BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik sebagai faktor produksi dan barang konsumsi maupun sebagai ruang ( space ) tempat melakukan kegiatan. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di muka bumi ini mengalami perubahan yang relatif cepat, akibat pembangunan dan pertumbuhan manusia yang semakin meningkat, sedangkan tanah yang tersedia relatif tetap. Kebutuhan data penggunaan dan pemanfaatan tanah kini semakin diperlukan seiring dengan laju pesat pembangunan. Terkait dengan
keruangan, tanah
merupakan komponen ruang tempat berbagai kegiatan kehidupan manusia yang mendasar berlangsung, yang sering menimbulkan berbagai konflik penggunaan tanah. Salah satu contoh adalah penggunaan tanah yang tidak tepat di kawasan lindung menyebabkan adanya peningkatan intensitas dan sebaran banjir dan longsor pada musim hujan, sebaliknya terjadi kekeringan yang parah pada musim kemarau. Pada Lokasi perkotaan muncul permukiman tanpa kendali menimbulkan kantong – kantong wilayah kumuh yang minim sanitasi dan fasilitas kebersihan. Di samping itu terjadi juga ketimpangan sosial sebagai akibat perencanaan pembangunan yang kurang tepat. Peta penggunaan dan pemanfaatan tanah mempunyai berbagai manfaat baik untuk kalangan pemerintahan maupun masyarakat. Informasi pada peta penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat digunakan sebagai analisis perkembangan dan pembangunan wilayah. Selain itu, peta tersebut dapat digunakan sebagai kontrol laju pembangunan wilayah agar keseimbangan alam maupun ekonomi tetap terjaga, contohnya pergantian penggunaan tanah dari sawah menjadi perumahan, hutan menjadi kawasan pertambangan, dan sebagainya. Laju pembangunan di Kota Yogyakarta sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya perubahan status penggunaan dan pemanfaatan tanah. Oleh karena itu, diperlukan peta tematik penggunaan dan pemanfaatan tanah Kota Yogyakarta.
1
2
I.2. Lingkup Kegiatan Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka lingkup kegiatan pada skripsi ini sebagai berikut : 1. Obyek kegiatan dibatasi pada perubahan penggunaan sawah, tegalan, perumahan, dan pemanfaatan akan tanah tersebut. 2. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi lapangan, dan data yang diperoleh dari lembaga yang terkait. 3. Analisis penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan membandingkan hasil interpretasi citra satelit IKONOS resolusi empat meter dengan hasil survey lapangan. I.3. Tujuan Berdasarkan dari latar belakang yang tertera di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Menyajikan
informasi
persebaran,
keberadaan,
penggunaan
tanah
dan
pemanfaatan tanah di Kota Yogyakarta. 2. Pembaharuan peta penggunaan dan pemanfaatan tanah Kota Yogyakarta. I.4. Manfaat Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti yang tertera di bawah ini: 1. Memberikan informasi perkembangan pembangunan di Kota Yogyakarta. 2. Sebagai kontrol pembangunan di Kota Yogyakarta. I.5. Landasan Teori I.5.1. Peta Tematik Penggunaan Tanah Peta tematik adalah peta yang isinya mengutamakan penggambaran obyek tertentu (Prihandito, 2000). Peta tematik disebut juga peta khusus, yaitu peta dengan obyek khusus. Contoh peta tematik antara lain peta kadastral (batas kepemilikan), peta zona (peta rancangan legal penggunaan tanah), peta penggunaan tanah, peta kepadatan penduduk, peta kelerengan, peta geologi, peta curah hujan dan peta produktivitas pertanian.
3
Pemilihan sumber data peta tematik disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta. Sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu pengamatan langsung di lapangan, penginderaan jauh dan peta yang sudah ada (base map). Peta tematik penggunaan tanah adalah salah satu jenis peta tematik yang memperlihatkan informasi secara kualitatif dan kuantitatif dari bentuk-bentuk penggunaan tanah saat ini dalam hubungannya dengan unsur-unsur topografi (Sudiarto, 1994). Jenis penggunaan tanah yang ditampilkan antara lain perumahan, pertanian, industri, jalan, sungai, dan sebagainya. I.5.2. Penggunaan Tanah Kota Yogyakarta merupakan salah satu daerah padat penduduk dengan beragam aktifitas yang dilakukan oleh penduduk setempat. Oleh karena itu penggunaan tanah yang ada cukup beragam. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997, klasifikasi penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat dibedakan menjadi (Ritohardoyo, 2002) : 1. Tanah Perumahan Tanah perumahan merupakan persil-persil tanah yang digunakan untuk perumahan yang difungsikan sebagai rumah tinggal atau tempat hunian beserta dengan sarana lingkungan yang dibutuhkan. 2. Tanah Perusahaan Tanah perusahaan yaitu bidang tanah yang digunakan oleh negara, swasta maupun suatu badan hukum untuk kegiatan komersil dan transaksi jual beli barang dan jasa. Contoh dari penggunaan tanah perusahaan ini diantaranya yaitu pembangunan hotel, bank, kantor swasta, dan lain-lain. 3. Tanah Industri Tanah industri yaitu tanah yang digunakan oleh suatu badan hukum, badan usaha milik swasta, maupun badan usaha milik negara sebagai tempat untuk kegiatan komersil, produksi, perakitan, dan maintenance. Misalnya penggunaan tanah untuk percetakan, perakitan kendaraaan, pembuatan barang, dan lain-lain.
4
4. Tanah Jasa Tanah jasa merupakan suatu bidang tanah yang digunakan oleh organisasi masyarakat, pemerintah atau swasta yang dipergunakan untuk kegiatan sosial dan non komersial. Contohnya untuk pembangunan rumah sakit, puskesmas, apotek,dan lain-lain. 5. Tanah Tidak Ada Bangunan Tanah ini merupakan tanah yang tidak ada atau belum digunakan untuk pembangunan di perkotaan. 6. Tanah Terbuka Tanah terbuka yaitu bidang tanah yang tidak digunakan untuk bangunan dan digunakan untuk taman terbuka atau tanaman. 7. Tanah Non-Urban Tanah non-urban yaitu tanah di wilayah perkotaan yang digunakan untuk pertanian dalam artian yang luas. Misalnya tanah tersebut digunakan sebagai persawahan, tegalan, kebun, dan sebagainya. Survei dan pemetaan penggunaan tanah dimaksudkan untuk memperoleh data dari berbagai jenis tutupan tanah baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia (BPN, 2012). I.5.3. Pemanfaatan Tanah Pemanfaatan tanah adalah pemanfaatan atas suatu penggunaan tanah tanpa merubah wujud fisik seluruhnya dengan maksud untuk memperoleh nilai lebih atas penggunaan tanahnya (BPN, 2012). Survei dan pemetaan pemanfaatan tanah dilakukan untuk memperoleh data mengenai nilai tambah dari suatu penggunaan tanah tanpa merubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Misalnya sebuah lapangan yang digunakan sebagai tempat pasar malam memiliki bentuk pemanfaatan berupa jasa perdagangan. Definisi dari klasifikasi penggunaan tanah dan pemanfaatannya, kriterianya adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2004) : 1. Pemanfaatan Tanah untuk kegiatan ekonomi dan/atau pemanfaatan tanah untuk kegiatan sosial, yaitu :
5
a. Pemanfaatan tanah untuk produksi pertanian seperti pertanian tanah basah, pertanian tanah kering, peternakan dan/atau perikanan. b. Pemanfaatan tanah untuk produksi non pertanian seperti kerajinan dan/atau lainnya. c. Pemanfaatan tanah untuk jasa pendidikan seperti pendidikan formal dan non formal yang dimiliki pemerintah atau pun swasta. d. Pemanfaatan tanah untuk jasa kesehatan seperti rumah sakit, klinik atau pun jasa kesehatan lainnya yang dimiliki pemerintah atau pun swasta. e. Pemanfaatan tanah untuk jasa perdagangan seperti transaksi jual beli barang atau jasa dan/atau keduanya, tukar menukar dan lainnya yang dilakukan pasar, toko, warung, minimarket, supermarket, dan sebagainya. f. Pemanfaatan tanah untuk jasa hiburan adalah berbagai jenis hiburan yang dilakukan di suatu tempat seperti
pertunjukan musik, film, berupa
permainan dan/atau tempat wisata. g. Pemanfaatan tanah untuk jasa olahraga seperti tempat/sarana untuk olah raga seperti GOR, tempat fitness, lapangan olah raga, dan/atau fasilitas olah raga lainnya. h. Pemanfaatan tanah untuk jasa lainnya. i. Pemanfaatan tanah untuk sosial peribadatan seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng. j. Pemanfaatan tanah untuk sosial pendidikan, sama halnya dengan jasa pendidikan tetapi tidak berorientasi keuntungan. k. Pemanfaatan tanah untuk sosial kesehatan seperti sama halnya dengan jasa kesehatan tetapi tidak berorientasi keuntungan. 2. Pemanfaatan tanah untuk kegiatan ekonomi, yaitu : a. Pemanfaatan bidang produksi (produksi pertanian : produksi pertanian, dan/atau produksi non pertanian) b. Pemanfaatan bidang jasa (jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perdagangan, jasa hiburan, jasa olahraga dan/atau jasa lainnya).
6
I.5.4. Pemutakhiran Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Peta tematik pertanahan belum memberikan informasi yang lengkap karena belum dikelola dengan baik dan terintegrasi. Hal tersebut membuat Badan Pertanahan Nasional (BPN) membuat rencana strategis yaitu Rencana Strategis BPNRI 2010-2014. Rencana Strategis tersebut adalah stimulasi, dinamisasi, dan memfasilitasi terselenggaranya survei dan pemetaan tanah secara cepat, modern, dan lengkap. Pemutakhiran merupakan kegiatan pembaharuan data maupun informasi dari yang sebelumnya. Peta penggunaan dan pemanfaatan tanah perlu diperbaharui agar informasi yang terkandung dalam peta selalu up to date. Status penggunaan dan pemanfaatan tanah diperbaharui dengan melakukan survei lapangan. Pada survei tersebut dilakukan pengecekan obyek survei, baik yang berubah maupun tidak. Contohnya, sawah berubah penggunaan menjadi perumahan, dan lain-lain. Data survei tersebut menjadi bahan untuk memperbaharui peta penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lama. I.5.5. Proyeksi Peta Proyeksi peta adalah metode penyajian permukaan bumi pada suatu bidang datar dari koordinat geografis pada bola atau koordinat geodetis pada elipsoid. Permukaan bumi fisis tidak teratur, sehingga dipilih suatu bidang yang teratur yang mendekati bidang fisis bumi, yaitu bidang elipsoid. Bidang tersebut merupakan suatu bidang lengkung yang dapat digunakan sebagai bidang referensi hitungan untuk menyatakan posisi titik-titik di atas permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat geodetis, yaitu lintang (φ) dan bujur (λ) (Prihandito, 2010). Peta merupakan gambar permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap sistem siku-siku x dan y, sedang posisi titik-titik pada muka bumi ditentukan oleh lintang dan bujur (φ dan λ). Di dalam konstruksi suatu proyeksi peta, bumi biasanya digambarkan sebagai bola (dengan jari-jari R = 6370,283 km). Dalam hal ini volume ellipsoid sama dengan volume bola. Bidang bola inilah yang nantinya akan diambil sebagai bentuk matematis dari permukaan bumi untuk mempermudah dalam perhitungan.
7
Pada dasarnya bentuk bumi tidak datar tapi mendekati bulat maka untuk menggambarkan sebagian muka bumi untuk kepentingan pembuatan peta, perlu dilakukan langkah-langkah agar bentuk yang mendekati bulat tersebut dapat didatarkan dan distorsinya dapat terkontrol, untuk itu dilakukan proyeksi ke bidang datar. Secara umum, proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik-titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa elipsoid atau bola) ke koordinat titik-titik yang terletak di atas bidang datar. Metode proyeksi peta bertujuan untuk memindahkan pola-pola atau unsur-unsur yang terdapat di atas suatu permukaan ke permukaan yang lain dengan menggunakan rumus-rumus matematis tertentu sehingga tercapai kondisi yang diinginkan. Di bidang geodesi (pemetaan), secara khusus proyeksi peta bertujuan untuk memindahkan unsur-unsur titik, garis, dan sudut dari permukaan bumi (elipsoid) ke bidang datar dengan menggunakan rumus-rumus proyeksi peta sehingga tercapai kondisi yang diinginkan. Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan rangkaian proyeksi transverse mercator global dimana bumi dibagi menjadi 60 zona. Setiap zona memiliki ukuran 60 x 60. Ciri-ciri sistem proyeksi UTM adalah: 1. Bidang proyeksi silinder 2. Bersifat konform (sama bentuk) 3. Proyeksi transversal, sumbu simetri tegak lurus sumbu bumi 4. Tangent, bola bumi bersinggungan dengan bidang proyeksi Trasnverse Mercator 30 (TM30) merupakan sistem proyeksi yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proyeksi TM30 memiliki ciri-ciri yang sama dengan sistem proyeksi UTM. Akan tetapi, ukuran setiap zona pada sistem proyeksi ini adalah 30 x 30. I.5.6. Transformasi Koordinat I.5.6.1 Transformasi koordinat adalah mengubah koordinat titik dari suatu sistem koordinat tertentu menjadi sistem koordinat lainnya dengan aturan tertentu. Untuk mencegah kesalahan interpretasi terhadap koordinat-koordinat yang digunakan, jenis sistem koordinat suatu peta harus disamakan dengan jenis sistem koordinat yang
8
menjadi peta dasarnya. Dengan demikian, diperlukan transformasi koordinat dari suatu sistem proyeksi ke sistem proyeksi peta yang lain. I.5.6.2 Transformasi koordinat TM3º ke koordinat UTM. Untuk mengubah dari sistem proyeksi TM3 ke sistem proyeksi UTM, harus dikonversikan atau ditransformasikan koordinatnya ke dalam koordinat geodetis (φ,λ) terlebih dahulu, kemudian dikonversikan kembali ke Proyeksi UTM (Muryamto, 1999). Konversi koordinat proyeksi TM 3° (X,Y) ke dalam Koordinat Geodetik (φ,λ). tersebut diilustrasikan pada Gambar I.1.
Sistem Koordinat Geodetis (φ,λ) Sistem Proyeksi TM3 (X,Y)
Sistem Proyeksi UTM
)
Gambar I.1. Diagram urutan transformasi dari TM3º ke UTM Koordinat titik pada proyeksi TM 3° (X,Y), dihitung dari koordinat geodetik (φ,λ). Hubungan koordinat proyeksi dengan koordinat geodetik digambarkan pada gambar Gambar I.2.
Gambar I.2. Konversi koordinat proyeksi TM 3° ke koordinat geodetik (Prihandito, 2010)
9
I.5.7. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya (Prahasta, 2001). Menurut Aronoff (1989), SIG mempunyai empat komponen dasar sebagai berikut: 1. Data masukan. Komponen data masukan mengubah data dari keadaannya semula kesalah satu bentuk yang dapat digunakan oleh SIG. Data yang dimasukan dalam SIG mempunyai dua tipe, yaitu data spasial dan data atribut. a. Data Spasial. Data spasial adalah data berupa peta atau gambar lainnya yang menyajikan informasi aspek keruangan yang tersusun dalam bentuk titik (point), garis (line), ataupun luasan (poligon). b. Data Non-Spasial atau Data Atribut. Data non-spasial adalah data yang umumnya
bersifat
tabular
yang
menyajikan
informasi
atau
keterangan/atribut pada setiap kenampakan dari data spasial (titik, garis, dan luasan). Data atribut dapat berupa data kualitatif (nama, jenis, tipe, dan lainlain) atau kuantitatif (jumlah, tingkatan, dan sebagainya). 2. Manajemen data. Komponen manajemen data dalam SIG berisikan fungsi yang diperlukan untuk menyimpan dan memanggil data. 3. Manipulasi dan analisis data. Fungsi dari manipulasi dan analisis data menentukan informasi apa yang dapat diperoleh dari SIG. 4. Data keluaran. Data keluaran merupakan prosedur untuk menyajikan informasi dari SIG dalam bentuk yang diinginkan pemakai. Data keluaran dapat ditampilkan dalam dua format yaitu format hardcopy dan softcopy atau elektronik. I.5.7.1. Model data dalam Sistem Informasi Geografis. Dalam SIG, dikenal dua jenis model data, yaitu model data vektor dan model data raster. Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial di dalam sistem model data vektor didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di dalam model
10
data spasial vektor, garis-garis atau kurva merupakan sekumpulan titik-titik terurut yang dihubungkan.Sementara itu, luasan atau poligon juga disimpan sebagai kumpulan daftar titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna). Contoh model data vektor dapat dilihat pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Model data vektor (Nuarsa, 2013) Model data raster adalah struktur data yang menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matrik atau piksel-piksel yang membentuk grid. Lokasi tiap sel atau piksel ditentukan dari nomor baris dan kolom.Kumpulan sel-sel tersebut disusun dalam bentuk matriks. Nilai (value) yang diberikan pada tiap sel mengindikasikan nilai atribut yang diwakilinya. Contoh data raster (Gambar I.4.).
Gambar I.4. Struktur Model Data Raster Sumber(Arcgisdesktop/10.0/helpHelp\data_integration.chm::/rasterdata.chm::/raster_ rat.gif)
11
I.5.7.2. Analisis Sistem Informasi Geografis. Analisis pada SIG terdiri dari analisis spasial dan analisis atribut. Salah satu analisis spasial adalah proses overlay. Fungsi ini dilakukan dengan menggunakan minimal dua data spasial sebagai data masukannya. Secara grafis proses overlay harus dilakukan dalam satu koordinat yang sama, sehingga setiap tema/layer dapat digabungkan menjadi satu visualisasi.
Gambar I.5. Ilustrasi proses overlay (Anonim, 2010) Contoh overlay secara grafis dapat dilihat pada Gambar I.5. Gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa proses overlay dapat dilakukan dengan lebih dari satu layer,baik itu berupa point, line (garis), dan poligon. Hasil dari overlay ini menjadi satu gabungan tampilan dari layer-layer yang merepresentasikan kenampakan dunia nyata (real world). I.5.8. Kartografi Kartografi merupakan ilmu dan seni serta suatu teknik dalam pembuatan peta (Riyadi,1994). Peta secara tradisional sudah dibuat menggunakan kertas dan pena, tetapi munculnya komputer sudah merevolusionerkan kartografi. Banyak peta dibuat dengan perangkat lunak komputer antara lain CAD, SIG, dan perangkat lunak lainnya. Kegiatan kartografi meliputi pengumpulan data, klasifikasi, analisa data, produksi peta, evaluasi, dan penafsiran peta. Seseorang yang melakukan kegiatan tersebut disebut kartograf. Titik berat studi kartografi adalah hubungan antara data
12
yang terkumpul, proses kartografinya, dan pemakaian peta. Hal tersebut dikarenakan peta harus dapat menyajikan fungsi dan informasi dari obyek yang digambarkan. I.5.9. Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Sutanto,1992). Jadi di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali obyek melalui tahapan kegiatan, yaitu: a. Deteksi b. Identifikasi c. Analisis Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu melalui pengenalan obyek melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi obyek. 1. Pengenalan obyek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera. Untuk mendeteksi benda dan gejala di sekitar kita, penginderaannya tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil rekaman dari foto udara atau satelit. Ada 3 (tiga) ciri utama Identifikasi benda yang tergambar pada citra, berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor yaitu: a. Spektoral. Ciri spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. b. Spatial. Ciri spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi. c. Temporal. Ciri temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman. 2. Penilaian atas fungsi obyek dan kaitan antar obyek dengan cara menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju ke arah
13
teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini, interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsir citra. Interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Perekaman data dari citra berupa pengenalan obyek dan unsur yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari menguraikan atau memisahkan obyek yang rona atau warnanya berbeda dan selanjutnya ditarik garis batas/delineasi bagi obyek yang rona dan warnanya sama. Kemudian setiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spasial dan atau unsur temporalnya. (Harsono, 2004) Obyek yang telah dikenali jenisnya, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasinya dan digambarkan ke dalam peta kerja atau peta sementara. Kemudian pekerjaan medan (lapangan) dilakukan untuk menjaga ketelitian dan kebenarannya. Setelah pekerjaan medan dilakukan, dilaksanakanlah interpretasi akhir dan pengkajian atas pola atau susunan keruangan (obyek) dapat dipergunakan sesuai tujuannya. I.5.10. Tata Letak Peta (Layout) Tata letak peta merupakan salah satu bagian yang harus diperhatikan pada pembuatan desain peta. Untuk menghasilkan sebuah tata letak peta yang baik, perlu diperhatikan lima sasaran yang mempengaruhi penilaian keberhasilan tata letak peta, yaitu (Riyadi, 1994): 1. Kejelasan. Informasi pada suatu peta sebaiknya disajikan dalam keadaan baik, jelas, serta tidak mempunyai arti yang berbeda antara satu dengan yang lain. 2. Kelayakan. Kelayakan suatu tata letak mengacu pada logika suatu peta, apakah beberapa elemen peta seperti legenda dan judul peta sudah diletakan sesuai dengan logik hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. 3. Keseimbangan visual. Pada peta, setiap elemen yang disajikan dengan pertimbangan agar obyek ditampilkan dengan seimbang dan memudahkan pemakai peta untuk mengidentifikasikan obyek secara maksimal.
14
4. Kekontrasan. Kekontrasan tata letak peta mengacu kepada perbedaan antara terang dan gelap dari suatu warna yang digunakan, serta tebal dan tipisnya garis yang ditampilkan dari elemen yang disajikan. 5. Kesatuan. Kesatuan suatu tata letak peta mengacu kepada hubungan antara pemilihan dan penempatan huruf, kegunaan peta, skala peta, penyajian simbol, dan reproduksi. Tata letak peta dapat dibagi dalam tiga kategori (Riyadi, 1994), yaitu: 1.
Frame Map Tata letak dari tipe ini memiliki outer border line yang mengelilingi muka peta. Garis batas tepi mempunyai fungsi memisahkan antara muka peta dengan informasi tepi (marginal information) secara jelas. Peta tipe ini sangat cocok untuk pemetaan yang berangkai (seri).
2.
Island Map Yang lebih konvensional dari frame map adalah island map. Neat line atau batas dari area yang dipetakan berfungsi sebagai frame (batas garis), sehinggaisland map mempunyai bentuk yang tidak beraturan. Tipe ini memberikan kebebasan pada kartografer untuk merancang tata letak peta (map lay-out) yang cocok.
3.
Bleeding Map Peta jenis ini mempunyai informasi pada batas potongan dari area peta, atau dengan kata lain tidak mempunyai frame.
Gambar I.6. Contoh (dari kiri ke kanan) Frame map, Island map, dan Bleeding map (Riyadi,1994