BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit (Depkes RI, 2007). Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %.(Depkes RI, 2005). Penyakit infeksi kecacingan ini masih merupakan problema kesehatan dan ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu. Di seluruh dunia diperkirakan masih ditemukan sebanyak 300 juta kasus penyakit kecacingan, baik infestasi tunggal maupun infestasi campuran lebih dari satu jenis cacing diantaranya adalah cacing gelang adalah Ascaris lumbricoides, cacing cambuk adalah Trichuris trichiura dan cacing tambang adalah Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. (Dewayani, 2004). Hasil prevalensi cacingan dari survei di 10 propinsi sentinel tahun 2005 dengan sasaran anak sekolah dasar sangat bervariasi antara 1,37 % sampai 77,14 % dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Banten dan terendah di Propinsi Kalimantan
Selatan. Jenis cacing penyebab sebagian besar adalah Trichuris trichiura (cacing cambuk) sebesar 16,52 %, dilanjutkan Ascaris lumbricoides (cacing gelang) sebesar 12,38 % dan terkecil adalah Ancylostoma duodenale (cacing tambang) 1,38 %. (Depkes, 2006). Penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip. Penyebaran penyakit cacing dapat menular di antara murid sekolah yang sering berpegang tangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya tercemar telur cacing (Hendrawan, 1997). Infeksi cacing menyebabkan kehilangan darah murid sekolah dasar di Indonesia sebanyak 16.863.000 liter darah per tahun. Infeksi ini dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,0005 cc – 0,34 cc/hari. Pada infeksi berat, kadar hemoglobin dapat mencapai angka 4 gr % dari kadar hemoglobin normal (11 gr %) (FKUI, 2002). Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah dan perilaku hidup sehat yang belum memadai (Rampengan, 1997). Pencegahan infeksi berulang sangat penting dengan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti menghindari kontak dengan tanah yang memungkinkan terkontaminasi feses manusia, cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memegang makanan, lindungi
makanan dari tanah dan cuci atau panaskan makanan yang jatuh ke lantai (Lilisari, 2007). Anugerahni (2014) penelitian pada anak sekolah dasar oleh guru di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan guru SD dengan tindakan pencegahan oleh guru SD terhadap penyakit kecacingan. Selanjutnya Limbanadi (2013) tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit kecacingan dengan infestasi cacing pada siswa SDN 47 Manado. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya, dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa peneliti ternyata menunjukkan bahwa usia sekolah merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2004) Hasil kegiatan survey yang diakukan dari beberapa Kabupaten di Propinsi NAD tahun 2006 didapatkan persentase kecacingan yang tertinggi di Kabupaten Aceh Barat (56,60 %), Aceh Besar (50,75 %), Pidie (45,65 %), Bireun (43,53 %) dan Kota Lhokseumawe (41,75 %) (World Food Programe, 2006). Pada tahun 2006 survei yang dilakukan oleh World Food Programe (WFP) bekerjasama dengan Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kejadian infeksi kecacingan di Kecamatan Blang Mangat pada 65 murid SD yang diperiksa 35 (53,8 %) posistif cacing. Jika
dibandingkan dengan angka Nasional adalah 30,35 % (Dirjen P2M & PL, 2004) angka ini masih sangat tinggi hal ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi kecacingan masih sangat tinggi di Kota Lhokseumawe. Pengembangan metode dan media promosi kesehatan dalam manajemen pencegahan penyakit sudah banyak dilakukan. Akan tetapi pemberian informasi khusus pada pada masyarakat tentang pencegahan penyakit kecacingan masih sedikit dilakukan. Salah satu metode promosi kesehatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tidak hanya pengetahuan, sikap dan personal hygiene tetapi juga upaya pencegahan penyakit kecacingan adalah dengan melakukan penyuluhan. Penelitian Slamet, JS dalam (Cicilia, 2012) penyuluhan kesehatan masyarakat adalah upaya memberdayakan
individu,
kelompok
dan
masyarakat
untuk
memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan, serta mengembangkan iklim yang mendukung, yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat, sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat. Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi yang dilakukan melalui penerangan dan penuturan secara lisan sedangkan media film merupakan salah satu media atau alat bantu pendidikan yang mengandung materi intruksional yang dapat dilihat, didengar. Ceramah dengan media slide dan media film merupakan salah satu metode penyuluhan yang dapat menyampaikan beberapa topik bahasan sekaligus dalam
waktu bersamaan. Di dalam metode ini penyuluhan lebih dominan memberikan materi sedangkan yang peserta lebih dominan melihat dan mendengarkan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe 2014, diketahui jumlah kasus penyakit kecacingan sebanyak 402 kasus diantaranya merupakan 172 laki-laki dan 230 perempuan, sedangkan untuk wilayah Kecamatan Blang Mangat terdapat 86 kasus kecacingan dengan rincian 37 kasus pada anak siswa laki-laki dan sisanya 49 kasus pada anak perempuan. Berdasarkan profil pendidikan Kota Lhokseumawe tahun 2013, diketahui bahwa jumlah 65 Sekolah Dasar Negeri dan Swasta dengan rincian 58 Sekolah Dasar Negeri dan 7 Sekolah swasta. Kemudian jika melihat jumlah siswa secara keseluruhan 17.281 siswa, siswa laki-laki 9.066 orang sedangkan siswa perempuan sebanyak 8.215 orang. Kecamatan Blang Mangat memiliki 13 Sekolah Dasar Negeri yang jumlah siswa Sekolah Dasar 2.402 orang, dimana 1.225 orang merupakan siswa laki-laki dan selanjutnya 1.177 siswa perempuan. Jumlah siswa khusus kelas IV adalah 479 orang, 230 siswa laki-laki dan 249 orang siswa perempuan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan pada 2 SD diketahui bahwa tidak tersedianya tempat cuci tangan dan kamar mandi yang dilengkapi dengan sabun, sehingga merupakan sumber penularan penyakit kecacingan. Penyakit ini ditularkan melalui air, tangan, makanan dan lalat. Berdasarkan pengamatan peneliti di Sekolah Dasar, pengelolaan sampah juga tidak memenuhi syarat kesehatan tempat sampah hanya ada dua, satu tempat sampah di depan ruang kelas dan satu lagi tempat pembakaran sampah terbuka dan letaknya berdekatan dengan lapangan bermain
siswa. Fasilitas kantin/warung sekolah sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk tempat memenuhi kebutuhan makanan jajanan pada saat istirahat. Makanan jajanan yang disajikan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan karena penyajiannya dibiarkan terbuka. Selanjutnya kondisi halaman sekolah bila musim kemarau akan berdebu dan pada musim hujan akan menimbulkan becek serta masih banyak siswa yang kurang menjaga personal hygiene sehingga berpotensi dapat menimbulkan penyakit kecacingan. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui “Pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan media slide dan media film terhadap pengetahuan, siswa sekolah dasar tentang personal hygiene dan infeksi kecacingan dalam upaya pencegahan penyakit kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun 2015”.
1.2. Permasalahan Kejadian penyakit kecacingan di Kecamatan Blang Mangat pada siswa Sekolah Dasar sebanyak 35 dari 65 orang siswa (53%). Penyebaran penyakit kecacingan dapat menular di antara murid Sekolah Dasar yang kurang menjaga personal hygienenya. Sanitasi lingkungan sekolah yang belum memadai dan rendahnya pengetahuan tentang penyakit kecacingan dan personal hygiene berpotensi menimbulkan penyakit kecacingan pada siswa Sekolah Dasar. Berdasarkan latar belakang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode ceramah dengan menggunakan
media slide dan film terhadap pengetahuan personal hygiene dan infeksi kecacingan dalam upaya pencegahan penyakit kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh metode ceramah dengan menggunakan media slide dan film terhadap pengetahuan personal hygiene dan infeksi kecacingan dalam upaya pencegahan penyakit kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun 2015.
1.4. Hipotesis Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan metode ceramah dengan menggunakan media slide dan film terhadap pengetahuan personal hygiene dan infeksi kecacingan dalam upaya pencegahan penyakit kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun 2015.
1.5. 1.
Manfaat Penelitian Memberi masukan dan informasi bagi pihak Puskesmas Blang Mangat Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dalam rangka penanggulangan dan pencegahan yang berhubungan dengan penyakit kecacingan.
2.
Sebagai informasi tambahan dalam usaha peningkatan kualitas kesehatan melalui penambahan wacana personal hygiene dalam pencegahan infeksi kecacingan.
3.
Sebagai informasi kepada instansi pengambil kebijakan dan keputusan untuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian peningkatan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan.
4.
Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM – USU Medan dan bagi penelitian lain yang melakukan penelitian sejenis.