1
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Tuntutan terhadap persaingan global menjadi masalah penting dalam bidang jasa kontruksi,
khususnya
untuk
mendapat
pengakuan
internasional.
Untuk
menghadapi tantangan tersebut, pada tanggal 7 Mei 2000 diberlakukan Undangundang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi UUJK yang bertujuan untuk: 1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,
serta
meningkatkan
kepatuhan
pada ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku; 3. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Untuk mencapai tujuan di atas, salah satu caranya adalah dengan mengatur standar kompetensi melalui sertifikasi keahlian. Pada pasal 9 Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) yang menyatakan bahwa perencana, pengawas dan pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki Sertifikat Keahlian. Dengan UU tersebut, para pelaku di bidang jasa kontruksi diwajibkan memiliki standar kompetensi yang diakui melalui kepemilikan sertifkat keahlian. Bidang jasa kontruksi tersebut di antaranya, Arsitek, Sipil, Mekanikal, Elektrikal dan Tata Lingkungan.
Penyelenggaraan sertifikasi dijelaskan pada Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Lembaran Negara Tahun 1999 No. 54 Tambahan Lembaran Negara No. 3833 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan peran masyarakat Jasa Konstruksi dilaksanakan melalui suatu Forum Jasa Konstruksi, dan penyelenggaraan pengembangan jasa konstruksi dilaksanakan oleh LPJK dan
2
LPJK melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja. LPJK merupakan suatu lembaga yang indipenden dan mandiri, terdiri atas LPJK Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara dan LPJK Daerah yang berkedudukan di ibu kota daerah propinsi. Lembaga ini beranggotakan wakil-wakil dari asosiasi perusahaan jasa konstruksi, asosiasi profesi jasa konstruksi, pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi serta instansi Pemerintah yang terkait.
Sebagai dasar pelaksanaan sertifikasi tenaga ahli konstruksi, maka LPJK kemudian menetapkan norma dan aturan yang bersifat nasional berupa Surat Keputusan Dewan LPJK yang berisi tentang ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan berkaitan dengan sertifikasi, klasifikasi, kualifikasi, dan registrasi tenaga ahli konstruksi, antara lain Surat Keputusan Dewan LPJK No.70/KPTS/LPJK/D/VII/2001 tentang Pedoman Akreditasi Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi, Surat Keputusan Dewan LPJK No./71/KPTS/LPJK/D/VIII/2001 tentang Pedoman Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi, Surat Keputusan Dewan LPJK No./72/KPTS/LPJK/D/VIII/2001 tentang Pedoman Penerbitan Sertifikat Keahlian dan Sertifikat Ketrampilan yang Dilakukan Oleh LPJK dan Surat Keputusan Dewan LPJK No.88/KPTS/LPJK/D/IX/2005 tentang Proses Penerbitan Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P). Selain mengeluarkan Surat Keputusan Dewan, Pada tahun 2005 LPJK menerbitkan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No.09./LPJK Tahun 2005 tentang Penetapan dan Pemberlakukan Bakuan Kompetensi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi.
Diwajibkannya para tenaga ahli konstruksi memiliki sertifkat keahlian dapat memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat jasa konstruksi. Beberapa manfaat yang akan diperoleh tenaga ahli konstruksi adalah mendapatkan pengakuan yang resmi terhadap kompetensi dan profesionalisme yang dimilikinya dan tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme itu melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan dan terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar negeri. Manfaat yang dirasakan oleh penyedia jasa
3
konstruksi adalah tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir bagi penyedia jasa konstruksi yang akan melakukan rekrutmen tenaga ahli dan terciptanya iklim keprofesionalan dalam perusahaan konstruksi tersebut dan manfaat yang dirasakan oleh pengguna jasa konstruksi adalah terwujudnya jaminan keselamatan kerja dan mutu pekerjaan dan terbentuknya jalur pertanggungjawaban perdata atas hasil karya, produk dan jasa.
Dalam penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi masih banyak ditemukan permasalahan yang terjadi, seperti: 1. ITS online, 13 Maret 2006, “Banyak ditemukan kasus penyalahgunaan pengeluaran Sertifikat Keahlian. Tanpa diikuti standar kompetensi secara objektif, seseorang mampu mendapatkan selembar Sertifikat Keahlian. Hal ini menjadikan Sertifikat Keahlian sebagai komoditas yang diperjualbelikan untuk mendapat keuntungan pribadi semata. Sayangnya sampai sekarang masih ada lembaga yang mengeluarkan sertifikat bodong, tanpa harus memiliki keahlian sesaui kenyataan, sesorang sudah bisa membawa pulang sertifikat ini” 2. Suara merdeka, 14 mei 2007, “Seiring kebijakan pemerintah, akhir-akhir ini muncul banyak asosiasi profesi baru dan saling berlomba untuk menerbitkan Sertifikat Keahlian. Membanjirnya permintaan sertifikat menjadi tugas berat dan tantangan bagi asosiasi profesi dan lembaga terkait dan dengan membludaknya permintaan sertifikat dan banyaknya asosiasi baru yang masih diragukan kredibilitasnya, sehingga sering terkesan pemberian sertifikat hanya sekadar pemberian label saja. Di samping itu timbul kekhawatiran kegiatan sertifikasi akan menjadi ajang baru manipulasi, untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi sekelompok orang atau asosiasi”. 3. Artikel Buletin GIB, 13 Mar 2007, “Rendahnya kesadaran tenaga ahli dalam melakukan sertifikasi tersebut dipicu oleh aturan kualifikasi kontraktor pelaksana proyek yang lebih berbasis pada pengalaman perusahaan dalam melaksanakan proyek, bukan pada pengalaman "berbasis aktivitas" tenaga ahlinya dalam melaksanakan proyek. Akibatnya, satu orang tenaga ahli
4
bersertifikat namanya bisa dicantumkan atau dipinjam oleh banyak kontraktor dalam durasi waktu pekerjaan yang relatif bersamaan”. 4. Pikiran rakyat 25 juli 2005, “Persyaratan diwajibkannya SKA dan SKT menjadikan inefisiensi karena perusahaan jasa konstruksi harus menggaji tenaga terampil dan tenaga ahli, yang sebenarnya hanya diperlukan pada saat pelaksanaan proyek. 5. Sulut, 19 mei 2006, “Terjadi unsur KKN serta pemalsuan dokumen lelang, khususnya pemalsuan Sertifikat Keahlian”.
I.2.
Rumusan Permasalahan
Dikeluarkannya Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) yang mewajibkan tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian diharapkan dapat menjamin kompetensi tenaga ahli konstruksi Indonesia dan dapat bersaing di tingkat global. Sampai saat ini masih sering terjadi permasalahan dalam pelaksanaan proses sertifikasi tanaga ahli konstruksi dan dalam penerapan kepemilikan Sertifikat Keahlian untuk pekerjaan pemerintah.
Banyaknya permasalahan yang terjadi memunculkan pertanyaan “apakah penerapan pasal 9 Undang-undang Jasa Konstruksi mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi berjalan dengan baik dan apakah penerapan tersebut berdampak positif terhadap dunia konstruksi di Indonesia?”.
I.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan pasal 9 Undang-undang no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi terhadap masyarakat jasa konstruksi di Indonesia, yang terdiri dari gambaran umum, fenomena yang berkembang, dan dampak yang terjadi terjadi selama penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.
5
I.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan pada semua pihak yang terkait dalam usaha peningkatan kualitas tenaga ahli konstruksi Indonesia dan perbaikan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dari diwajibkannya tenaga ahli konstruksi Indonesia memiliki Sertifikat Keahlian.
I.5.
Ruang Lingkup Studi
Ruang lingkup penelitian akan mencakup dan dibatasi pada pembahasan sebagai berikut : 1. Evaluasi penerapan pasal 9 Undang-undang Jasa Konstruksi mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi terhadap dunia konstruksi di indonesia.dilakukan dengan mengkaji sistem sertifikasi tenaga ahli di Indonesia, hingga pihak yang terlibat di dalamnya. 2. Penelitian akan dilakukan terhadap pengguna jasa pemerintah dan swasta, penyedia jasa pelaksana menengah dan besar, tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian dan yang tidak bersertifikat keahlian, asosiasi profesi, dan asosiasi perusahaan di kota besar, yaitu Kota Bandung. 3. Penelitian juga akan dilakukan terhadap penyedia jasa pelaksana menengah dan besar, dan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian di kota berkembang, yaitu Kota Pekanbaru.
I.6.
Metoda Penelitian
Dalam penelitian ini hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan identifikasi masalah mengenai penerapan pasal 9 Undang-undang no. 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi (khususnya tenaga ahli). 2. Perumusan tujuan yang ingin dicapai dengan kajian penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia. 3. Melakukan studi literatur mengenai sistem sertifikasi tenaga ahli konstruksi melalui buku cetak (text book), jurnal, maupun artikel-artikel yang ada di internet. Metode ini akan memberikan landasan teori dan konsep sertifikasi
6
tenaga ahli konstruksi secara umum, serta penerapannya pada infrastruktur publik di Indonesia. 4. Melakukan pengumpulan data di lapangan mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia melalui penyebaran kuisioner dan wawancara pada beberapa institusi pemerintah, kontraktor, tenaga ahli, asosiasi profesi, dan asosiasi perusahaan. 5. Melakukan pengolahan data mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia dengan statistik deskriptif. Metode statistik ini memberikan penyajian data yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. 6. Melakukan analisis hasil studi lapangan sehingga diperoleh kesimpulan yang akan memberikan gambaran mengenai penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar.I.1.
7
Belum adanya kejelasan mengenai sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia khususnya sertifikat keahlian konstruksi yang harus dimiliki oleh tenaga ahli konstruksi di Indonesia.
Identifikasi Permasalahan
Pengawasan terhadap pelaksanaan sertifikasi dan penerapan sertifikat keahlian konstruksi di lapangan masih kurang. Sampai saat ini baru 1,4% perusahaan menengah dan besar yang teregistrasi di LPJK.
Pendalaman Pemahaman mengenai kondisi sertifikasi tenaga ahli konstruksi
Studi Literatur mengenai : • Pengertian lisensi dan sertifikasi profesi • Manfaat dan kerugian lisensi dan sertifikasi profesi • Proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia dan di luar negeri
Kajian permasalahan dan dampak dari sertifikat tenaga ahli kontsruksi, melalui: 1. Wawancara 2. kuesioner
Pengolahan Data dan Analisis: 1. Data hasil kuesioner diolah secara kualitatif dan kuantitatif 2. Data yang dikuantitatifkan dengan skala, di analisis secara kuantitatif dengan metoda kecenderungan maksimum 3. Selanjutnya melakukan analisis deskriptif
Menyimpulkan permasalahan dan dampak yang dirasakan dengan diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki sertifikat keahlian Gambar I.1. Diagram Alir Metode Penelitian I.7.
Sistematika Penulisan Tesis
Penelitian tentang ” Kajian evaluasi penerapan pasal 9 Undang-undang no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi” ini dilakukan dengan struktur sebagai berikut:
8
Bab I Pendahuluan Membahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, sistematika pembahasan dan rencana kegiatan.
Bab II Kajian Pustaka Berisi landasan teori yang digunakan dalam mengkaji berbagai aspek yang relevan dengan permasalahan dalam studi ini. Dalam proses penelitian, kajian pustaka memberikan kontribusi dalam pengembangan instrumen pengumpulan data, berupa gambaran terhadap parameter penilaian yang akan digunakan, hingga menghasilkan butir-butir pertanyaan dalam wawancara. Kajian pustaka ini membahas mengenai peraturan perundangan yang terkait dengan Sertifikat Keahlian konstruksi dan proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia dan di luar negeri. Kemudian dilakukan kajian terhadap pelaku yang terlibat dalam sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.
Bab III Metodologi penelitian Berisikan program rencana penelitian, persiapan penelitian, identifikasi dampak penerapan pasal 9 UUJK, identifikasi fenomena yang terjadi dalam penerapan pasal 9 UUJK, perencanaan survei, dan palaksanaan survei.
Bab IV Pengolahan dan Analisa Data Analisis hasil survei menjalaskan mengenai analisa dan penjelasan mengenai fenomena dan dampak yang terjadi akibat diwajibkannya tenaga ahli memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) di bidang jasa konstruksi yang dirasakan oleh pihakpihak yang terkait.
Bab V Penerapan Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi di Indonesia Berisikan dampak lain dari penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi, usulan jumlah ideal tenaga ahli yang memiliki Sertifikat keahlian di
9
Indonesia, dan usulan penerapan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi ke depannya.
Bab VI Kesimpulan dan Saran Menguraikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, beserta keterbatasan dalam penelitian dan memberikan saran-saran perbaikan untuk penelitian selanjutnya.