BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Maraknya pertumbuhan pusat-pusat ritel modern di Kota Bandung tidak terlepas dari pertumbuhan pendpuduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Duncan dan Hollander, 1979, perdagangan ritel berupa bisnis penjualan barang ke konsumen akhir (individu, rumah tangga dan atau perusahaan/lembaga) telah berubah. Bisnis ritel telah dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dalam bidang ekonomi, sosial, teknologi dan lingkungan politik serta kondisi persaingan. Penduduk (individu atau rumah tangga) sebagai potensi pasar ritel yang mempengaruhi peluang hadirnya pusat ritel modern dipengaruhi oleh faktor demografi, ekonomi dan gaya hidup. Selama kurun waktu 2000-2005, jumlah penduduk Kota Bandung menunjukan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1.24 % per tahun, walaupun LPP ini masih tinggi namun menunjukan penurunan jika dibandingkan dengan periode tahun 1995-2000 sebesar 3.52% per tahun. Tingginya angka pertumbuhan ini disebabkan selain karena pertumbuhan alamiah juga karena arus urbanisasi pasca krisis moneter tahun 1997 untuk mencari pekerjaan ke Kota Bandung. Di sisi lain, pertumbuhan fasilitas ritel modern di Kota Bandung sangat pesat. Sampai dengan tahun 2007 tercatat sudah mencapai 156 pusat ritel modern di Kota Bandung (Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Bandung). Jika dibanding dengan tahun 2002 yaitu sebanyak 93 unit (Bappeda, 2002), jumlah ini telah berkembang cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun (2002-2007) jumlahnya telah meningkat sebesar 67.74% (63 unit). Hal ini menunjukan bahwa meningkatnya permintaan akan barang dan jasa di Kota Bandung berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian penduduk Kota Bandung. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan akan barang dan jasa meningkat. Di sisi lain dengan meningkatnya aktivitas perekonomian membuka peluang bagi meningkatnya tenaga kerja yang membutuhkan barang dan jasa guna mendukung kegiatannya dalam beraktivitas.
1
Pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan luasan wilayah yang tetap mengakibatkan kepadatan penduduk di Kota Bandung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sampai tahun 2007, kepadatan penduduk Kota Bandung telah mencapai 13.505 jiwa/ha, namun sebarannya tidak merata (BPS Kota Bandung).
Wilayah Bandung Barat (wilayah Kota Bandung lama) memiliki
intensitas kepadatan yang tinggi di banding wilayah Bandung Timur (wilayah pemekaran Kota Bandung). Hal ini pun berdampak terhadap distribusi penyebaran pusat ritel modern. Dawson (1974 p.156) dalam Healey and Ilbery berpendapat bahwa faktor utama yang mendorong pertumbuhan kegiatan ritel pada wilayah suburban adalah desentralisasi dari permintaan. Pertumbuhan aktivitas perkotaan yang tinggi pada wilayah pusat kota mengakibatkan pusat kota menjadi jenuh dan harga lahan menjadi tinggi mengakibatkan pergeseran permukiman penduduk ke arah suburban dan daerah pinggiran kota. Dalam kurun waktu 5 tahun penduduk wilayah Bandung Timur telah mengalami pertumbuhan 1.2% per tahun (20002005) mencapai 550.479 pada tahun 2005 atau 24.24 % dari total penduduk Kota Bandung. Namun dengan luas wilayah yang 41.07% dari luas wilayah kota Bandung maka wilayah ini memiliki kepadatan penduduk yang rendah. Untuk itu maka Pemerintah Kota Bandung melalui kebijakan tata ruangnya membagi wilayah Bandung menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan (WP) dalam rangka memeratakan pembangunan melalui kebijakan pengembangan dua pusat primer yang melayani enam pusat sekunder (RTRW Tahun 2013, 2004). Pusat-pusat kegiatan tersebut harus didukung oleh fungsi-fungsi pelayanan, salah satunya adalah perbelanjaan atau niaga. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain bersumber dari pasar tradisional penduduk memenuhinya dari sarana perbelanjaan yang tersebar di Kota Bandung. Berbelanja sudah berkembang belakangan ini, berbelanja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan saja tetapi sudah berkembang artinya menjadi suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Gaya hidup mempengaruhi kebutuhan akan barang dan jasa yang akan dikonsumsi oleh individu ataupun rumah tangga. Dengan demikian masing-masing akan memutuskan pilihan jenis produk sesuai dengan tingkat kepuasan dan daya belinya. Keberadaan
ritel
modern
seperti
2
supermaket,
hypermarket
dan
departement store semakin banyak ditemui di kota-kota besar di Indonesia. Dengan beraneka ragam produk yang ditawarkan, tata ruang yang bagus dan nyaman, udara yang bersih dan sejuk serta mempunyai fasilitas parkir yang luas tidaklah mengherankan jika ritel modern ini menjadi daya tarik tersendiri. Berbagai kalangan pengunjung baik yang bermobil ataupun tidak bermobil memadati pusat-pusat ritel modern untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau hanya sekedar berekreasi. Distribusi spatial dari aktivitas seperti tempat tinggal, tempat kerja, tempat rekreasi, pendidikan, pusat perbelanjaan memiliki keputusan penentuan lokasi sesuai dengan karakteristik aktivitas masing-masing. Adanya perbedaan, baik alamiah maupun buatan di antara wilayah dalam suatu kota menyebabkan perbedaan dalam peluang untuk tumbuh dan berkembang aktivitas sosial ekonomi. Adanya perbedaan tersebut telah mendorong terciptanya kecenderungan bagi penduduk dan aktivitas sosial ekonominya serta berbagai sarana dan fasilitas pelayanan untuk mengelompok atau beraglomerasi pada daerah-daerah tertentu yang merupakan daerah-daerah pemusatan di dalam suatu wilayah. Dalam kurang dari empat puluh tahun sejak awal hadirnya pusat ritel modern pertama di Bandung (1967), diamati bahwa telah terjadi aglomerasi pusatpusat ritel modern di pusat kota maupun daerah sub pusat kota (peralihan). Distribusi spatial dari aktivitas tersebut menunjukan bahwa manusia perlu melakukan perjalanan untuk mencapai lokasi dimana aktivitas itu berada. Keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya mewujudkan dalam sistem kegiatan baik rutin (bekerja, sekolah, berbelanja, rekreasi), atau terlembaga menciptakan ruang di dalam kota. Pusat perbelanjaan merupakan tujuan orang melakukan pergerakan sehingga membentuk pusat-pusat kegiatan baru yang berada di luar kawasan pusat. Secara rasional, orang akan cenderung memenuhi kebutuhan barang dan jasa dari fasilitas perbelanjaan yang terdekat. Namun perilaku manusia merupakan fungsi dari individu dan lingkungan. Individu memiliki kehendak dan lingkungan turut menentukan apakah kehendak itu akan dilaksanakan atau tidak. Sehingga dapat terjadi bahwa individu melakukan perjalanan berbelanja ke wilayah lain karena keinginan/kehendaknya tidak tercapai dari lokasi yang terdekat.
3
Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kota, maka
aktivitas
belanja dapat dikelompokkan sebagai aktivitas turunan. Artinya bahwa bersamaan dengan perkembangan kota maka sarana-sarana pendukung pelayanan kota muncul dengan sendirinya sebagai hasil dari mekanisme pasar maupun sebagai hasil dari kebijakan pembangunan kota. Sesuai dengan teori Christaller bahwa secara naluriah manusia akan mencari suatu pusat pemenuhan kebutuhan yang paling dekat, mudah, murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera kebutuhannya. Dengan mengembangkan pusat-pusat ritel baru ke arah pinggiran kota terutama ke arah Timur Kota Bandung maka diduga akan ada perubahan pergerakan penduduk ke pusat kegiatan baru tersebut. Untuk mengetahui bagaimana arah perubahan pergerakan yang akan terjadi di pusat-pusat kegiatan baru tersebut, maka perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik pola pergerakan belanja penduduk wilayah Bandung Timur. Pola pergerakan belanja tersebut diketahui dengan meneliti perilaku pergerakan belanja berdasarkan karakteristik perilaku pergerakan berbelanja dikaitkan dengan karakteristik sosial ekonomi penduduk. Dengan mengenali pola pergerakan belanja penduduk maka dapat diketahui perkembangan Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern di Kota Bandung.
I.2 Rumusan Permasalahan Dengan perkembangan ritel modern yang sangat pesat serta distribusi ritel yang tidak merata, memberikan dampak baik positif maupun negatif bagi pembangunan Kota Bandung. Di satu sisi, pusat ritel dapat memacu pertumbuhan ekonomi wilayah maupun meningkatkan pendapatan penduduk dengan peluang terbukanya lapangan kerja. Di sisi lain, pusat ritel dengan orientasi profit memilih lokasi yang strategis seperti kawasan-kawasan pusat bisnis, perkantoran yang mengakibatkan lokasinya teraglomerasi di pusat-pusat kota maupun daerah transisi antara pusat dan pinggiran Kota Bandung. Sampai dengan tahun 2002 tercatat bahwa 23.7% lokasi mall terpusat di pusat kota, 43% lainnya di daerah sub pusat kota dan 33.3% sisanya di daerah pinggiran (Bappeda,2002). Dalam rangka memberikan pelayanan bagi seluruh masyarakat Bandung dan wilayah sekitarnya pemerintah berusaha untuk menyebarkan pusat-pusat
4
aktivitas secara merata ke seluruh kota sesuai dengan hirarki pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar kesenjangan perkembangan antara wilayah Bandung Barat dan wilayah Bandung Timur tidak terjadi. Salah satu pusat kegiatan adalah pusat perbelanjaan. Desentralisasi penduduk ke pinggiran kota karena tingginya intensitas pemanfaatan lahan di pusat kota dan meningkatnya harga lahan diikuti oleh desentraslisasi pusat-pusat kegiatan seperti ritel modern. Hadirnya ritel modern di wilayah Bandung Timur seperti di sepanjang koridor Jalan Soekarno Hatta dan di perumahan atau permukiman. Hal ini mengindikasikan ada perubahan pergerakan belanja ke ritel modern di wilayah Bandung Timur. Muncul pertanyaan kemudian, apakah pertumbuhan ritel modern di Bandung Timur mengubah perilaku belanja penduduk disekitarnya. Salah satu cara untuk mengetahui pola belanja penduduk adalah dengan meneliti perilaku pergerakan belanja. Dengan teridentifikasinya pola pergerakan belanja penduduk wilayah Bandung Timur maka akan memberi gambaran Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern di Kota Bandung.
I.3 Tujuan dan sasaran penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengamati Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern dengan mengidentifikasi pola pergerakan belanja penduduk Bandung Timur. Pola pergerakan belanja diidentifikasi dengan meneliti karakteristik perilaku pergerakan berbelanja dan karakteristik individu penduduk. Kajian terhadap pola pergerakan belanja ini sangat penting karena akan memberi gambaran perilaku berbelanja penduduk. Dengan gambaran tersebut dapat memprediksikan perubahan pola belanja jika ada ritel modern baru. Rencana pengembangan Gedebage sebagai pusat primer ke dua akan didukung oleh pusatpusat kegiatan setingkat kota. Pusat perbelanjaan merupakan salah satu fasilitas perkotaan yang akan melengkapi fungsi dan peran Gedebage sebagai pusat primer. Penyediaan fasilitas perbelanjaan baru tersebut akan berdampak pada perubahan pola pergerakan penduduk jika penyediaannya sesuai dengan pola belanja penduduk Bandung Timur. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh kesimpulan bahwa dengan karakteristik sosial ekonomi penduduk dan pola perilaku pergerakan dalam berbelanja dapat memberi gambaran Bandung Timur
5
sebagai tujuan belanja ritel modern. Adapun sasaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut : 1. Mengindetifikasi karakteristik pergerakan belanja penduduk meliputi tujuan pergerakan, intensitas pergerakan, moda yang digunakan, jarak, dan waktu. Selain itu dikaitkan dengan jenis barang, jenis ritel dan alasan berbelanja yang mempengaruhi perilaku pergerakan 2. Mengindetifikasi hubungan antara karakteristik sosial ekonomi individu dengan karakteristik pergerakan berbelanja meliputi hubungan antara jenis pekerjaan, penghasilan, pendidikan dengan arah dan tujuan pergerakan belanja. Hal ini penting karena sebenarnya karakteristik sosial ekonomi penduduk akan mempengaruhi pola perilaku penduduk dalam berbelanja
I.4 Pentingnya penelitian Penelitian ini menekankan pada pola perilaku pergerakan berbelanja penduduk. Kajian ini penting dikarenakan dengan mengetahui pola pergerakan ini akan memberi gambaran jelas bagaimana perilaku penduduk wilayah Bandung Timur dalam berbelanja ke pusat-pusat ritel modern. Dari gambaran tersebut dapat diperoleh gambaran umum wilayah Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern. Karakteristik individu (tingkat pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya) dan faktor karakteristik pergerakan (tujuan pergerakan, jarak, moda yang digunakan, dan sebagainya)
merupakan aspek penting dalam merubah
struktur ruang wilayah Bandung Timur. Rencana pemerintah untuk mengembangkan Gedebage sebagai pusat primer telah dilaksanakan. Berbagai fasilitas umum dan sosial mulai diarahkan pengembangannya ke wilayah Bandung Timur. Pusat ritel modern sebagai salah satu fasilitas pelayanan umum mulai bermunculan disepanjang koridor jalan Soekarno Hatta, misalnya Metro Trade Center dengan Hypermarket sebagai ritel utamanya, Carrefour di persimpangan jalan Terusan Kiaracondong dan jalan Soekarno Hatta menunjukan bahwa perusahaan ritel modern sudah mulai berkembang ke arah Bandung Timur walaupun masih dalam jumlah yang terbatas. Dengan hadirnya beberapa ritel modern tersebut minimal akan mempengaruhi
6
pola pergerakan belanja penduduk Bandung Timur. Untuk itu kajian pola pergerakan berbelanja ini akan menjadi gambaran umum Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern.
I.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup ini terbagi dalam dua bagian yaitu pertama, ruang lingkup materi yang menjelaskan hal-hal yang menjadi pokok pembahasan penelitian ini. Kedua, ruang lingkup wilayah yang menjelaskan wilayah penelitian panelitian ini.
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah Lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah wilayah perluasan Kotamadya Bandung Tahun 1987 berdasarkan PP No. 16 Tahun 1987 yang terdiri dari dua wilayah pengembangan yaitu wilayah pengembangan Gedebage dan wilayah pengembangan Ujungberung. Sesuai PP No. 03 Tahun 2004, wilayah pengembangan Gedebage mencakup Kecamatan Bandung Kidul, Margacinta dan Rancasari di luar kelurahan Mekarmulya, sedangkan wilayah pengembangan Ujungberung mencakup Kecamatan Cicadas, Arcamanik, Ujungberung, Cibiru dan Kelurahan Mekarmulya. Selanjutnya dalam penulisan ini, kedua wilayah pengembangan tersebut dikategorikan wilayah Bandung Timur Untuk lebih jelasnya ruang lingkup penelitian ini dapat dilihat pada tabel I.1 dan gambar I.1.
1.5.2 Ruang Lingkup Materi Untuk dapat memperoleh temuan penelitian yang lebih terfokus, penelitian ini akan dibatasi pada beberapa aspek, selain masalah keterbatasan waktu dan biaya. Di samping wilayah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, materi yang dibahas dan diteliti pada penelitian ini adalah dibatasi pada beberapa hal sebagai berikut : 1. Karakteristik sosial ekonomi yang membahas jenis kelamin, umur, pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan kepemilikan kendaraan. 2. Karakteristik perilaku pergerakan berbelanja membahas tujuan pergerakan berbelanja, intensitas berbelanja, moda yang digunakan, jarak tempuh, waktu
7
tempuh, yang dikaitkan dengan jenis produk, jenis ritel dan alasan berbelanja. 3. Tinjauan terhadap Kota Bandung dan tinjauan internal wilayah Bandung Timur untuk mengetahui gambaran awal dalam hal pola penggunaan lahan, aspek kependudukan dan perkembangan dan distribusi fasilitas ritel modern di wilayah penelitian 5. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel rumah tangga secara proporsi di seluruh wilayah kelurahan/desa yang ada di wilayah Bandung Timur. Hal ini dimaksudkan untuk melihat gambaran perilaku berbelanja penduduk wilayah Bandung Timur pada pusat-pusat ritel modern di Kota Bandung. 6. Analisis pola berbelanja penduduk Bandung Timur pada pusat-pusat ritel modern dilakukan hanya pada orang dewasa. Anak-anak (usia <15 Tahun) tidak termasuk dalam unit analisis karena diasumsikan pergerakannya mengikuti orang dewasa (orang tua). Pola belanja ini dilihat dari aspek karakteristik individu dan pola perilaku pergerakan penduduk dalam mengkonsumsi ritel. Berdasarkan kajian diatas akan disimpulkan gambaran umum Bandung Timur sebagai tujuan ritel modern. Kesimpulan ini menjadi masukan terhadap penyediaan fasilitas pusat ritel modern di wilayah Bandung Timur dalam kerangka pemerataan distribusi aktivitas kegiatan guna mengurangi kejenuhan aktivitas di wilayah Bandung Barat.
8
Tabel I.1 Ruang Lingkup Wilayah Penelitian
W ila y a h P e n g e m b a n g a n W P G e de ba ge
D e s a/ K e lu ra h a n
K e c am atan 1 . B a n d u n g K id u l 1. 2. 3. 4.
W a te s M e ngge r B a tu n u n g g a l K u ja n g s a r i
2 . M a r g a c in t a 1. M a rga se na ng 2. M a rga sa ri 3 . S e k e ja t i 3. R a nc a sa ri 1 . D a r w a ti 2 . C is a r a n t e n K id u l 3 . C ip a m o k o la n W P U ju n g b e r u n g
1 . C ib ir u 1. 2. 3. 4. 5. 6.
C ip a d u n g K u lo n C ip a d u n g K id u l P a s ir b ir u C ip a d u n g P a la s a r i C is u r u p a n
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
C is a r a n t e u n W e t a n U ju n g b e r u n g P a sa nggra ha n P a s ir ja t i P a s ir w a n g i C ig e n d in g P a s ir e n d a h
1. 2. 3. 4.
C is a r a n t e u n K u lo n C is a r a n t e n S u k a m is k in S in d a n g ja y a
1. 2. 3. 4. 5. 4.
A n t a p a n i K id u l A n ta p a n i T e n g a h A n ta p a n i K a r a n g p a m u la n g M a n d a la ja t i M e k a r m u ly a
2 . U ju n g b e r u n g
3 . A r c a m a n ik
4 . C ic a d a s
5. R a nc a sa ri Sumber : PP No. 03 Tahun 2004\
9
10
I.6 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian terbagi atas tiga bagian yaitu metode pendekatan, sistematika (kerangka pikir) dan tahapan penelitian.
1.6.1 Metode Pendekatan Untuk mencapai tujuan dan sasaran yaitu mengamati Bandung Timur sebagai tujuan belanja ritel modern dengan mengidentifikasi pola pergerakan belanja penduduk Bandung Timur, didekati dengan mengamati pola perilaku pergerakan belanja penduduk di antaranya : 1. Tujuan pergerakan belanja dengan variabel : jarak tempuh, moda yang digunakan, waktu tempuh, frekuensi kunjungan. Tujuan pergerakan belanja disini adalah ritel modern dan pusat-pusat ritel modern yang tersebar di Kota Bandung
(kecuali
minimarket).
Pola
perilaku
pergerakannya
dapat
digambarkan dengan arah dan jarak yang ditempuh untuk mencapai lokasi ritel modern tersebut. Arah pergerakan belanja tersebut dapat berupa pergerakan belanja ke luar wilayah studi maupun di dalam wilayah studi dengan melihat tujuan lokasi ritel modern yang dikunjungi. Tujuan lokasi, moda yang gunakan dan frekuensi didekati dengan mengajukan pertanyaan secara tertutup sedangkan jarak tempuh dan waktu tempuh diajukan dengan pertanyaan secara terbuka kepada responden melalui kuesioner. 2. Sasaran belanja dengan variabel jenis ritel modern dan jenis produk. Sasaran menunjuk pada objek yang akan digunakan untuk menjelaskan motivasi individu dalam berbelanja ke pusat ritel modern. Jenis ritel modern dan jenis produk merupakan faktor daya tarik kunjungan berbelanja penduduk. Jenis ritel modern dan jenis produk didekati dengan mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang diolah menggunakan data sekunder. 3. Alasan menggunakan fasilitas pusat-pusat ritel modern terdekat didekati untuk mengetahui pendapat/opini penduduk tentang keberadaan pusat ritel modern yang berada dekat dengan lokasi tempat tinggal. Alasan ini didekati dengan mengajukan pertanyaan semi tertutup. Artinya responden diberi alternatif jawaban namun diberi peluang untuk memberikan jawaban lain.
11
1.6.2 Kerangka Pikir Untuk memahami keseluruhan penelitian telah disusun kerangka pemikiran yang terdiri dari tahap-tahap pengerjaan yang harus dilalui secara diagramatik dapat di lihat pada gambar I.2 Gambar I.2 Kerangka Pemikiran
Perkembangan Kota
Perkembangan Struktur Kota
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan dan distribusi Ritel Modern
Perilaku Pergerakan Belanja
Karakteristik Pergerakan
Karakteristik Sosial Ekonomi
Pola Pergerakan Penduduk
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka tahapan yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian literatur terhadap karakteristik wilayah Bandung. 2. Tinjauan teoritis mengenai pola pergerakan penduduk dan perilaku belanja. 3. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi penduduk wilayah penelitian. 4. Mengidentifikasi pola perilaku pergerakan belanja penduduk wilayah penelitian 5. Menjelaskan pola belanja penduduk pada wilayah Bandung Timur
12
1.6.3 Tahapan Penelitian Agar proses penelitian dapat berjalan dengan lebih mudah dan hasil yang diperoleh dapat lebih rasional dan akurat, maka disusun suatu metode pendekatan untuk melakukan penelitian sebagai usaha pemecahan masalah. Adapun diagram tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar I.3 Diagram Tahapan Penelitian
Pengamatan Awal Tinjauan pustaka
Lokasi Survey Pengumpulan data
Data Primer Karakteristik Rumah Tangga 1. Komposisi keluarga 2. Pendapatan Keluarga 3. Pekerjaan Keluarga 4. Pemilikan Kendaraan
Data sekunder 1. RTRW Kota Bandung Tahun 2013 2. RDTRK Wilayah Gedebage & Ujungberung 3. Jumlah Penduduk 4. Klasifikasi Ritel Modern 5. Jumlah Penduduk 6. Jumlah keluarga per kecamatan
Karakteristik Pergerakan Berbelanja Rumah Tangga 1. Tujuan Berbelanja 2. Intensitas Kunjungan 3. Jarak ke Lokasi Tujuan 4. Waktu Tempuh 5. Moda yang digunakan 6. Jenis Barang 7. Alasan
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Karakteristik sosial ekonomi dan pergerakan penduduk (Analisis Deskriptif)
Hasil analisa dan kesimpulan Pembahasan Kesimpulan
13
Tahapan penelitian yang dilakukan akan dijelaskan secara lebih terinci. Tahap awal adalah melakukan kajian terhadap Kota Bandung untuk mengetahui perkembangan dan distribusi ritel. Selanjutnya menentukan lokasi wilayah studi yaitu kelurahan se wilayah Bandung Timur. Tahapan berikutnya adalah tahap pengumpulan data, pengumpulan data primer yang terdiri dari data karakteristik keluarga, karakteristik pergerakan belanja. Pada tahap pengumpulan data juga dikumpulkan data-data sekunder yang mendukung penelitian. Pada tahap pengolahan dan analisis data dilakukan analisis deskriptif terhadap data-data primer yang diperoleh sehingga diketahui karakteristik sosial ekonomi dan pola pergerakan penduduk. Pada tahap berikutnya dilakukan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan disertai saran untuk penggunaan penelitian dan penelitian selanjutnya.
1.6.4 Metode Pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh gambaran mengenai batas-batas wilayah penelitian, dilakukan dengan merujuk pada peraturan pemerintah No. 03 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. 2. Survei primer, dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan perilaku pergerakan berbelanja anggota keluarga. Teknik penyebaran kuesioner ini adalah dengan menyebarkannya pada unit-unit rumah tangga yang tersebar di 33 (tigapuluh tiga) kelurahan di wilayah Bandung Timur, sehingga rumah tangga di setiap kelurahan di wilayah Bandung Timur dapat terwakili. Hal ini dilakukan untuk melihat karakteristik penduduk Bandung Timur dalam berbelanja. Kuisioner disebarkan dalam kurun waktu seminggu pada minggu kedua bulan agustus 2007 yang mana sebagian besar disebarkan pada hari kerja mulai senin - jumat. Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah semua
14
penghuni dalam satu rumah (ayah, ibu, anak dan semua yang tinggal dalam rumah). Untuk menentukan jumlah sampel yang dipilih terkait dengan penelitian ini, digunakan teknik proporsional sampling menurut wilayah kelurahan. Dalam penelitian ini, anggota populasi yang diambil dalam sampel adalah jumlah keseluruhan unit rumah tangga per wilayah kelurahan pada tujuh kecamatan di wilayah Bandung Timur. Jumlah sampel yang diambil dari populasi digunakan rumus slovin (husein umar, 1998) sebagai berikut :
n≥ Dimana :
N Nd 2 + 1
n = ukuran sampel N = ukuran populasi D = derajat kesalahan penulis dalam pengambilan sampel populasi
Berdasarkan rumus diatas, dengan jumlah keseluruhan unit rumah tangga di 33 (tiga puluh tiga) kelurahan di wilayah Bandung Timur tahun 2005 sebesar 485.280 (data dari laporan hasil pendataan keluarga yang dilakukan oleh BKKBN) dengan derajat kesalahan 7%. Maka diperoleh jumlah kuesioner yang disebar 212 buah. Untuk mengantisipasi adanya kuesioner yang kurang valid maka jumlah kuesioner ditambah 10%, sehingga jumlah keseluruhan kuesioner yang disebar adalah 225 buah. Penyebaran kuesioner ke unit-unit rumah tangga disesuaikan dengan proporsi jumlah unit rumah tangga di 1 (satu) kelurahan dibandingkan dengan seluruh unit rumah tangga di wilayah Bandung Timur. Untuk jelasnya dapat di lihat pada tabel I.2. Survei sekunder, berupa kajian pustaka yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang telah disimpulkan pihak lain namun berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Sumber data yang diperoleh berasal dari Dinas Tata Kota Bandung, Bappeda Kota Bandung, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung.
15
Tabel I.2 Pembagian jumlah sampel per kecamatan di Kota Bandung* Kecam atan Bandung Kidul M argacinta Rancasari Cibiru Ujungberung Arcam anik Cicadas
Jum lah Penduduk
Jum lah Keluarga
Sam pel
50,119
10,401
19
118,299 64,659 79,968 77,096 62,777 97,561 485,820
21,967 15,941 17,766 18,691 14,643 23,135 122,544
40 29 33 34 27 42 225
*Data sebaran sampel per kelurahan terlampir (Lamp. A)
1.6.5 Metode Analisis
Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih muda dibaca dan diinterprestasikan. Dalam penelitian ini teknik analisis statistik yang digunakan untuk melihat pola pergerakan penduduk berdasarkan pola perilaku pergerakan adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum (generalisasi). Menerjemahkan hasil kuesioner ke dalam bentuk deskiptif menggunakan bantuan program statistik SPSS (Statistical Programme for Social Science) untuk memudahkan analisis data. Untuk memahami karakteristik pola perilaku pergerakan belanja penduduk digunakan analisis tabulasi silang (crosstab) pada pergerakan rumah ke pusat ritel modern dengan menggunakan SPSS terhadap variabel-variabel yang ada dalam kuesioner.
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistimatika penulisan pada bab ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran penelitian, pentingnya penelitian, ruang lingkup, metodologi penelitian dan sistimatika pembahasan
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan pembahasan terhadap teori-teori yang mendasari ide-ide penelitian. Teori yang dibahas meliputi tinjauan perilaku berbelanja, tinjauan ritel modern, tinjauan pergerakan penduduk, tinjauan struktur ruang dan tinjauan terhadap studi-studi terdahulu
BAB III
KARAKTERISTIK WILAYAH BANDUNG TIMUR Bab ini membahas tentang kondisi eksisting wilayah Bandung secara umum dan Bandung Timur secara khusus meliputi tata guna lahan, kependudukan, perekonomian dan sebaran ritel modern
BAB IV
ANALISA
POLA
PERGERAKAN
BELANJA
PENDUDUK
WILAYAH BANDUNG TIMUR Bab ini akan membahas tentang karakteristik ekonomi dan sosial penduduk, karakteristik perilaku pergerakan belanja penduduk serta hubungan antara karakteristik perilaku pergerakan belanja dengan karakteristik sosial ekonomi. BAB V
KESIMPULAN Bab ini akan menyimpulkan temuan-temuan studi tentang pola pergerakan belanja penduduk Bandung Timur dan rekomendasi hasil studi yang diusulkan. Selain itu pada bab ini juga diuraikan tentang kelemahan-kelemahan studi dan saran studi selanjutnya.
17