BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan merupakan proses berkesinambungan dengan tujuan akhir
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu strategi pembangunan haruslah ditekankan pada pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi, mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan tujuan dan strategi pembangunan tersebut. Maka pembangunan harus diarahkan pada bidang-bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang ekonomi, pembangunan harus ditekankan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Industrialisasi erat sekali kaitannya dengan pembangunan ekonomi suatu Negara atau daerah.revolusi industri yang dialami Negara Inggris pada pertengahan abad 21 dimana output industrinya meningkat sebesar 400 persen,semakin meyakinkan banyak Negara bahwa kriteria dominan dalam pembangunan ekonomi adalah kenaikan pendapatan perkapita yang disebabkan oleh industrialisasi (Hoobsbawn, 1969 dalam Gillis, 1987).pengalaman di banyak Negara menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan salah satu proses kunci dalam perubahan struktur perekonomian. dari pengalaman tersebut disimpulkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi,
1
spesialisasi produksi, dan perdagangan antarnegara, yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat yang mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak Negara (Pangestu & Aswicahyono,1996; Tambunan, 2003). Namun demikian, industrialisasi bukanlah merupakan suatu tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanya salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi dan berkelanjutan.Proses industrialisasi di tiap Negara sangat bervariasi, namun proses industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi.Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur,kesempatan kerja,total produksi dan ekspor (chenery, 1992). Industrialisasi adalah sebuah pilihan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lestari (sustainable). Industrialisasi dianggap mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena dalam sektor industri nilai tambah ekonomi yang tinggi akan selalu ada. Pilihan strategi industrialisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah: 1. Promosi ekspor. Strategi ini dilakukan dengan membangun industri-industri yang berorientasi ekspor. Pembangunan industri yang strategis ini mengacu pada permintaan efektif di pasar global. Artinya pilihan untuk membangun suatu industri terkait dengan apakah produk yang dihasilkan mampu diserap pasar internasional.
2
2. Substitusi impor. Substitusi impor merupakan suatu alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor (Rahayu dan Soebagiyo, 2004). Dalam strategi substitusi impor, pemerintah sebuah negara labih memilih untuk membangun industri yang menghasilkan produk-produk yang selama ini harus diimpor dari negara lain. Kebijakan industrialisasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Resiko kegagalan dari kebijakan ini sangat besar, terutama apabila sebuah negara gagal mengenali potensi industrinya. Apabila sebuah negara gagal mencari benang merah yang menghubungkan sektor tradisionalnya (sektor pertanian) dengan sektor modern (sektor industri) maka kegagalan industrialisasi sudah berada di depan mata. Kegagalan untuk mensinergikan sektor tradisional dengan sektor modern akan memunculkan dualisme ekonomi seperti dikemukakan Boeke (Koencoro, 2000). Dualisme ekonomi adalah suatu keadaan dimana sektor modern dan sektor tradisional berjalan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi diantara keduanya. Artinya sektor pertanian di sebuah negara tidak mendukung sektor industrinya. Gejala yang sering muncul sebagai akibat dualisme ekonomi adalah adanya pengangguran struktural dan munculnya sektor informal. Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami dualisme ekonomi. Hal ini bisa kita lihat dari maraknya kemunculan sektor informal di negara ini. Dampak negatif dari dualisme ekonomi adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi dari negara bersangkutan. Selain itu, dualisme ekonomi mengakibatkan adanya disparitas dalam distribusi pendapatan (Garcia-Penalosa dan Turnovsky, 2004). Indonesia saat ini 3
dihadapkan pada masalah ekonomi yang serius yaitu lambannya pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan ekspor yang lamban di Indonesia salah satunya disebabkan karena ketidakjelasan kebijakan industrialisasi. Sebagai buktinya, meskipun saat ini semua indikator ekonomi makro menunjukkan adanya perbaikan, namun sektor riil tidak mampu pulih. Bahkan ada gejala de-industrialisasi. Ekspor Indonesia sebagian besar masih bergantung dari minyak bumi dan gas. Selain itu ekspor non-migas yang menjadi andalan adalah komoditas elektronik, kayu lapis, karet dan tekstil. Dari sektor yang menjadi andalan ekspor ternyata juga tidak menunjukkan keterkaitan dengan potensi Indonesia yaitu di sektor pertanian dan perikanan. Apabila tidak ada perbaikan maka sulit mengharapkan pemulihan sektor riil dengan cepat. Jawa barat sebagai daerah bagian di Indonesia mengikuti pola industrialisasi yang berlaku.perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat menunjukkan bahwa sektor pertanian semakin menurun peranannya dalam penciptaan PDRB Jawa Barat, sementara sektor industri dan perdagangan menunjukkan kontribusi yang semakin meningkat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pada Tahun 2007 masih didominasi oleh sektor Industri Manufaktur sebesar 43,76%, sektor Perdagangan,Hotel dan Restoran sebesar 20,84% dan sektor Pertanian sebesar 13,01%. Secara makro gambaran tentang struktur perekonomian dapat dilihat dari besarnya peranan masing-masing sektor menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral. Gambaran perkembangan struktur ekonomi Jawa Barat dapat dilihat dari
4
besarnya PDRB atas harga konstan tahun 2000 selama periode tahun 2003-2007 pada tabel 1.
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat tahun
URAIAN Kontribusi sektor industri manufaktur (%)
Kontribusi sektor perdagangan,hotel,dan restoran (%)
Kontribusi sektor pertanian (%)
PDRB adh berlaku (juta)
2003
43.60
18.45
13.66
243.193.194
2004
41.88
18.91
13.49
304.458.450
2005
44.46
19.08
11.93
389.268.649
2006
45.24
19.40
11.12
473.556.757
2007
41.21
22.31
12.45
542.272.108
Sumber :BPS Provinsi Jawa Barat 2003-2007
Peranan sektor ekonomi suatu daerah terhadap pembentukan PDRB menggambarkan potensi perekonomian suatu wilayah. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan memberikan gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah tersebut yang terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang. Kalau kita perhatikan dari tabel secara umum. yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan. Hal ini dilihat dari peranan sektor industri yang tetap mendominasi perekonomian Jawa Barat dari tahun ke tahun. Sektor industri tersebut, disamping mendominasi perekonomian Jawa Barat, juga memiliki
5
kontribusi yang sangat besar terhadap industri nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional. Struktur perekonomian kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki perbedaan karakteristik yang cukup beragam. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kondisi geografis dan potensi di masing-masing wilayah. Kondisi geografis yang sebagian besar wilayahnya memiliki karakteristik pedesaan, cenderung dominan pada sektor pertanian dalam penciptaan Nilai Tambah Bruto dalam PDRB nya, sedangkan karakteristik perkotaan banyak yang didominasi oleh sektor perindustrian dan perdagangan. Laju pertumbuhan investasi yang ditanamkan di Jawa Barat melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pada periode Tahun 2003–2007, memperlihatkan kecenderungan meningkat. Kondisi ini memberikan sinyalemen bahwa iklim investasi di Jawa Barat cukup memberikan peluang bagi para pemodal untuk menanamkan investasinya di Jawa Barat. Namun investasi yang cukup besar di Jawa Barat tersebut, belum sepenuhnya dapat memberikan efek langsung dalam meningkatkan kualitas dan menyerap sumber daya manusia daerah.
6
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Jawa Barat 2003-2007 tahun
Realisasi PMA dan PMDN Jumlah investasi (triliun)
Jumlah proyek (buah)
Jumlah tenaga kerja (orang)
2003
12,99
225
55.933
2004
14,146
251
58.281
2005
18,371
350
97.382
2006
23,741
285
76.161
2007
20,846
262
61.041
Sumber :BPPMD Provinsi Jawa Barat,2003-2007
Gambaran ini menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan investasi yang merupakan kontribusi dari peningkatan investasi PMA maupun PMDN sebagai dampak membaiknya iklim investasi. Iklim investasi di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Posisi Jawa Barat yang strategis menempatkan Jawa Barat menjadi tujuan utama untuk investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Namun demikian, pertumbuhan investasi belum mampu meningkatkan keterkaitan dengan usaha ekonomi lokal dan kesempatan kerja. Hal ini diakibatkan belum efisien dan efektifnya birokrasi, belum adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang penanaman modal, masih rendahnya infrastruktur pendukung adalah merupakan kendala dalam upaya peningkatan proses industrialisasi di Jawa Barat. Pengeluaran pemerintah di tingkat propinsi selama ini dilakukan memalui pos belanja rutin dan belanja pembangunan. Peningkatan belanja pemerintah dalam
7
banyak hal berdampak pada kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan pemerintah. Hal ini mengakibatkan kurangnya pembangunan-pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang pendapatan regional. Dimana pembangunan ekonomi daerah tidak akan tercapai karena kurangnya minat para investor untuk menanamkan modal. Maka dari itu untuk meningkatkan pendapatan regional yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus merubah anggaran belanja rutin untuk dikurangi dan dialihkan pada belanja pembangunan serta meningkatkan pelayanan publik sehingga investasi akan bertambah. Pengeluaran pembangunan yang dikeluarkan untuk prasarana seperti sarana pendidikan, meningkatkan
kesehatan,
transportasi
pendapatan
regional.
dan
telekomunikasi
Dengan
kata
lain
diperlukan maka
guna
pengeluaran
pembangunan akan meningkatkan pendapatan regional. Atas dasar permasalahan diatas dan dengan memperhatikan pentingnya proses industrialisasi yang memberikan pengaruh positif terhadap tingkat Pendapatan Regional di Jawa Barat,maka penulis tertarik untuk menganalisa dan mengambil judul : Analisis Pengaruh Industrialisasi Terhadap Pendapatan Regional Jawa Barat Periode 1990-2007.
8
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas,permasalahan yang akan dianalisa adalah pengaruh
industrialisasi terhadap pendapatan regional di jawa barat. untuk lebih jelasnya lagi permasalahan yang akan di identifikasi dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Industrialisasi terhadap Pendapatan Regional Jawa Barat? 1.3
Tujuan Penelitian Berkaitan dengan identifikasi masalah yang akan dibahas, maka penelitian ini
digunakan untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Industrialisasi mempengaruhi Pendapatan Regional Jawa Barat periode 1990-2007.
I.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat memberikan
manfaat dan memberikan masukan lain bagi pentingnya upaya pembangunan manusia dilihat dari segi pendidikan terhadap kinerja ekonomi, disamping dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan diantaranya : 1. Kegiatan akademis, dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya dalam pengembangan ilmu ekonomi, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan regional Jawa Barat.
9
2. Kegiatan praktis, dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah pendapatan regional di Jawa Barat. 3. Untuk penulis, hasil penelitian ini akan memberikan wawasan pengetahuan tentang masalah-masalah yang diteliti, sehingga akan memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai relevansi dan ketidaknya antara pendekatan teori dan realitas.
10