1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Analisis kebangkrutan penting dilakukan dengan pertimbangan kebangkrutan
suatu perusahaan yang go public akan merugikan banyak pihak. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah, investor yang berinvestasi dalam bentuk saham maupun obligasi, kreditur yang dirugikan karena terjadinya gagal bayar (default), karyawan perusahaan tersebut karena terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta manajemen perusahaan itu sendiri. Metode Wealth Added Index (WAI) dikembangkan oleh Stern Value Management dan merupakan indikator adanya kelebihan kekayaan yang dihasilkan diatas return minimal yang diharapkan pemegang saham atau investor. Harapan return itu sendiri berdasarkan potencial cost plus risiko yang ditanggung investor, yang kemudian diterjemahkan dalam Cost of Equity (CoE). Berdasarkan data WAI yang diperoleh 5 tahun terakhir dari SWA100 periode 2009-2013, terdapat 13 perusahaan yang selalu muncul dalam peringkat SWA100. Ke-13 perusahaan tersebut adalah Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), Holcim Indonesia Tbk. (SMCB), Fajar Surya Wisesa Tbk. (FASW), Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP), Astra Internasional Tbk. (ASII), Astra Otoparts Tbk. (AUTO), Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), Ultrajaya Milk Industry & Trading Co. Tbk. (ULTJ), Gudang Garam Tbk. (GGRM), HM Sampoerna Tbk. (HMSP), Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA), Kalbe Farma Tbk. (KLBF), dan Unilever Indonesia Tbk. (UNVR). Analisis laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah diterapkan.
2
Dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan maka dapat diketahui kondisi dan perkembangan financial perusahaan. Selain itu, juga dapat diketahu kelemahan serta hasil yang dianggap cukup baik dan potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. “Analisis laporan keuangan yang banyak digunakan adalah analisis rasio, analisis laporan keuangan hanya menekankan pada suatu aspek keuangan saja“ Darsono & Ashari (2005:102). Hal tersebut menjadikan kelemahan dari analisis laporan keuangan maka dari itu memerlukan suatu alat analisis untuk menggabungkan berbagai aspek keuangan tersebut, alat tersebut merupakan analisis kebangkrutan. Penelitian mengenai kebangkrutan cukup banyak dilakukan para akademisi dan peneliti. Dalam penelitian yang dilakukan Peter dan Yoseph (2011) Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005–2009 yang mengungkapkan bahwa Model Altman Z-score periode tersebut semua perusahaan berpotensi bangkrut, Springate hanya pada tahun 2007 dan 2008 yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan, sedangkan hasil dari Zmijewski tidak ada perusahaan yang berpotensi bangkrut. Dalam penelitian yang dilakukan Mokhamad Iqbal Dwi Nugroho dan Wisnu Mawardi (2012) Analisis Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi 1995 (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public di Indonesia Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2010) mengungkapkan bahwa dalam penelitian ini terdapat 10 perusahaan yang mengalami distress dan 78 perusahaan mengalami non distress. Sedangkan, dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia Safitri dan Ulil Hartono (2014) Uji Penerapan Model Prediksi Financial Distress Altman, Springate, Ohlson, dan Zmijewski Pada Perusahaan Sektor Keuangan di Bursa Efek Indonesia mengungkapkan bahwa Model dengan tingkat akurasi tertinggi yaitu model Springate. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh model Zmijewski, model Altman, dan model Ohlson. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kembali kebangkrutan dengan menggunakan model Altman, Springate, Zmijewski, dan Ohlson. Namun demikian penelitian ini
3
menggunakan model Altman yang ke tiga yaitu model Altman Modifikasi Z-Score dikarenakan penelitian ini mengambil populasi pada perusahaan manufaktur. Analisis kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan kebangkrutan akan sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Altman Z-Score Modifikasi, Springate, Zmijewski dan Ohlson merupakan model prediksi yang dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan (risiko) kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut. Dalam ke-empat model tersebut, terdapat beberapa indikator dari rasio-rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Salah satunya yaitu Working Capital to Total Asset yang merupakan salah satu indikator dari model analisis kebangkrutan Altman Modifikasi Z-Score, Springate, dan Ohlson. Selain itu Earning Before Interest And Tax to Total Asset yang merupakan indikator dari model analisis kebangkrutan Altman Modifikasi Z-Score dan Springate. Working Capital to Total Asset merupakan perbandingan antara rasio modal kerja dengan total aktiva, dimana nilai modal kerja merupakan selisih dari current asset dan current liabilities. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan dengan aktiva yang tersedia. Apabila aktiva lancar lebih besar dari hutang lancar (modal kerja positif), maka perusahaan dinyatakan liquid karena mampu membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo dan kelebihan aktiva lancar digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada industri manufaktur berhubungan dengan masalah kesulitan keuangan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rasio keuangan, salah satunya working capital to total assets yang ditunjukkan pada grafik berikut :
4
Grafik 1.1 Working Capital to Total Asset Pada Perusahaan Manufaktur Yang Termasuk Dalam Peringkat SWA100 Periode 2011-2013
Sumber : Hasil Pengolahan Data Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan perusahaan manufaktur periode 2011-2013 yang diukur menggunakan Working Capital to Total Asset berfluktuatif. Dalam grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai WCTA terbesar terdapat pada Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) pada tahun 2012 sebesar 53,44%. Hal ini berarti bahwa kelebihan aktiva lancar setelah membayar hutanghutang lancar perusahaan yang jatuh tempo adalah sebesar 53,44% dari total aktiva. Dari ke-13 perusahaan tersebut terdapat 3 perusahaan yang menunjukkan nilai negatif pada tahun-tahun tertentu, jika terdapt nilai negatif berarti perusahaan mempunyai
5
modal kerja bersih negatif (nilai hutang lancar lebih besar daripada harta lancar). Jadi nilai positif diartikan bahwa perusahaan kekurangan aktiva lancar untuk membayar hutang lancar yang jatuh tempo dari total aktiva perusahaan. Jika dilihat berdasarkan grafik persamaan linear dari ke-13 perusahaan tersebut terdapat 7 perusahaan yang mempunyai nilai X postif yang berarti kecenderungan naik. Perusahaan tersebut adalah INTP, FASW, INKP, AUTO, ULTJ, RMBA, dan UNVR. Sedangkan 6 perusahaan lainnya mempunyai nilai X negatif yang berarti kecenderungannya turun. Ke-6 perusahaan tersebut adalah SMCB, ASII, INDF, GGRM, HMSP, dan KLBF. Nilai X tersebut dapat mempengaruhi nilai Y. Jika nilai X tersebut negatif, maka perusahaan tersebut dapat diprediksikan sebagai perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan. Laba Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (Earning Before Interest and Tax to Total Asset) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari asset yang digunakan. Rasio ini mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aset perusahaan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada industri manufaktur berhubungan dengan masalah kesulitan keuangan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rasio keuangan, salah satunya yang ditunjukkan pada grafik berikut:
6
Grafik 1.2 Earning Before Interest and Tax to Total Asset Pada Perusahaan Manufaktur Yang Termasuk Dalam Peringkat SWA100 Periode 2011-2013
Sumber : Hasil Pengolahan Data Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan perusahaan manufaktur periode 2011-2013 yang diukur menggunakan Earning Before Interest and Tax to Total Asset. Dalam grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai terendah terdapat pada Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) pada tahun 2013 sebesar -10,85%. Tanda negatif ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari asset yang digunakan. Hal ini disebabkan tingginya biaya bahan baku dan biaya operasional. Sedangkan nilai terbesar terdapat pada HM. Sampoerna Tbk. (HMSP) pada tahun 2011 sebesar 54,93%.
7
Jika dilihat berdasarkan grafik persamaan linear dari ke-13 perusahaan tersebut terdapat 3 perusahaan yang mempunyai nilai X postif yang berarti kecenderungannya naik. Perusahaan tersebut adalah INKP, ULTJ, dan UNVR. Sedangkan 10 perusahaan mempunyai nilai X negatif yaitu perusahaan INTP, SMCB, FASW, ASII, AUTO, INDF, GGRM, HMSP, RMBA, dan KLBF. Nilai X tersebut dapat mempengaruhi nilai Y. Jika nilai X tersebut negatif, maka perusahaan tersebut dapat diprediksikan sebagai perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prediksi kebangkrutan terhadap perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100. Jadi untuk itu penulis mengambil judul “Analisis Perbandingan Prediksi Kebangkrutan Model Altman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dan Ohlson Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Dalam SWA100 Periode 2009-2013”. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana perkembangan rasio dan perbandingan prediksi kebangkrutan model Altman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013? 2. Bagaimana konsistensi prediksi kebangkrutan model Alman Modifikasi ZScore, Springate, Zmijewski, dan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013? 3. Apakah terdapat perbedaan prediksi kebangkrutan berdasarkan model Altman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013?
8
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bermaksud untuk memperoleh data dan informasi
yang diperlukan untuk menyusun skripsi yang harus dipenuhi oleh penulis dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perkembangan rasio dan mengetahui perusahaan mana yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan berdasarkan model Altman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013? 2. Bagaimana konsistensi prediksi kebangkrutan berdasarkan model Alman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013? 3. Apakah terdapat perbedaan prediksi kebangkrutan berdasarkan model Altman Modifikasi Z-Score, Springate, Zmijewski, dengan Ohlson pada perusahaan manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013? 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan agar bisa bermanfaat bagi berbagai pihak yang akan
menggunakannya, kegunaan yang penulis harapkan dengan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat melakukan evaluasi terhaadap kinerja perusahaan agar dapat mencegah kebangkrutan yang mungkin terjadi.
9
2. Bagi Calon Investor Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penanaman investasi yang akan dilakukan saat ini dan dimasa yang akan datang khususnya dalam mengetahui tingkat potensi kebangkrutan pada perusahaan. 3. Bagi Penulis Sebagai sarana bagi penulis untuk dapat memahami dan membandingkan teori yang didapatkan di perkuliahan dan kenyataannya yang ditemui di lapangan terutama dalam materi kebangkrutan yang menjadi topik penelitian ini. 4. Bagi Peneliti selanjutnya Penelitian ini sebagai referensi dan bahan pemikiran untuk menindaklanjuti penelitian ini sehingga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. 1.5
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif-komparatif. Menurut Nazir (2013:54) analisis deskriptif adalah : “Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.” Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lain. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Nazir (2013:58) memaparkan definisi penelitian komparatif adalah :
10
“Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari
jawab
secara
mendasar
tentang
sebab-akibat,
dengan
manganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya fenomena tertentu.” Dalam metode komparatif data yang dikumpulkan adalah setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai beerlangsung. Peneliti dapat meliha akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab-akibat dari data-data yang tersedia. 1.6
Waktu dan Tempat Lokasi penelitian yang dijadikan objek penelitian oleh penulis adalah sektor
manufaktur yang listing dalam SWA100 periode 2009-2013. Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang diteliti penulis menggunakan data sekunder yang diambil dari situs www.idx.com untuk mendapatkan laporan tahunan selama 5 tahun. Adapun waktu penelitian dilakukan dimulai dari bulan Februari 2015 sampai dengan selesai.