BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang
Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh JICA tahun 1995 dan ADB tahun 2002 kendaraan bermotor merupakan kontributor terbesar pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia. Emisi gas buang kendaraan seperti HC, CO, NOx dan PM merupakan polutan–polutan dominan yang di keluarkan oleh kendaraan bermotor yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran gas buang itu secara pasti akan terus naik dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang memadati jalan-jalan, yang hampir seluruhnya menggunakan bahan bakar fosil. Lebih dari 70% pencemaran udara di kota-kota besar disebabkan oleh kendaraan bermotor (sumber bergerak), padahal jumlah kendaraan di kota-kota besar terus meningkat hingga mencapai 15% per tahun. Sedangkan 30% sumber pencemar udara berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, pembakaran sampah, efek tambahan dari turbulensi zat pencemar udara pada lokasi pemusatan bangunan tinggi, dan lain-lain (Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum , 2007). Penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada beberapa kota besar di Asia Tenggara menunjukkan bahwa di kota-kota besar tersebut ditemukan adanya gejala penurunan tingkat kecerdasan anak pada kawasan yang tercemar partikel timbal dari asap kendaraan bermotor. JICA pada tahun 1995 dan ADB tahun 2002 melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan kontributor terbesar pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia. Emisi gas buang kendaraan seperti HC, CO, NOx dan PM merupakan polutan–polutan dominan yang di keluarkan oleh kendaraan bermotor yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan 1
mahluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran gas buang itu secara pasti akan terus naik dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang memadati jalanjalan, yang hampir 100 persen masih menggunakan bahan bakar fosil. Pembakaran BBM oleh mesin kendaraan itu menghasilkan gas sisa pembakaran yang umumnya berupa gas-gas nitrogen (NOx), sulfur (SOx), gas-gas karbon (CO dan CO2) dan partikel timbal. Emisi gas buang ini memberi kontribusi pencemaran udara yang terbesar dibandingkan sumber-sumber pencemar lain seperti industri. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor tanpa pengawasan emisi kendaraan bermotor tentunya akan memperparah kondisi udara. Menurut perkiraan JICA (Japan Indonesia Cooperation Agency) dibandingkan tahun 1995, polusi udara yang terdiri dari CO, HC, NOx, SOx akan meningkat dua kali lipat lebih pada tahun 2010. Beberapa penelitian yang dilakukan di bidang kesehatan menunjukkan bahwa bagian tengah kota menunjukkan suhu yang lebih tinggi 3-4° Celcius dibandingkan dengan wilayah sekitarnya (Caldwell, 1981) yang dapat terjadi sepanjang tahun. Pada musim panas, perbedaan suhu tersebut menjadi lebih tajam. Menurut Caldwell, hal ini terutama disebabkan oleh luasnya tutupan lahan yang berupa pengerasan (seperti semen dan aspal). Semakin kering tanah, semakin sedikit panas yang dipancarkan dengan evaporasi. Di sisi lain kota cenderung memiliki udara yang lebih buruk untuk melepaskan panas dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini disebabkan luasnya daerah tutupan akibat pengerasan dan rapatnya bangunan. Hasil penelitian di atas menunjukkan betapa pentingnya penataan ruang kota yang baik agar masyarakat dapat hidup nyaman. Penataan ruang kota mampu memberikan upaya preventif dan rehabilitatif lebih pada sumber-sumber pencemar udara secara kontinu di berbagai titik dan jalur pencemaran udara kritis diharapkan mampu mengurangi dampak pencemaran udara, dan pada akhirnya dapat memberikan kesehatan dan kenyamanan bagi penghuninya. Dalam perwujudannya, kenyamanan tersebut dapat ditandai dengan (White, Rodney R, 1994, Urban Environmental Management & Change and Urban Design): 2
a. Tempat untuk hidup dan mencari penghidupan; b. Aksesibilitas dan transportasi; c. Kondisi lingkungan; d. Hubungan antara lingkungan fisik dan sosial; e. Privacy and neighbourliness; f. Kelenturan (flexibility). Kota Tangerang berdasarkan kriteria ukuran sebuah kota termasuk ke dalam kategori kota metropolitan. Seperti halnya pada kota besar lainnya di Indonesia, permasalahan yang sering timbul adalah menyangkut penurunan kualitas udara. Penurunan kualitas udara ini menjadi masalah karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan salah satunya adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Pada tahun 2006 ada 11 penyakit menular yang diamati di Kota Tangerang dan tercatat sebanyak 155.397 kasus penyakit ISPA yang muncul paling tinggi dibanding penyakit menular yang lain serta menduduki peringkat pertama dalam 10 besar kasus penyakit yang terjadi di Kota Tangerang (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang, 2007). Data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jumlah kasus penderita penyakit ISPA yang terjadi meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari jumlah kasus sebanyak 111.089 pada tahun 2003 menjadi 155.397 kasus pada tahun 2006. Kasus ISPA secara umum disebabkan oleh debu dan asap dari kendaraan bermotor. Meningkatnya kasus ISPA ini sejalan dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor (umum dan non-umum). Hingga tahun 2005 terdapat 7.556 kendaraan umum, 83.619 kendaraan non-umum dan 283.306 sepeda motor yang tercatat di Kota Tangerang (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang, 2007). Penggunaan kendaraan roda dua (sepeda motor) lebih banyak dibanding kendaraan bermotor lainnya karena sepeda motor dianggap oleh masyarakat sebagai sarana yang paling efektif dan efisien, terutama setelah semakin tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan oleh pemerintah. Padahal berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, sepeda motor memiliki 3
kontribusi pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan bermotor lainnya. Data beberapa tahun terakhir menunjukkan selalu terjadi peningkatan jumlah titik kemacetan di Kota Tangerang. Kinerja pembakaran bahan bakar kendaraan dalam keadaan macet lebih rendah dibandingkan dengan pada saat melaju cepat sehingga hal ini memicu pembakaran yang tidak sempurna yang pada akhirnya akan meningkatkan emisi polutan dari kendaraan bermotor. Terkonsentrasinya zat pencemar pada satu lokasi dalam selang waktu yang cukup lama, juga menjadi sebab mengapa kemacetan merupakan salah satu masalah yang membahayakan kualitas udara di lingkungan perkotaan.
I.2
Perumusan Masalah
Pesatnya
perkembangan
aktivitas
memberikan dampak negatif yang
perkotaan
di
berbagai
sektor
dapat
bervariasi terhadap kondisi lingkungan.
Dampak negatif yang muncul sering dianggap hanya sebagai dampak sementara dari proses perkembangan perkotaan. Namun dalam perkembangannya diketahui bahwa ternyata dampak lingkungan tersebut dapat memberikan efek divergensi pada berbagai indikator kualitas hidup masyarakat kota, antara lain penurunan tingkat kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Perubahan pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas penduduk. Perubahan ini menyebabkan terjadinya pemusatan kegiatan-kegiatan tertentu yang disebabkan adanya perubahan pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan fungsi ruang tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan mobilitas penduduk untuk melakukan aktivitas tertentu pada suatu lokasi yang memiliki fungsi tertentu pula. Misalnya akibat perencanaan tata ruang yang memfungsikan suatu kawasan sebagai kawasan industri, pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan mobilitas penduduk dari suatu kawasan permukiman untuk mencapai kawasan industri tempat mereka bekerja. Peningkatan mobilitas ini pada akhirnya akan mendorong pemanfaatan kendaraan bermotor oleh masyarakat. Kurang tersedianya sarana transportasi yang memadai 4
serta distribusi pusat aktivitas ekonomi yang tidak merata memicu pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi yang semakin tinggi. Peningkatan pemanfaatan kendaraan bermotor ini menyebabkan terjadinya peningkatan emisi kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Karena besarnya peranan dan kontribusi kendaraan bermotor dalam pencemaran udara di kawasan perkotaan, maka upaya penghijauan di sepanjang jalur lalu lintas menjadi syarat utama dalam perencanaan dan penataan ruang. Di samping itu pengadaan taman-taman kota serta ruang terbuka hijau (RTH) lainnya yang tersebar di berbagai tempat dapat mengurangi kadar zat pencemar udara dan menambah tingkat kenyamanan kota. Puslitbang Jalan pada tahun 2006 telah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang terdapat di RTH dapat mereduksi polusi udara sekitar 5 hingga 45%. Penyediaan RTH dipandang sebagai salah satu unsur dalam upaya penanganan pencemaran kendaraan bermotor yang paling implementatif dibandingkan dengan cara lainnya. Pembatasan kendaraan bermotor di Indonesia masih sulit untuk dilakukan mengingat sampai saat ini Pemerintah masih belum mampu menyediakan sarana angkutan umum yang memadai untuk mengakomodir mobilitas penduduknya. Pencemaran udara bisa juga dilakukan dengan menekan mobilitas penduduk melalui pengembangan compact city agar setiap aktivitas penduduk bisa dilakukan pada satu lokasi dengan area yang relatif terbatas sehingga mengurangi penggunaan kendaraan bermotor untuk mendukung aktivitasnya. Namun hal ini juga cukup sulit diterapkan di kota-kota besar di Indonesia karena membutuhkan biaya yang cukup besar serta perencanaan dalam periode yang cukup panjang. Dengan dasar pertimbangan itulah RTH dianggap sebagai cara tepat dalam upaya peningkatan kualitas udara di kota besar karena bisa diintegrasikan dengan perencanaan tata ruang yang sudah ada dan membutuhkan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan kedua opsi lainnya. RTH juga sangat efektif mengurangi efek-efek climatological heath pada lokasi pemusatan bangunan tinggi yang berakibat pada timbulnya anomali dalam 5
pergerakan zat pencemar udara yang berdampak destruktif baik terhadap fisik bangunan maupun mahluk hidup. Hal ini menuntut perencanaan khusus bagi berbagai pihak yang bergerak dalam bidang perencanaan kota agar lebih memperhitungkan distribusi ruang terbuka hijau dalam upaya mengatur distribusi dan kerapatan bangunan-bangunan sehingga dampak terhadap kesehatan dan kenyamanan kondisi udara dapat dikurangi. Secara skematis perumusan masalah dapat disimpulkan dalam gambar berikut ini: SOCIAL ECONOMICS DRIVERS: Urbanisasi Perubahan Guna Lahan Peningkatan Mobilitas Perkembangan Transportasi
RESPONSES: Policy& Action in Air Pollution Reduction Menekan Minimasi pemanfaatan Mobilitas kendaraan Penduduk dengan pribadi dengan Compact City SAUM:
Perencanaan lebih kompleks Periode implementasi cukup panjang Perlu perubahan Tata Ruang Kualitas udara tidak bisa ditingkatkan dengan segera
Reduksi Zat Pencemar dengan RTH Perencanaan lebih sederhana periode implementasi lebih pendek Terintegrasi dengan tata ruang eksisting memperbaiki kualitas udara dengan segera
ENVIRONMENTAL PRESSURES: Peningkatan Polusi akibat Emisi Kendaraan Bermotor
ENVIRONMENTAL STATE: Kualitas Udara Kota Menurun
ENVIRONMENTAL IMPACTS: Penurunan kesehatan masyarakat Penurunan kenyamanan kota
Gambar I.1 Skema Perumusan Masalah
Mengingat besarnya aktivitas kendaraan bermotor di Kota Tangerang maka perlu dilakukan
studi mengenai kebutuhan RTH untuk menurunkan tingkat
pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Studi ini dilakukan sebagai dasar perencanaan infrastruktur ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.
6
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimana pola bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang serta perkiraan peningkatannya dimasa yang akan datang
(2)
Bagaimana kualitas udara di Kota Tangerang saat ini dan bagaimana perkiraannya di masa yang akan datang bila dihubungkan dengan kondisi sistem transportasi yang akan dikembangkan
(3)
Seberapa besar kebutuhan akan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dalam upaya menurunkan tingkat pencemaran udara oleh emisi kendaraan bermotor
(4)
Apa yang menjadi faktor penentu dalam penurunan kualitas udara di Kota Tangerang
I.3
Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penelitian
I.3.1
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak peningkatan kebutuhan perjalanan terhadap penurunan kualitas udara serta menilai potensi RTH untuk meningkatkan kualitas udara di Kota Tangerang dalam upaya mencari yang paling aplikatif untuk meningkatkan kualitas udara di Kota Tangerang. I.3.2
Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Melakukan analisis bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang (2) Melakukan analisis kualitas udara di Kota Tangerang dengan ISPU (3) Melakukan analisis kebutuhan ruang terbuka hijau (4) Melakukan analisis faktor dominan dalam peningkatan kualitas udara
I.3.3
Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) Adanya gambaran mengenai perkembangan kualitas udara di Kota Tangerang akibat adanya emisi kendaraan bermotor
7
(2) Adanya prediksi mengenai kebutuhan RTH aktual dalam suatu sub wilayah yang lebih kecil di Kota Tangerang yang ditujukan untuk menurunkan pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor (3) Diharapkan melalui studi kebutuhan RTH ini diharapkan dapat tercipta kualitas udara yang memenuhi syarat kesehatan di Kota Tangerang. I.4 Ruang Lingkup Penelitian I.4.1
Ruang Lingkup Wilayah Penelitian
Penelitian akan dilakukan di seluruh wilayah administratif Kota Tangerang, meliputi seluruh jalan mayor dan minor di Kota Tangerang. Luas wilayah Kota Tangerang adalah 18.424 hektar yang terdiri atas 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 8.397 jiwa/km² (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang 2007).
I.4.2 Ruang Lingkup Materi Penelitian Materi penelitian akan mencakup 7 (tujuh) bahasan sebagai berikut: (1) Mengukur beban pencemaran yang dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor di Kota Tangerang. (2) Mengukur kualitas udara ambien pada seluruh wilayah Kota Tangerang secara spasial dalam subwilayah-subwilayah yang lebih kecil. (3) Menghitung
luasan
RTH
eksisting
dan
kemampuannya
dalam
meningkatkan kualitas udara. (4) Menghitung luasan RTH yang maksimal dan kemampuannya dalam meningkatkan kualitas udara (5) Menghitung luasan RTH 30% dari luas wilayah dan kemampuannya dalam meningkatkan kualitas udara. (6) Menghitung kebutuhan luasan RTH yang mampu menurunkan tingkat pencemaran udara oleh polutan dominan dari kendaraan bermotor hingga tercapai kualitas udara yang memenuhi standar sehat. (7) Menganalisis keterkaitan antara guna lahan, pengembangan luas RTH dan pengembangan sistem jaringan jalan dengan kualitas udara di Kota Tangerang. 8
I.5
Metode Penelitian
I.5.1
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan survei primer dan sekunder dengan rincian sebagai berikut: (1) Survei primer Survei primer dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi jalan sistem jaringan jalan sekunder di Kota Tangerang Jenis dan intensitas aktivitas penduduk di setiap sub wilayah untuk mengetahui pola penggunaan lahan aktual di Kota Tangerang 2) Survei sekunder dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai Tata guna lahan eksisting Luasan RTH eksisting Volume dan komposisi kendaraan pada ruas jalan utama berdasarkan hasil traffic counting pada tahun-tahun sebelumnya Volume bangkitan dan tarikan perjalanan pada subwilayahsubwilayah di Kota Tangerang
I.5.2
Metode Analisis
Analisis studi kebutuhan akan RTH untuk menurunkan tingkat pencemaran udara oleh kendaraan bermotor di Kota Tangerang ini dilakukan secara spasial. Hal ini disebabkan karena tingkat pencemaran yang dihasilkan oleh aktivitas kendaraan bermotor akan sangat berbeda pada sub wilayah. Intensitas kendaraan bermotor, jenis kendaraan bermotor, waktu tempuh dan panjang perjalanan akan mempengaruhi perbedaan tingkat pencemaran pada setiap sub wilayah. Perbedaan tingkat pencemaran ini akan menyebabkan perbedaan tingkat kebutuhan akan RTH di masing-masing lokasi. Selain itu ketersediaan lahan dan pemilihan jenis RTH untuk menurunkan tingkat pencemaran polutan tertentu juga menjadi alasan mengapa analisis secara spasial menjadi penting.
9
Dua pendekatan utama yang dilakukan sebelum melakukan analisis kebutuhan RTH secara spasial adalah pendekatan perhitungan beban pencemaran dari kendaraan bermotor dan pendekatan pemilihan jenis RTH. Kerangka penelitian didasarkan pada perbandingan antara kondisi eksisting dan kondisi ideal yang didasarkan pada kajian teoritis, standar RTH dan standar kualitas udara yang sehat. Dalam melakukan kajian mengenai kondisi eksisting maka akan dianalisa tata ruang eksisting, luasan RTH eksisting, serta tingkat pemanfaatan kendaraan bermotor dan kuantitas emisi yang dihasilkannya. Kajian kondisi eksisting akan meliputi pula
prediksi
mengenai
pertumbuhan
pemanfaatan kendaraan bermotor dan emisi yang dihasilkannya, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kuantitas emisi yang dihasilkan pada periode perencanaan tertentu yang dijadikan dasar dalam menentukan jumlah pencemar yang harus direduksi oleh RTH. Kesenjangan antara kondisi eksisting dan kondisi ideal ini yang menjadi dasar dalam menentukan kebutuhan RTH di Kota Tangerang. Bila kualitas udara eksisting di Kota Tangerang lebih buruk daripada kondisi ideal, maka diperlukan RTH sebagai alat untuk mereduksi polutan di udara. Bila kualitas udara eksisting masih memenuhi standar kualitas udara yang berlaku, maka analisa kebutuhan RTH akan dilakukan lebih didasarkan pada kebutuhan RTH akibat adanya pertumbuhan pemanfaatan kendaraan bermotor.
10
2006 Skenario Pengembangan
KEBUTUHAN PERJALANAN
Variabel
KLASIFIKASI LUASAN RTH RTH Eksisting
RTH Maksimal
Analisis Beban Emisi
Analisis Beban Emisi
Analisis ISPU
Analisis ISPU
RTH 30% Analisis Beban Emisi Analisis ISPU
RTH Eksisting
RTH Maksimal
RTH 30%
Analisis Beban Emisi
Analisis Beban Emisi
Analisis Beban Emisi
Analisis ISPU
Analisis ISPU
Analisis ISPU
Ya
Memenuhi standar kualitas udara sehat? Tidak
Perhitungan Kebutuhan Luas RTH 1. Target Nilai ISPU 50 (baik) atau 100 (sedang) 2. Beban emisi maksimal 3. Beban emisi yang harus diserap 4. Data daya serap RTH terhadap zat pencemar Luas RTH Ideal Analisis Potensi Penerapan Luasan RTH Terpilih (eksisting-maksimal-30%-ideal) 1. Presentase luas RTH ideal terhadap luas wilayah 2. Ketersediaan Lahan 3. RTRW
SELESAI
Ya
Aplikatif? Tidak
mencari alternatif pemecahan masalah melalui analisis faktor dominan dalam peningkatan kualitas udara 1. Keterkaitan dengan guna lahan 2. Keterkaitan dengan pengembangan luasan RTH 3. Keterkaitan dengan skenario pengembangan jaringan jalan
Gambar I.2 Skema Kerangka Analisis 11
Tabel I.1 Ruang Lingkup, Data, Metode dan Analisis untuk Mencapai Sasaran Penelitian
No. Sasaran Penelitian 1. Melakukan analisis bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang
2.
Lingkup Analisis volume kendaraan bermotor Analisis komposisi jenis kendaraan Analisis jumlah kendaraan berdasarkan jenisnya Analisis dilakukan pada periode analisis sampai 2015 dan untuk beberapa skenario pengembangan jaringan jalan
Data Metode Proyeksi Luas sub wilayah peningkatan Panjang jalan Volume perjalanan kendaraan per jenis selama hasil pemodelan periode analisis Komposisi jenis kendaraan Faktor emisi Melakukan analisis Analisis beban emisi dari kendaraan bermotor Perhitungan kualitas udara di Penentuan beban emisi per sub wilayah Luas sub wilayah beban pencemar Kota Tangerang Sumber emisi dari seluruh jenis kendaraan dengan metode Beban emisi dengan ISPU bottom-up bermotor Kecepatan angin Perhitungan Analisis jenis zat pencemar utama yang paling rata-rata konsentrasi zat mempengaruhi kualitas udara Ketinggian pencemar di Analisis distribusi kualitas udara secara spasial pencampuran zat atmosfer pencemar di dengan luas RTH eksisting Konversi Analisis distribusi kualitas udara secara spasial atmosfer Jumlah arah angin konsentrasi zat dengan pengembangan RTH luasan maksimal pencemar Analisis distribusi kualitas udara secara spasial menjadi angka dengan pengembangan RTH 30% nyata ISPU Analisis dilakukan hingga tahun 2015 dan untuk beberapa skenario pengembangan jaringan jalan
12
Analisis Distribusi volume kendaraan bermotor secara spasial Distribusi beban emisi secara spasial untuk setiap jenis zat pencemar Distribusi konsentrasi zat pencemar di atmosfer secara spasial Distribusi nilai ISPU secara spasial
Tabel I.1 Ruang Lingkup, Data, Metode dan Analisis untuk Mencapai Sasaran Penelitian (lanjutan)
No. Sasaran Penelitian Lingkup 3. Melakukan analisis Melakukan analisis ketersediaan lahan untuk kebutuhan ruang RTH terbuka hijau Melakukan analisis kebutuhan dan potensi pengembangan RTH untuk memenuhi standar kualitas udara sehat Analisis dilakukan berdasarkan pada kebutuhan luas RTH per sub wilayah pada periode analisis sampai 2015 dan untuk beberapa skenario pengembangan sistem jaringan jalan 4. Melakukan analisis Analisis keterkaitan antara guna lahan faktor dominan dengan kualitas udara dalam peningkatan Penentuan faktor yang lebih dominan antara kualitas udara klasifikasi pengembangan RTH dan skenario pengembangan jaringan jalan dalam peningkatan kualitas udara Periode analisis sampai 2015 Analisis dilakukan pada periode analisis sampai 2015 dan untuk beberapa skenario pengembangan jaringan jalan
13
Data Daya serap RTH terhadap pencemar ISPU batas atas ISPU batas bawah Ambien batas atas Ambien batas bawah Konsentrasi pencemar di atmosfer
Metode Pengelompokan jenis guna lahan yang berpotensi dijadikan RTH Estimasi beban emisi maksimal yang menghasilkan nilai ISPU sehat
Analisis Kesenjangan antara luas lahan tersedia dan luas kebutuhan RTH secara spasial
Peta digital guna lahan eksisting Luas lahan yang masih tersedia Peta kualitas udara
Perbandingan antara Frekuensi luas lahan tersedia dan perubahan luas RTH yang nilai ISPU dibutuhkan pada skenario Overlay peta guna tertentu lahan dan peta kualitas udara Frekuensi perubahan Perbandingan nilai ISPU presentase terjadinya pada guna perbaikan ISPU lahan terhadap seluruh tertentu peluang kejadian
I.6 Jadwal Pelaksanaan
Penelitian dilakukan selama 4 (empat) bulan dari awal Juli sampai dengan akhir Oktober 2008 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut: Tabel I.2 Tahapan Penelitian N O 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
BULAN 1 BULAN 2 BULAN 3 BULAN 4 Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
KEGIATAN Persiapan Inventarisasi data sekunder Inventarisasi data primer Analisis komposisi jenis kendaraan Perkiraan jumlah kendaraan dengan variabel: a. Periode analisis b. Skenario pengembangan sistem jaringan jalan Analisis beban emisi secara spasial dengan variabel: a. Periode analisis b. Skenario pengembangan sistem jaringan jalan c. Klasifikasi luasan RTH Analisis jenis polutan dominan Perhitungan konsentrasi polutan di udara Analisis kualitas udara secara spasial dengan ISPU Analisis kebutuhan luasan RTH Analisis potensi perbaikan kualitas udara dengan RTH Keterkaitan guna lahan dengan kualitas udara Analisis faktor yang lebih menentukan kualitas udara di Kota Tangerang Penarikan kesimpulan dan rekomendasi Penulisan laporan
14
I.7 Sistematika Pembahasan Pembahasan akan dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
:
PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, jadwal tahapan pelaksanaan penelitian dan sistematika pembahasan penelitian.
BAB II
:
PERENCANAAN
RUANG
TERBUKA
HIJAU
UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS UDARA DI PERKOTAAN Pada bab ini akan dibahas teori yang menjelaskan tentang pengaruh penggunaan kendaraan bermotor terhadap kualitas udara
di
perkotaan
dan
dampaknya
terhadap
kesehatan
masyarakat. Dalam bab ini terdapat penjelasan tentang bagaimana merencanakan RTH untuk meningkatkan kualitas udara di perkotaan serta dasar hukum dan pedoman-pedoman yang melandasinya. Bab ini juga mencakup penjelasan mengenai pilihan metode yang dapat digunakan untuk melakukan inventarisasi beban pencemaran dari kendaraan bermotor dan perhitungan kebutuhan luas RTH di perkotaan.
BAB III
:
SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG Bab ini memberikan gambaran mengenai kondisi di daerah studi yang meliputi gambaran umum wilayah, pola penggunaan lahan, kondisi RTH saat ini, sistem transportasi yang diterapkan serta gambaran tentang kualitas udara dan kesehatan masyarakat Kota Tangerang.
15
BAB IV
:
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG Bab ini akan membahas mengenai metode analisis yang terpilih serta pembahasan hasil analisis yang meliputi analisis bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang, analisis beban emisi kendaraan bermotor, analisis kualitas udara di Kota Tangerang dengan ISPU, analisis kebutuhan RTH dan analisis faktor dominan dalam peningkatan kualitas udara di Kota Tangerang.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menyajikan hasil analisis yang berupa temuan dan kesimpulan disertai dengan uraian tentang kelemahan dalam studi ini. Dari hasil temuan dan kesimpulan maka disusun suatu rekomendasi yang dapat diterapkan dalam upaya peningkatan kualitas udara di Kota Tangerang.
16