BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pendidikan tinggi sering dianggap sebagai sumber untuk pembangunan „human capital’. Dalam studinya, Echevarria (2009) menegaskan bahwa perubahan jumlah mahasiswa yang menamatkan studi pada jenjang pendidikan tinggi memberikan kontribusi substansial terhadap pertumbuhan ekonomi (economic growth). Kontribusi perubahan dari institusi pendidikan tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut lebih besar terlihat pada negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Investasi pada pendidikan tinggi juga terbukti meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan dengan tingkat kemajuan yang lebih siginifikan dibandingkan dengan investasi pada pendidikan dasar yang dilakukan di Brazil (Prihatiningsih, 2013). Dalam konteks Indonesia, angka pengangguran terbuka pada tahun 2010 mencapai 7.1% sementara itu, jumlah pengangguran lulusan universitas/ perguruan tinggi sesuai dengan data BPS pada bulan Agustus 2012 mencapai 438.210 jiwa (BPS, 2013). Banyaknya jumlah pengangguran lulusan dari universitas ini perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak, terutama lembaga pendidikan tinggi. Perbaikan sistem pembelajaran, lingkungan akademik,
1
2
ketersediaan dosen, kurikulum yang berbasis kompetensi dan sistem pendidikan diperlukan untuk merespons hal tersebut. Angka pengangguran menunjukkan ketidakterserapan alumni dalam pasar kerja. Ada beberapa faktor yang memengaruhi ketidakterserapan tersebut antara lain karena kompetensi lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan di pasar kerja. Untuk itu, idealnya dalam penyusunan kurikulum terlebih dahulu perlu dilaksanakan curriculum assessment (Wolf, 2007). Dalam assessment tersebut dilakukan SWOT analisis untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan bagi pengembangan sebuah kurikulum. SWOT analisis dilaksanakan dengan menghadirkan stakeholder (dosen, staf, mahasiswa, alumni, pengguna alumni, program pasca, masyarakat dll.) serta dengan melakukan pengumpulan data melalui FGD, survey, maupun interview dengan para stakeholder tersebut. Pengembangan dan evaluasi kurikulum bukan hanya merupakan kebutuhan mahasiswa tetapi juga menjadi kebutuhan institusi pendidikan tinggi karena perubahan terus menerus terjadi dalam masyarakat. Bagi mahasiswa dan alumni, produk dari kurikulum memberikan kompetensi sebagai bekal mereka berkiprah dalam dunia kerja, sedangkan bagi institusi, pengembangan kurikulum untuk merespons perubahan jaman dan masyarakat merupakan faktor utama dalam memenangkan persaingan dan inovasi (Jakson, et. al, 2006). Institusi pendidikan harus menerima realitas yang terus menerus berubah dan membangun lingkungan akademik yang mampu meresponss perubahan secara efektif (Sunderman, 2011).
3
Institusi pendidikan tinggi, saat ini, telah menyadari perlunya melakukan penelaahan kurikulum secara periodik (Kelly, 2004) karena assessment, evaluasi, dan penilaian terhadap kurikulum juga merupakan satu bentuk akuntabilitas program terhadap masyarakat dan lulusan yang dihasilkannya. Pendidikan merupakan aktifitas praktis dan bukan hanya “body of theory” sehingga lulusan yang dihasilkan bukan hanya mereka yang memiliki pengetahuan tetapi juga memiliki kompetensi dan mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam dunia kerja dan masyarakat. Peninjauan kurikulum, di Indonesia, merupakan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam SK Mendiknas No 232/U/2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa yang disempurnakan dengan SK Mendiknas No 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi. Penyusunan dan pengembangan kurikulum harus memperhatikan ekpektasi mahasiswa dan sinyal kebutuhan pasar. Untuk merespons perubahan yang terjadi dalam masyarakat serta untuk mengetahui kebutuhan pasar, kurikulum perlu ditinjau atau ditelaah setiap 4 tahun sekali. Kebijakan pemerintah dalam sistem pendidikan nasional memengaruhi jenjang karir dan kondisi lapangan kerja bagi para akademisi (Bennion and Locke, 2010). Pengembangan kurikulum prodi di Sekolah Pascasarjana dilakukan secara periodikal dengan menghadirkan pakar dalam bidang keilmuan yang sesuai dengan keilmuan masing-masing Prodi. Secara komposisional, penelaahan kurikulum prodi dilakukan dengan mengundang pakar keilmuan, dosen,
4
konsorsium fakultas sebagai pendukung utama keilmuan prodi, mahasiswa, alumni dan stakeholder lain pengguna alumni. Akan tetapi ada beberapa prodi yang penelaahan kurikulumnya tidak melibatkan alumni atau stakeholder. Penelaahan kurikulum dilakukan karena staf pengajar/dosen memandang perlu melakukan evaluasi dan penelaahan terhadap kurikulum dikarenakan perubahan ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian yang terus berkembang. penelaahan kurikulum semacam ini disebut dengan faculty driven curriculum development (Wolf, 2007). Telaah terhadap kurikulum dalam proses pendidikan dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga menghasilkan alumni yang berkualitas dan memiliki kompetensi. Kurikulum yang baik dan mutu lulusan yang baik serta keterserapan alumni dalam pasar kerja menunjukkan akuntabilitas program studi. Tracer study merupakan salah satu instrumen yang harus dipenuhi dalam pertanggunjawaban prodi terhadap publik sehingga proses akreditasi Prodi selalu mensyaratkan adanya data mengenai pelaksanaan serta analisis hasil tracer study. Dari hasil survei awal yang penulis lakukan, ada prodi di SPs yang mendapatkan nilai akreditasi A dari BAN-PT tetapi tidak memiliki data yang baik mengenai pelaksanaan tracer study, analisis serta tindaklanjutnya dalam pengembangan kurikulum, akan tetapi ada pula Prodi yang melakukan peninjauan kurikulum dengan perubahan atau penambahan mata kuliah atas masukan dan saran dari alumni. Beberapa Prodi melakukan tracer study hanya untuk digunakan
5
sebagai bahan mempersiapkan kelengkapan pengajuan akreditasi dari BAN-PT maupun dalam rangka sertifikasi ISO 9001:2008.
1.2. Permasalahan Pengembangan kurikulum idealnya dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pihak (stake holder) pendidikan tinggi dan diawali dengan melakukan need analysis (analisis kebutuhan). Analisis kebutuhan digunakan untuk mengetahui market signaling sehingga lulusan yang akan dihasilkan oleh salah satu program tersebut nantinya dapat diterima dalam pasar kerja. Permasalahan yang muncul di beberapa Prodi SPs adalah masih adanya prodi yang belum memanfaatkan hasil tracer study dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada sejauhmana Prodi menggunakan hasil tracer study dalam pengembangan kurikulumnya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini bagaimana hasil tracer study digunakan dalam pengembangan kurikulum Prodi? 1.4. Keaslian Penelitian Penelitian
mengenai
pengembangan
kurikulum
dengan
melihat
penggunaan tracer study sebagai faktor pertimbangan belum banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian yang telah dilaksanakan fokus pada pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum serta desain kurikulum, sementara itu penelitian mengenai tracer study sebagian besar dilaksanakan untuk melihat pelaksanaan
6
tracer study atau untuk melihat hubungan kualitas lulusan dalam pasar kerja. Sejauh yang penulis ketahui melalui telaah pustaka, belum ada penelitian yang sama dengan penelitian ini. Uraian lebih lengkap tentang keaslian penelitian ini akan penulis jelaskan dalam tinjauan pustaka. 1.5. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil tracer study yang dilakukan oleh program studi digunakan dalam pengembangan kurikulum Program Studi. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini utamanya bermanfaat untuk memberikan masukan bagi program studi di SPs UGM mengenai peranan tracer study dalam pengembangan kurikulum bagi kemajuan prodi ke depan serta manfaat pendukung berupa evaluasi terhadap pelaksanaan tracer study dan perangkat yang digunakan.