Bab I Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Tanah merupakan tempat untuk melakukan seluruh aktifitas dalam kehidupan manusia. Seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, pada saat ini telah terjadi pergeseran budaya manusia Indonesia terhadap pengakuan norma dan hukum hak kepemilikan tanah yang sebelumnya cenderung kepada pengakuan tanah sebagai fungsi sosial bergeser kearah fungsi ekonomi.
Dale dan McLaughlin (1999:1) menyatakan bahwa hubungan antara manusia dengan tanah merupakan suatu kepentingan yang mendasar dalam setiap kehidupan masyarakat dan akan lebih jelas lagi dalam bentuk hak milik tanah. Hubungan tersebut telah berkembang dalam cara yang berbeda, dari yang dikontrol penuh oleh negara melalui bentuk penguasaan tanah komunal menjadi hak milik tanah individual
Kegiatan pembangunan yang pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah. Pembangunan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan mendorong upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, pada kenyataannya menimbulkan banyak persoalan tentang kepastian hukum atas hak milik tanah.
Perbedaan nilai, kepentingan dan pendapat atau persepsi antara pemerintah dan swasta dengan masyarakat dalam kegiatan pembangunan tersebut seringkali menjadi salah satu sumber terjadinya konflik pertanahan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam Forum Ilmiah Tahunan (FIT-ISI) tanggal 24 Oktober 2007 di Jakarta, menyatakan bahwa jumlah sengketa tanah di Indonesia tercatat sebanyak lebih dari 7.000 sengketa.
Konflik, sengketa dan perkara tanah banyak juga terjadi di Kota Bandar Lampung. Sebagai daerah yang sedang berkembang dan merupakan daerah transit yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera, konflik, sengketa dan
perkara pertanahan masih sangat dominan jika dibandingkan dengan konflik, sengketa dan perkara lainnya. Berdasarkan data di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, sampai dengan tahun 2006 setidaknya tercatat lebih dari 120 konflik dan sengketa pertanahan dan 55 perkara pertanahan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung.
Salah satu konflik pertanahan di Kota Bandar Lampung yang sudah lama dan hingga saat ini belum dapat diselesaikan adalah konflik penguasaan dan pemilikan tanah antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang (selanjutnya disebut PT. PELINDO II Cabang Panjang) dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada, Panjang Selatan dan Karang Maritim Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan.
PT. Pelindo II Cabang Panjang menguasai tanah berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 35 tanggal 5 Juni 1928 (Staatsblad No. 195 Tahun 1928) dan SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 1987-Nomor KM.154/AL/106/PHB-87 tanggal 23 Juli 1987 tentang BatasBatas Daerah Lingkungan Kerja (selanjutnya disebut DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (selanjutnya disebut DLKP) Pelabuhan Panjang.
Wilayah pelabuhan, berdasarkan PP No. 1 Tahun 1969 tentang Susunan dan Tata Kerja Kepelabuhanan dan Daerah Pelayaran dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu DLKR dan DLKP, namun berdasarkan UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Jo. PP No. 70 Tahun 1996 tentang Kepelabuhanan, ditetapkan bahwa wilayah pelabuhan hanyalah di lokasi DLKR, sehingga terhadap tanah di DLKP bukan lagi menjadi kewenangan pelabuhan untuk mengelolanya.
Tanah DLKR, oleh PT. PELINDO II Cabang Panjang (dahulu Perum Pelabuhan II Jakarta) diajukan permohonan hak atas tanahnya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yang dikabulkan dengan diterbitkannya sertipikat Hak Pengelolaan (selanjutnya disebut HPL) Nomor 01/Way Lunik/1989 tanggal 3 Nopember 1989 seluas 1.050.000 M².
2
Tanah eks.DLKP, oleh warga masyarakat diajukan permohonan haknya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Berdasarkan data di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, sampai tahun 2002 telah diterbitkan sebanyak 2.033 sertipikat hak atas tanah di lokasi eks. DLKP tersebut.
Konflik penguasaan dan pemilikan tanah antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat mulai mengemuka sejak awal masa reformasi tahun 1998, dengan diajukannya permohonan hak milik atas tanah oleh warga masyarakat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dan Kantor Wilayah BPN Propinsi Lampung, akan tetapi karena permohonan hak tersebut diajukan diatas tanah HPL PT.PELINDO II Cabang Panjang, maka permohonan tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional tidak dikabulkan karena tanpa seijin pemegang HPL.
Penguasaan tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang oleh warga masyarakat tersebut seharusnya tidak terjadi, karena terhadap tanah yang terdaftar haknya seharusnya tidak bisa dikuasai oleh pihak lain kecuali atas seijin pemegang hak atas tanah.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa administrasi pertanahan di Indonesia belum tertib, karena proses administrasi pertanahan menurut Dale dan Mc. Laughlin (1988:6) tidak hanya meliputi fungsi keterlibatan dalam pengaturan pengembangan dan penggunaan tanah, pengumpulan pendapatan yang bersumber dari tanah melalui penjualan, leasing dan pajak, tetapi meliputi juga penyelesaian konflik yang berkaitan dengan kepemilikan dan penggunaan tanahnya.
Konflik pertanahan diatas yang menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian mengenai penyelesaian konflik penguasaan dan pemilikan tanah antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan Kota Bandar Lampung.
3
1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah rumusan penyelesaian konflik antara PT.PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan?”
Untuk menjawab pertanyaan penelitian utama tersebut, diperlukan perumusan masalah penelitian sekunder. Pertanyaan-pertanyaan penelitian sekunder tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apakah prosedur pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang telah dilakukan sesuai ketentuan peraturan pemberian hak atas tanah? 2. Bagaimanakah penguasaan fisik tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang berdasarkan kondisi eksisting? 3. Bagaimana bentuk konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan? 4. Bagaimana bentuk penyelesaian konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan rumusan penyelesaian konflik antara PT.PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan. Tujuan utama penelitian tersebut dapat dicapai melalui tujuan-tujuan penelitian sekunder yang telah ditetapkan sebagai berikut : 1. Mengkaji prosedur pemberian HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang apakah telah sesuai dengan ketentuan peraturan pemberian hak atas tanah. 2. Mengkaji kondisi eksisting penguasaan fisik tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang.
4
3. Mengkaji bentuk konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan. 4. Mengkaji bentuk penyelesaian konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menemukan teori yang cocok untuk memecahkan masalah penelitian dan menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari. Selain berguna dalam mengembangkan pemahaman, penalaran dan pengalaman peneliti, penelitian ini juga dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan merangsang munculnya penelitian lebih lanjut. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah khususnya BPN maupun pihak-pihak lain yang terkait sebagai acuan dalam menyelesaikan konflik penguasaan dan pemilikan tanah.
1.5. Alur Pikir Penelitian Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai pemberian hak atas tanah, tetapi dalam prakteknya masih sering terjadi konflik menyangkut perbedaan nilai, kepentingan dan pendapat dan atau persepsi antara warga atau kelompok masyarakat dan atau warga atau kelompok masyarakat dengan badan hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat mengenai status penguasaan dan atau penggunaan atau pemanfaatan bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu.
Konflik, berasal dari kata con-fligere, conflictum yang berarti saling berbenturan yaitu semua bentuk benturan, tabrakan, ketidak sesuaian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis bertentangan (Kartono
5
dalam Siregar 2002:13), sehingga apabila konflik telah terjadi, maka konflik tersebut tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi suatu kekuatan destruktif, oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Penyelesaian konflik (conflict resolution), menurut Surbakti dalam Siregar (2002:18) lebih merujuk pada sebab-sebab konflik daripada manifestasi konflik. Ini berarti bahwa untuk menyelesaikan suatu konflik perlu diketahui latar belakang atau akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut, sehingga dapat diselesaikan secara tuntas.
Penanganan suatu konflik pada dasarnya dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu melalui litigasi dan non litigasi. Penyelesaian konflik melalui litigasi dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, sedangkan penyelesaian melalui non litigasi dilakukan dengan cara yang ada dalam alternatif penyelesaian sengketa.
Penyelesaian konflik melalui lembaga pengadilan (litigasi) seringkali dirasakan tidak efektif. Menurut Harahap (1996:17), berperkara di pengadilan dapat terjadi pemborosan waktu, biaya dan lain-lain. Dan satu hal yang
paling mendasar
adalah hasil penyelesaian sengketa seringkali jauh memuaskan para pihak.
Lembaga peradilan, pada kenyataannya kurang dipercaya oleh masyarakat, untuk itu perlu ditempuh model penyelesaian konflik yang dapat mencerminkan rasa keadilan masyarakat yaitu dengan cara Alternative Dispute Resolution. (Saleh 2004:330).
Teknik-teknik penyelesaian konflik melalui alternative disputes resolution atau alternatif penyelesaian sengketa, menurut Reksodiputro dalam Saleh (2004: 330), nampaknya dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik di bidang perpertanahan yang memiliki kharakter unik karena keterkaitannya dengan masyarakat dan di dalamnya meliputi teknik negosiasi, konsiliasi/mediasi dan arbitrase.
6
Penyelesaian konflik, dengan demikian dapat dilakukan melalui mekanisme pengadilan (litigation process) dan diluar pengadilan yang dikenal dengan alternatif
penyelesaian
sengketa.
Dari
mekanisme
penyelesaian
konflik
tersebut, khususnya penyelesaian diluar pengadilan dalam pelaksanaannya tentu saja harus melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders.
Alur pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar gambar I.1 berikut ini :
Gambar I.1 Alur pikir penelitian
7
I.6. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis (socio-legal research), yaitu cara penelitian lapangan untuk memperoleh gambaran data dan fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kegiatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Dalam tahap ini dilakukan identifikasi dan perumusan masalah yang dilakukan dengan identifikasi permasalahan yang ada, menentukan tujuan penelitian, melakukan kajian pustaka tentang teori dan prosedur pemberian hak atas tanah, teori konflik dan resolusi konflik serta mempelajari penelitianpenelitian terdahulu. 2. Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. data primer, diperoleh secara langsung dengan cara penelitian lapangan (field research) melalui wawancara dengan para narasumber dari PT. PELINDO II Cabang Panjang, tokoh masyarakat, Badan Pertanahan Nasional dan pihak-pihak terkait untuk memperoleh informasi mengenai proses pemberian hak pengelolaan kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang, keberadaan warga masyarakat di lokasi hak pengelolaan, kepentingan para pihak yang berkonflik, bentuk konflik, intensitas, kompleksitas konflik serta bentuk
penyelesaian konflik yang telah
dilakukan oleh para pihak. b. data sekunder, diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan (library research) baik di Kantor Badan Pertanahan Nasional maupun di Kantor PT. PELINDO II Cabang Panjang melalui penelusuran data-data mengenai proses pemberian hak pengelolaan atas nama PT. PELINDO II Cabang Panjang, riwayat penguasaan tanah oleh PT. PELINDO II Cabang Panjang dan warga masyarakat, data-data konflik antara para pihak dan resolusi konflik yang pernah ditempuh oleh para pihak serta data-data spasial yang
menunjukkan lokasi konflik maupun kondisi eksisting
penguasaan tanahnya.
8
3. Pengolahan Data Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya diolah. Pengolahan data tersebut mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. editing, yaitu data diperiksa kembali kelengkapannya, kejelasan dan relevansinya dengan penulisan yang dilakukan. Terhadap data yang belum lengkap dan kurang jelas, diupayakan untuk kelengkapannya dengan melakukan konfirmasi ulang ke sumber data yang bersangkutan. b. coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban yang merupakan hasil wawancara dengan memberikan kode-kode tertentu pada jawaban agar mudah untuk dianalisis; c. penyusunan dan pengelompokan data (informasi) yang diperoleh sesuai dengan kerangka yang menjadi pokok bahasan yang telah ditetapkan secara sistematis dan rinci. d. pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu check, recheck dan cross check terhadap data yang diperoleh. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan cara mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan cara antara lain sebagai berikut : - membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; - membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 4. Analisis data Data yang telah dikumpulkan dan disusun secara secara sistematis kemudian dilakukan analisis dengan metode deskriptip kualitatif yang dikaitkan dengan konsep atau teori yang ada yaitu teori pemberian hak atas tanah, teori konflik dan teori resolusi konflik. 5. Kesimpulan Kesimpulan diperoleh dari kegiatan analisis data dengan metode deskriptif kualitatif sehingga dapat diintepretasikan secara kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian.
9
Adapun metodologi penelitian tersebut diatas dapat dilihat pada gambar berikut I.2 berikut ini :
Gambar I.2 Metodologi penelitian
I.7. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, alur pikir penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
10
2. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang kajian teoritis mengenai pemberian hak atas tanah di Indonesia untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian hak atas tanah dan pentingnya penguasaan fisik bidang tanah dan penggunaan tanah dalam suatu pemberian hak atas tanah, kajian teoritis mengenai konflik untuk
mengetahui
bentuk
konflik
dan
akar
permasalahan
yang
menyebabkannya serta kajian teoritis tentang bentuk penyelesaian konflik untuk mengetahui berbagai macam bentuk penyelesaian konflik. 3. Bab III Pelaksanaan Penelitian, berisi tentang wilayah penelitian dan pelaksanaan penelitian yang dijelaskan secara terperinci per tahapan pelaksanaan penelitian. 4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil pelaksanaan penelitian mengenai prosedur pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang dan kondisi eksisting penguasaan tanah di lapangan dan analisisnya dengan menggunakan teori pemberian hak atas tanah yang dibantu dengan identifikasi pemanfaatan dan penggunaan tanah dengan Citra Ikonos. Hasil penelitian mengenai bentuk konflik yang terjadi antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat dan analisisnya dengan menggunakan teori konflik dan hasil penelitian mengenai penyelesaian konflik yang telah ditempuh oleh PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat dan analisnya dengan menggunakan teori penyelesaian konflik. Hasil analisis tersebut diatas kemudian dipergunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian utama yaitu rumusan penyelesaian konflik. 5. Bab V Kesimpulan dan Saran, merupakan bab yang berisi kesimpulan dari hasil penelitan yang dilakukan dan saran sesuai dengan kesimpulan yang diambil.
11
12