BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Prestasi atlet Indonesia merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia maupun daerahnya masing-masing. Pemerintah harus turut berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas para atlet dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang layak agar mereka dapat berlatih dengan baik demi tercapainya prestasi yang gemilang. Salah satu sarana dan prasarana yang dapat menunjang prestasi atlet adalah wisma altet, dimana mereka dapat beristirahat dengan nyaman sehingga dapat melanjutkan latihan berikutnya dengan penuh semangat. Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Andi Malarangeng, mendorong tiap kawasan untuk mendirikan athlete village yang terdiri dari kompleks hunian atlet serta segala macam fasilitas olahraga yang mampu memicu peningkatan prestasi serta untuk mengembalikan prestasi bangsa di bidang olahraga. "Kalau semua perumahan ada fasilitas olahraga, prestasi olahraga akan maju. Tambah lagi dengan perumahan atlet, membuat kompleks olahraga tempat menginap dan lainnya itu bisa jadi athlete village. Saya inginkan semua daerah punya kompleks olahraga, seperti Senayan dalam idealismenya dulu. Konsep Senayan, kompleks olahraga.” ujar Menpora Andi Malarangeng, Selasa (9/11/2010), dalam Munas REI, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. (Kompas.com, 9 November 2010). Rencana peremajaan Wisma Atlet di Senayan didorong oleh adanya kebutuhan akomodasi penginapan bagi atlet yang mengikuti Pelatnas dan kegiatan olahraga lainnya seperti Kejurnas, Raker, Kongres Induk Organisasi Olahraga di Kompleks Gelora Bung Karno. Peremajaan ini harus mempertimbangkan semua aspek perencanaan agar memeberikan kontribusi positif terhadap kondisi di sekitarnya. Letaknya berada dalam satu sub-blok tata ruang dengan bangunan Hotel Atlet Century, Wisma Serba Guna Senayan, dan Gedung Kantor BPGBK (sub-blok 18 pada Peta Rencana Induk Kawasan Gelora Senayan/RIKGS).
1
I.2 Latar Belakang Pemilihan Topik dan Tema Alat pencatat gas karbon yang dikembangkan ilmuwan Massachusetts Institute of Technology (MIT), USA, memperlihatkan data terbaru dalam bulan Juni 2009 bahwa kandungan CO2 atmosfer bumi telah mencapai 3,68 triliun ton, dan merupakan angka tertinggi sejak 800 ribu tahun ini. Jumlah kandungan ini terus meningkat setiap detiknya sebesar 800 ton (The Jakarta Post, 23 Juni 2009). Global warming atau pemanasan global bukan lagi sekedar isu belaka. Saat ini kita sudah dapat merasakan perubahan yang cukup signifikan. Cuaca yang ekstrim dan tidak menentu membuat suasana menjadi tidak kondusif lagi. Setiap orang sudah mulai merasakan dampak negatif dari global warming ini, tidak terkecuali para atlet yang memiliki kondisi fisik di atas rata-rata. Melihat kondisi alam dan lingkungan yang semakin memprihatinkan, bangunan yang ada harus tetap memperhatikan lingkungan tanpa mengesampingkan kebutuhan utama serta kenyamanan pengguna bangunan tersebut. Keberadaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sudah semakin menipis. Penghematan energi perlu dilakukan demi keberlanjutan hidup manusia. Bangunan merupakan salah satu sektor dominan yang mengemisi CO2 terbanyak ke atmosfer. Untuk itu diperlukan suatu gerakan dalam arsitektur untuk membatasi emisi CO2 yang dihasilkan bangunan. Arsitektur hijau merupakan suatu gerakan yang mencoba ke arah itu, membantu meminimalkan emisi CO2 yang ditimbulkan bangunan (Tri Harso Karyono : 2010) Karya arsitektur harus seminimal mungkin menggunakan sumber daya alam dan menimbulkan dampak negatif sekecil mungkin terhadap alam, terhadap lingkungan dimana manusia hidup. Arsiektur hemat energi dapat diaplikasikan secara pasif dan aktif. Desain pasif lebih menekankan bagaimana desain tersebut menggunakan sedikit energi sehingga dapat meminimalkan pelepasan CO2 ke atmosfer. Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi kondisi termal luar yang tidak nyaman menjadi kondisi termal ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik.
2
I.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah : •
Menentukan letak, luas, dan jenis bukaan yang optimal untuk penghematan energi
•
Meremajakan wisma atlet di Senayan agar bisa difungsikan secara optimal
Tujuan dari penelitian ini adalah : •
Menghadirkan bangunan dengan prinsip arsitektur hemat energi
•
Menghadirkan bangunan hemat energi dengan optimalisasi rancangan bukaan
I.4 Metode Penelitian dan Metode Pembahasan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Jenis data dan analisanya berupa data kuantitatif dalam bentuk angka. Metode eksperimen merupakan suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Variabel independennya dimanipulasi oleh peneliti. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu, kelembapan, dan kecepatan udara. Sedangkan variabel independennya adalah luas bukaan dalam suatu ruang. Variabel moderator yang digunakan adalah kecepatan, arah dan perilaku angin yang mempengaruhi kondisi termal. Adapun variabel kontrol yang digunakan adalah cuaca cerah (tidak hujan atau mendung). Variabel tersebut akan dianalisa dengan bantuan perangkat lunak DesignBuilder. DesignBuilder adalah perangkat lunak untuk pemeriksaan energi bangunan, CO2, pencahayaan dan performa kenyamanan. Dikembangkan untuk menyederhanakan proses simulasi bangunan, DesignBuilder cepat memungkinkan untuk membandingkan fungsi dan kinerja desain bangunan dan memberikan hasil yang tepat. Selain itu, penulis juga menggunakan alat untuk mengukur kecepatan angin, suhu, serta kelembapan udara untuk mengetahui kondisi termal pada bangunan eksisting. Dengan mengubah variabel independen, suhu, kelembapan, kecepatan, serta aliran udara yang terjadi akan berubah. Dari sini penulis dapat menganalisa, rancangan bukaan seperti apa yang dapat dikatakan optimal untuk diaplikasikan pada wisma atlet yang hemat energi di Senayan pada ketinggian tertentu. Lantai yang dianalisa terdapat pada
3
lantai bawah (lantai 2), lantai tengah (lantai 6), dan lantai atas (lantai 11). Analisa juga dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan langsung serta data hasil simulasi. Untuk mengetahui proses perencanaan dan perancangan Wisma Atlet di Senayan, Jakarta Pusat, penulis perlu mengetahui permasalahan-permasalahan apa saja yang mungkin akan dihadapi selama proses perancangan. Berdasarkan metode Broadbent, Design in Architecture, 1973, permasalahan dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu manusia, lingkungan, dan bangunan.
I.5 Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah suhu, kelembapan, dan kecepatan udara dalam ruang yang menunjang kondisi termal pengguna ruang. Dengan memperhatikan arah dan luas bukaan, serta suhu, kelembapan, kecepatan udara, penulis menganalisa bagaimana rancangan bukaan yang optimal untuk penghematan energi dalam bangunan Wisma Atlet di Senayan. Dalam perencanaan pembangunan wisma atlet yang berbasis arsitektur hemat energi, penulis memfokuskan pada penghematan energi yang terjadi pada bangunan ini. Penulis tidak membahas tentang kenyamanan fisik pengguna bangunan secara ruang (spatial comfort), pencahayaan (visual comfort), suara/bunyi (auditory comfort), dan penciuman (olfactual comfort).
I.6 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan yaitu karya tulis yang mengawali proses perencanaan dan perancangan Peremajaan Wisma Atlet Berbasis Arsitektur Hemat Energidengan Pengoptimalisasian Rancangan Bukaan untuk Mencapai Kenyamanan Termal di Senayan disusun dalam beberapa bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Latar belakang perlunya didirikan Peremajaan Wisma Atlet Berbasis Arsitektur Hemat Energidengan Pengoptimalisasian Rancangan Bukaan untuk Mencapai Kenyamanan Termal di Senayan, latar belakang pemilihan topik arsitektur hemat energi, maksud dan tujuan peremajaan wisma atlet, lingkup dan metode pembahasan perencanaan dan perancangan wisma atlet,
4
sistematika pembahasannya, serta kerangka pemikiran proses perencanaan dan perancangan wisma atlet. BAB II : TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI Tinjauan teoritis umum terhadap proyek wisma atlet dan tinjauan khusus mengenai topik/tema arsitektur hemat energi sebagai pendekatan perancangan arsitektur, disertai beberapa studi literatur dan studi kasus lapangan terhadap proyek sejenis sebagai pembanding yang relevan. BAB III : PERMASALAHAN Identifikasi dan rumusan permasalahan-permasalahan yang timbul berkenaan dengan aspek manusia, aspek lingkungan, dan juga aspek bangunan. BAB IV : ANALISA Analisa permasalahan dalam beberapa aspek yang dirumuskan melalui pendekatan perancangan dan topik arsitektur hemat energi. Dari analisa nantinya akan dihasilkan solusi atau konsep perancangan yang diterapkan sebagai landasan dalam merencanakan dan merancang bangunan, lansekap, dan lingkungannya. BAB V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep perancangan sebagai hasil analisa dan solusi terhadap permasalahan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan pada bagian permasalahan. Konsep perancangan merupakan dasar/landasan perencanaan dan perancangan arsitektur sehingga karya arsitektur menjadi bernilai baik dan benar, indah, kuat, dan fungsional. Konsep perancangan dilengkapi dengan skematik desain sebagai alur pemikiran dalam perancangan.
5
I.7 Skema Pemikiran Gambar 1.1 Gambar Skema Pemikiran
Latar Belakang Proyek Peremajaan wisma atlet berbasis arsitektur hemat energi di Senayan Renewable energy, ecological value, passive strategies, whole life cost, transport, health & wellness, sustainable materials. Efisiensi Energi & Penghematan Energi
Arsitektur Berkelanjutan
Wisma Atlet Sejenis
Arsitektur Hemat Energi
Wisma Atlet di Senayan
Wisma Atlet Ragunan, Wisma Atlet Nakhon Ratchasima, dll.
Sejarah, data fisik, peraturan tapak.
Permasalahan Perancangan bukaan untuk mencapai kenyamanan termal
Analisis Menganalisa permasalahan dan mencari solusi yang akan diterapkan pada proses perancangan
Konsep Perancangan
Kesimpulan yang dihasilkan dari analisa terhadap data yang ada
Skematik Disain
Perancangan
6