1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya volume pembangunan bangunan gedung negara, serta terbatasnya sumber daya yang tersedia, semakin dirasakan perlu adanya standarisasi yang dapat dipakai dan dipertanggungjawabkan dalam pelaksanaan pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta bangunan yang aman, andal, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Salah satu standar yang dimaksud adalah standar harga bangunan per-m2 bangunan gedung negara, disamping standar teknis dan administrasi. Standar harga bangunan terdiri atas : standar harga bangunan gedung, rumah dinas, dan pagar, yang tiap jenisnya terdiri dari berbagai tipe/kelas yang berbeda. Di samping itu lokasi dan waktu pembangunan akan mempengaruhi besarnya biaya pembangunan. Dengan demikian standar harga bangunan gedung negara akan berbeda di setiap Kabupaten/kota. Mengingat hal tersebut pada kurun sebelum tahun anggaran 2000 Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan masukan dari instansi teknis mengeluarkan Surat Edaran Bersama tentang Harga Satuan Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang ditinjau secara berkala. Dengan dikeluarkan Undang-Undang nomor : 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan tentang Penyusunan dan Penetapan Harga Satuan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, maka mulai tahun anggaran 2000 kewenangan penyusunan dan penetapan harga satuan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/kota. Hal tersebut lebih ditekankan dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor: 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada pasal 14 ayat 4 butir d yang menyatakan bahwa Harga Satuan Pembangunan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) TA 2002 dilaksanakan oleh Kabupaten/kota (Dep.PU Cipta Karya, 1998). Harga satuan ini dimaksudkan untuk pengendalian penyelenggaraan gedung negara baik pada masa pembangunan (penyusunan program, rencana dan pelaksanaan), pemeliharaan dan pemanfaatan maupun penghapusan bangunan,
2 melalui penyediaan sistem informasi harga satuan pekerjaan konstruksi lingkup lokal dan nasional. Agar dapat terwujud bangunan gedung negara yang sesuai dengan fungsi, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, keamanan, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan serasi dengan lingkungan, serta diselenggarakan secara tertib, efisien, dan efektif (Dep.PU Cipta Karya, 1998). Untuk proyek pemerintah, baik yang didanai dari APBN maupun APBD, pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah mengeluarkan satu aturan yang dituangkan sebagai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 332/KPTS/M/2002 tertanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Peraturan ini menjadi acuan untuk menentukan syarat-syarat pembangunan proyek dengan dana APBN dan bersama dengan peraturan daerah (tingkat I maupun tingkat II) untuk pembangunan proyek dengan dana APBD dimana peraturan daerah tersebut didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri tersebut. Penyusunan pembiayaan bangunan gedung negara didasarkan pada standar harga tertinggi per m2 bangunan gedung negara yang berlaku. Untuk pembangunan bangunan gedung negara yang belum ada standar harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan kepada Instansi Teknis setempat. Namun demikian cakupannya hanya diperuntukkan bagi gedung pemerintah dengan metoda estimasi biaya yang tidak akurat cara perhitungannya serta frekuensi pembaharuan yang rendah. Makna dari harga satuan tertinggi ini bahwa dalam mengestimasi biaya tidak boleh melebihi dari harga satuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota, karena nilai harga ini merupakan nilai maksimum dalam estimasi biaya penganggaran untuk bangunan gedung pemerintah. Harga satuan tertinggi ini bisa menjadi sebagai acuan dalam beberapa hal. Hal pertama sebagai acuan dalam mengestimasi biaya yang tidak boleh melebihi nilai maksimum ini. Dan hal yang kedua sebagai acuan agar nilai maksimum ini tidak digunakan sebagai Mark Up proyek, karena nilainya yang tinggi. Selain itu harga satuan tertinggi
3 (HST) ini dijadikan sebagai standar kualitas bangunan gedung yang dapat dipenuhi oleh pemerintah. I.2. Permasalahan Aspek pagu anggaran merupakan suatu hal yang legal bagi administrasi negara dalam hal penganggaran pembangunan. Pagu anggaran merupakan batas tertinggi yang ditetapkan pemerintah dalam pengganggaran pembangunan yang diajukan oleh
satuan
kerja
melalui
DIP/PO/DASK/RKAP/dokumen
lain
yang
dipersamakan. Di dalam Keputusan Presiden No.80 tahun 2003 dijelaskan bahwa dalam menyusun rencana biaya pekerjaan/kegiatan, pengguna barang/jasa dalam membuat rincian biaya pekerjaan tidak melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran. Selama ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi biaya penganggaran bangunan gedung negara berdasarkan harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota masing-masing Propinsi berdasarkan nilai purata (Mean) dari komponen dominan bangunan gedung negara. Selain itu nilai kuantitas dominan yang dipakai oleh masing-masing daerah menggunakan nilai kuantitas dominan dari Pemerintah Pusat dan tidak ada pembaharuan terhadap kuantitas komponen dominan bangunan gedung negara tersebut berdasarkan lokasi masing-masing. Sehingga perlu dikembangkan suatu perbaikan berupa suatu pemodelan untuk mendapatkan estimasi biaya pengganggaran bangunan gedung negara yang lebih baik. I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metoda estimasi biaya Harga Satuan Tertinggi bangunan gedung untuk penganggaran pembangunan bangunan gedung negara. Selain itu hasil penelitian mampu memberikan kontribusi kepada perbaikan dalam hal estimasi biaya penganggaran, yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai Owner.
4 I.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup dari penelitian ini adalah: − Model penetapan harga satuan tertinggi bangunan gedung yang akan dikembangkan adalah pemodelan harga satuan tertinggi bangunan gedung untuk bangunan perkantoran, pendidikan dan layanan kesehatan. − Data
yang
dikumpulkan
adalah
data
pembangunan
gedung
yang
pendanaannya berasal dari pemerintah. − Data yang dikumpulkan adalah data dokumen kontrak bangunan gedung untuk bangunan perkantoran, pendidikan dan layanan kesehatan yang ada di Propinsi Jawa Barat. − Data biaya pembangunan gedung yang dipakai untuk pengolahan data diambil dari dokumen kontrak dan telah dinormalisasi terhadap keuntungan maksimal dan pajak masing-masing sebesar 10%. − Komponen pekerjaan yang diperhitungkan adalah komponen pekerjaan standar yang mengacu pada Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002.
I.5. Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Studi Literatur Penelitian ini dimulai dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu untuk mencari teori pendukung yang berkaitan dengan harga satuan tertinggi bangunan gedung sebagai alat estimasi biaya penganggaran. Kemudian dilanjutkan dengan meneliti data biaya pembangunan gedung yang pendanaannya berasal dari pemerintah melalui dokumen kontrak dan analisa biaya konstruksinya. Setelah itu meneliti sistem penganggaran yang berlaku pada Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan standar harga tertinggi satuan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah.
5 b. Membuat Model Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Setelah studi literatur dilakukan, langkah selanjutnya adalah membuat suatu model harga satuan tertinggi bangunan gedung . Model ini dikembangkan untuk mengetahui harga satuan tertinggi bangunan gedung yang jelas metoda estimasi biaya dan cara perhitungannya melalui perhitungan statistik. Perhitungan statistik yang dipakai adalah perhitungan batas atas dengan variasi selang kepercayaan 90 % dan 95 %. c. Pengumpulan Data dan Pembuatan Database Data yang dipakai dalam pengembangan model ini adalah data biaya bangunan gedung sederhana milik pemerintah yang berfungsi sebagai bangunan pendidikan, perkantoran dan layanan kesehatan. Data tersebut diperoleh dari kontraktor dan owner di beberapa wilayah di Propinsi Jawa Barat. Wilayah yang disurvei adalah kota Bandung, kota Sukabumi, kota Bogor, dan kota Cirebon. Data biaya bangunan diambil dari dokumen kontrak, karena biasanya data tersebut yang paling umum disimpan oleh kontraktor dan owner walaupun bangunannya telah selesai dibangun. Selain data dokumen kontrak, data harga bahan material dan upah kerja akan dikumpulkan melalui survey pasar dan Analisa Harga Satuan (AHS) yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat. Untuk data yang berkaitan dalam hal mengakomodasi harga satuan dalam 1 tahun ke depan akan dikumpulkan melalui konsultasi dengan Bappeda, dan Pemerintah Daerah yang terlibat (Dinas Bangunan) dan Badan Pusat Statistik. d. Pembuatan Database Setelah pengumpulan data, lalu dilakukan pembuatan database kontrak yang dikumpulkan dari beberapa wilayah survei. Database kontrak ini dibuat berdasarkan wilayah masing-masing dengan program Microsoft Excel. Seluruh data biaya kontrak disalin kembali berdasarkan analisa harga satuan pekerjaan. e. Pengolahan Data Pengolahan data kontrak menggunakan program SPSS versi 15 untuk mencari nilai batas atas dengan selang kepercayaan 90% dan 95%. Pada program SPSS ini data terdistribusi berdasarkan distribusi t Student. Untuk memperoleh nilai kuantitas komponen dominan dan harga komponen dominan yang akan dipakai
6 dalam model digunakan perhitungan statistik dengan selang kepercayaan 90% dan 95%. f. Analisis Model dan Validasi Tahapan yang penting dalam pengembangan model estimasi biaya adalah menguji keakuratan dan validitas model. Proses ini meliputi pengujian dan evaluasi terhadap model yang dikembangkan dengan data uji yang telah ditetapkan sebagai perbandingan untuk mengecek akurasinya. Perhitungan matematis tidak serta merta menghasilkan model yang baik. Oleh karena itu, pertimbangan logis atau tidaknya suatu model perlu dianalisis serta bagaimana kemungkinan penerapan dan keterbatasan model yang dikembangkan. g. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian disimpulkan dan saran-saran diberikan untuk penyempurnaan agar model yang dikembangkan menjadi lebih baik. Tahapan penelitian di atas dapat dilihat pada bagan alir proses sebagai berikut:
Gambar I.1. Bagan Alir Penelitian