Bab I Pendahuluan
I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Setiap tahun produksi dan penggunaan surfaktan di dunia mencapai beberapa juta ton, 70% di antaranya adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam berbagai aktivitas industri dan kehidupan sehari-hari (WHO, 1996). Besarnya kuantitas penggunaan surfaktan anionik berpengaruh pada kualitas lingkungan, khususnya perairan, sehingga pengembangan metode dan teknik yang handal untuk pemantauan surfaktan dalam lingkungan menjadi sangat penting.
Beberapa metode konvensional yang sampai sekarang masih digunakan untuk penentuan surfaktan anionik antara lain adalah metode Methylene Blue Active Substances (MBAS) (Abbot, 1962), kromatografi cair berkinerja tinggi (HPLC) (Nakae et al., 1980, 1981) dan kromatografi gas (Swisher, 1987). Metode-metode tersebut telah diperbaiki dan dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya (Takada et al., 1992; Takada & Ogura, 1992). Beberapa kekurangan dalam metode-metode tersebut antara lain adalah banyaknya pelarut atau pereaksi organik yang digunakan, lamanya waktu analisis dan mahalnya peralatan. Adapun kekurangan yang sering dijumpai dalam metode MBAS adalah dalam hal subjektivitas penentuan titik akhir titrasi.
Metode alternatif penentuan surfaktan yang sampai sekarang masih banyak dipelajari adalah metode potensiometri. Pengembangan metode ini didasarkan pada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh sensor potensiometri untuk pengukuran berbagai macam analit, seperti rentang kelinieran kurva yang lebar, batas deteksi yang rendah, dan waktu respon yang pendek. Selain itu, sensor potensiometri juga dapat memiliki dimensi yang sangat kecil, sehingga mudah dibawa (portable) dan hanya memerlukan sedikit larutan standar dan sampel (Christian, 1996; Cattrall, 1997). Dalam metode ini, pengukuran kandungan surfaktan dalam larutan sampel didasarkan pada respon potensial elektrode yang berbanding lurus dengan aktivitas (atau konsentrasi) surfaktan.
1
Pengukuran secara potensiometri memerlukan sebuah elektrode penunjuk (indicator electrode) yang merespon ion analit secara selektif, dan sebuah elektrode pembanding (reference electrode). Konstruksi suatu elektrode penunjuk, sering disebut sebagai elektrode selektif ion (ESI), pada umumnya mengikuti dua tipe, yaitu tipe tabung dan kawat terlapis. Kedua elektrode tipe ini menggunakan suatu membran polimer tempat berlangsungnya reaksi-reaksi pertukaran ion, yaitu antara ion-ion analit dalam larutan yang diukur dengan ion-ion sejenis dalam membran. Reaksi ini berlangsung pada antarmuka membran dan larutan dalam suatu sistem kesetimbangan.
Elektrode selektif ion tipe tabung biasanya berdiameter 1,0 – 1,5 cm dengan panjang 10 – 15 cm, sehingga dalam penggunaannya diperlukan larutan sampel yang cukup banyak. Membran sensor yang digunakan memiliki ketebalan tertentu dan biasanya dibuat dari campuran yang terdiri dari polivinil klorida (PVC), bahan pemlastis (plastisizer), dan ionofor yang dilarutkan dalam tetrahidrofuran (THF). (Cutler et al., 1977; Cullum, 1994; Vytras et al., 1997). Dengan bahan membran seperti itu, diperlukan kecermatan yang tinggi dalam proses pencetakan dan penempelannya, agar diperoleh membran polimer yang mampu merespon ion analit secara sensitif, selektif, cepat dan bersifat dapat ulang. Akan tetapi, PVC bersifat nonkonduktif, sehingga pada batas ketebalan tertentu, elektrode dengan membran PVC memberikan waktu respon yang relatif lama. Elektrode tipe tabung berisi larutan elektrolit dalam (inner solution) tempat tercelupnya elektrode pembanding dalam, misalnya elektrode Ag│AgCl. Bila pada membran terjadi kebocoran, maka elektrode akan mudah mengalami kerusakan. Sampai saat ini, elektrode tipe tabung masih banyak dikembangkan, karena penggunaannya mudah dan memiliki respon dengan sensitivitas, selektivitas dan kedapat-ulangan yang baik.
Elektrode tipe kawat terlapis dikembangkan untuk mengatasi beberapa masalah yang terjadi pada elektrode tipe tabung. Elektrode tipe kawat terlapis memiliki ukuran yang kecil, sehingga dapat digunakan dalam pengukuran intraseluler (James et al., 1972). Di samping itu, pengukuran dengan menggunakan elektrode
2
kawat terlapis jauh lebih hemat daripada pengukuran menggunakan elektrode tipe tabung, karena ukuran elektrode tipe kawat terlapis jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran elektrode tipe tabung. Bahkan dimungkinkan untuk membuat elektrode kawat terlapis dengan diameter kurang dari 1,0 mm.
Pelapisan elektrode dengan polimer nonkonduktif dengan ketebalan tertentu dapat dilakukan dengan cara mencelupkan elektrode kawat logam ke dalam larutan polimer dengan komposisi tertentu (Vytras, 1991). Beberapa sensor potensiometri yang berhasil dikembangkan adalah elektrode kawat platina yang dilapisi dengan membran PVC berisi bahan pemlastis dioktil ftalat (DOP) atau o-nitrofenil oktil eter (o-NPOE) dan ionofor aliquot 336S untuk pengukuran anion-anion perklorat, klorida, bromida, iodida, benzoat, asetat, sulfat dan salisilat (James et al., 1972; Segui
et
al.,
2004)
atau
ionofor
7,13-bis(n-oktil)-1,4,10
trioksa-7,13
diazasiklopentadekana untuk pengukuran beberapa surfaktan anionik (Segui, et al., 2004). Kekurangan elektrode jenis ini adalah dalam hal pelarutan PVC, penentuan komposisi membran dan pembuatan ionofornya yang agak rumit. Di samping itu, membran PVC telah terbukti mempunyai respon yang kurang baik terhadap surfaktan anionik (Fukui et al., 2003).
Upaya pengembangan ESI dengan kinerja yang lebih baik masih terus dipelajari, di antaranya adalah dalam hal pembuatan ESI berlapis polimer konduktif (Quan et al., 2001; Mostafa, 2001). Pelapisan elektrode dengan polimer ini dapat dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik. Dengan teknik ini, proses perpindahan elektron selama elektropolimerisasi atau deposisi membran dapat dipelajari dari voltamogram yang diperoleh. Elektropolimerisasi dilakukan pada rentang potensial, laju pindai dan jumlah pemindaian tertentu. Hal ini tergantung pada keberadaan ionofor, pH larutan, elektrolit pendukung dan monomer yang dielektropolimerisasi (Sadki et al., 2000; Quan et al, 2001; Volf et al., 2002). Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada komposisi kimia dan karakter film polimer yang terbentuk pada permukaan elektrode, yang selanjutnya berpengaruh pada karakteristik potensiometri elektrode (Michalska et al., 1997). Karakteristik potensiometri suatu elektrode kawat logam terlapis polimer
3
konduktif juga dipengaruhi oleh sistem pengkondisian elektrode, seperti waktu perendaman dan konsentrasi larutan perendam yang digunakan, dan pH larutan analit (Hutchins and Bachas, 1995; Michalska et al., 1997).
Polimer konduktif yang saat ini banyak dikembangkan sebagai membran sensor elektrokimia adalah polianilin, polipirol dan politiofen. Elektrode kawat platina terlapis polianilin untuk pengukuran surfaktan natrium dodesil sulfat (NaDS) memiliki sensitivitas dan selektivitas yang baik dalam rentang konsentrasi 1,0 x 10-9 – 3,0 x 10-6 M, batas deteksi 1,0 x 10-9 M dan faktor Nernst 59,0 ± 2,3 mV/dekade. Namun demikian, selektivitas elektrode terhadap surfaktan-surfaktan anionik yang lain dan pengaruh morfologi film polianilin terhadap karakteristik potensiometri elektrode belum diungkap (Mousavi et al., 2002). Di samping itu, proses modifikasi elektrode ini memerlukan waktu yang lama, karena elektrode yang paling baik ternyata baru diperoleh lewat elektropolimerisasi dengan pemindaian potensial sebanyak 400 siklus.
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan elektrode kawat platina berlapis polipirol untuk pengukuran surfaktan natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS) menunjukkan hasil pengukuran dan selektivitas yang baik terhadap anion DBStanpa mengalami gangguan dengan adanya anion anorganik maupun surfaktan oktil sulfat (OS-). Namun, adanya anion dodesil sulfat (DS-) dan tetradesil sulfat (TS-) dalam pengukuran anion DBS- memberikan gangguan selektivitas yang cukup bermakna, dengan koefisien selektivitas berturut-turut 0,3 dan 2,8 (Dastjerdi, 2004). Elektrode ini memberikan respon potensial yang berbanding lurus dengan konsentrasi anion DBS- dalam rentang konsentrasi 3,0 x 10-6 – 1,1 x 10-3 M, dengan batas deteksi 2,5 x 10-6 M. Dengan demikian, terlihat bahwa elektrode ini memiliki kinerja yang kurang baik dibandingkan dengan elektrode selektif NaDS di atas. Beberapa kekurangan elektrode ini dimungkinkan berkaitan dengan perbedaan prosedur dan bahan yang digunakan untuk penyiapan elektrode. Dalam penelitian ini juga belum diungkap kaitan antara morfologi membran polipirol dengan karakteristik potensiometri elektrode.
4
Sementara itu, telah ditemukan pula bahwa konduktivitas polipirol dipengaruhi oleh spesi yang terjebak dalam matriks membran polipirol. Membran polipirol yang mengandung surfaktan anionik terbukti memiliki konduktivitas yang lebih tinggi daripada membran yang mengandung surfaktan kationik, surfaktan nonionik, anion klorida dan anion sulfat (Omastova et al., 2003). Kenaikan konduktivitas membran berpengaruh terhadap peningkatan laju perpindahan elektron yang melewati membran konduktif. Oleh karena itu, elektrode kawat logam yang dilapisi dengan membran polipirol yang mengandung anion surfaktan akan mampu merespon anion surfaktan dengan waktu yang singkat. Dalam hal ini, anion surfaktan yang terjebak ke dalam membran polipirol berperan sebagai ionofor penukar anion. Namun demikian, sampai sekarang belum pernah diungkap kaitan antara konduktivitas membran dengan sensitivitas dan waktu respon elektrode.
Dalam hal pengukuran kandungan surfaktan anionik dengan elektrode selektif ion (elektrode penunjuk), respon potensial yang terukur diperoleh dari mekanisme redoks
antara
elektrode
penunjuk
dengan
elektrode
pembanding
dan
kesetimbangan antarmuka elektrode dan larutan analit yang timbul. Dalam hal ini, terjadi reaksi pertukaran antara anion ionofor dalam membran polipirol dengan anion yang sama dari surfaktan analit. Jika reaksi redoks menghasilkan perbedaan potensial yang tetap dan konsentrasi anion ionofor dalam membran polipirol tidak berubah, maka berdasarkan persamaan Nernst, besarnya potensial sel yang terukur hanya dipengaruhi oleh konsentrasi anion surfaktan dalam larutan sampel.
Bila dalam larutan sampel terdapat anion-anion lain, reaksi pertukaran antara anion ionofor dengan anion-anion lain pada antarmuka elektrode dan larutan juga akan terjadi. Hal ini memberikan kontribusi pada respon potensial yang terukur. Oleh karena itu, perlu ditentukan koefisien selektivitas elektrode terhadap analit dengan adanya anion-anion pengganggu (interferents) tersebut.
5
I.2 Lingkup Permasalahan, Hipotesis dan Tujuan Penelitian I.2.1 Lingkup permasalahan Sampai saat ini, penggunaan kawat emas berlapis polipirol sebagai sensor surfaktan anionik belum pernah dikaji, padahal kawat emas memiliki konduktivitas yang tinggi, sedangkan polipirol mudah dielektropolimerisasi serta tidak beracun (Hussain and Kumar, 2003). Di samping itu, logam emas bersifat lunak dan berpori, sehingga polipirol yang terdeposisi pada permukaan logam emas akan menempel relatif kuat.
Dalam penelitian ini, kajian teoretis dan
empiris akan difokuskan pada proses penyiapan elektrode sensor surfaktan NaDS, NaOS, dan NaDBS dari bahan kawat emas berlapis polipirol. Proses pelapisan elektrode dengan polipirol dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik.
Pada proses elektropolimerisasi pirol, beberapa permasalahan yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah: (1) Pirol bersifat mudah larut dalam air dan mengalami reaksi redoks. Oksidasi berlebih akan terjadi apabila air turut mengalami reaksi redoks selama proses elektropolimerisasi, sehingga polipirol yang terbentuk kurang konduktif. (2) Oksidasi berlebih juga dapat terjadi bila elektropolimerisasi berlangsung pada pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. (3) Elektropolimerisasi pirol pada laju pindai yang terlalu lambat memungkinkan radikal kation pirol yang terbentuk bereaksi dengan air. Sebaliknya, elektropolimerisasi dengan laju pindai yang terlalu cepat dapat menghasilkan radikal kation dalam jumlah yang melimpah, sehingga reaksi dengan air juga tidak bisa dihindari. (4) Elektropolimerisasi hanya dapat berlangsung bila sistem larutan yang digunakan mengandung elektrolit pendukung. Jenis dan konsentrasi elektrolit pendukung berpengaruh terhadap morfologi polipirol yang terbentuk. (5) Proses elektropolimerisasi memerlukan waktu yang lama, bergantung pada konsentrasi pirol, laju pindai dan ketebalan membran yang dikehendaki.
6
Adapun
beberapa
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
karakteristik
potensiometri elektrode kawat terlapis polipirol untuk sensor surfaktan anionik adalah: (1) Polipirol, sebagai komponen terpenting dalam elektrode sensor surfaktan anion, dapat merespon ion apapun dalam larutan, sehingga untuk mendapatkan membran sensor surfaktan anionik yang selektif harus disisipkan ionofor spesifik yang sesuai dengan spesi analit utama yang diukur. Namun demikian, secara prinsip, semua ion dapat terjebak dalam membran, baik melalui mekanisme pembentukan ikatan ion maupun adsorpsi. (2) Karakteristik membran polipirol yang rapuh dapat menyebabkan respon potensial elektrode tidak stabil, sehingga sensitivitas yang sesuai dengan hukum Nernst, selektivitas dan kedapatulangan yang baik relatif sulit dicapai.
I.2.2 Hipotesis (1) Proses pelapisan elektrode kawat emas dengan polipirol dapat dilakukan melalui pengendalian proses redoks yang berlangsung dengan menggunakan teknik voltametri siklik. (2) Reaksi oksidasi berlebih dapat dihindari dengan melakukan proses elektropolimerisasi pirol pada rentang potensial dan laju pindai yang tidak memungkinkan terjadinya reaksi redoks dari molekul-molekul air dan reaksi antara pirol atau kation-kation pirol dengan molekul air. (3) Parameter voltametri siklik dan komposisi media elektropolimerisasi yang digunakan dalam proses elektropolimerisasi pirol berpengaruh terhadap morfologi membran polipirol. (4) Sensitivitas yang mengikuti hukum Nernst dan selektivitas elektrode yang baik dapat diperoleh melalui penyisipan ionofor spesifik dalam membran polipirol selama elektropolimerisasi berlangsung. (5) Sistem pengkondisian elektrode berpengaruh terhadap sensitivitas elektrode. (6) Ada keterkaitan antara konduktivitas dan morfologi membran polipirol dengan karakteristik potensiometri, khususnya sensitivitas dan waktu respon elektrode.
7
I.2.3 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses deposisi membran polipirol pada permukaan kawat emas untuk dimanfaatkan sebagai elektrode sensor anion surfaktan DS- (Au-PPy-DS), OS- (Au-PPy-OS) dan DBS- (Au-PPy-DBS). Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh parameter voltametri siklik, komposisi media elektropolimerisasi, sistem pengkondisian dan konduktivitas serta morfologi membran polipirol terhadap beberapa karakteristik potensiometri elektrode yang dihasilkan.
Tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Deposisi polipirol pada permukaan kawat emas lewat elektropolimerisasi pirol dengan teknik voltametri siklik pada rentang potensial, laju pindai dan jumlah pemindaian yang bervariasi. (2) Penentuan komposisi media elektropolimerisasi dan sistem pengkondisian elektrode untuk mendapatkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas sesuai dengan hukum Nernst. (3) Penentuan karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-DS, Au-PPy-OS dan Au-PPy-DBS. (4) Analisis keterkaitan antara konduktivitas dan morfologi membran polipirol dengan sensitivitas dan waktu respon elektrode. (5) Mengukur konsentrasi surfaktan NaDS, NaOS, dan NaDBS dalam sampel air dengan metode potensiometri.
I.3 Cara Pendekatan dan Metode Penelitian yang Digunakan Proses pelapisan elektrode kawat emas dengan polipirol dilakukan lewat elektropolimerisasi menggunakan teknik voltametri siklik. Elektropolimerisasi dilakukan dalam sel berukuran 10 mL yang berisi larutan pirol, ionofor dan elektrolit pendukung, dengan menggunakan tiga buah elektrode, yaitu elektrode kawat emas berdiameter 1,0 mm sebagai elektrode kerja (working electrode), elektrode kawat platina berdiameter 0,1 mm sebagai elektrode bantu (auxiliary electrode) dan elektrode Ag│AgCl sebagai elektrode pembanding (reference electrode). Morfologi membran polipirol yang diperoleh diamati dengan
8
menggunakan scanning electron microscope (SEM). Elektrode kawat terlapis ini selanjutnya digunakan untuk pengukuran surfaktan NaDS, NaOS dan NaDBS secara potensiometri. Dalam pengukuran ini, elektrode pembanding yang digunakan adalah elektrode kalomel jenuh (Hg│Hg2Cl2).
I.4 Garis Besar Pelaksanaan Penelitian Dalam penelitian ini, elektrode sensor surfaktan anionik yang diteliti adalah elektrode tipe kawat terlapis, dengan menggunakan polipirol sebagai membran sensor anion. Tahap-tahap percobaan yang dilakukan dalam proses penyiapan elektrode adalah penentuan parameter voltametri siklik, komposisi media elektropolimerisasi dan sistem pengkondisian elektrode yang optimum. Setelah diperoleh elektrode dengan kinerja terbaik, dilakukan penentuan karakteristik potensiometri elektrode dan pengukuran surfaktan anionik dalam sampel air. Adapun elektrode yang dibuat ada tiga macam, yaitu elektrode sensor NaDS, NaOS dan NaDBS.
Penentuan kondisi optimum hanya dilakukan terhadap elektrode sensor NaDS, sedangkan dua buah elektrode yang lain disiapkan dengan menggunakan kondisi optimum untuk penyiapan elektrode sensor NaDS. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan dan karakterisasi setiap elektrode. Di samping itu, dengan penyiapan ketiga buah elektrode dengan menggunakan kondisi yang sama, maka kinerja ketiga elektrode tersebut dapat diperbandingkan.
I.5 Sistematika Disertasi Tubuh utama disertasi berisi Pendahuluan (Bab I) yang menjelaskan deskripsi topik dan latar belakang masalah, ruang lingkup permasalahan yang diteliti, hipotesis, tujuan penelitian dan garis besar pelaksanaan penelitian. Bab-bab berikutnya adalah Tinjauan Pustaka (Bab II), Metodologi Penelitian (Bab III), Hasil Penelitian dan Pembahasan (Bab IV) dan Kesimpulan (Bab V). Data pendukung dan cara pengolahan data yang penting dimuat dalam lampiran.
9