Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya cadangan migas yang ada di Indonesia saat ini dan langkah antisipasi terhadap semakin menipisnya cadangan migas tersebut, industri migas Indonesia saat ini perlu meningkatkan upaya eksplorasi dalam beberapa kegiatan. Langkah peningkatan eksplorasi dapat berupa pengembangan lapangan, pengembangan metode dan teknologinya, maupun melakukan kaji ulang terhadap sumur-sumur yang telah ada dan ditinggalkan dengan metode dan konsep yang baru dan berbeda. Untuk itu diperlukan suatu terobosan agar penggunaan aplikasi yang tepat dan murah dapat diperoleh hasil yang bernilai tinggi.
Salah satu kaji ulang tersebut adalah dengan melihat dan mempelajari kembali seluruh data biostratigrafi yang ada dan kemudian diolah dengan metode dan konsep baru yang diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal. Untuk memperoleh hasil yang lebih maju dan lebih berkualitas dari yang selama ini didapatkan dengan biostratigrafi konvensional, modus operandi yang digunakan harus lebih kompleks. Beberapa cara dilakukan tidak hanya meliputi determinasi terhadap kumpulan mikrofosil yang kemudian digunakan untuk identifikasi zone, lingkungan pengendapan dan korelasi yang lebih bersifat subyektif, tetapi analisis secara deterministik dan probabilistik juga dapat dilakukan. Hasil dari analisis ini akan memberikan beberapa peluang atau alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai biozonasi sehingga nantinya dapat dilakukan korelasi tinggi yang lebih rinci dan tepat.
Aplikasi biostratigrafi kuantitatif dengan metode ranking and scaling (RASC) sebagai salah satu kegiatan yang biaya operasionalnya relatif rendah mungkin dapat dijadikan sebagai pilihan untuk daerah Cekungan Sumatera Tengah sebagai daerah studi kasus dalam penelitian ini.
Analisis dengan metode ranking and scaling ini merupakan salah satu metode biostratigrafi kuantitatif (sequencing methods) yang menghasilkan event atau
1
zonasi melalui pendekatan metode probabilistik dengan mengkombinasikan logika matematika (algoritma) dan prinsip-prinsip stratigrafi sehingga dapat memberikan lebih banyak cara penyelesaian, memproses dan mengontrol secara penuh terhadap data dengan jumlah yang besar dan kompleks (Cooper, et. al. 2001).
Beberapa aplikasi lain dari biostratigrafi kuantitatif yang pada saat ini digunakan adalah unitary associations (UA), graphic correlation, dan constrained optimization (CONOP) dimana masing-masing aplikasi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan (Hammer et. al., 2001; Hammer & Harper, 2006).
Sedimen berumur Paleogen hingga Neogen yang ada di daerah Cekungan Sumatera Tengah memiliki perkembangan mikrofosil yang baik merupakan obyek yang sangat menguntungkan untuk menerapkan aplikasi metode ini. Seperti diketahui, penampang sedimen di Cekungan Sumatera Tengah adalah produk dari sistem pengendapan darat – transisi hingga laut dalam yang secara litostratigrafi sangat kompleks dengan perubahan litologi yang cepat dan menerus baik secara lateral maupun vertikal. Korelasi dengan menggunakan karakteristik litologi akan sangat beresiko pada sistem pengendapan ini karena litologi yang sama justru sering bersifat diakronos sehingga diperlukan alat yang mampu mendeteksi posisi stratigrafi secara akurat dan rinci. Event-event biostratigrafi adalah alat yang sangat tepat untuk kepentingan ini, dan jika dikembangkan dengan nilai zonasi dari hasil biostratigrafi kuantitatif akan memberikan akses untuk mengilustrasikan korelasi yang lebih akurat dan rinci antar sumur-sumur migas dalam skala cekungan atau lapangan.
Aplikasi biostratigrafi resolusi tinggi dengan metode ranking and scaling ini sangat tepat untuk diterapkan pada skala blok atau lapangan. Adanya ketersediaan data biostratigrafi dengan rentang umur yang panjang serta data-data geologi lainnya yang lebih lengkap, merupakan pertimbangan lain untuk memilih Blok Rokan ini. Banyak sumur atau penampang sedimen dari blok daerah penelitian ini telah dilakukan analisis biostratigrafi, baik penentuan biozonasi dan interpretasi
2
lingkungan pengendapan yang dihasilkan berdasarkan analisis atau metode biostratigrafi konvensional.
Aplikasi secara keseluruhan dengan metode ini belum pernah dilakukan dan dipublikasikan di Cekungan Sumatera Tengah, dan sangat jarang dilakukan di cekungan lainnya di Indonesia, sehingga akan menjadi salah satu acuan dan alternatif bagi aplikasi biostratigrafi resolusi tinggi yang dapat diterapkan di seluruh sub cekungan atau cekungan lainnya di Indonesia. Marpaung dkk. (2007) telah melakukan analisis biostratigrafi kuantitatif dengan metode Ranking dan Scaling di daerah Blok Jabung, Cekungan Sumatera Selatan.
I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kurikulum wajib dalam menyelesaikan Program Magister pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. menyusun secara optimal kisaran zonasi dari hasil analisis biostratigrafi konvensional sebelumnya, menjadi beberapa urutan zonasi biostratigrafi kuantitatif yang lebih akurat dan rinci. b. memberikan resolusi korelasi biostratigrafi yang lebih detil tanpa adanya kontradiksi dalam urutan atau posisinya. c. korelasi stratigrafi antara penampang sumur yang didasarkan pada kisaran optimum dari event biostratigrafi yang dihasilkan.
I.3 Ruang Lingkup Penelitian Permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya pada kisaran stratigrafi perkembangan mikrofosil dari hasil pengamatan yang telah ada sebelumnya untuk dijadikan suatu zonasi biostratigrafi kuantitatif yang lebih optimal dan rinci. Korelasi berdasarkan zonasi biostratigrafi kuantitatif dilakukan untuk mengetahui penyebaran mikrofosil secara lateral dan vertikal secara lebih optimal dan lebih rinci.
3
I.4 Daerah Penelitian Lokasi penelitian merupakan bagian dari Blok Rokan milik salah satu area kerja PT. Chevron Indonesia yang terletak di wilayah Minas dan Dumai sekitarnya (Propinsi Riau). Daerah penelitian ini merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Tengah. Terdapat 10 (sepuluh) sumur yang menjadi obyek penelitian merupakan bagian dari Blok Rokan dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar I.1.
P. Rupat Sumur ‘A’ Sumur ‘B’
Dumai Sumur ‘C’
Sumur ‘D’
P. Bengkalis
Sumur ‘E’ Sumur ‘F’
Sumur ‘G’
Blok Rokan Sumur ‘H’ Sumur ‘I’ Sumur ‘J’
Pekanbaru 25 KM
Gambar I.1 Peta lokasi daerah penelitian
I.5 Obyek Penelitian dan Obyek Pengamatan Obyek penelitian adalah data primer komposisi dan distribusi mikrofosil foraminifera dan nannoplangton dari 10 (sepuluh) sumur pengeboran atau penampang,
sedangkan
obyek
pengamatan
adalah
kisaran
stratigrafi
(perkembangan evolusi) dari seluruh mikrofosil yang ada dalam tabel data dan data digital semi kuantitatif dan kuantitatif (distribusi tabel analisis/faunal chart).
4
I.6 Hipotesa Penelitian dan Asumsi Dalam penelitian ini hipotesa kerja yang digunakan adalah hipotesa kerja majemuk, yaitu : a. kumpulan foraminifera dan nannoplangton pada sedimen Blok Rokan, Cekungan Sumatera Tengah menunjukkan urutan kisaran stratigrafi optimum dan lebih rinci sehingga dapat menghasilkan beberapa zonasi biostratigrafi kuantitatif. b. kumpulan foraminifera dan nannoplangton pada sedimen Blok Rokan, Cekungan Sumatera Tengah menghasilkan korelasi antara sumur atau penampang yang ada secara lebih rinci dan optimal, serta tanpa menghasilkan kontradiksi dari event-event yang dianalisis. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. data kumpulan biostratigrafi foraminifera dan nannoplangton (distribusi mikrofosil) yang digunakan adalah benar. b. Program komputer atau perangkat lunak RASC and CASC versi 20 yang dikembangkan oleh Agterberg et. al. (2007) adalah dapat digunakan dan memberikan hasil yang benar.
I.7 Metodologi Penelitian I.7.1 Pendekatan Penalaran Penalaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah penalaran induksi generalisasi yang meliputi pendekatan biostratigrafi kuantitatif yang diolah secara numerik dengan analisis ranking and scaling (RASC). Analisis ini menggunakan bantuan program komputer atau perangkat lunak RASC and CASC versi 20 (2007) pada penentuan awal atau akhir kemunculan dari semua takson spesies yang ada pada seluruh penampang (sumur). Selanjutnya digambarkan hubungan secara maksimal antara satu spesies dengan lainnya yang sejaman, yang pada akhirnya menghasilkan suatu urutan atau pembagian biostratigrafi yang optimal (zonasi) atau merupakan suatu zona kisaran dari beberapa takson.
Metode biostratigrafi kuantitatif ranking dan scaling merupakan salah satu aplikasi stratigrafi kuantitatif yang menggunakan dua tahap analisis, yaitu tahap
5
analisis ranking dan tahap analisis scaling. Analisis ranking menghasilkan suatu peringkat urutan kisaran stratigrafi optimum (rata-rata kemunculan awal atau akhir) dari event atau takson spesies dalam rentang waktu relatif yang diperoleh dari sejumlah sumur atau penampang (Gradstein et. al., 1985).
Analisis scaling menghasilkan suatu nilai rata-rata jarak kisaran stratigrafi relatif dalam waktu untuk event-event dalam urutan optimumnya. Hasil ini didasarkan pada berapa kali (frekuensi) suatu hubungan superposisi antara masing-masing event (misal, event A di atas atau dibawah event B) diantara pasangan event tersebut (event A dan B) yang saling muncul bersamaan. Perolehan hasil ini kemudian dikelompokkan dalam grafik dendogram yang dijadikan sebagai standar penentuan zone biostratigrafi kuantitatif. Zonasi biostratigrafi kuantitatif ini kemudian diterapkan pada masing-masing sumur atau penampang.
I.7.2 Metoda Pemerolehan Data Dalam penelitian ini digunakan data dari 10 (sepuluh) penampang bawah permukaan (sumur) yang memuat urutan perkembangan evolusi (kisaran stratigrafi) dari mikrofosil foraminifera dan nannoplangton yang ada (Tabel I.1). Kesepuluh sumur pengeboran atau penampang tersebut adalah : Sumur A, Sumur B, Sumur C, Sumur D, Sumur E, Sumur F, Sumur G, Sumur H, Sumur I, dan Sumur J yang berorientasi dari arah Utara ke Selatan.
I.7.3 Pemrosesan dan Analisa Data Data primer hasil analisis mikrofosil secara semikuantitatif atau kuantitatif masing-masing penampang (sumur) yang terangkum dalam tabel analisis biostratigrafi diintegrasikan dalam bentuk data kisaran biostratigrafi yang didasarkan pada kemunculan akhir (last occurence/LO) suatu spesies dengan diberi kode angka untuk masing-masing takson/spesies. Keseluruhan data ini dimasukkan dalam sistem database menggunakan bantuan program perangkat lunak QS Creator ver 2 (bagian dari perangkat lunak RASC and CASC ver 20).
6
No.
Sumur
Kedalaman Sumur (feet ) top
TD
Kedalaman Formasi (feet ) upper
lower
Tabel Analisis (Distribusi)
Kedalaman Sampel (feet )
Foram.
Nanno.
top
bottom
1.
Sumur A
510
3932
Petani 'A' sand (695)
Pematang (3148)
1130
3376
2.
Sumur B
600
4570
Duri (2031)
Lower red bed (3885)
780
4520
3.
Sumur C
30
7800
Petani (1130)
Lower red bed (6647)
1110
7785
4.
Sumur D
40
8160
Telisa (1966)
Basement (7974)
420
8080
5.
Sumur E
150
8163
Petani 'X' sand (2540)
Pematang (5897)
4182
8163
6.
Sumur F
60
7503
Petani (60)
Basement (7360)
60
7503
7.
Sumur G
70
7096
Petani (90)
Brown Sh. MBR (5870)
1840
7060
8.
Sumur H
498
3310
Petani A (1168)
Basement (3234)
2070
3209
9.
Sumur I
404
2530
Telisa (1789)
Top 'D' sand (2400)
580
2450
10. Sumur J
368
2916
Sihapas grup (2329)
Top 'S' sand (2863)
510
2930
Tabel I.1 Distribusi mikrofosil (tabel analisis) 10 sumur pengeboran/penampang yang diteliti
Data kisaran stratigrafi dari keseluruhan event yang ada di tiap sumur ini kemudian diproses untuk memperoleh nilai ranking dengan menggunakan dua parameter, yaitu : a. jumlah minimum sumur/penampang dimana suatu event harus muncul adalah 6 (enam) sumur/penampang, atau kc=6. b. jumlah minimum sumur/penampang dimana sepasang event harus muncul atau ada adalah 3 (tiga) penampang/sumur atau mc=3. Analisis ranking ini menghasilkan urutan event optimum dari yang tertua sampai ke yang muda. Hasi dari analisis ranking ini kemudian diolah untuk memperoleh nilai scaling. Nilai scaling ini merupakan nilai yang mencerminkan perkiraan jarak relatif rata-rata dalam waktu suatu event dalam urutan optimumnya.
Parameter yang digunakan dalam analisis scaling ini adalah menggunakan eventevent yang memiliki kedalaman yang diperkirakan (probable depth) dengan kisaran jarak tidak lebih dari 200 m (656 feet).
Hasil olahan ranking dan scaling ini menghasilkan suatu urutan optimum dari suatu event pada keseluruhan sumur atau penampang yang dianalisis dalam bentuk grafik dendogram. Grafik ini memperlihatkan suatu urutan optimum dari keseluruhan event yang didapat dari penelitian ini. Dari data yang diperoleh pada grafik dendogram ini, kemudian ditentukan skema zonasi yang akan digunakan atau diterapkan pada seluruh sumur atau penampang yang ada. Skema zonasi ini merupakan suatu zonasi optimal yang diperoleh dari hasil analisis biostratigrafi kuantitatif. Satuan dasar biostratigrafi (zona) yang digunakan untuk penentuan skema zonasi ini adalah zona selang, yang dicirikan oleh kemunculan akhir dua takson penciri (bioevent) pada batas bawah dan batas atasnya.
Analisis terakhir yang dilakukan adalah mengkorelasikan seluruh sumur atau penampang yang ada berdasarkan zonasi biostratigrafi kuantitatif yang dihasilkan (didasarkaan pada kesamaan umur event optimum atau takson penciri biozonasi kuantitatif) dari analisis CASC (correlation scaling). Hal ini dilakukan setelah
8
memperoleh data analisis berupa kedalaman yang diperkirakan (probable depth) dari setiap event optimum yang ada pada keseluruhan sumur atau penampang. Keseluruhan langkah analisis biostratigrafi kuantitatif dengan metode ranking dan scaling ini diperlihatkan dengan diagram alir pada Gambar I.2.
Pengumpulan dan Akurasi Data (data tersedia)
Input Data Distribusi Mikrofosil (pemrosesan data tahap I)
Program QS Creator ver. 2
Pemrosesan data tahap II (Ranking) - Urutan optimum even/takson
Pemrosesan data tahap III (Scaling)
Program RASC & CASC ver. 20
- Interevent distance
Tidak
Stratigraphic normality testing
Ya
Penentuan Zonasi Biostratigrafi Kuantitatif
Program RASC & CASC ver. 20
CASC
Analisis dan Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif
Gambar I.2 Diagram alir metodologi penelitian
9