian pendapatan disimpan untuk kebutuhan administrasi khusus yang mana tidak dapat diperkirakan pada saat perumusan anggaran. Departemen Dalam Negeri memberikan kebebasan dalam mendistribusikan beberapa dana khusus seperti itu karena tidak adanya panduan spesifik dan rinci untuk distribusi tersebut.
29
III.2.3 Pengelolaan Keuangan Daerah di Korea Selatan III.2.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah Pembagian Keuangan Pusat Daerah di Korea :
Penerimaan
Pengeluaran
Pusat
78,1 %
Daerah
21,9%
Pusat
49,5%
Daerah
50,5%
Sumber : IMP, Government Finance Statistic Yearbook, 1992 OECD, Revenue Statistic of OEDC Member Countries :1965-1993, 1994.
Penerimaan keuangan Korea Selatan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu ; -
Pendapatan Asli Daerah Dana perimbangan dari pusat dan pemerintah daerah tingkat atas
Pendapatan asli daerah dan bantuan perimbangan dari pemerintah pusat dapat dibagi menjadi tiga sub-kategori; yaitu : -
Bantuan kategori Pembagian keuntungan Pembagian Pajak
Struktur Pajak Lokal :
Unit: Korean 0.1 billion Won (880.00 Won = U$1.00, as of 1996) Sumber : Data compiled from various documents of the Ministry of Home Affairs
30
Dana kategori yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat-atas kepada pemerintah daerah harus digunakan untuk programprogram tertentu yang telah ditetapkan. Dalam banyak kasus, pemerintah lokal diperlukan untuk memberikan kontribusi sendiri dalam bentuk yang cocokuntuk mendapatkan dana hibah tersebut. Dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dimaksudkan untuk keseimbangan keuangan antara pemerintah daerah. Menurut formula tetap yang terdapat dalam Hukum Pembagian Penerimaan (Revenue Sharing Law), pemerintah lokal dengan kemampuan keuangan yang lebih lemah akan mendapatkan lebih, sementara beberapa dengan kemampuan keuangan yang kuat tidak mendapatkan sema sekali. Pemerintah pusat percaya bahwa harus ada batasan yang pasti dalam hal sumber daya keuangan di tingkat pemerintahan daerah. Hal ini dilihat dari adanya fakta bahwa pemerintah di tingkat lokal telah menggunakan kira-kira 55% dari sumber daya keuangan publik di tingkat nasional. Pemerintah daerah bersaing untuk subsidi dan bantuan yang lebih, yang sebenarnya pada dasarnya terbatas. Dan pemerintah pusat mencoba untuk mengurangi besaran dari sumber daya yang dimanfaaatkan oleh pemerintah lokal. 13 Sebagai contoh, pada tahun 1995, laporan umum, tidak termasuk laporan khusus, dari seluruh pemerintahan daerah di Korea tersusun perincian sebagai berikut : 34,9% pajak daerah, 5,2% appointed resources, pendapatan non-pajak 16,0%, pembagian pajak lokal 14,2%, transfer pajak lokal 5,0%, bantuan kontrol 3,7%, dan subsidi 21% (Lee, 1998:78).
III.2.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah Pengeluaran secara umum dalam laporan secara umum dapat di klasifikasikan kedalam 8 kategori, yaitu :
13
Lihat catatan kaki nomor 1
31
No.
8
Urusan
Porsi/Persentase
1
Dewan lokal
0,6 %,
2
Administrasi umum
19,7%
3
Kesejahteraan sosial
14,7%
4
Industri dan ekonomi
16,9%
5
Pembangunan regional
29,6%
6
Pendidikan budaya dan fisik
5,9%
7
Pertahanan publik
1,6%
lain-lain
11%
Sumber : Local Government in Korea; A Transition from a Marionette Performance toward an Elementary Class, Dalgon Lee Pembagian di setiap bagian berbeda-beda di setiap pemerintahan lokal yang berbeda. Administrasi umum harus sesegera mungkin dikurangi. Dan porsi kesejahteraan sosial jauh dibawah negara-negara maju lainnya, harus diperbesar secara berkelanjutan (Lee, 1996:80). Setiap tahun transfer pemerintah pusat berkisar antara 13,27 persen dari total penerimaan pajak dalam negeri untuk berbagi pendapatan. Pembagian pajak (sumber daya utama berasal dari pajak atas minuman keras, telepon dan kepemilikan tanah yang berlebihan-) adalah dana yang disediakan oleh pemerintah pusat untuk lima-tujuan program yang dapat memajukan kepentingan nasional dan kepentingan daerah, di alokasikan untuk pengeluaranpengeluaran sebagai berikut, yaitu konstruksi jalan daerah, pembangunan pedesaan, perlindungan lingkungan, kenakalan remaja, dan pembangunan regional.
32
III.2.4 Kasus Desentralisasi Keuangan Korea Desentralisasi Keuangan di Korea adalah agenda utama dalam administrasi Korea sepanjang tahun 2003-2007. Dalam tahun-tahun tersebut, terdapat banyak perubahan di bidang keuangan publik lokal dan sistem pajak lokal. Masalah yang terparah adalah ketidakseimbangan fiskal vertikal pemerintah pusat dan daerah. Lemahnya dasar pengenaan pajak daerah dan ketidakseimbangan fiskal dengan yurisdiksi menyebabkan intervensi fiskal dari pemerintah pusat bersifat sistematis. Bahkan, pemerintah daerah sangat tergantung pada subsidi nasional untuk membiayai infrastruktur mereka. Kapasitas Pendapatan tidak merata dan pemerintah daerah diwajibkan oleh hukum nasional untuk memberikan pelayanan publik sesuai dengan standart yang telah diseragamkan. Apalagi saat ini, sebagian besar pelayanan publik terkait dengan redistribusi. Tren redistribusi pelayanan publik ini semakin memperburuk kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Dan, kesenjangan fiskal horizontal menyulitkan pemerintah daerah untuk membiayai pelayanan publik lokal. Kemandirian Indeks Fiskal atau Fiscal Independence Index (FII) menghitung bahwa rasio sumber pendapatan sendiri dari total pendapatan. Tingginya nilai indikator menandakan tingginya kapasitas pembiayaan yang lebih tinggi. Seperti yang ditunjukkan oleh tabel, rata-rata dari setiap tingkat pemerintah FII bervariasi dari 6,4% menjadi 86%. Kota metropolitan Seoul memiliki status keuangan yang solid karena memiliki konsentrasi penduduk yang luar biasa. Nampak bahwa sebagian besar negara di daerah pedesaan membiayai penduduk mereka sekitar 17,2% sementara lingkungan di Seoul sebesar 86%. Rasio tertinggi otonomi fiskal di kabupaten adalah 48% sementara lingkungan di Seoul adalah 92%. Untuk memperbaiki sistem dalam mengurangi kesenjangan fiskal, kebijakan pembangunan yang seimbang di daerah telah diimplementasikan dalam administrasi terakhir. Ketidakefisienan migrasi ke daerah modal telah bertahan selama 30 tahun terakhir ini. Mungkin ini merupakan salah satu alasan untuk mengurangi produktivitas PDB dan menyebabkan meningkatnya harga realestate, kesenjangan fiskal antara yurisdiksi, dan sebagainya. Pemerintahan administrasi terakhir telah mengakui dan mempromosikan kebijakan untuk pemerataan penduduk dalam banyak hal.
33
Tabel 1. Ketidakseimbangan fiskal vertikal tahun 2006 (unit: %) Seoul
Averange
Metropolitan Provinces
Cities
Cities
(>50,000)
60.5
35.4
40.7
17.2
71.2
66.1
74.0
56.9
(Incheon)
(Kyonggi)
47.8
11.0
10.8
6.4
(Gwangju)
(Jeonnam)
85.7
Highest
Lowest
Wards
Counties
37.1
13.0
Source: Summary of local budget for fiscal year 2006, MOPAS
Tabel 2. Konsentrasi Pajak Lokal Seoul metro. Region (unit: billion won, %) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
11,550.6
15,658.9
18,992.1
19,569.0
19,836.7
20,720.1
23,962.3
10.2
35.6
21.3
3.0
1.4
4.5
15.6
8,810.8
10,980.8
12,591.4
13,493.0
14,322.7
15,256.8
17,319.5
Growth Rate (%)
7.5
24.6
14.7
7.2
6.1
6.5
13.5
Seoul Metro Region
56.7
58.8
60.1
59.2
58.1
57.6
58.0
Seoul metro region Growth Rate(%) Noncapital Area
Source: Summary of local budget for fiscal year 2006, MO
Pajak Lokal dan Pembagian Pajak Yang Terbatas
34
Sementara sebagian besar pengeluaran dilakukan pada tingkat lokal, otonomi yang sangat terbatas tersedia bagi pemerintah daerah dalam menentukan keputusan-keputusan pengeluaran mereka. 20 persen saham pajak daerah untuk pajak nasional telah disimpan dua dekade terakhir. Juga, tarif pajak lokal dan basa ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun, Undang-Undang Pajak Daerah mendefinisikan dasar pengenaan pajak dan tarif pajak standar untuk 11 dari 16 pajak daerah. Secara hukum, pemerintah daerah dan dewan dapat menyesuaikan harga sebanyak 50% di atas atau di bawah tingkat standar. Pada kenyataannya, mereka tidak menggunakan kekuasaan mereka untuk mengubah tarif pajak karena adanya beban politik. Di tingkat provinsi, hanya empat dari 16 wilayah hukum telah berubah tingkat pajak dari tarif standar sebagai tahun 2004, dan hanya sepuluh dari 250 pemerintah tingkat yang lebih rendah (OECD 2005). Operasi Aktif tarif pajak fleksibel yang terjadi hanya bertujuan untuk menurunkan tarif pajak properti di wilayah ibukota setelah reformasi perpajakan properti. Berbeda dengan penggunaan terbatas tarif pajak fleksibel, pengurangan pajak dan pembebasan dari pemerintah daerah adalah jumlah yang cukup sebagai sekitar 10% dari pendapatan pajak daerah. perilaku asimetris pemerintah daerah adalah hasil dari hubungan yang tidak efisien antara pemerintah pusat dan daerah. Dan, perwakilan cenderung menghindari perlawanan politik, bukan meningkatkan tarif pajak atau basa. Karena karakteristik anggaran lunak, pemerintah daerah dengan mudah bersandar pada pemerintah pusat finansial. Tinggi berbagi transfer fiskal antar pemerintah menjelaskan satu sisi perilaku strategis pemerintah daerah. Dengan aspek-aspek tersebut, daya membebani aktif lokal tidak beroperasi di Korea dibandingkan dengan negara-negara lain (OECD 2006). Dari sudut pandang perpajakan pada tingkat daya yang lebih rendah dari pemerintah, pengenalan Pajak Konsumsi Lokal mungkin tidak diinginkan untuk meningkatkan otonomi. Cara yang paling layak untuk memperkenalkan LCT di Korea adalah metode pembagian pajak seperti Jepang. Namun perlu di perhatikan bahwa metode pembagian pajak tidak diklasifikasikan sebagai pajak daerah yang benar dengan kekuasaan perpajakan dalam standar OECD. Akibatnya, pajak kompetisi di antar-yurisdiksi jarang digunakan di Korea. Ada beberapa alasan tidak adanya daya menyesuaikan berat. Pertama, tanggung
35
jawab fiskal adalah hanya bagian dari pemerintah pusat bukan pemerintah daerah. pemerintah Korea tidak mengijinkan kebangkrutan tingkat lokal sampai sekarang. sistem anggaran saat ini memungkinkan bahwa pemerintah pusat memainkan peran utama pemerintah daerah di bawah krisis keuangan. Kedua, ukuran memperluas transfer fiskal antar pemerintah menuntut lebih banyak hibah ke pemerintah pusat daripada menaikkan tarif pajak. Untuk otonomi fiskal, kekuasaan perpajakan di tingkat lokal harus diperkuat. Namun, ada beberapa bukti bahwa kenaikan pajak saham pada tingkat sub-pusat memperdalam kesenjangan fiskal, sehingga membahayakan akses yang sama ke pelayanan umum di seluruh wilayah hukum. Jika pajak saham pada tingkat subpusat untuk ditingkatkan, hibah lebih antar pemerintah harus didedikasikan untuk keseimbangan untuk menjaga kesenjangan (OECD 2008). Jadi, berapa tingkat daya perpajakan di pihak berwenang setempat tidak mudah dijawab dengan kesenjangan fiskal besar. Konsentrasi fiskal di daerah metropolitan bahkan mendistorsi distribusi dan menyebabkan perilaku yang tidak bertanggung jawab di bawah pembesaran transfer fiskal antar pemerintah. Namun, mengingat peringkat terendah dalam daya berat dibandingkan dengan negara-negara OECD, perubahan kelembagaan dan peraturan kelonggaran mungkin dibutuhkan setidaknya untuk kemerdekaan fiskal minimum. Rasio Pajak Lokal dan Pajak Nasional (Unit : 2008-USD 124 Billion)
Source : MOPAS(Ministry of Public Administration and Security, 2008)
36
III.3 Negara Indonesia III.3.1 Gambaran Umum Indonesia III.3.1.1 Geografis dan Demografis Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.508 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara yaitu negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan, selatan yaitu negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur : negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.
III.3.1.2 Sistem Pemerintahan Indonesia Bentuk susunan Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk
republik.
Indonesia
sebagai
Negara
kesatuan
mempunyai
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dimana pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, dengan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. System pemerintahan negara Indonesia yaitu system presidensil yang terdiri dari seorang Kepala Negara sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Dalam sistem presidensil, Indonesia menerapkan sistem pemisahan kekuasaan dan pembagian urusan. Pemisahan kekuasaan (trias politika) yaitu legislative, eksekutif, dan yudikatif. Pembagian urusan itu sendiri terdiri dari pembagian urusan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
37
III.3.2 Pemerintah Daerah Indonesia III.3.2.1 Struktural dan Fungsional Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2001, UU tersebut memisahkan dengan tegas antara fungsi pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di tingkat daerah ada eksekutif dan legislatif. Legislatif adalah DPRD dimana memiliki posisi yang strategis dalam upaya mewujudkan sistem politik yang lebih demokratis di daerah. Ia tidak lagi berada pada posisi subordinatif terhadap eksekutif, melainkan sejajar. DPRD menjadi tumpuan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat secara luas, dan karenanya DPRD dituntut lebih peka dan lebih proaktif dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat di daerah. III.3.2.2 Pembagian Urusan Restrukturisasi urusan-urusan pemerintahan daerah merupakan salah satu unsur terpenting dan menantang yang ditangani dalam reformasi sekarang ini (melalui UU 32/2004 dan peraturan pelaksananya). Pembagian urusan belum dilakukan secara jelas bagi pemerintahan kabupaten/kota dalam reformasi desentralisasi tahun 1999. Bahkan jika pembagian urusan telah jelas, beberapa departemen maupun lembaga pemerintah pusat lainnya berkeberatan dalam menyerahkan sejumlah urusan strategis maupun yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah, yang selanjutnya akan menyebabkan ketegangan antar tingkatan pemerintahan. Berbeda jauh dengan UU 22/1999, UU 32/2004 menghilangkan urusan residual kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota). Undangundang ini kemudian mencantumkan positif list dari urusan wajib bagi propinsi dan kabupaten/ kota, dengan rincian lanjutan akan ada dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang
ini
membedakan
antara
”urusan
wajib”
38
dan ”urusan pilihan”. Urusan wajib yang ditentukan dalam UU 32/2004 bentuknya kurang konsisten; ada yang berbentuk sektor dan yang bersifat urusan dengan ruang lingkup sempit. Usaha mensistematisasi pembagian kewenangan ini sulit dilakukan karena tumpang-tindihnya antara satu kewenangan dengan kewenangan yang lain, serta saling bertentangannya satu ketentuan dengan ketentuan lainnya. Namun demikian, berdasarkan UU 22/1999 meletakkan azas residual power pada daerah kabupaten atau kota. Pemerintahan kabupaten atau kota memiliki semua kewenangan pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya. Dalam pasal 11 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah kabupaten dan kota wajib melaksanakan kewenangan yang meliputi pekerjaan
umum,
kesehatan,
pendidikan
dan
kebudayaan,
pertanian,
perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Kewenangan propinsi mencakup kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta kewenangan bidang tertentu lainnya termasuk di dalamnya kewenangan yang belum bisa dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota. Dalam hal kesejahteraan masyarakat di suatu daerah terdapat pembagian kewenangan yaitu dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Tujuan utama perimbangan keuangan antara pusat dan daerah ini adalah sebagai jaminan bagi pemerintah daerah untuk dpat melaksanakan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan kekuatan sendiri dan tanpa ketergantungan kepada pemerintah pusat. Dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang kuat akan dapat mencegah urbanisasi dan perpindahan antar penduduk yang tidak wajar serta jaminan kesamaan pelayanan di semua daerah. III.3.3 Pengelolaan Keuangan Daerah Indonesia III.3.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah Pada prinsipnya pembagian sumber keuangan menurut UU 25/1999 dan UU 33/2004 menganut azas pemisahan terikat terhadap sumber keuangan, dimana objek pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat tidak dapat
39
dikenakan lagi oleh pemerintah daerah. Sumber-sumber penerimaan atau pendapatan dareah yaitu Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam UU 29/2002 Pasal 2 Ayat (2) dirinci menurut Kelompok Pendapatan yan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Setiap kelompok Pendapatan dirinci menurut Jenis pendapatan. Setiap Jenis Pendapatan dirinci menurut, Obyek Pendapatan. Setiap,Obyek Pendapatan dirinci menurut Rincian Obyek Pendapatan.
Pemprov yang Persentase PAD Terhadap Pendapatan diatas 50%tahun anggaran 2007
D aerah
P ajak
R etribusi
Prop. Sulsel
42.70
3.42
Prop. Kalsel
44.46
4.30
Prop. D KI Jakarta
45.52
3.42
Prop. Bali
51.59
0.99
Prop. Sum ut
57.64
0.43
Prop. Jateng
57.31
6.56
Prop. Jatim
61.53
4.12
Prop. Banten
66.99
0.14
Prop. Jabar
66.51
0.55
H asil K ekayaan yang dipisahkan 2.6 1 1.0 3 0.7 6 3.5 3 2.1 4 2.3 0 1.3 4 0.8 8 2.2 4
Lain2 PA D 1.36 1.11 5.38 2.36 0.83 2.34 1.63 1.12 1.02
Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan menjadi sumber utama pendapatan daerah di masa depan. Pendapatan ini diperoleh dari pajak daerah, pungutan daerah atau retribusi daerah keuntungan bersih aset daerah, dan sumber legal lainnya. Peningkatan pendapatan asli daerah dalam jumlah besar diharapkan dapat mendorong akuntabilitas yang lebih besar dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Meskipun demikian, tingkat pendapatan asli daerah saat ini masih kurang dari sepuluh persen dari total pendapatan daerah
Total P AD 50. 09 50. 91 55. 08 58. 47 61. 04 68. 51 68. 61 69. 13 70. 33
40
seluruhnya, dan perubahannya juga sangat lamban. Pajak itu sendiri terdiri dari pajak yang dikelola oleh pusat dan pejak yang dikelola oleh daerah. Pembagian pajak daerah dan pajak pusat.14 Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi : 1.Pajak Penghasilan (PPh) 2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) 4.Bea Meterai 5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun
Kabupaten/Kota.
6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan. Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi : 1. Pajak Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; 14
Jenis Pajak dan Manfaatnya, http://masalahpajak.blogspot.com/ diunduh pada 3 Mei 2010
41
e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g. Pajak Parkir. Saat ini ada empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak untuk kabupaten/kota. Dasar penentuan pajak ini ditetapkan oleh pemerintah pusat dan ada platform untuk setiap pajak yang membatasi penetapan tingkat pajak oleh pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah daerah mempunyai hak untuk menetapkan
pajak-pajak
baru
sejauh
pajak-pajak
itu
sejalan
dengan
prinsip ”perpajakan yang baik” yang sejiwa dengan praktek- praktek yang baik di dunia internasional. Dana Perimbangan terdiri dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber utama pendapatan pemerintah daerah, yang digunakan baik untuk perimbangan vertical maupun perimbangan horisontal. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa mekanisme penyaluran keuangan merupakan hal yang sangat penting terhadap suksesnya kebijakan desentralisasi. Pemerintah mengacu kepada prinsip money follows functions dan pemerintah berharap untuk membuat cara pengaturan DAU menjadi lebih baik. DAU adalah hibah (block grant) yang didasarkan atas formula: dimulai pada tahun anggaran 2008 DAU minimal mencapai 26% dari total pendapatan domestik bersih (penghasilan total dikurangi dana bagi-hasil) dan pembagiannya diantara Propinsi, Kabupaten/Kota ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. Ini terdiri dari alokasi dasar dan alokasi kesenjangan fiskal. Alokasi dasar meliputi pengeluaran gaji PNS dari masing-masing pemerintah daerah. Unsur kesenjangan fiskal dihitung dari jumlah perbedaan antara kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal. Variabel pengganti yang dipakai untuk penghitungan kebutuhan keuangan adalah jumlah proporsional penduduk, luas daerah, indeks harga bangunan, PDRB per kapita, dan kebalikan dari Indeks Pengembangan SDM (yang terakhir ini dapat dilihat sebagai cerminan indeks kemiskinan, sebuah ukuran yang dipakai dalam rumusan sebelumnya). Variabel kapasitas keuangan adalah pendapatan asli daerah yang terealisasi, pajak, dan dana bagi hasil SDA. Mulai tahun anggaran 2008 (dengan dihapuskannya hold harmless provision) daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal sama dengan nol hanya akan memperoleh alokasi dasar; daerah-daerah
42
dengan kesenjangan fiskal negatif, yaitu lebih dari atau sama dengan alokasi dasar tidak akan menerima DAU lagi. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana alokasi pengimbang (matching) untuk membiayai kegiatan yang terkait dengan prioritas nasional atau kebutuhan khusus yang tidak bisa dimasukkan ke dalam DAU, misalnya bantuan darurat. DAK diprioritaskan bagi pemerintah-pemerintah daerah yang mempunyai kapasitas keuangan lebih rendah dari rata-rata.UU 33/2004 juga menyebutkan acuan khusus bahwa kebutuhan khusus tersebut termasuk pelayanan dasar bagi masyarakat. Mekanisme DAK yang terdapat dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daearh dan dalam UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan tidaklah sama. Dalam UU 32/2004, DAK bisa dikabulkan atas permintaan pemerintah daerah, sedangkan dalam UU 33/2004 dana tersebut pada dasarnya dibagikan secara nasional melalui sejumlah kriteria. Masih harus diperjelas kebijakan yang lebih khusus terkait dengan peran sementara dan tetap DAK, hubungan DAK dengan DAU, dan berapa besarannya saat ini dan di masa datang. Pemerintah Indonesia telah menyatakan niatnya untuk memperbaiki kriteria pembagian DAK dan cara penyalurannya. UU 32/2004 menuntut pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) dan alokasinya didasarkan atas usulan pemerintah daerah. Pemerintah Pusat belum mampu menangani mekanisme ini, dan belum menggali bagaimana cara penanganan mekanisme ini (misalnya dengan menggunakan pemerintahan propinsi secara lebih intensif). Tidak ada pernyataan kebijakan mendasar Pemerintah Indonesia untuk mengarahkan pajak dan pendapatan bagi-hasil, kecuali bahwa garis besar hukum yang sedang dikaji memperlihatkan bahwa program pajak dan pendapatan bagi hasil akan tetap dilanjutkan di masa depan. Tetapi ”hold harmless provision” DAU akan dihapuskan pada tahun 2008 untuk mengurangi kesenjangan daerah, yang sudah diperburuk oleh beberapa daerah yang sangat menikmati pajak dan pendapatan bagi-hasil. Desentralisasi meningkatkan sumbangan pajak dan pendapatan bagi hasil pemerintah kabupaten/ kota. Pembagian pajak terutama berdasarkan prinsip derivasi, sedangkan royalti perikanan dan pajak yang terkait dengan bumi dan bangunan juga menggunakan bagian yang sama dengan kriteria tambahan. Bagian nasional 9% atas pajak bumi dan bangunan
43
merupakan ”ongkos administrasi” untuk membayar administrasi pajak nasional dalam pengumpulan dan pengelolaan pajak. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah, dapat bersumber dari hibah yang
berasal
dari
pemerintah
kabupaten/kota
propinsi,
pemerintah
kabupaten/kota di luar propinsi, pemerintah provinsi atau lainnya, dari perusahaan dareah (BUMD), dari perusahaan Negara (BUMN) atau dari masyarakat, kemudian dapat juga bersumber dari dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam, dana bagi hasil dari propinsi kepada kabupaten/kota dari pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus. Beberapa alasan adanya pembagian dan pengalokasian dana perimbangan daerah yaitu15 1. Dari segi keuangan daerah belum siap sepenuhnya untuk menjalankan otonominya, sehingga perlu adanya campur tangan dari pemerintah dalam pembagian dan pengalokasian dana perimbangan. 2. Perbedaan potensi daerah yang dimiliki oleh masing-masing daerah berbedabeda. Jika sekelompok daerah tertentu tidak memiliki potensi khusus yang dapat memberikan tambahan penghasilan untuk daerahnya tentu akan menimbulkan kesenjangan antar daerah. 3. Kebutuhan dasar maupun kebutuhan lain yang ada di setiap daerah berbedabeda. Hal ini akan mendorong kesenjangan sosial antar daerah jika tidak ada pengalokasian dana perimbangan antara pusat dengan daerah. III.3.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah Pengeluaran daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Balanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tak terduga. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupaten/ kota yang terdiri 15
Menata Kewenangan Pusat-Daerah yang Aplikatif –Demokratis, http://www.google.com diunduh pada 12 April 2010
44
dari rusa wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Bagi penyelenggara urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban daerahnya.
III.4 Perbandingan Pemerintah daerah antara Jepang, Korea dan Indonesia III.4.1 Perbandingan dalam Pemerintah Daerah Perbandingan ilmu administrasi negara adalah suatu studi yang berusaha memperlihatkan dan menemukan persamaan sistem administrasi negara yang berlaku diberbagai negara. Maka berdasarkan gambaran mengenai pemerintah daerah di ketiga negara di atas, dapat ditarik beberapa indikator yang dapat memperlihatkan akan adanya suatu kesamaan dan perbedaan dalam sistem pemerintah daerah di ketiga negara. Indikator Struktur
Jepang Pemerintah di tingkat prefektur dan kota diatur oleh dewankota dan kepala eksekutif. Sistem pemerintah daerah tidak hirarkies namun fungsional terdiri dari ordinary local public entities ( prefektur dan kota) dan special local public entities. Kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat selama empat tahun sekali.
Korea Pemerintahan di tingkat atas dan bawah di atur oleh perwakilan politik (walikota terpilih dan anggota dewan) sistem pemerintah daerah dua tingkat (atas dan bawah) Kepala eksekutif baik dari tingkat atas maupun tingkat bawah dalam pemerintah daerah yang dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa jabatan empat tahun.
Indonesia Sistem pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan di tingkat propinsi, dan kabupaten atau kota. Pemerintahan di tingkat propinsi, dan kabupaten atau kota diatur oleh perwakilan politik yang terpilih melalui pemilu.
45
Fungsi
Pembagian Urusan
Memiliki otoritas dalam hal pendidikan, kesejahteraan masyarakat, ekonomi dan industri, pembangunan jalan, dan pembuangan serta pengumpulan sampah
Urusan
Keamanan,
seperti
diplomasi,
pertahanan, peradilan, dan hukuman pidana ditangani
oleh
Pemerintah
Pusat.
Sedangkan,
sisanya
pemerintah daerah
Otoritas untuk bidang pendidikan terletak di Kantor Pendidikan di provinsi dan pemerintahan metropolitan. Otonomi daerah mengatur: (i) organisasi dan manajemen pemerintahan daerah; (ii) kemajuan kesejahteraan masyarakat, (iii) kemajuan industri; (iv) pembangunan daerah dan manajemen fasilitas (v) kemajuan pendidikan, olahraga, budaya, dan pendirian pusat perawatan anakanak; dan (vi) pertahanan masyarakat daerah dan pemadaman kebakaran (OECD 2005)
otonomi daerah merupakan kewenangan dasar yang diberikan oleh pusat kepada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya.
Urusan harian
urusan wajib
Pembatalan dan penundaan keputusan Kontrol keuangan Kekuasaan veto atas keputusan dewan lokal
urusan pilihan
Mediasi
46
Terkait
urusan
pendidikan, Universitas
akan
ditangani
oleh
Pemerintah Pusat. Urusan kesejahteraan, kesehatan dan sanitasi yang meliputi, lisensi dan
perizinan
dikeluarkan
oleh
Pemerintah
Pusat;
pelaksanaan jasa yang sebenarnya
adalah
tanggung
jawab
wilayah
daerah
tersebut. urusan industri dan ekonomi,
misalnya
hal-hal
yang
mempengaruhi bangsa
secara
keseluruhan dikelola oleh
Pemerintah
Pusat.
III.4.2 Perbandingan Keuangan Daerah
Indikator Penerimaan
Jepang Local tax Special
Korea transfer
Pendapatan Asli Daerah
local
Dana perimbangan dari
Indonesia pendapatan daerah
asli
47
Pengeluaran
grant Local allocation tax National treasury disbursements Local government borrowings
pusat dan pemerintah daerah tingkat atas
dana perimbangan
Gaji
Dewan lokal
belanja langsung
Administrasi umum
Belanja
Kesejahteraan sosial
langsung
pegawai
kantor Pembiayaan konstruksi
lain-lain pendapatn yang sah
tidak
Industri dan ekonomi
bangunan Pembangunan regional Pembiayaan terkait
fungsi-
fungsi
yang
Pendidikan budaya dan fisik Pertahanan publik
diemban prefektur
dan
lain-lain
kota Dana
Berupa
perimbangan
allocation
pusat
yang
daerah
dan
local tax
khusus Berupa share tax yang disebut local transfer tex bantuan
pemerintah pusat yang
Pembagian keuntungan
diberikan
secara umum dan
Berupa
Bantuan kategori
spesifik
dana alokasi umum (DAU) dana
Pembagian Pajak Konstruksi jalan daerah, Pembangunan pedesaan, Perlindungan lingkungan, Kenakalan remaja, dan Pembangunan regional.
alokasi
khusus (DAK) dana bagi hasil
48
( grant)
Jepang dan Indonesia merupakan sama-sama negara kesatuan yang menerapkan sistem desentralisasi dalam pemerintahannya. Di tingkat pemerintah pusat, adanya keseimbangan kekuasaan (check and balance) diantara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun, ada perbedaan terkait hubungan wewenang eksekutif dan legislatif. Jepang menganut sistem parlementer sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial. Di tingkat daerah, adanya pemerintah daerah sebagai wujud dari undang-undang otonomi daerah di kedua negara. Sistem pemerintah daerah Indonesia dan Jepang pada dasarnya tidak jauh berbeda. Adanya otonomi daerah di daerah dijalankan oleh lembaga eksekutif dan legislatif yang berbagi wewenang dan dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat. Pemerintah daerah di Jepang tidak terlalu hierarkis seperti di Indonesia. Pemerintah daerah di Jepang lebih menekankan pada pembagian fungsi terkait pelayanan kepada masayarakat. Pemerintah daerah di Jepang terdiri dari prefektur dan kota. Sedangkan di Indonesia, masih adanya hubungan hierarkis antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi,dimana pemerintah
provinsi dianggap sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah. Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, tentu adanya pembagian urusan antara keduanya. Jepang menekankan pada lebih banyaknya tugas dan urusan yang menjadi tanggung jawab daerah karena pemerintah daerah lebih dekat dengan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik. Hal ini tentu mengakibatkan pengeluaran pemerintah daerah yang cukup besar, bahkan presentase pengeluaran pemerintah daerah lebih besar dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, hampir sebagian besar penerimaan pusat ditransfer ke daerah guna membantu daerah
membiayai pengeluaran yang banyak dan untuk menjamin
ketersedian kas daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Ini dilakukan agar adanya pemerataan pelayanan di seluruh negeri. Sedangkan, di Indonesia pada dasarnya, pemerintah daerah memiliki urusan yang lebih banyak karena dalam konstitusi urusan pemerintah daerah yang dirinci. Namun, banyaknya urusan yang ditanggung pemerintah daerah tidak ditunjang dengan cukupnya dana di daerah.
49
Penghasilan asli daerah saja sangat kecil hampir di setiap daerah. Pemerintah pusat tetap memiliki kewajiban membantu daerah dengan memberikan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Hanya saja, dana ini belum bisa merata dibagikan ke seluruh daerah. Sehingga, pemerataan penyediaan pelayanan publik di seluruh negeri masih sulit untuk dicapai. Korea Selatan dan Indonesia merupakan negara yang sama-sama terletak di Asia dan uniknya, kedua negara ini memiliki umur kemerdekaan yang berdekatan yaitu hanya berbeda 2 hari. Dalam segi sistem pemerintahan, pada umumnya sistem pemerintahan di Indonesia dan Korea Selatan memiliki banyak persamaan dan bahkan merupakan persamaan yang sangat mendasar. Persamaan-persamaan itu adalah dalam hal-hal yang sifatnya struktural. Misalnya, Indonesia dan Korea menganut sistem presidensial dengan kepala pemerintahan seorang presiden walaupun Korea dibantu oleh Perdana Menteri sedangkan Indonesia tidak. Persamaan dalam peran serta pemilihan lembaga leglislatif dan eksekutif di tingkat lokal, adanya pembagian urusan yang spesifik bagi dewan lokal dan kepala eksekutif, dan lain-lain. Sedangkan yang menjadi perbedaan adalah di Korea, pemerintahan daerah dibagi menjadi dua tingkat, yaitu tingkat atas (yang terdiri dari provinsi dan metropolitan) dan tingkat bawah (yang terdiri dari kotamadya, wilayah pedesaan,dan wilayah perkotaan). Dalam bidang keuangan, persamaan dari negara Korea dan Indonesia dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian penerimaan dan bagian pengeluaran. Dalam penerimaan pemerintah daerah, Indonesia dan Korea memiliki persamaan yaitu kedua negara tersebut mendapatkan penerimaan dari dua sumber, yaitu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan Antara Pusat dan Daerah. Yang membedakan Korea dan Indonesia dari sisi penerimaan yaitu sumber-sumber dan besaran dari keduanya. Sebagai contoh, di Korea, Pendapatan Asli Daerah di dapatkan dari tiga sumber yaitu Bantuan Kategori, Pembagian Pendapatan, dan Pembagian Pajak. Dalam hal pengeluaran, Korea dan Indonesia cenderung berbeda, hal ini mungkin dikarenakan perbedaan kemampuan (GNP, Pendapatan per-kapita setiap negara, kondisi geografis, tingkat kebutuhan masyarakat, dan lain-lain) dari setiap negara yang berbeda-beda. Di Korea, pengeluaran secara umum dibagi secara khusus kedalam delapan kategori.
50
BAB IV PENUTUP
VI.1 Kesimpulan Ketiga negara pada dasarnya memiliki sistem pemerintahan daerah yang relatif sama, baik secara struktural dan fungsional. Dalam hal, pembagian urusan antara pusat dan daerah pun relatif sama, dimana urusan pemerintah daerah lebih banyak dibandingkan dengan pemerintah pusat. Selain itu, urusan pemerintah daerah lebih dirinci dan menyangkut pelayanan kepada masyarakat langsung. Namun demikian, pada kenyataannya masih terdapat perbedaan, khususnya dalam hal keuangan daerah. Perbedaan yang ada diantara ketiga negara dalam hal pembagian penerimaan keuangan dan pengeluaran keuangan daerah terjadi dikarenakan adanya perbedaan tingkat kemampuan setiap negara dan kondisi geografis (termasuk didalamnya ketersediaan sumber daya alam). Hal tersebut juga mengakibatkan adanya perbedaan dalam hal dana perimbangan antara pusat dan daerah. VI.2 Saran Studi komparatif merupakan sebuah cara dalam ilmu administrasi untuk menemukan
konsep-konsep
administrasi
yang
dapat
digunakan
sebagai
“benchmarking” bagi suatu negara untuk megadakan kemajuan-kemajuan atau melakukan perubahan di negaranya. Karena itu penulis menyarankan agar studi komparatif ini dilakukan secara berkala oleh setiap negara khususnya Indonesia supaya dapat mengambil manfaat dari setiap penemuan yang diadakan untuk memajukan negara tersebut. Dalam studi komparatif antara ketiga negara ini, dengan sumber penerimaan yang beragam di setiap negara, penulis menyarankan supaya setiap negara, Indonesia khusunya, melakukan hubungan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah supaya setiap penerimaan daerah, khususnya Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dapat berlangsung secara adil dan merata bagi setiap wilayah otonomi lokal. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya komunikasi yang baik antara pusat dan daerah serta adanya pengawasan terhadap aliran dana perimbangan tersebut. Selain itu,
51
penerimaan pajak pada dasarnya merupakan penerimaan utama suatu negara. Oleh karena itu, peningkatan penerimaan pajak baik di pusat dan di daerah merupakan salah satu jawaban untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah di Indonesia.
52
Daftar Pustaka
Buku Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hyun-A Kim. The Determinants and Measurement of Fiscal Decentralization in Korea. Republic of Korea : Research Fellow Korea Institute of Public Finance. Prasojo, Eko, dkk. 2006. Desentralisasi dan pemerintahan daerah: antara model demokrasi local dan efisiensi structural. Depok : Departemen Ilmu administrasi Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Subakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT Grasindo.
Internet http://www.djpk.depkeu.go.id/datadb/101/ http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/wbi37179.pdf http://www.geonames.org/KR/administrative-division-south-korea.html http://www.tradingeconomics.com/Economics/GDP-Growth.aspx?Symbol=JPY http://www.clair.or.jp/j/forum/other_data/pdf/20100216_soumu_e.pdf http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/wbi37171.pdf http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/japan/japan.html www.grips.ac.jp/~coslog/activity/01/03/file/up-to-date-4_en.pdf www.soumu.go.jp/english/pdf/lpfij.pdf