BAB I PENDAHULUAN I.1
Konteks Masalah Televisi merupakan salah satu media massa yang dapat menyebarkan
informasi secara cepat dan serentak keseluruh penjuru tanah air. Televisi memiliki potensi yang sangat besar dari pada media elektronik lainnya, karena sifatnya yang audio-visual sehingga dapat memadukan bahasa lisan, tulisan, video atau gambar yang bergerak, animasi, dan efek suara menjadi satu kesatuan. Sehingga televisi mampu menciptakan sebuah realitas, yaitu realitas yang terbentuk didalam benak manusia didasarkan pada apa yang dilihat dari media. Hadirnya televisi ini membuat sesuatu yang jauh menjadi terasa dekat. Begitu dekatnya televisi dalam kehidupan kita, membuatnya menjadi idola di tengah masyarakat Indonesia. Televisi juga merupakan salah satu media komunikasi digunakan oleh berbagai pihak untuk menyampaikan pesan / informasi tertentu. Pada tahun 1962 menjadi
tonggak
pertelevisian
Nasional
Indonesia
dengan
berdiri
dan
beroprasinya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Selama 27 tahun penduduk Indonesia hanya bisa menyaksikan satu saluran televisi saja. Namun pada tahun 1989, Pemerintah akhirnya mengizinkan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi swasta nasional pertama di Indonesia. Kini seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi, Indonesia mempunyai banyak stasiun televisi lainnya seperti Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro TV, Trans TV, Trans 7, Global TV dan TV One. Diikuti TV lokal yang cukup beragam seperti Bandung TV, Jak TV, Bali TV dan sebagainya. Saat ini stasiun televisi berlomba-lomba membuat program-program acara televisi yang bervariatif agar menarik minat penonton dan menjaring iklan sebanyak-banyaknya yang merupakan sumber pemasukan bagi stasiun televisi. Media bergantung pada bisnis iklan dan industri media saling membutuhkan satu sama lainnya, iklan memiliki pengaruh terhadap industri media, (Biagi, 2010:284).
Setiap harinya stasiun televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan sebuah program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audiens, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Keadaan ini bertambah semarak dengan hadirnya televisi swasta maka masyarakat di Indonesia mempunyai beragam pilihan untuk memperoleh berbagai informasi tentang pendidikan, budaya dan beragam hiburan lainnya. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Beberapa program acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi antara lain adalah berita, film, sinetron, kuis, reality show, siaran iklan, musik, olah raga hingga beragam tayangan internasional disajikan demi menghibur pemirsanya. Ada pula program
khusus untuk anak-anak, remaja, kaum wanita, dan program untuk
tontonan semua lapisan masyarakat. Tayangan ajang Little Miss Indonesia ini merupakan segmen hiburan dari program acara televisi Eat Bulaga yang ditayangkan oleh SCTV setiap hari di jam dua siang. Acara ini pertama kali dimulai pada tanggal 16 Juli 2012. Berisi acara yang berhubungan dengan komedi dan kuis yang megudara selama 2 jam. Acara ini diadopsi dari acara televisi filipina Eat Bulaga. Dalam Panasonic Gobel Awards 2013 mendapat kategori Program Variety Show terbaik. Little Miss Indonesia tersebut terdiri dari anak-anak perempuan yang berusia 3-7 tahun. Mereka memamerkan bakat baik menyanyi, menari, berakting, berceramah, serta modelling yang sudah menjadi transeter anak-anak sekarang. Wajah imut-imut dan tingkah lucu, serta suara cadel anak-anak menjadi alternatif hiburan paling hits di layar kaca televisi. Kepiawaian media memadukan unsur drama dan realitas yang terekam selama proses audisi, penjurian, hingga pengumuman pemenang berhasil membuat penonton beranjak dari muka televisi. Tidak heran jika acara semacam ini selalu berasil meraih rating tinggi. Setiap manusia dianugerahi bakat yang berbeda-beda. Kesuksesan masa depan anak banyak ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan bakat-bakat yang dimilikinya. Untuk itu, orang tua dan guru perlu mengetahu “bakat” anak
didiknya dan sekaligus tahu bagaimana mengarahkan pertumbuhan bakat tersebut demi mencapai perkembangannya yang optimal. Penelitian tentang keberbakatan masih sangat terbatas dan di Indonesia belum ada sekolah untuk anak berbakat. Anak-anak yang berbakat belum tentu memiliki IQ tinggi. Bahkan ada anak-anak yang memiliki keterampilan khusus yang jauh melebihi individu lainnya tetapi hasil dari pengukuran IQnya tidak menunjukkan keunggulan taraf intelegensi (Monty dan Fidelis, 2003:89-90). Psikologi perkembangan anak menyebutkan perkembangan pada usia bayi dan kanak-kanak (0-6 tahun) umumnya anak dikuasai oleh hedonisme naif, dimana kesenangan dianggapnya baik dan penderitaan dianggapnya buruk, dengan bertambahnya usia, ia harus belajar pengertian tentang baik dan buruk, benar dan salah, sebab sebagai makhluk sosial (bermasyarakat) manusia tidak hanya memperhatikan kepentingan sendiri saja tapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mengenal pengertian baik dan buruk, benar dan salah didapat juga dimana mereka bersekolah. Perkembangan pada masa sekolah (6-12 tahun) umunya anak belajar bergaul dengan teman-teman sebaya yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya dan pelajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung. Serta terus mengembangkan bakatnya sejak usia masih kecil. Anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaannya. Apabila anak dibimbing dan diajarkan tentang kebaikan, maka ia akan tumbuh menjadi orang yang berakhlak baik dan menjadi orang yang berguna bagi siapa saja yang ada di dekatnya. Namun sebaliknya, jika anak tumbuh tanpa ada orang yang membimbing pada kebaikan, tidak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak, maka ia besar kemungkinan akan tumbuh menjadi orang yang berakhlak
buruk dan menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat di sekitarnya. Dunia anak-anak adalah dunia belajar yang tidak dapat dipaksakan. Bakat yang dimiliki oleh seorang anak akan tampak, muncul, berkembang dan menjadi keahlian secara alami dengan dorongan dan pembelajaran yang humanis. Tetapi
akibatnya anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Usia mereka adalah seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian, bukan menjalani proses belajar yang menyita konsentrasi tinggi. Michael Rutter (Sigelman dan Shaffer, 1995:426) mendefiniskan sekolah yang efektif itu sebagai sekolah yang memajukan, meningkatkan prestasi, akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, memberikan keterampilan-keterampilan bagi siswanya. Para guru berhak mendampingi siswa didik mereka yang masih tergolong usia 7 tahun kebawah untuk mengembangkan bakat positif yang dimiliki masing-masing siswa. Orang tua sangat berharap bahwa sekolah dapat meramalkan secara akurat apakah seorang anak kelak akan berhasil mengebangkan bakatnya dikemudian hari. Pentingnya pengakuan dan perhatian (Tennenbaum, 1986), pemberian kesempatan mengembangkan minat (Renzulli, 1986), kerja keras, keuletan serta latihan (Damon, 1995) merupakan hal-hal yang perlu memperoleh perhatian dari para pendidik untuk mengembangkan bakat yang dimiliki seseorang anak. Pembimbing atau para guru hanya memfasilitasi anak-anak, mengarahkan anakanak, mengembangakn diri mereka sendiri sesuai minat dam bakat mereka miliki. Tetapi akan menjadi masalah ketika itu merupakan ambisi pribadi mengejar popularitas, orang tua secara tidak sadar memaksa anak. Akibatnya, anak mengalami tekanan, baik secara mental maupun fisik. Biasanya, anak-anak yang dipaksa orang tua akan sering rewel, bahkan mogok tampil saat di depan kamera. Program tayangan ajang Little Miss Indonesia SCTV ini, televisi mampu memberikan apresiasi kepada khalayak penonton untuk ikut serta mengikuti ajang pencarian bakat khusus untuk anak-anak. Banyak muncul persepsi penonton / pemirsa yang pernah menonton tayangan tersebut.
Adakah tayangan tesebut
mampu memberi dorongan yang positif atau dorongan negatif khususnya bagi anak-anak. Disini akan diberi penjelasan sebenarnya bukan hanya peran orang tua saja yang dibutuhkan namun peran dari para guru perlu diberi perhatian khusus. Peneliti akan melakukan penelitian di Yayasan Perguruan Kebudayaan Medan. Yayasan tersebut dipilih peneliti karena perguruan tersebut terdiri dari gabungan
jenjang sekolah TK - SD - SMP - SMA. Para guru yang mendidik serta membimbing anak siswanya perlu memberi perhatian khusus mengenai pengembangan bakat anak. Guru tidaklah seperti pekerja lain di bidang lain. Guru berhubungan langsung dengan murid dan cenderung mendapat kepuasan tak terhingga dengan melihat “anak didik mereka” belajar. Mereka cenderung mengalami frustasi bila upaya-upayanya dalam mengajar membuahkan hasil minimal pada siswanya. Kekecewaan menyebabkan guru pindah ke sekolah, melejitkan prestasi anak bagaimana meningkatkan nilai siswa kurang bagus menjadi bagus, pensiun dini atau bahkan meninggalkan profesinya. Angka pergantian guru hanya memberi manfaat kecil tetapi menjadi barometer yang penting dalam menilai efektivitas proses belajar mengajar di sekolah. Keputusan anda membantu anak seharusnya didukung oleh kualitas sekolah tempat mereka belajar kualitas tergantung pada stabilitas guru. Guru yang berkualitas jika saya dipilih antara guru yang bersetifikat mengajar atau tidak maka saya akan memilih bersetifikat mengajar. Jika harus memilih antara guru dengan gelar Master dan guru yang tidak mengikuti pendidikan setingkat sarjana, dengan mengabaikan kriteria lain, maka saya akan memilih yang memiliki akreditasi. Minat mengajar dan minat mengembangkan kemampuan anak, merupakan faktor yang penting saat kita membicaraka soal kualitas guru. Berbeda dengan guru sekolah dasar, guru disekolah menegah harus memiliki tingkat pengetahuan lebih tinggi dalam bidang tingakat pelajaran yang dibawakannya. Guru sekolah dasar bekerja dengan anakanak yang lebih muda, tidak perlu memerlukan pendalaman materi pelajaran. Lebih dari itu, ia perlu memerlukan pendalaman materi pelajaran. Guru haruslah lebih pada bakat dan keleluasaan untuk mengembangkan bakat anak kedalam proses pembelajaran. Orang tua yang peduli, kepribadian guru lebih penting daripada transkip nilainya di universitas (Victor Cogen Ed. D, 2006:138-140). Dalam membimbing siswanya yang tergolong usia kanak-kanak jenjang TK dan SD ini sebaiknya guru perlu mengambil perannya agar siswa didik mereka mengembangkan bakatnya kearah yang lebih positif.
Yayasan Perguruan Budaya didirikan pada tahun 1973 yang terletak di Jalan Kepribadian Nomer 23. Tahun 1973 dibuka Taman Kanak Kanak Yang diikuti pembukaan Sekolah Dasar (SD). Tahun 1979 berdirinya SMP dan SMA berdiri pada tahun 1984. Perguruan Budaya memiliki ambisi untuk menjadi salah satu sekolah modern yang unggul di Indonesia dan memiliki komitmen yang tegas untuk memajukan lembaga pendidikan serta tidak mementingkan profit karena menyadari bahwa yayasan ini adalah milik masyarakat. Landasan dari Yayasan tersebut menjadikan Perguruan Budaya sebagai Lembaga Pendidikan yang Cerdas dan Unggul dalam mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada seluruh masyarakat dan membangun karakter bangsa. Selain itu dapat membentuk siswa yang unggul, kreatif, cerdas, terampil, bertanggung jawab, dinamis dan berbudi pekerti luhur, serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Guru –guru yang mengajar di yayasan perguruan budaya medan ini memiliki gelar pendidikan sarjana sebagai guru berdasarkan bidang pengajaran guru tersebut. Guru- guru TK dan SD di Yayasan Perguruan Budaya Medan tidak terlalu banyak dikarenakan siswa-siswi di yayasan budaya tersebut juga tidak banyak. Dihitung perkelas hanya 20 murid. Yayasan Budaya Medan ini merupakan sekolah yang diminati orang tua. Di tingkat TK dan SD siswa-siswi mereka pernah mengikuti keterampilan anak. Perlombaan seperti menari, fashion show, lomba menyusun bola bekel, dan mengikat sepatu, menyanyi, berpuisi , menggambar dan melukis. Di tingkat SD salah satu siswi mereka pernah meraih peringkat dua baca puisi antar kecamatan Medan Barat 2012 dalam rangka acara tahunan tingkat sekolah di kantor kelurahan kecamatan Medan Barat. Dimensi person sebagai kriteria kreativitas seringkali kurang jelas rumusannya. Ambile (1983) mengatakan bahwa penegrtian person sebagai kriteria kreativitas identik dengan apa yang oleh Guilford (1980) disebut kepribadian kreatif (creative personality) yaitu “those of traits that are characteristics of creative person”. Kepribadian kreatif menurut Guilford meliputi dimensi kognitif (yaitu bakat) dan dimensi non kognitif (yaitu minat, sikap, dan kualitas tempramental). Menurut Teori ini orang-orang yang kreatif memilki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan berbeda dengan orang-orang yang kurang kreatif. (Endyah Murniati, 2012:17).
Ajang Little Miss Indonesia dapat menghasilkan interpretasi positif untuk menjadi ajang pengembangan bakat anak, salah satunya melalui pelatihanpelatihan yang diberikan pihak dari program acara. Namun dapat pula menjadi interpretasi buruk bagi anak-anak yang cenderung anak-anak dijadikan ‘artis cilik’, anak-anak justru menyanyikan lagu-lagu orang dewasa dan tampil dengan segala macam atribut mulai dari kostum hingga riasan yang tampak layaknya orang dewasa untuk memukau para juri dan penontonnya. Seharusnya justru sifat dan gaya natural anak yang harus lebih dominan. Menjadi anak yang super sibuk entah atas keinginan sendiri ataupun dorongan orang tua akan mengakibatkan anak kehilangan waktu untuk belajar, bermain, berekreasi, dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Celakanya, anak justru akan tumbuh dewasa sebelum waktunya. Oleh sebab itu peneliti merasa perlu mengeksplorasi permasalahan
ini lewat skripsi dengan judul: “Studi Deskriptif Kualitatif
mengenai Persepsi Para Guru Yayasan Perguruan Kebudayaan Medan Menonton Tayangan Ajang Little Miss Indonesia di SCTV”.
I.2
Fokus Masalah Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, peneliti merumuskan bahwa
fokus masalah yang diteliti lebih lanjut adalah : “Persepsi Para Guru Yayasan Perguruan Budaya Medan Menonton Tayangan Ajang Pencarian Bakat Little Miss Indonesia di SCTV”.
I.2.1
Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat
mengamburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian ini bersifat kualitatif 2. Objek penelitian ini adalah Tayangan Ajang Little Miss Indonesia-1 di SCTV. 3. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh persepsi atau pandangan para guru TK dan SD Yayasan Perguruan Budaya Medan yang menonton Tayangan Ajang Pencarian Bakat Little Miss Indonesia di SCTV.
I.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalakh sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui persepsi para guru Yayasan Perguruan Kebudayaan Medan Menonton Tayangan Ajang Little Miss Indonesia di SCTV. 2. Untuk mengetahui isi dari tayangan ajang Little Miss Indonesia di SCTV yang berhubungan dengan komunikasi perspektif budaya.
1.3.2
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian diharapkan bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Komunikasi FISIP USU. Penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan refrensi bagi penelitian serupa di hari dan masa yang akan datang. 2. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi kontribusi pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan studi paradigma interpretif. 3. Secara praktis, penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti
selama
menjadi
mahasiswa
ilmu
komunikasi
sekaligus
memberikan masukan kepada siapa saja yang ingin mengetahui persepsi menonton tayangan ajang pencarian bakat Little Miss Indonesia dan studi paradigma interpretif.
I.4
Kajian Pustaka Ketika suatu masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoba
membahas masalah tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian (Bungin, 2009:31). Untuk itu perlu disusun beberapa kajian yang bersifat teoritis / kepustakaan yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang apa masalah penelitian akan diteliti sekaligus landasan atau pondasi dari penelitian. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Ardianto, 2010:37). Adapun beberapa kajian kepustakaan yang relevan dengan topik permasalahan penelitian yaitu :
1.4.1
Komunikasi dan Komunikasi Perspektif Budaya Secara etimologi (bahasa) kata komunikasi berasal dari Bahasa Inggris
“communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa latin “communicare” (Weekly, 1967:338). Kata “communicare” sendiri memiliki tiga kemungkinan arti yaitu; 1. “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum. 2. “cum+munus” berarti saling memberi sesuatu sebagai hadiah. 3. “cum+munire” yaitu membangun pertahanan bersama. Menurut Harold D Laswell (Effendy, 2005:10) cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What in Channel to Whom With What effect?. Paradigma Laswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi liama unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu: -
Komunikator (communicator, source, sender)
-
Pesan (message)
-
Media (channel, media)
-
Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
-
Efek (effect, impact, influence) Paradigma Laswell tersebut, Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Setiap teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang. Suatu perpektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara
mengkonseptualisasikan
komunikasi
multikultural
sebuah
bertitik
bidang
tolak
pada
studi.
Perpspektif
kajian
pertama
komunikasi
yang
memfokuskan diri pada level komunikasi antarpersonal di berbagai level komunikasi. Proses interaksional dan transaksional partisipan komunikasi dalam komunikasi personal dikaji secara mendalam dalam perspketif budaya yang melibatkan berbagai pendektan bidang-bidang ilmu lain yang mendukungnya seperti sosiologi, psikologi sosial, antropologi budaya dan bahasa. Hal ini sejalan
dengan sifat ilmu komunikasi sendiri yang heterogen multidisiplin dan eklektif. Sumbangan berbagai disiplin ilmu yang mendasari pertumbuhan ilmu komunikasi tersebut pada mulanya memang lebih banyak memfokuskan diri pada studi komunikasi massa, yang pada awalnya disebut publisistik. Hasil kajian yang pernah dilakukan oleh para ahli biasanya merupakan hasil kajian mengenai diffusion of inovation, flow and diffussion of information, agenda setting, uses and gratification, mass media and social reality, dependecy theory of mass media, mass media and social change. Jika komunikasi massa yang memfokuskan diri pada media studies sedangkan komunikasi multikultural mencoba mengkaji komunikasi antarpersona dan komunikasi massa dalam perspektif budaya. Keduanya dalam dunia pengembangan ilmu komunikasi belum cukup mendapatkan perhatian yang serius dari para ahli, ditandai dengan sedikitnya studi-studi yang telah diterbitkan untuk bidang kajian tersebut. Kajian komunikasi multikultural membutukan pendekatan, metode dan teori yang agak berbeda dengan pendekatan, metode dan teori yang digunakan dalam kajian komunikasi massa seperti media effect, media contents dan media studies. Kajian multikultural mempunyai pendekatan, metode, dan teori yang khas sesuai dengan visi peneltiannya. Dengan demikian, teori-teori yang digunakan untuk membahas kajian komunikasi multikultural juga sangat berbeda dengan kebiasaan komunikasi massa, karena sifat penelitian ini lebih mengarah pada studi komunikasi
dalam perspektif antropologi budaya (perilaku) dan etnografi
(mentalitas). Kajian komunikasi multikultural memerlukan suatu telaah analisis kritis, pengungkapan data yang berulang-ulang agar supaya mencapai tingkat kedalaman
yang
dibutuhkan.
Dengan
kata
lain
penelitian
komunikasi
multikultural lebih bersifat eksploratif (grounded research) jika penelitian lapangan
melibatkan partisipan komunikasi dalam tindak komunikasi massa
dalam ranah komunikasi sosial-budaya. Sedangkan bersifat analisis tekstual manakala bahan kajian merupakan produk manusia yang telah terdokumentasi baik dalam sosifak, mentalfak, dan artefak. Meskipun demikian, komunikasi multikultural tetap terbuka untuk berbagai jenis penelitian seperti jenis survei,
eksperimen dengan berbagai macam metode kuantitatifnya. Dalam tayangan Little Miss Indonesia perilaku yang ditanamkan oleh anak sejak kecil yang perilaku anak yang meniru prilaku orang dewasa. Nilai-nilai kesopanan anak-anak masih minim, anak diajarkan berbusana minim layaknya orang dewasa yang berpose di khalayak ramai. I.4.2
Disonansi Kognitif Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon
Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapa dijelaskan dari keiinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya (M. Surip, 2011:63). Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Disonansi kognitif sebagian besar merupakan teknik pembelaan diri yang dilakukan oleh sesorang untuk memperoleh harga diri. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam. Menurut Festinger (1957) disonansi dapat terjadi dari beberapa sumber antara lain inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, pendapat umumserta pengalaman masa lalu (Sarwono, 1991). Adanya Disonansi selalu menimbulkan dorongan untuk menghindari disonansi tersebut. Dalam hubungan ini caranya adalah dengan menambah-menambah informasi – informasi baru yang diharapkan dapat mengarahkan dukungan terhadap pendapat orang yang bersangkutan tau menambah perbendaharaan elemen kognitif dalam diri orang yang bersangkutan. Penelitian ini akan dilihat seberapa jauh anggapan ditolak, sedangkan pola prilaku tidak sesuai dengan keyakinan. Pada dasarnya orang tua maupun guru-guru lah yang seharusnya mendidik anaknya dengan norma-norma agama dan kesopanan dari sejak kecil. Finalis anak – anak dari sejak kecil sudah mengikuti trend-trend busana minim serta gaya artis-artis orang dewasa masa kini.
I.4.3
Persepsi Persepsi atau dalam bahasa Inggris Perception berasal dari bahasa latin
“perceptio”, dari percipare yang artinya menerima atau mengambil. Dalam arti sempit, persepsi ialah penglihatan, yakni bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau penegrtian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003:445). Manusia dalam menerima informasi, mengolah, menyimpan dan menghasilkannya kembali mengalami empat proses, yaitu meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi
informasi.
Memori
adalah
proses
menyimpan
informasi
dan
memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan.
Jhon R. Wenburg dan
William W. Wilmot (Mulyana, 2005:167), mengungkapkan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara orgainsm memberi makna. Sedangkan menurut J. Cohen, persepsi didefinisikan sebagai representatif objek eksternal, persepsi adalah pengetahuan yang tampak menegnai apa yang ada diluar sana. Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi (Rakhmat, 2005:51). Persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris (Severin, 2005:83). Data sensoris kepada kita melalui lima indera kita. Dunia anak-anak adalah dunia belajar yang tidak dapat dipaksakan. Bakat yang dimiliki oleh seorang anak akan tampak, muncul, berkembang dan menjadi keahlian secara alami dengan dorongan dan pembelajaran yang humanis. Tetapi akibatnya anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Namun usia mereka seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian, bukan menjalani proses belajar yang menyita konsentrasi tinggi. Namun berdasarkan konteks sosial, ajang Little Miss Indonesia dapat
menghasilkan interpretasi positif, yaitu dapat menjadi ajang pengembangan bakat dan meningkatkan potensi anak, salah satunya melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan. Persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, selanjutnya diproses. I.4.4
Komunikasi Massa Bentuk komunikasi massa dimana komunikasi massa merupakan bentuk
komunikasi
yang
menggunakan
saluran
media
dalam
menghubungkan
komunikator dengan komunikan secara massal yang berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar) dan sangat heterogen dan menimbulkan effek tertentu (Ardianto dan Elvinaro, 2004:3). Istilah mass comunications dapat diartikan sebgai salurannya yaitu media massa (mass media) sebgai kependekan dari media of massa (Wijayanto, 2004:69). Komunikasi yang menggunakan media massa baik cetak (majalah, surat kabar) ataupun elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar otang dibanyak tempat anoim dan heterogen (Mulyana, 2005:75). Isi media terdiri dari, berita, hiburan, opini, dan iklan. Dalam penyampaian pesan, komunikator mengharapkan efek yang yang ditimbulkan oleh komunikan, (Prakosa 2006:39). Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Dengan kata lain massa yang dalam sikap dan prilakunya berkaitan
dengan peran media
massa. Oleh karena itu, massa disini menunjuk kepada khalayak, audience, penoton, pemirsa atau pembaca (Nurdin, 2007:3-4). Media membujuk kita untuk memperoleh lebih banyak barang mengubah dan meninggalkan selera kebutuhan kita, mengubah pola-pola rekreasi, keluarga, dan membujuk kita agar menerima suatu pembahuruan. Khalayak memiliki sifat-sifat sebagaimana yang ada pada konsep massa (Suprapto, 2009:20-21).
Pengaruh media tersebut banyak kaitannya dengan aspek lain, seperti sifat komunikator, struktur isi media dan sifat audience . Dalam menemukan tanggapan audience yang berhadapan dengan media. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti memahami bahwa komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Komunikasi massa memiliki komunikan yang bersifat heterogen. Dimana satu dengan lainnya tidak saling megenal dan tidak memiliki kontak pribadi masing-masing berbeda dalam berbagai hal : jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita dan sebagainya. Penelitian ini komunikasi menggunakan media massa elektronik berupa televisi yang dikenal dengan nama Surya Citra Televisi (SCTV) dalam program ajang Little Miss Indonesia di SCTV yang ditujukan kepada pemirsanya yang tersebar kebanyak tempat yang anonim dan heterogen. I.4.5
Agenda Setting Teori agenda setting pertama kali ditampilakn oleh Maxwell McCombs
dan Donald L. Show. Teori ini pertama kali muncul sekitar tahun 1972 dengan publikasi pertamanya berjudul“The Agenda Setting Function of The Mass Media” Public Opinion Quartely No.37. Ketua pakar tersebut mengatakan bahwa jika media memberikan tekanan pada peristiwa maka media iu akan menjadi agenda masyarakatnya (Nuruddin 2007:195-197). Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut bagi khalyaknya. Teori agenda setting ini dikatakan media khusunya media berita tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Dasar pemikiran teori ini adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode tertentu. Akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Dalam memenuhi kebutuhan secara
psikologis dan sosial, audiens menjadi tergantung pada media massa. Masyarakat akan menjadikan topik utama yang diangkat oleh media sebagai bahan perbincangan sehari-hari. I.4.6
Model Teoretis Model Teoritik terdiri dari variabel-variabel yang telah dikelompokan
dalam kerangka konsep dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :
Gambar 1 Model Teoretis