BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh sebab itu kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, merupakan aset yang harus dijaga, dilindungi, bahkan harus ditingkatkan 1 . Penelitian Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat2. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan kesehatan: “kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomi” 3 . Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari
Soekidjo, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Edisi Revisi 2012, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), (hal. 105) 2 Azwar, Syaifuddin, 1999, Dasar-dasar Psikometri, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 3Notoatmodjo. Soekidjo, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Edisi Revisi 2012, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), (hal. 1) 1Notoatmodjo.
1 Universitas Sumatera Utara
aspek fisik, mental, dan spiritual saja, tetapi diukur juga dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Kelima dimensi tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok, atau masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu bersifat holistik atau menyeluruh. Wujud dan indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu4 antara lain: 1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh. 2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup dua komponen, yakni: a) Pikiran yang sehat tercermin dari cara berpikir seseorang yakni yang mampu berpikir logis (masuk akal) atau berpikir secara runtun. b) Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih, dan sebagainya. 3. Kesehatan
spiritual
tercermin
dari
cara
seseorang
dalam
mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap sang pencipta alam dan seisinya (Allah Yang Maha Kuasa). Secara mudah, spiritual yang sehat itu dapat dilihat dari praktik keagamaan dan
4Ibid.,
hal. 2.
2 Universitas Sumatera Utara
kepercayaannya, serta perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. 4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berinteraksi dengan orang lain secara baik, atau berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, agama atau kepercayaan, suku, status sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Saling menghargai dan toleransi. 5. Kesehatan dan aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong hidupnya atau keluarga secara finansial. Bagi anak, remaja, dan usila dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka, produktif disini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan pelayanan atau keagamaan bagi para usila. Kesehatan merupakan aspek yang penting, berbagai cara akan dilakukan setiap orang untuk mendapatkan kesehatan yang baik, salah satunya dengan berobat ke pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
3 Universitas Sumatera Utara
UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan5. Pembentukan dan pengoperasian BPJS melalui serangkaian tahapan, yaitu: 1. pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN pada 19 Oktober 2004; 2. pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUUIII/2005 pada 31 Agustus 2005; 3. pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS pada 25 November 2011; 4. pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014; 5. pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Rangkaian kronologis di atas terbagi atas dua kelompok peristiwa. Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum BPJS yang mencakup pengundangan UU SJSN, pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dan pengundangan UU BPJS. Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial dari badan hukum persero menjadi badan hukum publik (BPJS). Transformasi meliputi pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
5UU
No. 24 Tahun 2011, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
4 Universitas Sumatera Utara
Saat ini masalah yang banyak muncul dari implementasi BPJS adalah: 1. Sistem pelayanan kesehatan (Helath Care Delivery System) •
penolakan pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan hal ini dikarenakan PP No. 101/2012 tentang PBI jo. Perpres 111/2013 tentang jaminan kesehatan hanya mengakomodasikan 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI padahal menurut BPJS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar Rp. 26 Triliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar RP. 16,07 triliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya bagi PNS, TNI, dan Polri. Pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan Rp. 400 milyar untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo, dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Tentunya jumlah orang miskin yang harus dicover BPJS kesehatan harus dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah anggaran APBN.
•
Pelaksanaan dilapangan oleh pelayanan kesehatan PPK I (Puskesmas Klinik) maupun PPK II (Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS yang lain karena dikatakan penuh oleh RS, bukanlah hal baru dan baru sekali terjadi. Selain itu bila jadwal pasien masuk berkebetulan dengan hari sabtu atau hari libur terkadang pasien ditolak untuk menggunakan kartu BPJS Kesehatan
5 Universitas Sumatera Utara
dengan alasan kantor BPJS tutup dan pasien di suruh untuk mendaftar sebagai pasien non-BPJS atau terpaksa mencari RS lainnya. 2. Sistem pembayaran •
Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost, terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang diberikan oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan 32 tahun 2014 oleh menteri kesehatan untuk memperkuat Permenkes No. 69 ternyata belum bisa mengurangi masalah dilapangan.
•
Kejelasan area pengawasan masih lemah baik dalam segi internal dan eksternal. Pengawasan internal seperti melalui peningkatan jumlah 20 juta (dulu dikelola PT Askes) hingga lebih dari 111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan perubahan sistem dan pola pengawasan dan pola pengawasan agar tidak terjadi korupsi. Pengawasan eksternal seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) masih belum jelas area pengawasannya
3. Sistem Mutu Pelayanan Kesehatan •
Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat. Di beberapa penelitian terdahulu, penulis juga menemukan beberapa
keluhan pasien terhadap tempat mereka berobat di beberapa tempat pelayanan kesehatan, yang penulis rangkum sebagai berikut:
6 Universitas Sumatera Utara
Dalam jurnal ilmiah Syarifah6 “ada dua hambatan pelaksanaan dalam pemberian pelayanan rawat jalan, pertama hambatan intern beberapa macam hambatan intern yang dihadapi dalam pelaksanaan program jaminan sosial masyarakat ini, diantaranya adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter magang diluar ruang praktek pemeriksaan, prosedur yang dipersulit dan tenaga kesehatan yang tidak bersikap ramah. Prosedur yang dipersulit oleh pihak administrasi JAMKESMAS adalah salah satu pendapat peserta JAMKESMAS mengkritik pelayanan kesehatan di rumah sakit. Terkadang pihak Petugas menyuruh peserta JAMKESMAS untuk memfotokopi syarat-syarat administrasi berkali-kali padahal kenyataannya syarat yang di butuhkan hanya beberapa saja, selain itu layanan yang ada di masing-masing poli juga menjadi keluhan. Selain itu, pendapat tentang pelayanan dari tenaga medis juga sering menjadi kritik dari pasien JAMKESMAS. Kebanyakan para tenaga kesehatan baik suster maupun dokter yang menanggani peserta JAMKESMAS kurang bersikap ramah terutama para dokter yang sedang magang. Kedua Hambatan Ekstern, hambatan yang terjadi diluar Rumah Sakit dan yang mengakibatkan tidak semua Warga Negara Indonesia mendapatkan haknya dari Pemerintah adalah Tidak adanya pembaharuan terhadap data kepesertaan JAMKESMAS. Dokumentasi dan pembaharuan data peserta JAMKESMAS tidak dilakukan oleh Pihak Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar. Pembaharuan data dilakukan oleh Pihak Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial (BPJS) yang setelah itu data-data sensus di serahkan kepada Pihak Rumah Sakit. Pihak Rumah Sakit hanyalah Penerima dari data-data yang di berikan oleh BPJS.” Dalam Jurnal Ilmiah Agung 7 “Menjelaskan yang menjadi hambatan-hambatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dalam upaya pelayanan kesehatan adalah: (1) Berupa keterlambatan regulasi dari pemerintah dalam membuat peraturan yang dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. (2) Pelaksanaan jaminan kesehatan yang menjadi salah satu hambatan upaya dalam pelayanan kesehatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di mana hambatan ini karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan. (3) Kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan masih minim, terutama pada unit layanan tingkat I seperti klinik dan puskesmas.(4) Adanya hambatan lainnya adalah tentang hak serta kewajiban mendasar yang banyak dialami peserta BPJS Usman, Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan Bagi Peserta JAMKESMAS: Study Kasus di RSUD Dr. Saiful Anwar Kota Malang, Jurnal Ilmiah, hal. 13-14 7Agung Laksono Wijayanto, Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh Oleh Badan Penyelenggra Jaminan Sosial Kesehatan, 2014, Jurnal Ilmiah 6Syarifah
7 Universitas Sumatera Utara
itu sendiri yang merupakan tidak pahamnya peserta atau tidak banyak mengetahui apa saja yang menjadi hak peserta serta kewajiban yang didapat.” Dalam jurnal ilmiah Nurul8 “Jenis keluhan yang biasa disampaikan oleh pelanggan RSUP Fatmawati adalah mengenai proses administrasi pasien, pelayanan dokter dan perawat, tarif serta fasilitas rumah sakit. Pelanggan dapat menyampaikan keluhannya tersebut secara langasung kepada petugas humas atau petugas informasi di instalasi maupun secara tidak langsung melalui surat, sms, telepon, kotak saran, dan email rumah sakit.” Dalam jurnal Febrilia,Endang, dan Hesti9 “Berdasarkan penelitian tentang analisis kualitas pelayanan Askes di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus, ternyata masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki. Kualitas pelayanan Askes ini belum dapat dikatakan baik atau berkualitas karena masih terdapat beberapa kekurangan pada setiap dimensi nya. Dari keluhan – keluhan yang telah diungkapkan oleh pasien Askes tentang proses pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus ini dapat diketahui bagaimana harapan masyarakat terhadap sikap petugas di Rumah Sakit ini saat memberikan pelayanan. Pasien menginginkan jam pemeriksaan dokter dimajukan lebih pagi, harapan pasien terhadap obat yang diberikan oleh BPJS jangan jauh beda dengan obat yang diberikan Askes dahulu, penambahan petugas farmasi, prosedur pelayanan khususnya surat rujukan jangan berlaku hanya satu bulan saja tetapi dua bulan, dan penambahan sarana dan prasrana seperti tempat duduk dan toilet di Rumah Sakit ini agar menambah kenyamanan pasien saat berobat.” Dalam jurnal Marselia M.C.Y Lontaan10 “kedisiplinan mengenai penggunaan HP oleh petugas BPJS Kesehatan yang ada di outlet Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr.R.D. Kandou Malalayang sangat mengganggu pelayanan, adakalanya kami harus sabar menunggu antrian, tapi kami juga harus terganggu antriannya karena ada petugas yang sedang menelepon, ... mestinya ditambah lagi pendingin ruangannya, juga kalau dapat lebih besar lagi ruang pelayanannya supaya tidak banyak pasien yang menunggu diluar.”
8Nurul
Afriani, Analisis Penanganan Keluhan Pelanggan oleh Instalasi Pemasaran dan Humas Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tahun 2012, Jurnal Ilmiah 9 Febrilia Laita Saputri, Endang Larasati, Hesti Lestari, Analisis Kualitas Pelayanan Askes di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus, Jurnal Ilmiah 10 Marselia M.C.Y Lontaan, Kualitas Pelayanan Publik di RSUP.Prof. Dr. R.D Kandou Malalayang Manado (Studi pada pasien peserta BPJS Kesehatan), Jurnal Ilmiah, hal. 13-14
8 Universitas Sumatera Utara
Dalam Jurnal Paula Kartini Nipa, Sukri Palutturi, Muh. Yusri Abadi11 “Jenis keluhan pasien BPJS yang sering terjadi berdasarkan hasil penelitian yaitu tentang tarif dan sistem adminsitrasi pasien, pelayanan dokter dan perawat serta fasilitas rumah sakit.Berdasarkan penelitianpenelitian terdahulu yang berhubungan dengan penanganan keluhan pasien dikatakan bahwa citra rumah sakit di mata masyarakat menunjukkan bahwa keluhan masyarakat mengenai pelayanan rumah sakit seperti suasana, kebersihan dan kenyamanan kurang diperhatikan, dokter tidak memberi penjelasan yang cukup, dokter terlalu banyak pasien, perawat tidak memberikan layanan yang baik (judes, acuh, tidak sopan) dan dokter dinilai saling melindungi teman sejawat pada kasus yang dinilai merugikan pasien. Hal ini dapat dikatakan bahwa keluhan yang disampaikan pasien di RS Bhayangkara sama seperti yang dikeluhkan masyarakat pelayanan rumah sakit pada umumnya.” Dari semua hasil penelitian terdahulu yang penulis sajikan diatas, tampak jelas sekali bahawasanya pelayanan BPJS Kesehatan masih kurang memuaskan untuk para penggunanya. Terlihat dari masih banyaknya keluhan-keluhan dari para pengguna kartu BPJS Kesehatan itu sendiri Perkembangan rumah sakit yang semakin maju membuat pihak manajemen rumah sakit berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu agar tercipta kepuasan pasien. Rumah sakit juga harus bisa memanfaatkan setiap sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pelayanan yang berkualitas serta dapat meminimalisir datangnya keluhan dari pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit. Adanya pergeseran tujuan rumah sakit dari organisasi sosial menjadi organisasi ekonomi menuntut pihak manajemen untuk dapat mempertahankan pasiennya agar dapat terus bersaing dengan rumah sakit yang lainnya.
Paula Kartini Nipa, Sukri Palutturi, Muh. Yusri Abadi, EVALUASI SISTEM PENANGANAN KELUHAN PASIEN, Jurnal Ilmiah
11
9 Universitas Sumatera Utara
Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen dalam usaha mempertahakankan pelanggan agar dapat terus bertahan dan tidak tenggelam dalam persaingan. Salah satu produk pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit adalah pelayanan jasa kesehatan. Pelayanan ini dapat langsung dirasakan oleh pasien sehingga pasien dapat menilai apakah menilai apakah pelayanan yang diterima sudah sesuai dengan yang mereka inginkan. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan rumah sakit sebagai pihak yang memberikan pelayanan tidak akan mengetahui apakah pasien merasa puas atau tidak terhadap pelayanan yang rumah sakit berikan. Karena ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit belum tentu sama dengan ukuran standar yang ditentukan pelanggan12. Masalah yang sering dihadapi secara umum oleh rumah sakit adalah rumah sakit belum mampu memberikan sesuatu hal yang benar-benar diharapkan pengguna jasa. Faktor utama tersebut karena pelayanan yang diberikan berkualitas rendah sehingga belum dapat menghasilkan pelayanan yang diharapkan pasien. Rumah sakit merupakan organisasi yang menjual jasa, maka pelayanan yang berkualitas merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Bila pasien tidak menemukan kepuasan dari kualitas pelayanan yang diberikan maka pasien cenderung mengambil keputusan tidak melakukan kunjungan ulang pada rumah sakit tersebut. Keluhan pasien dianggap sebagai peluang penting bagi rumah sakit untuk mengetahui reaksi konsumen atas suatu pelayanan rumah sakit. Pengetahuan tentang keluhan konsumen akan membantu pengelola rumah sakit memperhatikan
12
Barata, A. A. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia, 2003, hal. 15.
10 Universitas Sumatera Utara
dan memecahkan masalah yang timbul. Sebuah sistem manajemen keluhan yang disusun dengan tepat dan efektif, akan memudahkan rumah sakit untuk memaksimalkan tingkat loyalitas pelanggan. Penanganan keluhan pasien adalah salah satu contoh komunikasi antara rumah sakit dan pasien, baik itu kritik, masukan, sarana atau keluhan yang dirasakan oleh pasien. Rumah Sakit dituntut untuk memberikan jawaban atas keluhan pasien baik secara tertulis maupun secara langsung menghubungi pelanggan. Hal tersebut guna menanggulangi kesalahpahaman dalam penerimaan informasi yang bisa berdampak pada ketidaknyamanan diantara kedua belah pihak. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan adalah rumah sakit tipe B yang merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah. Kehadiran rumah sakit ini diprakarsai oleh Pemerintah Kolonial Belanda “Gementa Zieken Huis” pada tanggal 11 agustus 1928. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh bocah berumur 10 tahun bernama Maria Constantia Macky, dimana sebagai pimpinan pertama di pegang oleh Dr. W. Bays. Sejalan pelaksanaan otonomi daerah Rumah Sakit Dr Pirngadi pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari pemerintah Provinsi Sumatera kepada Pemerintah Kota Medan dan berganti nama menjadi “ Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan” sebagai direktur saat itu dipercayakan kepada Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Penelitian ini diberikan judul “Evaluasi Dampak Sistem Penanganan Keluhan Pasien BPJS Kesehatan Terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan”
11 Universitas Sumatera Utara
1.2. RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah merupakan hal terpenting dalam penelitian, karena dibuat untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis sehingga penelitian akan lebih terarah pada sasaran yang akan dicapai. Perumusan masalah dibuat untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditemukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan. Setiap penulisan ilmiah yang akan dilakukan selalu bermula dan berangkat dari permasalahan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalahmasalah apa yang hendak diteliti sehingga dapat mempermudah penulis dalam mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih teliti dan detail. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Dampak Sistem Penanganan Keluhan Pasien BPJS Kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan”.
1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penyelenggaraan BPJS Kesehatan sendiri adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2). Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis
12 Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1, 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal26). Penelitian ini adalah kegiatan ilmiah yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh penulis yang tidak terlepas dari perumusan masalah yang telah ditentukan. Tujuan penelitian ini sendiri merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) dan juga untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Tujuan Subyektif Untuk mengetahui bagaimana solusi penanganan keluhan pasien yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan 2. Tujuan Objektif a) Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai solusi dalam penanganan keluhan Pasien khususnya pasien BPJS Kesehatan. b) Untuk menambah dan memperdalam wawasan serta pengetahuan penulis khususnya dalam bidang kebijakan pemerintah dalam mengevaluasi penanganan keluhan pasien peserta BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan.
1.4. MANFAAT PENELITIAN Salah satu aspek dalam kegiatan penelitian yang tidak dapat diabaikan adalah mengenai manfaat penelitian. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak yang terkait dengan penulisan
13 Universitas Sumatera Utara
administrasi negara ini, yaitu bagi penulis, maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Ada pun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a) Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu administrasi negara pada umumnya dan Evaluasi Sistem Penanganan Keluhan Pasien BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan. b) Mengetahui dan memahami pelaksanaan program Evaluasi penanganan keluhan pasien peserta BPJS kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan 2. Manfaat Praktis a) Guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritisi
persoalan-persoalan
Evaluasi
terutama
tentang
Evaluasi Sistem Penanganan Keluhan Pasien BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi pihak yang berminat bagi masalah yang sama
14 Universitas Sumatera Utara
c) Sebagai masukan / sumbangan pemikiran bagi Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan
1.5. DEFINISI KONSEP Definisi konsep yaitu suatu definisi yang masih berupa konsep dan maknanya masih sangat abstrak walaupun secara intuitif masih bisa dipahami maksudnya13. Definisi Konsep14, adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Definisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari suatu permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah: a) Evaluasi sistem BPJS, menentukan dampak atas implementasi kebijakan program BPJS yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada kelompok sasaran. b) Penangangan keluhan pasien merupakan salah satu syarat pemberian pelayanan prima sebuah rumah sakit. Keluhan merupakan sebuah pembelajaran yang berharga bagi rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanannya terutama pada bidang jasa.
2007:72 dari Eprints.walisongo.ac.id/1069/4/061211004_BAB3.pdf Singarimbun dan Effendi (2009 dari http://laodesyamri.net/2015/01/02/defenisi-konsep-menurut-para-ahli/
13 Azwar, 14
15 Universitas Sumatera Utara
1.6. DEFENISI OPERASIONAL Defenisi Operasional
15
adalah mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang diamati. Singarimbun
16
menyatakan definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional semacam petunjuk pelaksana bagaimana cara mengukur suatu variabel. Adapun definisi operasional dari variabel evaluasi dampak kebijakan adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas, pencapaian hasil yang diinginkan Ø Kualitas pelayanan yang dihasilkan dari program BPJS Ø Produktivitas (kuantitas jasa yang diberikan kepada Pasien BPJS) Ø Kepuasan pasien dalam penangangan dan perawatan dalam keluhan dan masalah pasien BPJS yang diberikan oleh tenaga medis. Ø Motivasi (adanya kesadaran diri dari setiap individu rekan medis dalam memberikan pelayanan yang prima kepada setiap pasien BPJS tanpa mamandang status sosial) 2. Efisiensi, yaitu usaha-usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan: Ø Adanya target pencapaian waktu Ø Tersedianya sumber daya manusia Ø Adanya sumber daya modal 3. Kecukupan, adanya pemecahan masalah dari hasil yang diinginkan: Ø Kecukupan produktivitas Ø Solusi yang dilakukan atas keluhan pasien
15 16
Saifuddin Azwar (2007:72) Singarimbun (1998:46)
16 Universitas Sumatera Utara
4. Pemerataan, manfaat yang merata: Ø Kesamaan manfaat program yang dirasakan oleh setiap pasien di rumah sakit 5. Responsivitas, dampak kebijakan terhadap pemuasan kebutuhan preferensi atau kelompok tertentu: Ø Adanya kritik Ø Adanya saran Ø Adanya tanggapan positif 6. Ketepatan, yaitu manfaat atau kegunaan hasil yang diinginkan Ø Program ditujukan kepada setiap pasien tanpa adanya perbedaan dalam pelayanan Ø Adanya kepuasan yang dirasakan oleh pasien dari setiap pelayanan yang diberikan Adanya perubahan kondisi pasien (sakit menjadi sehat).
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan dari proposal penelitian adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI
17 Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisi penjelasan mengenai teori yang berhubungan dengan penelitian, memberikan gambaran dan batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB V
: PENYAJIAN DATA Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.
BAB VI
: ANALISIS DATA Bab ini berisi tentang uraian dan analisis data yang diperoleh pada saat
melaksanakan
penelitian
dilapangan
dan
memberikan
interpretasi terhadap masalah yang diteliti. BAB VII : PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
18 Universitas Sumatera Utara