LAPORAN PENELITIAN “MODEL PENGUATAN KAPASITAS PPKBD DAN SUB PKBD PADA ERA OTONOMI DAERAH DALAM UPAYA MENJAGA KEBERLANGSUNGAN KESERTAAN BER-KB MASYARAKAT PROVINSI BENGKULU” BAB I PENDAHULUAN I.
LATAR BELAKANG Semenjak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dalam kenyataannya tidak setiap daerah termasuk Provinsi
Bengkulu
mampu
memenuhi
kebutuhan
dana
dalam
rangka
menjalankan roda pemerintahan. Dampak dari kondisi tersebut kebijakankebijakan
pembangunan
termasuk
kebijakan
pembangunan
KB
terjadi
perubahan karena disesuaikan dengan kemampuan daerah.
Sebelum tahun 2001 yakni sebelum program KB diserahkan ke Pemerintah Daerah, kebijakan pembangunan Program Keluarga Berencana Nasional dari tingkat pusat sampai tingkat lini lapangan masih ditentukan oleh BKKBN pusat, akan tetapi setelah tahun 2001 kebijakan KB diatur oleh daerah terutama di tingkat kabupaten/kota (yang diserahkan adalah kewenangan BKKBN untuk Kabupaten/Kota, untuk kewenangan tingkat Provinsi sampai saat ini belum diserahkan ke daerah dan masih ada di tangan BKKBN Pusat).
Kebijakan KB yang diatur oleh pemerintah daerah antara lain meliputi kebijakan pendanaan program, kelembagaan, ketenagaan sampai dengan kebijakan-kebijakan lain termasuk penentuan permintaan masyarakat mengenai peserta KB baik KB aktif maupun baru.
1
Di tingkat kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu, dari aspek kebijakan pendanaan program kurang memberi alokasai dana, karena keterbatasan dana. Dari aspek kelembagaan kurang memberi keluasan kewenangan penggarapan program, hal ini tergambar bahwa program KB pada tahun 2008 ditangani oleh Dinas PMD, KB dan Sosial.
Dari aspek ketenagaan, pemerintah kabupaten/kota kurang memberi perhatian, hal ini tergambar bahwa penempatan tenaga pimpinan untuk instutusi yang menggarap program KB (kepala di Kabupaten) ada yang bukan berlatar belakang/berpengalaman program KB, tenaga PPLKB dan PLKB dimutasikan ke instansi lain, disamping itu formasi PPLKB dan PLKB dibiarkan kosong atau diisi tenaga yang belum mempunyai pengalaman sama sekali. Meskipun adanya kondisi kebijakan seperti terungkap tersebut di atas,
hal
yang sungguh masih menggembirakan adalah: 1. Kesertaan KB masih cukup tinggi yakni pada tahun 2004 sebanyak 262.521 akseptor dan dari Laporan bulan Desember 2007 Pengendalian Lapangan *), Peserta KB Aktif sebesar 282.333 atau 94,11%, dengan prevalensi 84,32% 2. Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa eksistensi PPKBD dan Sub PPKBD masih ada dan masih beroperasi meskipun kurang terpelihara bahkan nyaris tidak mendapat pembinaan PLKB. 3. Pengetahuan dan kemauan masyarakat untuk ber-KB sangat tinggi meskipun relatif kurang kemampuan dan pembiayaan untuk mendapatkan alat kontrasepsi, hal ini menunjukan bahwa NKKBS masih membudaya di masyarakat. Berdasarkan kondisi kebijakan pemerintah, pengetahuan dan kemauan ber-KB, eksistensi PPKBD dan SubPPKBD, kurangnya jumlah dan lemahnya kinerja PLKB serta masih membudayanya NKKBS tersebut di atas.
*) Sumber IKAP BKKBN Propinsi Bengkulu
2
Peneliti mensinyalir bahwa “Keberadaan program KB di Provinsi Bengkulu dalam pencapaian dan pelayanan akseptor sangat ditentukan oleh keberhasilan institusi masyarakat di tingkat lini lapangan paling bawah yakni PPKBD dan SubPPKBD: Berdasarkan sinyalir tersebut, dalam rangka menjaga keberlangsungan kesertaan ber-KB di Provinsi Bengkulu salah satu terobosan baru yang perlu atau prioritas dilakukan adalah penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD. Terobosan ini perlu dilakukan karena tidak ada terobosan lain yang dapat dilakukan. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan secara cepat untuk menambah PLKB karena bukan kewenangan BKKBN, disamping itu suatu hal yang tidak mungkin dilakukan juga untuk mengoptimalkan kinerja PLKB yang ada dengan menambah dan memperluas cakupan wilayah kerja. Selanjutnya untuk mengemas penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD supaya tepat, perlu dituangkan dalam suatu model yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan masyarakat. Untuk mendapatkan model yang tepat, perlu dikaji terlebih dahulu melalui research dengan metodologi yang tepat. Akhirnya berkaitan dengan kebutuhan kajian model yang tepat, maka usulan penelitian berjudul: “Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD pada Era Otonomi Daerah dalam Upaya Menjaga Keberlangsungan Kesertaan ber-KB Masyarakat Provinsi Bengkulu”
II. TUJUAN PENELITIAN a. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan menjaga keberlangsungan kesertaan ber-KB masyarakat. b. Tujuan khusus Berkaitan dengan tujuan umum, tujuan khusus penelitian ini akan menemukan model penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD yang tepat dalam rangka menjaga keberlangsungan kesertaan berKB masyarakat.
3
III. TAHAPAN PENELITIAN
Tahap I pada tahun 2008 Mengidentifikasi gerak operasional PPKBD dan Sub PPKBD termasuk masalah dan keberhasilan dalam mencari akseptor baru, membina akseptor aktif, serta peran dan fungsi sebagai IMP. a. Melakukan assesmen kebutuhan kelancaran gerak operasional PPKBD dan sub PPKBD dalam menangani masalah dan menjaga keberhasilan mencari akseptor baru membina akseptor aktif, serta peran dan fungsi sebagai IMP. b. Membuat rancangan model penguatan fungsi PPKBD dan Sub PPKBD yang tepat, dibangun bersama masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat. Disamping itu, melakukan uji coba serta penetapan model.
Tahap II a. Mengoperasikan model dan pemantauan perkembangan pelaksanaan model b. Melakukan pengkajian hasil akhir (evaluasi) model. c. Penjajakan kebutuhan Peraturan Desa tentang penguatan PPKBD dan Sub PPKBD dalam rangka penggarapan KB di tingkat desa.
IV. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan penelitian Penelitian ini adalah participatory action research (PAR) yaitu penelitian yang ditindaklanjuti dengan aksi penanganan masalah. Tujuan utama dari tipe penelitian partisipatori adalah mendorong adanya perubahan sosial menuju pembebasan. Kolaborasi antara peneliti dan partisipan penelitian sangat erat, bahkan mulai dari dasar penentuan research questions, menyusun desain, instrumen, pengumpulan data, pengolahan, analisis data sampai menyusun
4
model tindakan sosial selalu bersama masyarakat (bertumpu pada kebutuhan masyarakat). Studi aksi partisipatif tentang model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD ini dirancang dalam 2 tahap. Kerangka kajian terhadap model ini merupakan suatu daur program, dimana awal pengkajian dimulai dari identifikasi
masalah
dan
kebutuhan
(tahap
penjajakan
kebutuhan),
perencanaan model, Intervensi, evaluasi model sampai dengan upaya penguatan status model sebagai lembaga publik desa.
Daur kajian terhadap Model Penguatan Kapasitas PPKBD sub PPKBD dapat digambarkan pada diagram berikut:
5
KERANGKA PIKIR Evaluasi SDM, Mekop, Jaringan Kelembagaa n
Tolok Ukur Keberhasilan: 1. Keberlangsungan KB Dan kesertaan KB Tinggi 2. 6 peran IMP Jalan 3. Mekanisme Operasional jalan
Identifikasi Penjajagan
Data Dasar: Kuantitas dan Kualitas
Rancang Model
Penguatan Kapasitas PPKBD dalam keberlangsun gan KB
Sasaran Intervensi 1. SDM 2. Metoda 3. Bahan 4. Dukungan 5. Mekanisme Operasional
Intervensi
Monev I Monev II
Dampak
Rentang kendali pada Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa berupa : Sosialisasi, Mekanisme, Dukungan, Pendanaan
6
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Seluma dengan alasan bahwa seluruh desa kabupaten Seluma tidak ada PPLKB dan PLKB, yang ada telah dimutasikan ke dinas/instansi lain dan tidak ada penggantinya. Pelaksanaan tugas PPLKB dirangkap oleh kepala seksi Kesejahteraan Sosial di kantor kecamatan` provinsi Bengkulu,
di
kelurahan/desa
pantai
dan
kelurahan/desa
yang
mayoritas
penduduknya asli Bengkulu yang pada umumnya masyarakat agraris dan masyarakat pendatang, dengan tujuan supaya diperoleh karakteristik model yang berbeda, sesuai kebutuhan masyarakatnya yang memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda antara masyarakat pantai dan masyarakat agraris serta pendatang.
3. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengurus PPKBD- sub PPKBD dan perangkat kelurahan/desa di wilayah kabupaten Seluma.
4. Sampel Penelitian Penentuan sampel menggunakan metode purporsive sampling, yakni ditentukan terlebih dahulu semua desa yang PUSnya cukup tinggi, terdapat PPKBD dan atau Sub PPKBD. Selanjutnya dari semua desa dimaksud dipilih 4 desa wilayah pantai dan 4 desa yang masyarakatnya agraris dan pendatang, dengan tujuan supaya diperoleh karakteristik model yang berbeda, sesuai kebutuhan masyarakatnya yang memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda antara masyarakat pantai dan masyarakat agraris serta pendatang.
5. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari para responden dengan menggunakan teknik diskusi kelompok terfokus (FGD) dan deep interview. Kemudian untuk data skunder yang berupa catatan dan pelaporan program KB daerah sasaran, diperoleh dengan cara penelusuran data di BKKBN baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
7
6. Metode Pengolahan data Pengolahan data dilakukan menurut kategori sebagai berikut: Data primer hasil penjajagan kebutuhan diolah menjadi: (a) organisasi masalah yang dihadapi PPKBD dan Sub PPKBD dalam pelayanan KB kepada masysrakat; (b) peta kebutuhan dan potensi komunitas kelurahan/desa dalam pelayanan KB. Data skunder diolah untuk mendapatkan gambaran kondisi yang menyebabkan terjadinya masalah pelayanan KB: akar permasalahan pelayanan KB, kemungkinan menanggulangi masalah itu dalam jangka pendek, potensi dan sumber sosial yang dapat dimanfaatkan untuk upaya penanggulangan masalah dan bagimana kiat keberhasilan pelayanan KB.
7. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif-kualitatif. Seluruh data yang terkumpul, baik data primer maupun data skunder dianalisa menggunakan cara berfikir induktif-deduktif dan sebaliknya, kemudian untuk rancangan analisis model penguatan PPKBD dan SubPPKBD, mengadopsi analisis Peran Fungsi IMP.
V.
OUTPUT/Luaran Kegiatan ini akan menghasilkan model penguatan kapasitas PPKBD Sub-PPKBD yang tepat berdasarkan pada kebutuhan dan potensi masyarakat kelurahan/desa dengan ukuran dapat melaksanakan peran dan fungsi sebagai IMP yang mandiri meskipun kurang dan atau tidak ada pembinaan dari PLKB.
VI.
OUTCOME/Manfaat Dengan model ini kesertaan berKB akan meningkat secara nyata, terjaminnya rasa aman bagi peserta KB baik dalam kebutuhan Alat Kontrasepsi maupun apabila terjadi komplikasi.
8
BAB II PELAKSANAAN I. Persiapan
Berdasarkan asumsi bahwa “Keberadaan program KB di Provinsi Bengkulu dalam pencapaian dan pelayanan KB sangat ditentukan oleh keberhasilan institusi masyarakat di tingkat lini lapangan paling bawah yakni PPKBD dan Sub PPKBD, sehingga dalam rangka menjaga keberlangsungan kesertaan ber-KB di Provinsi Bengkulu salah satu terobosan yang perlu atau menjadi prioritas untuk dilakukan adalah penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD. Untuk menguatkan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD dituangkan dalam suatu modell yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan masyarakat. Untuk mendapatkan model yang tepat maka perlu dikaji terlebih dahulu melalui research dengan metodologi yang tepat.
Dalam rangka kelancaran dari pelaksanaan penelitian tersebut dilakukan kegiatan pertemuan persiapan tingkat Propinsi untuk memantapkan pelaksanaan penelitian dilapangan untuk memperoleh kesepakatan dalam pelaksanaan penelitian; gambaran langkah-langkah pelaksanaan penelitian; dan kebutuhuan awal terhadap pelaksanaan penelitian. dari hasil pertemuan tersebut diperoleh kesimpulan :
1. Hipotesa awal “ Kabupaten Seluma memiliki potensi dalam keberlangsungan KB dengan kondisi PLKB tidak ada “ 2. Adanya putus lingkaran dalam penggarapan program KB antara kecamatan dengan desa yang dahulu dilakukan oleh PLKB, sehingga dalam penggarapan penelitian ini diharapkan adanya model penggarapan program KB dengan melihat kondisi yang ada dilapangan dengan alternatif outputnya meliputi: a. Tugas pokok PLKB dilaksanakan oleh Kepala Desa atau yang ditunjuk dalam musyawarah masyarakat desa. b. Tugas pokok PLKB ditambahkan atau dibebankan pada tugas PPKBD
9
3. Penelitian menggunakan Purposife sampling dimana sampel dipilih karena karakteristik tertentu yang dapat mewakili seluruh wilayah, dan penelitian bukan melakukan pembanding. Desa penelitian dalam pertemuan koordinasi telah ditentukan lokasi penelitian di Kabupaten Seluma dengan sampel 8 desa yang mewakili daerah pantai dan daerah agraris, yaitu :
a. Kecamatan Sukaraja : * Desa Riak Siabun * Sari Mulya b. Kecamatan Seluma Barat : * Purbasari * Talang Tinggi c. Kecamatan Seluma Selatan : * Pasar Seluma * Rimbo Kedui d. Kecamatan Semidang Alas Maras : * Desa Ketapang Baru * Desa Karang Anyar 4. Kapasitas yang ditingkatkan adalah kinerja dari PPKBD dan Sub PPKBD baik dalam pelayanan KB dan KS, KIE, pembinaan ke keluarga, membangun jaringan kerja sama dengan institusi lain.
II. Tahapan Penelitian
a. Tahap I pada tahun 2008 1. Mengidentifikasi gerak operasional PPKBD dan Sub PPKBD termasuk masalah dan keberhasilan dalam mencari akseptor baru, membina akseptor aktif, serta peran dan fungsi sebagai IMP.
10
a. Melakukan assesmen kebutuhan kelancaran gerak operasional PPKBD dan sub PPKBD dalam menangani masalah dan menjaga keberhasilan mencari akseptor baru membina akseptor aktif, serta peran dan fungsi sebagai IMP. b. Membuat rancangan model penguatan fungsi PPKBD dan Sub PPKBD yang tepat, dibangun bersama masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat. Disamping itu, melakukan uji coba serata penetapan model.
2. Melakukan pendekatan dengan Kepala Desa dan masyarakat dalam rangka menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan penelitian, melakukan inventarisasi subyek/warga
yang
memiliki
pengetahuan
dan
pengalaman
tentang
pelaksanaan KB diwilayahnya antara lain : a. Kepala Desa beserta perangkat yang ditunjuk b. Badan Perwakilan Desa (BPD) c. Kader (Ketua PPKBD dan Sub PPKBD ) d. Bidan Desa/Petugas Kesehatan e. Petugas KB (Korlap) f. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
b. Tahap II Tahun 2009 1. Mengoperasikan model dan pemantauan perkembangan pelaksanaan model 2. Melakukan pengkajian hasil akhir (evaluasi) model. 3. Penjajagan kebutuhan Peraturan Desa tentang penguatan PPKBD dan Sub PPKBD dalam rangka penggarapan KB di tingkat desa.
III. Penjajagan Kebutuhan Tujuan dari penjajagan kebutuhan tahap pertama diperoleh informasi secara mendalam mengenai pendapat, sikap dan perilaku masyarakat tentang kebutuhankebutuhan masyarakat dalam rangka menjaga keberlangsungan Program KB di
11
Masyarakat Provinsii Bengkulu pada umumnya dan secara khususnya wilayah sasaran penelitian. Sedangkan tujuan khusus dari penjajagan kebutuhan adalah : a. Mengidentifikasi sikap dan perilaku masyarakat tentang program KB era desentralisasi. b. Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat tentang KB era desentralisasi dalam keberlangsungan ber-KB. c. Merancang sistem pembinaan yang tepat oleh masyarakat itu sendiri. Hasil Penjajagan Kebutuhan tahap pertama: a. Pertemuan di Kantor KB, PP dan PMD Kabupaten Seluma : 1. Melakukan pendekatan dengan Kepala Desa dan masyarakat dalam rangka menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan penelitian, inventarisasi Sumber Daya Manusia yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan KB diwilayahnya antara lain : a. Kepala Desa beserta perangkat yang ditunjuk b. Badan Perwakilan Desa (BPD) c. Kader (Ketua PPKBD dan Sub PPKBD ) d. Bidan Desa/Petugas Kesehatan e. Petugas KB (Korlap) f. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama 2. PPKBD dan Sub PPKBD sejak 2001 tidak dibina oleh PLKB, tanpa PLKB Program Keluarga Berencana masih tetap dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu PPKBD dan Sub PPKBD tetap menjadi sumber informasi tentang KB. 3. Mulai tahun 2003 program KB di tingkat Kabupaten Seluma dikendalikan oleh Dinas PMD, KB dan Sosial, di tingkat kecamatan dilaksanakan oleh Koordinator Lapangan (sebagai penggantiPengawas PLKB) dari Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial yang berjumlahnya 14 orang untuk seluruh desa yang ada yaitu 146 desa atau 9,60 %, artinya 1 Koordinator Lapangan KB membina 10 desa wilayah pembinaan, dalam identifikasi pembinaan
12
ketingkat desa, tidak dapat menjangkau seluruh desa, sehingga intensitas dalam pembinaan terhadap Pos KB Desa sangat rendah. b. Pelaksanaan Identifikasi Kebutuhan pada 8 desa sasaran Hasil penjajagan kebutuhan yang telah dilakukan pada 8 desa sasaran penelitian menunjukkan : 1. Kesadaran masyarakat untuk ber-KB sudah tinggi. Masyarakat
telah
membandingkan
memperhitungkan
pendapatan
keluarga
keuntungan untuk
ber-KB
kebutuhan
anak
dengan seperti
sandang, pangan, kesehatan dan pendidikan.Kesertaan ber-KB 84,35 % dan PUS tidak ber-KB pada saat itu sebesar 330 orang 2. Kemampuan masyarakat untuk ber-KB Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ber-KB hanya 25% sisanya masyarakat kurang mampu menyediakan alat kontrasepsi. 3. Ketersediaan Alat Kontrasepsi di desa Baik Alat Kontrasepsi Program maupun mandiri untuk Suntik dan Pil didesa sasaran penelitian rata-rata kurang hanya 1% desa yang dapat memenuhi kebutuhan untuk Pil dan suntik. Penyaluran Alat Kontrasepsi ke PPKBD selama tahun 2007 rata-rata baru sekali sebanyak 1 kotak pil, Alat Kontrasepsi sejumlah tersebut sangat kurang 4. Kepengurusan Institusi Masyarakat Desa Keberadaan dari PPKBD dan Sub PPKBD masih berjalan yang ditunjuk oleh Kepala Desa dan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa. Pengurus berganti seiring dengan pergantian Kepala Desa, Ada 2 Desa atau 25% kepengurusan dibawah 1 tahun
dan 75% diatas 1 tahun, rata-rata
pendidikan SLTA. 5. Pembinaan dari tingkat atas Dari hasil penjajagan kebutuhan diperoleh informasi bahwa 25% tidak ada pembinaan dan 25 % kurang mendapat pembinaan dan 50% merasa cukup 13
memperoleh pembinaan dari Koordinator Lapangan, sedangkan dari Kabupaten
semua
desa
sasaran
penelitian
menyatakan
tidak
ada
pembinaan, untuk pembinaan dari Kepala Desa semua mengatakan ada. 6. Pertemuan PPKBD dan Sub PPKBD Pertemuan melalui rapat koordinasi desa dan pertemuan rutin bulanan antara PPKBD dengan kader dibawah tidak ada sejak pelimpahan kewenangan program KB ke Daerah 7. KIE dan Konseling KIE dan konseling yang dilakukan oleh PPKBD dan Sub PPKBD kepada PUS, Calon Akseptor, Akseptor 25% tidak dilakukan, sedang 75% dilakukan secara mandiri yaitu berdasarkan pengalaman pemakaian alat kontrasepsi (KB). Belum berstuktur. 8. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan yang berjalan adalah Pendataan Keluarga yang dilakukan setahun sekali sedangkan pencatatan dan pelaporan bulan ratarata tidak berjalan 9. Operasional IMP Operasional IMP yang ada dirasakan tidak cukup dan tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini
Hasil identifikasi penjajagan kebutuhan tersebut secara terinci dapat dilihat pada matrik sebagai berikut:
14
Hasil Identifikasi masalah Tahap Pertama
No 1 2 3
4
Uraian Kesadaran Masyarakat ber-KB Kemampuan Masyarakat untuk ber-KB Ketersediaan alkon a. Program b. Mandiri
11
Kepengurusan IMP Masih berjalan Baru ( dibawah 1 tahun ) Lama ( diatas 1 tahun ) Pembinaan dari Korlap Pembinaan dari Kabupaten Perhatian dari kepala desa Pertemuan PPKBD da Sub PPKBD KIE dan Konseling Pelaporan : Bulanan Pendataan Pencatatan
12 13
Operasional IMP Kelompok ekonomi produktif
5 6 7 8 9 10
Semindang Alas Maras Ketapang Karang Baru Anyar
Seluma Barat Purbosari Talang Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Cukup
Cukup
Kurang
Tinggi
Kurang
Kurang
Tinggi
Cukup
Kurang Cukup Berkemban g Berjalan
Kurang Cukup Berkemban g berjalan
Kurang Kurang Berkemban g Berjalan
Kurang Cukup Berkemban g Berjalan V
Kurang Kurang Berkemban g Berjalan
Kurang kurang Berkemban g berjalan
Kurang tinggi Berkemban g berjalan
Kurang cukup
V Cukup Tidak ada Tinggi
V Cukup Tidak ada Tinggi
V Tidak ada Tidak ada Tinggi
Tidak ada Tidak ada Tinggi
V Cukup Tidak ada Tinggi
V Cukup Tidak ada Tinggi
V Kurang Tidak ada Tinggi
Kurang Tidak ada Tinggi
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Kurang
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Mandiri
Tidak ada Kurang
Tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup tidak ada
Tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup Tidak ada
Tdk ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup tidak ada
tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup Tidak ada
Tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup tidak ada
Tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup tidak ada
Tdak ada Lancar Tidak ada Ada tidak cukup tidak ada
Tdak ada Lancar ada
Seluma Selatan Rimbo Pasar Kedui Seluma
Sukaraja Riak Sari Siabun Mulyo
berjalan V
tdak ada Tidak ada
15
IV. Model Intervensi
Berdasarkan proses Identifikasi kebutuhan dapat digali
kebutuhan sesuai
dengan harapan mempunyai daya ungkit penelitian yaitu tercipta model PPKBD dan Sub PPKBD yang mempunyai kapasitas : ‐ Dapat melakukan pembinaan kepada akseptor tanpa mendapat pembinaan dari PLKB, ‐ Mampu melakukan pencatatan pelaporan secara rutin , ‐ Mampu mengusahakan alat kontrasepsi mandiri tepat waktu, ‐ Mampu melakukan koordinasi dengan bidan, ‐ Mampu mengusahakan dana operasional melalui jasa usaha penjualan Alat Kontrasepsi mandiri, maka jenis intervensi sebagaii berikut: 1. Keberadaan PPKBD dan Sub PPKBD masih perlu dipertahankan bahkan diusulkan
untuk
ditingkatkan
intensitasnya.
Kepala
Desa
sebagai
pemerintah di tingkat desa bersedia memfasiliasi atas keberadaan PPKBD dalam pengorganisasiannya. Salah satu bentuk kepedulian Kepala Desa atas keberadaan PPKBD adalah memfasilitasi dengan menunjuk isterinya untuk menjadi Pembina. 2. Mengingat selama ini PPKBD tidak mendapat pembinaan dari PLKB dan petugas lain tingkat di atasnya, maka ada beberapa alternative pemecahaannya yaitu : a. Alternatif pertama
bahwa pembinaan PPKBD dapat dilakukan oleh
Kepala Desa selaku fasilitator dan oleh Tim Penggerak PKK desa. b. Alternatif kedua adalah bahwa PPKBD ditingkatkan kemampuannya dan cakupan kerjanya menjangkau sebagian dari cakupan PLKB. Selanjutnya, untuk memperkuat eksistensi PPKBD perlu dibakukan dalam bentuk ketetapan desa. 3. Hal-hal yang diperlukan dalam rangka menjadikan Kepala Desa atau PPKBD sebagai pengganti PLKB adalah : Peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan atau orientasi yang perlu misalnya pengetahuan KB
16
era
baru,
kesehatan
kemandirian
dalam
reproduksi,
usaha
Alat
pencatatan
pelaporan,
strategi
Kontrasepsi
sederhana,
strategi
penyuluhan. 4. Untuk memberi semangat atas kurangnya perhatian dari pihak terkait diharapkan support, motivasi dalam bentuk perhatian dari Kepala Desa dalam pembinaan PPKBD dan Sub PPKBD dan pemberian seragam sebagai jati diri dan identitas sebagai kader yang diakui. 5. Pemberian biaya operasional PPKBD secara rutin berapapun jumlahnya per bulan. Selama tahun 2008 belum mendapatkan biaya operasional, dalam catatan anggaran di BKKBN Provinsi masih ada biaya, kalau memang ada diharapkan dapat disalurkan untuk administrasi (perlu photo copy dan sebagainya) 6. Penyaluran
Alat
Kontrasepsi,
harapannya
PPKBD
dikuatkan
kemampuannya untuk dapat modal membeli Alat Kontrasepsi dan akan dikelola sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat 7. Berhubung pembinaan PLKB tidak ada, maka pada desa yang sanggup membina akseptor melalui petugas lain ( Kepala Desa, PKK, bidan dan sebagainya
)
diharapkan
dipersiapkan
untuk
mampu
melakukan
pembinaan secara rutin sebagaimana selama ini mereka sudah aktif melakukan pembinaan. 8. Harapan perangkat desa kepada BKKBN bahwa untuk menambah motivasi, support untuk memacu semangat PPKBD bisa meningkat, maka sesekali perlu dikunjungi atau dipantau kinerjanya. Dari identifikasi kebutuhan, maka matrik model intervensi sebagai berikut :
17
KONDISI SEBENARNYA DI LAPANGAN 1
Kesadaran Masyarakat ber-KB
2
Kemampuan Masyarakat untuk ber-KB
3
Ketersediaan Alat Kontrasepsi a. Program
b. Mandiri
Tinggi
Meskipun tanpa pembinaan dari petugas KB
Cukup
Tetap akan berKB meskipun tidak dibina Karena tahu manfaat positif KB
Kurang
Kurang
4
Pembinaan dari Korlap
Kurang
5
Pembinaan dari Kabupaten
Tdak ada
6
Perhatian dari kepala desa
Tinggi
7
Kepengurusan IMP PKBD sub PKBD
Masih berjalan
Baru ( dibawah 1 tahun )
Sebagian besar
Lama ( diatas 1 tahun )
Sebagaian kecil
Pertemuan PPKBD da Sub PPKBD
Tdak ada
8
1 th 1 kali dapat droping, sangat kurang Tidak tersedia tepat waktu, hrs menunggu dari bidan Tidak mengenai sasaran karena tugas Korlap tidak hanya KB. Latar belakang bukan orang BKKBN perlu pelatihan Petugas Kab. Hanya Yuharni dan Rozali KIE KB tetap berjalan karena merupakan point keberhasilan desa
Rata-rat dibwah 1 th Hanya beberapa desa ada yang lebih 1 th bahkan sejak 1980 an
Tidak ada yang menggerakan
KEBUTUHAN PPKBD dapat melakukan pembinaan sbg pengganti PLKB Minta pengakuan dari kabupaten, propinsi tentang keberhasilan program KB. Harap disediakan untuk yang miskin Tersedia alkon sederhana tepat jumlah dan waktu dibutuhkan Sesekali minta dibina dari kabupaten dan atau propinsi untuk meningkatkan motivasi
Kades perlu dilatih tentang prog KB karena sebagai besar kades baru MODEL: PPKBD ditingkatkan kapasitasnya supaya dapat melakukan pembinaan kepada akseptor tanpa mendapat pembinaan dari PLKB, mampu melakukan pencatatan pelaporan, mampu 18
mengusahakan alkon mandiri tepat waktu, mampu melakukan koordinasi dengan bidan, mampu mengusahakan dana operasional IPM melalui jasa usaha penjualan alkon mandiri. 9 KIE dan Konseling 10 Pelaporan :
Mandiri
Bulanan
Tdak ada
Pendataan
Lancar
11 Pencatatan
Tdak ada
12 Dana Operasional IMP
Ada
13 Kelompok ekonomi produktif
tdak ada
. Tdk ada sasaran pelaporan. Mekanisme mati. 1 Thn 1 Kali Hanya pada catatan bidan Sangat kecil tidak sesuai dengan beban kerja, tidak usah lagi karena tidak ada artinya. Tidak ada yang membina
Segera dibentuk untuk mendukung ketersediaan alkon
V. Intervensi Tahap Pertama Dalam rangka meningkatkan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD supaya dapat melakukan pembinaan kepada akseptor tanpa mendapatkan pembinaan dari PLKB, mampu melakukan pencatatan pelaporan, mampu mengusahakan alat kontrasepsi mandiri tepat waktu, mampu melakukan koordinasi dengan bidan, mampu mengusahakan dana operasional Institusi Masyarakat Pedesaan melalui jasa usaha penjualan alat kontrasepsi mandiri.Sehingga rencana intervensi adalah:
19
1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui orientasi pada kader Institusi Masyarakat Pedesaan serta pengelola dan pelaksanaan termasuk Kepala Desa 2. Meningkatkan peran dan fungsi IMP dalam keberlangsungan ber-KB di desa 3. Memberikan dukungan operasional selama kegiatan penelitian sebagai motivasi dalam kegiatan Program KB 4. Menghidupkan kembali pertemuan bulan 5. Menyederhakan pencatatan dan pelaporan 6. Menyederhanakan Mekanisme Operasional Pelaksanaan Program KB di Desa sasaran menyangkut KIE, Rujukan, Pelayanan KB dan Laporan Bulanan 7. Pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi dalam rangka memberikan KIE dan konseling terutama IMP 8. Peningkatan kemandirian, dengan mendorongkan kegiatan ekonomi keluarga melalui pembentukan UPPKS, selain meningkatkan ekonomi keluarga juga membantu Pasangan Usia Subur memenuhi kebutuhan alat kontrasepsi melalui kelompok UPPKS tersebut. 9. Memonitor distribusi alat kontrasepsi terutama Suntik, Pil dan Kondom dalam mengatasi kebutuhan akan KB didesa,.
VI. Monitoring dan Evaluasi Tahap Pertama
1. Rumusan Permasalahan Pelaksanaan Monitoring untuk melihat pelaksanaan intervensi dan hambatan serta faktor pendukung dalam kegiatan penelitian yang meliputi peningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan dari PPKBD dan Sub PPKBD didaerah sasaran penelitian, perbaikan mekanisme operasional, penguatan jaringan lembaga di desa, ekonomi produktif dan pendekatkan akses pelayanan bermitra dengan Bidan Desa sehingga 6 peran IMP dapat berjalan, kegiatan UPPKS dalam rangka pengadaan alat kontrasepsi secara mandiri. Dengan demikian diharapkan adanya berbagai upaya yang bisa memacu proses berjalannya mekanisme dengan baik, maka ditentukan sasaran 20
monitoring untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai pelaksanaan kegiatan yang meliputi : a. Kegiatan pembekalan/orientasi dilaksanakan b. Penerapan intervensi dan kelanjutannya c. Pelayanan KIE dan Pelayanan KB oleh PPKBD dan Sub PPKBD dan Bidan Desa d. Motivasi dan Rujukan. e. Pencatatan dan pelaporan f. Mekanisme operasional dan pemenuhan kebutuhan Alat kontrasepsi secara mandiri
2. Hasil Monitoring dan Evaluasi Tahap I Pelaksanaan monitoring dilakukan dengan beberapa tahap yaitu dari tahap persiapan, sampai dengan tahap pelaksanaan intervensi :
A. Tahap Persiapan :
1. Pertemuan Koordinasi Kegiatan pertemuan persiapan intervensi Penelitian Operasional telah dilaksanakan antara Tim Penenliti dari Universitas dengan BKKBN Propinsi
Bengkulu
merumuskan
tujuan
dan
SKPD
dan
KB
Kabupaten
langkah-langkah
Seluma
intervensi
untuk dengan
mempedomani hasil penjajagan kebutuhan di lapangan. Hasil rumusan pertemuan telah ditetapkan rencana dari intervensi, disain media , kegiatan orientasi, pengembangan ekonomi produktif. 2. Pembuatan Pedoman, Desain Materi Kegiatan ini telah dilaksanakan secara dukungan administrasi dan sumber daya serta telah dilakukan desain materi terutama untuk bahan orientasi berupa 6 peran Institusi Masyarakat Pedesaan, 6 peran Kepala Desa, perihal alat kontrasepsi, 10 langkah PLKB, Pencatatan dan Pelaporan PPKBD dan Sub PPKBD, kegiatan UPPKS . 21
B. Tahapan Intervensi
1. Kegiatan Orientasi/Pembekalan a. Pembekalan/orientasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam keberlangsungan program KB telah dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan rapat dalam menentukan intervensi, dengan peserta PPKBD dan Sub PPKBD, Kepala Desa, Bidan Desa, Koordinator lapangan dengan nara sumber dari BKKBN Propinsi Bengkulu terdiri dari Pejabat Eselon III dan
Eselon
IV
serta
Widiaiswara,
SKPD
Program
KB
Kabupaten/Kota. 2. Tingkat Pengetahuan dari Peserta Orientasi Pada awal kegiatan melalui penjajagan kebutuhan diketahui tingkat pemahaman dari PPKBD dan Sub PPKBD, Bidan Desa, Kepala Desa dan Koordinator lapangan terhadap Program KB era baru masih lemah. Pemahaman PPKBD dan Sub PPKBD yang klasifikasi berkembang terhadap 6 peran Institusi Masyarakat Perdesaan masih taraf kegiatan . Setelah dilakukan intervensi adanya perubahan terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan baik pada IMP, Kepala Desa, Bidan dan Korlap. 3. Kegiatan KIE dan Rujukan Kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi dan rujukan telah dapat dilaksanakan melalui pertemuan kegiatan desa terutama Posyandu, Arisan, pengajian, tempat jamuan dari rumah ke rumah dengan menggunakan bahan KIE yang ada. PPKBD dan Sub PPKBD telah dapat melakukan penyuluhan tentang Program KB dalam rangka mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, terutama tentang alat kontrasepsi dibantu oleh Bidan Desa serta membantu mengantarkan calon peserta KB dan peserta KB aktif yang mengalami komplikasi atau kegagalan pada bidan desa.
22
4. Kegiatan Ekonomi Produktif Kegiatan ekonomi produktif yang mempunyai manfaat yang besar baru 5 desa mengaktifkan kembali kelompok UPPKS, 3 desa melakukan pembentukan baru. Pada akhir kegiatan penelitian Tahap Pertama diharapkan UPPKS segera keluar pinjaman dan dapat segera melakukan usaha ekonomi produktif disamping itu PPKBD usaha penyediaan Alat Kontrasepsi sederhana yang dapat disiapkan untuk akseptor dan calon akseptor, peningkatan ekonomi keluarga, penambahan operasional PPKBD dan Sub PPKBD. Suplemen dana belum dapat cair karena ada beberapa desa yang terlambat mengumpulkan data basis ke BKKBN Propinsi. 5. Pemenuhan Kebutuhan alat kontrasepsi Salah satu permasalahan mendasar tentang kesertaan ber-KB adalah masalah alat kontrasepsi, dimana kemampuan pemerintah untuk mengadakan alat kontrasepsi program menurun dan keadaan dari masyarakat miskin yang membutuhkan akan KB sangat tinggi, bila kondisi tidak segera diatasi maka akan terjadi peledakan pendudukan disebabkan angka kelahiran tinggi, salah satu tujuan dari penelitian ini desa sasaran wilayah penelitian dapat mengadakan sendiri alat kontrasepsi secara mandiri kerja sama dengan Bidan Desa melalui permodalan dari sebagian dana UPPKS, dan hal ini dapat dijalan oleh sebagian desa wilayah sasaran penelitian. 6. Keadaan Kelembagaan Desa Kondisi awal dari kelembagaan Institusi Masyarakat Perdesaan sederhana, kelompok UPPKS tidak ada atau tidak aktif kembali, dan kegiatan di desa
dalam pengelolaan Program KB tidak ada.setelah
diberikan intervensi pada bulan November 2008 saat dilakukan monitoring ada perubahan, dimana kelompok UPPKS dibentuk kembali dengan bimbingan dari Koordinator Lapangan dan Kepala Desa, serta mulai mengajukan peminjaman, kegiatan pengelolaan Program KB di Desa sasaran mulai berjalan serta secara mandiri. 23
7. Pencatatan dan Pelaporan dan Kesertaan ber-KB PPKBD telah mampu melakukan pencatatan secara rutin setiap bulannya meskipun sederhana, untuk pelaporan kesertaan ber-KB dalam mempercepat data dilakukan melalui SMS ke sekretariat penelitian. Kegiatan monitoring juga ingin mengetahui tentang perkembangan dari Pasangan Usia Subur, Kesertaan ber-KB, Pus Tidak ber-KB dengan kondisi sedang hamil dan tidak KB dengan beberapa alasan, yang merupakan kegiatan dari penyuluhan dan KIE serta pelayanan Kesehatan dan KB, serta rujukan dan ayoman dilakukan oleh Kepala Desa, PPKBD dan Sub PPKBD, dibantu dengan Bidan Desa serta komponen yang terkait di desa sasaran sebagaimana tujuan dari penelitian yaitu keberlangsungan Kesertaan ber-KB dari tahap awal dan setelah dilakukan intervensi. Data awal bulan maret 2008 dibandingkan dengan bulan Juli 2008 dan November 2008 setelah dilakukan intervensi Perkembangan Pasangan Usia Subur, Kesertaan ber-KB dan PUS tidak ber-KB dengan berbagai alasan selama 9 bulan pada 8 desa sasaran penelitian sebagai berikut :
a. Perkembangan Pasangan Usia Subur pada bulan Juli 2008 secara total Propinsi sebesar 78 atau 3,57% untuk tingkat Kecamatan perkembangan PUS terendah pada Kecamatan Seluma Barat sebesar 0,59 % dan tertinggi pada Kecamatan Seluma Selatan sebesar 9,43% dan pada bulan November 2008 sebesar 121 atau 5,43%. b. Perkembangan peserta KB Aktif bulan Juli 2008
dibandingkan
dengan bulan Maret 2008 sebesar 50 atau 2,73%, pada bulan November 2008 sebesar 120 atau 6,31%, tingkat Kecamatan di Sukaraja sebesar 10,70% dan terendah Kecamatan Seluma Selatan 1,93% . 24
c.
Prevalensi atau kesertaan ber-KB pada bulan Maret 2008 sebesar 84,35% dan bulan Juli sebesar 83,63 serta untuk bulan November 2008 sebesar 85,16%, untuk bulan Nopember tingkat kecamatan tertinggi di Kecamatan Semindang Alas Maras sebesar 90,69% dan terendah Kecamatan Sukaraja sebesar 81,90%.
d. Pasangan Usia Subur tidak KB : Pasangan Usia Subur yang tidak KB bulan Juli 2008 sebesar 358, terjadi kenaikan sebesar 28 atau 7,82% sedangkan untuk bulan November 2008 sebesar 1, terjadi kenaikan sebesar 0,30% PUS tidak ber-KB di Kecamatan Seluma Selatan mengalami kenaikan sangat tinggi 61,19%, sedangkan di Kecamatan Seluma Barat mengalami penurunan sebesar 12,50% e. Perkembangan kesertaan ber-KB, Peserta KB dan Bukan Peserta KB Perkembangan kesertaan KB, Peserta KB dan Bukan Peserta KB dari
masing-masing
kecamatan
Setelah
diberikan
intervensi,
Kecamatan Seluma Selatan belum menunjukkan perkembangan yang baik dimana perkembangan Peserta KB rendah atau 1,93% sisa PUS mengalami perkembangan sangat tinggi 61,91%, desa Pasar Seluma perlu diberikan perlakuan khusus, untuk kecamatan lainnya menunjukkan perkembangan sangat baik. Perkembangan PUS sebagian desa kecil artinya Pendewasaan Usia Kawin mulai rendah, menunjukkan bahwa KIE yang dilakukan oleh aparat desa, PPKBD dan Sub PPKBD, Bidan Desa, Koordinator Lapangan KB mengenai Program KB terutama Pendewasaan Usia Kawin, Penyuluhan Kesehatan dan pelayanan KB telah berhasil dalam menekan pertumbuhan perkawinan, memberikan penyuluhan pada PUS tidak ber-KB dengan berbagai alasan untuk ber-KB.
25
Lampiran Perkembangan Peserta KB Aktif, Kesertaan ber-KB dan PUS tidak KB No
Wilayah
1 I
II
III
IV
PA
PA/PUS
Tidak KB
2 SAM 1 Ketapang Baru 2 Karang Anyar Seluma Selatan 3 Rimbo Kedui 4 Pasar Seluma Seluma Barat 5 Talang Tinggi 6 Purbosari Sukaraja 7 Sari Mulyo 8 Riak Siabun Total
6,57 8,30 5,04 1,93 1,03 4,03 4,44 1,50 5,76 10,70 12,82 9,23 6,32
90,69 87,40 93,82 86,07 92,95 73,37 82,95 83,65 82,63 81,90 91,05 76,54 85,16
-18,00 9,09 -70,59 61,19 18,18 82,22 -12,50 3,85 -19,35 -15,87 -73,91 -2,91 0,30
8. Pertemuan Bulanan Pertemuan bulanan belum dapat dijalan sepenuhnya, pertemuan antara IMP dengan Kepala Desa baru 4 desa atau 50 % yang melaksanakan kemampuan Desa masih rendah disebabkan adanya keterbatasan pemahaman materi dan kemampuan desa dalam mengusahakan dana operasional
dalam
mengadakan
kegiatan
tersebut,
sedangkan
pertemuan dari Koordinator Lapangan dilaksanakan dalam rangka mengambil hasil laporan serta menyampaikan alat kontrasepsi program ke desa. 9. Penguatan Jaringan Lembaga Desa Dukungan diperoleh dari IBI Kabupaten Seluma dan TP Penggerak Kabupaten Seluma, Tokoh masyarakat, Bidan Desa, hal ini terlihat dari penyuluhan dan KIE serta pengadaan alat kontrasepsi mandiri selalu dilakukan secara bersama-sama.
26
VII. Perbaikan Tahap Kedua Tahun 2009 Dari hasil Monitoring dan Evaluasi serta identifikasi kebutuhan tahap kedua ditemukan beberapa hal yang harus diperbaiki pada tahap kedua Operasional Research Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD pada Era Otonomi Daerah dalam Upaya Menjaga Keberlangsungan Kesertaan Ber-KB Masyarakat Propinsi Bengkulu “. Terutama tidak adanya operasional PPKBD dan Sub PPKBD pada tahun 2009 Hasil Penjajagan tahap kedua, sebagai berikut :
1. Pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, PP dan KB dengan responden Kepala Bidang KB bahwa : •
Laporan tetap berjalan, hanya sebagian daerah kecamatan yang tidak menyerahkan laporan.
•
Petugas PLKB/PKB khusus dari BKKBN tidak ada, Petugas dari Kecamatan Kasi PMD di Kecamatan ditunjuk sebagai Koordinator Lapangan KB tunduk kepada Camat, Keaktifan dari Koordinator KB pada desa sasaran dekat kecamatan
•
Korlap masih dipertahankan dengan catatan ada petugas khusus yang tentunya diatur provinsi atas usulan Pemerintah Daerah Seluma mengenai tenaga Petugas Lapangan.
•
Pelayanan KB terus berjalan (kesadaran/mandiri)
•
Distribusi alat kontrasepsi Program terus berjalan, yang diambil oleh Koordinator Lapangan serta mekanisme diatur oleh Bidan Desa.
•
Dana Operasional untuk kegiatan rutin kantor 150 Juta pada tahun 2010, tidak ada dianggarkan untuk Operasional. PPKBD dan Sub PPKBD
•
Belum ada rencana Bidan desa untuk dilapangan (Petugas KB)
•
Alat Kontrasepsi 25 Juta/th pada tahun 2010.
27
2. Kesadaran masyarakat untuk ber-KB tinggi serta kebutuhan masyarakat terhadap alat kontrasepsi sudah dapat diatasi baik dari alat kontrasepsi program maupun mandiri setelah dana pinjaman UPPKS turun. 3. Pengadaan alat kontrasepsi mandiri : Tiga desa atau 37,5% yaitu Ketapang Baru, Purbosari dan Riak Siabun mengadakan alat kontrasepsi secara mandiri sumber dana diambil dari pinjaman UPPKS, 50% tidak lagi mengadakanalat kontrasepsi secara mandiri oleh PPKBD atau kelompok UPPKS alasannya kurang dukungan dari medis terutama Mantri, 12,5% dari awal kegiatan tidak ada kegiatan pengadaan alkon secara mandiri oleh PPKBD dengan alasan takut tidak terbayarkan(macet). 4. Perhatian dari Perangkat Desa sangat mendukung kegiatan Program KB walaupun ada Kepala Desa yaitu Karang Anyar, Pasar Seluma akan diganti serta satu Desa yaitu Talang Tinggi sedang ada masalah, perhatian tersebut melalui penyuluhan, administrasi dan dukungan sarana desa. 5. Peran medis di desa ada pada Bidan Desa dan Bidan Puskesmas. Bidan Desa membantu dalam penyuluhan, rujukan dan pelayanan KB serta mendukung dalam pengadaan alat kontrasepsi secara mandiri, hambatan diperoleh dari Perawat (Mantri) di Kecamatan Semindang Alas Maras dianggap sebagai saingan. 6. Biaya operasional PPKBD dan Sub PPKBD pada tahun 2009 tidak ada lagi, yang membuat motivasi dari IMP kendur dalam menjalankan kegiatan Program KB di Desa. DIPA BKKBN Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Seluma tidak ada menganggarkan untuk biaya operasional tersebut. 7. Motivasi IMP, Motivasi dari PPKBD setelah tidak adanya operasional IMP 75% kader PPKBD akan tetap menjalan Program KB di desanya dan tetap sebagai kader secara ikhlas, tetapi tidak dapat menjamin kelangsungan KB bila tidak lagi menjadi kader PPKBD, 12,5% kader PPKBD secara tegas akan memikirkan kembali sebagai kader dan menjalankan kegiatan Program KB Desa, 12,5% kader PPKBD dalam masa transisi. Untuk Sub PPKBD hanya aktif dalam kegiatan Posyandu, sedangkan laporan 75 %
28
masih
melapor
dengan
mekanisme
penyerahan
melalui
kegiatan
Posyandu. 8. Pencatatan pelaporan bulanan dampak dari operasional IMP tidak ada PPKBD mengambil laporan bulanan dan pendataan ke Sub PPKBD, penyerahan laporan sewaktu ada kegiatan Posyandu, 25 % blangko laporan kurang, 100 % PPKBD menfoto copy dan laporan dicatat pada buku kader. Kader membutuhkan blangko pelaporan bulanan, tidak selalu foto copy blangko dan laporan tidak lagi dicatat pada buku kader. 9. Tidak adanya transport untuk mengambil Pil atau Kondom ke Koordinator Lapangan KB serta mengantar pil atau kondom ke Peserta KB, serta mengantar laporan ke kecamatan sehingga permohonan dari PPKBD adanya operasional secara rutin per bulan untuk biaya tersebut. 10. Pertemuan PPKBD dengan Sub PPKBD dan Kelompok KB pada saat Posyandu, pertemuan tersebut untuk memberikan penyuluhan (KIE) secara mandiri membantu Bidan Desa dalam pendaftaran juga untuk mengambil laporan dari Sub PPKBD atau Bidan Desa. 11. Di desa ada Anggaran Dana Desa (ADD) sebesar 4 juta tetapi tidak dapat dipakai untuk membantu operasional PPKBD dan Sub PPKBD. 12. Pelunasan UPPKS, 25 % pinjaman UPPKS telah dibayar lunas, 50 % dilunasi diatas 6 b ulan dan 25 % macet.
Secara Khusus :
a. Kecamatan Sukaraja : Desa Riak Siabun peran Koordinator Lapangan KB tidak aktif, kegiatan ekonomi produktif simpan pinjam dan pembelian alat kontrasepsi PIL dan Implant di pegang oleh Bidan, UPPKS angsuran 4, Desa Sari Mulya kader masa transisi, UPPKS angsuran 11 dan kegiatan simpan pinjam peran Koordinator Lapangan KB aktif.
29
b. Kecamatan Seluma Barat Desa Talang Tinggi, peran Koordinator KB aktif, sedangkan peran PPKBD dengan tidak adanya Operasional menyatakan tidak akan terlalu aktif, UPPKS baru membayar angsuran 2 bulan, Pencatatan dan Laporan bulanan tidak ada di PPKBD. Di Desa Purbosari
Koordinator Lapangan KB tidak terlalu aktif,
kegiatan UPPKS simpan pinjam dan pembelian Alat Kontrasepsi di Bidan Desa, UPPKS angsuran sudah 6 bulan c. Kecamatan Seluma Selatan Desa Rimbo Kedui, Koordinator KB aktif, UPPKS simpan pinjam angsuran ke 10, blangko laparan kosong. Desa Pasar Seluma, Koordinator KB Aktif, blangko laporan kosong UPPKS macet, UPPKS simpan pinjam dan alat kontrasepsi di pegang oleh Bidan Desa lama (Pindah ke Bengkulu) d. Kecamatan Semindang Alas Maras Didesa Ketapang Baru Koordinator Lapangan KB aktif, peran Perawat (Mantri) dominan, sehingga terkendala
masalah pelayanan KB
menggunakan alat kontrasepsi yang di beli oleh PPKBD,, UPPKS simpan pinjam dan alat kontrasepsi, sudah lunas dan keuntungan Rp. 900.000,- butuh kotak obat dan papan merk obat. Didesa Karang Anyar, Kepala Desa masa transisi, Koordinator Lapangan KB Aktif, peran perawat (mantri) sangat kuat, UPPKS simpan pinjam dan lunas, keuntungan Rp. 480.000.
VIII. Intervensi Tahap Kedua
Dari hasil Identifikasi Kebutuhan kedua dan pertemuan Desiminasi di BKKBN Provinsi Bengkulu, perlu diperbaiki pada tahap kedua melalui intervensi sebagai berikut :
30
1. Perhatian dan pembinaan dari Provinsi terutama dalam advokasi kepada Kepala Daerah Kabupaten Seluma mengenai Anggaran terutama Operasional IMP 2. Perhatian dan Pembinaan Kabupaten 3. Orientasi dalam meningkatkan Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap 4. Menggali Potensi ekonomi produktif desa dengan melihat sumber daya yang dimiliki masing-masing desa dalam rangka memperoleh pembiayaan untuk program KB terutama memenuhi kebutuhan alat kontrasepsi secara mandiri dan operasional dari IMP 5. Penjajagan kebutuhan Peraturan Desa tentang penguatan PPKBD dan Sub PPKBD dalam rangka penggarapan KB ditingkat Desa, yang sifatnya mengikat dalam penggarapan Program KB Nasional. 6. Penyusunan rancangan Peraturan Desa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing desa
IX Monitoring dan Evaluasi Tahap Kedua:
Hasil Monitoring dan Evaluasi diperoleh gambaran : Secara umum dengan tidak adanya operasional IMP, motivasi dan gerak Program KB didesa mulai melemah dan secara khusus : 1. Pembinaan tingkat Provinsi dalam bentuk orientasi, bimbingan UPPKS dan pelaporan serta pencatatan, pemberian alat kontrasepsi langsung ke Kader IMP ketika ada acara . 2. Tingkat Kabupaten dalam bentuk dukungan kelancaran kegiatan di desa memberikan pinjaman Sepeda Motor untuk Koordinator Lapangan KB sumber Dana Alokasi Khusus (DAK), mendistribusikan alat kontrasepsi ke desa sasaran, dan pendekatan pelayanan dengan mobil pelayanan. 3. Tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap dari Aparat Desa dan Institusi Masyarakat Desa, serta lintas sektor mendukung kegiatan Program KB. 4. Pembahasan tentang Peraturan Desa baru 7 desa dan yang telah terbentuk 62,5% desa dari 8 desa sasaran dan sekarang tahap pengajuan ke Camat dan 31
Pemerintah Kabupaten untuk mendapatkan pengesahan, 12,5% menunggu pelantikan Kepala Desa, 25 % belum ada rapat. 5. Bagi desa yang belum melaksanakan pertemuan dan penetapan Peraturan desa
disebabkan
adanya
pemahaman
bahwa
Peraturan
Desa
akan
memberatkan Desa dan masyarakat untuk dana program KB, dan tuntutan IMP bahwa desa harus memberikan honor kepada IMP. 6. Bagi desa yang macet pengembalian UPPKS mulai mengembalikan dana UPPKS. 7. Pencatatan dan Pelaporan masih berjalan dan 75 % telah menggunakan blangko seharusnya, kekurangan blangko R/R diatasi dengan foto copy dengan dana sebagian dari desa dan pribadi PPKBD, sedangkan cakupan pelaporan menurun 5 % disebabkan Sub PPKBD ada yang tidak melapor . Kegiatan monitoring juga ingin mengetahui tentang perkembangan dari Pasangan Usia Subur, Kesertaan ber-KB, Pus Tidak ber-KB dengan kondisi sedang hamil dan tidak KB dengan beberapa alasan, yang merupakan kegiatan dari penyuluhan dan KIE serta pelayanan Kesehatan dan KB, serta rujukan dan ayoman dilakukan oleh Kepala Desa, PPKBD dan Sub PPKBD, dibantu dengan Bidan Desa serta komponen yang terkait di desa sasaran sebagaimana tujuan dari penelitian yaitu keberlangsungan Kesertaan ber-KB dari tahap awal dan setelah dilakukan intervensi. Data awal dari kegiatan penelitihan tahap kedua bulan November 2008 dibandingkan dengan bulan Desember 2009 setelah dilakukan intervensi Perkembangan Pasangan Usia Subur, Kesertaan ber-KB dan PUS tidak berKB dengan berbagai alasan selama 12 bulan pada 8 desa sasaran penelitian sebagai berikut :
a. Perkembangan Pasangan Usia Subur pada bulan Desember 2009 dibandingkan dengan bulan Januari 2009 pada daerah sasaran penelitian untuk total Propinsi mengalami penurunan sebesar 80 atau minus 3,57% untuk tingkat Kecamatan perkembangan PUS rata-rata mengalami penurunan, dari hasil monitoring mengatakan perbaikan data pada tahun 32
sebelumnya berdasarkan hasil Pendataan Keluarga, khususnya di Pasar Seluma pada Kecamatan Seluma Selatan PUS dari tenaga kerja di PT Agri dikeluarkan dari pendataan. b. Perkembangan peserta KB Aktif bulan Desember 2009 dibandingkan dengan bulan Januari 2009 juga mengalami penurunan sebesar 8,54 persen yang disebabkan ada yang sedang hamil maupun tidak KB tidak hamil karena alasan tertentu. c. Prevalensi atau kesertaan ber-KB pada bulan Desember 2009 sebesar 75,48% tertinggi kecamatan Seluma Selatan sebesar 91,89%
dan
terendah kecamatan Sukaraja 62,12% d. Pasangan Usia Subur tidak KB : Pasangan Usia Subur yang tidak KB bulan Desember 2009 disebabkan hamil sebesar 68 sedangkan yang tidak hamil dengan alasan tertentu 480, dibandingkan bulan Januari 2009 naik. Untuk masing wilayah penelitian terlampir 8. Pertemuan IMP dan penyerahan laporan dilakukan bertepatan dengan Posyandu 9. Penyuluhan dan rujukan masih jalan. 10. Operasional untuk kegiatan Program KB bagi desa yang telah jadi Peraturan Desa , diambil dari jasa pelayanan KB yang diambil pada bidan Desa, Mantri, dan iuran wajib keluarga Rp. 1.000,- satu bulan 11. Penguatan jaringan yang sebelumnya mantri menentang telah membantu dalam kegiatan program KB dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan pelayanan KB ke Kas Desa sesuai dengan kesepakatan bersama.
X. Kesimpulan 1. Perhatian dan Pembinaan secara berjenjang dari tingkat Provinsi sampai desa sangat mendukung kelancaran Program KB di Desa. 2. Operasional bagi IMP sangat mendukung kelancaran pelaksanaan Program KB di desa
33
3. Kemandirian dalam pembiayaan program KB di desa dapat diperoleh dari desa dengan kesepakatan bersama melalui peraturan Desa dan penguatan ekonomi melalui kegiatan UPPKS. 4. Kelancaran alat kontrasepsi dilakukan dengan distribusi secara rutin dari kabupaten dengan perencanaan yang baik dari Koordinator KB dan pengadaan secara mandiri.
Demikian laporan evaluasi akhir .
34