BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Haji secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu: al-hajju yang berarti: al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju, bermaksud, berniat pergi atau berniat untuk mendatangi seseorang yang dipandang mulia, yang dimaksud dengan berniat dalam pengertian ini ialah berniat untuk melakukan sesuatu yang baik ditempat tertentu, karena tempat itu dipandang mulia atau terhormat. Karena itu, termasuk dalam pengertian umum haji adalah apabila seseorang mengunjungi orang lain yang dipandang mulia atau terhormat. Dalam istilah syara‘, al-hajju berarti sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu, pada waktu tertentu dengan melakukan suatu pekerjaan tertentu. Kata haji juga sering diartikan dengan “naik haji“. Kemudian dalam pengertian terminologis, haji mempunyai arti orang yang berziarah ke Makkah untuk menunaikan rukun islam yang kelima. 1 Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun Islam. Ibadah haji juga mengintegrasikan seluruh tataran syariah di dalamnya. Bahkan ibadah haji merupakan investasi syiar dan kekuatan Islam yang dahsyat. Hal ini terefleksi dalam prosesi wukuf, thawaf, sa‟i dan jamarat. Negara/Pemerintah bertanggungjawab atas
1
Suyadi, “Kajian Yuridis Terhadap Jamaah Haji Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Penyelenggaraan Ibadah Umroh Dan Haji Plus Berdasarkan Uu Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Artikel Jurnal, SAINTEKS, (Purwokerto: UMP, Vol 7, No 2, 2011), hal. 4748.
1
penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan amanah UUD 1945. Di samping karena ibadah haji dilaksanakan di Saudi Arabia (negara lain).2 Dasar dan payung hukum pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Eksistensi undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 ini belum menjawab tuntutan dan harapan masyarakat. Karena substansi dan cakupannya belum sepenuhnya dapat mempresentasikanterselenggaranya ibadah haji secara paripurna (professional). Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 dalam prakteknya akan selalu memunculkan masalah, yaitu antara lain karena: regulasi dan operasi terpusat dalam satu institusi, satuan kerja yang bersifat ad hoc, subsidi APBN / APBD, penetapan BPIH, pelayanan (akomodasi, transportasi, katering, serta kesehatan), koordinasi lintas instansi dan Stake Holders. Kendati penyelenggaraan ibadat haji di Indonesia merupakan kegiatan rutin setiap tahun, namun tidak pernah sepi dari masalah, seperti jauhnya pemondokan jamaah dari Masjid al-haram, daya tampung dan fasilitas pemondokan yang tidak memadai, transportasi antarjemput jamaah yang kacau, adanya pungutan yang tidak bertanggung jawab, distribusi catering yang kacau, penelantaran calon jamaah oleh KBIH atau penyelenggara haji khusus, dan lain sebagainya. Adanya berbagai masalah tersebut sudah barang tentu memberikan dampak tidak baik bagi 2
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji”dalam sangpencerah.com, Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadahhaji.html
2
pemerintah dan jamaah. Pemerintah dianggap tidak pernah serius mempersiapkan dan menyelenggarakan prosesi ibadat haji. Hal tersebut tentu lama-kelamaan bisa menghilangkan
kepercayaan
(trust)
masyarakat
terhadap
pemerintah.
Mengemukanya discourse tentang perlunya swastanisasi haji sesungguhnya bermula dari kenyataan tersebut. Banyak kalangan percaya bahwa hanya melalui swatanisasi haji, penyelenggaraan haji di Indonesia akan bejalan lebih baik. Namun demikian, tidak sedikit pula kalangan yang meragukannya, sebab pengalaman pada masa lalu tidak membuktikan hal tersebut. Sampai saat ini, masih ada sejumlah isu aktual yang masih mewarnai penyelenggaraan haji, antara lain: bunga tabungan, dana talangan, dana abadi umat, daftar tunggu, dan sertifikat manasik.3Pertama,berkaitan dengan isu bunga tabungandilatarbelakangi oleh fakta bahwa tabungan haji dari setoran awal jamaah calon haji yang kini mencapai sekitar Rp. 40 Trilyun dengan bunga rata-rata Rp. 1,5 – 2 Trilyun pada setiap tahunnya dikuasai oleh Kementerian Agama dan dipergunakan untuk mensubsidi jama‟ah yang berangkat (jama‟ah) yang masih menunggu mensubsidi jama‟ah yang berangkat). Hal memunculkan persoalan, apakah hukum dan keabsahan bunga tabungan yang dimanfaatkan tanpa izin dari jamaah calon haji. Selain itu, jumlah bunga yang besar itu berpotensi rawan
3
Nurulhidayati, “Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Penyelenggaraan Haji Di Indonesia”, dalam Nurulhidayati25.wordpress.com, Dipublikasikan 23 Juni 2014, https://nurulhidayati25. wordpress. com/2014/06/23/penerapan-fungsi-manajemen-dalam-penyelenggaraan-haji-di-indonesia/
3
penyimpangan
dan
penyelewengan,
sebagaimana
ditelisik
oleh
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).4 Kedua, berkaitan dengan danatalanganhajiyang dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan dan kini menjadi tren di masyarakat pada hakekatnya telah mendistorsi syarat istitha‟ah haji. Meski dengan dalih sebagai akad qardh (piutang) dan ijarah (sewa menyewa jasa) tetapi secara syar‟i, penggabungan antara piutang dan jual beli itu dilarang. Di samping dana talangan itu menimbulkan praktik rentenir dan sangat memberatkan masyarakat. Selama masa penantian banyak dari mereka yang harus tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkan sepulang menunaikan ibadah haji pun, seringkali masih menanggung beban cicilan biaya perjalanan hajinya. Ketiga, berkaitan dengan dana Abadi Umat yaitusejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Kini, jumlah dana tersebut konon telah mencapai sekitar Rp. 2,5 Trilyun. Dana itu tidak dapat dimanfaatkan sejak dibekukan pada tahun 2005. Semestinya sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan, peruntukan DAU harus ditujukan kepada kemaslahatan umat yang meliputi kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.
4
Ibid.
4
Keempat, berkaitan dengan daftartunggu. Secara nasional daftar tunggu calon jamaah haji hingga kini sudah mencapai sekitar 1,9 juta orang, sementara kuota haji Indonesia setiap tahunnya hanya 211.000 orang, sehingga semakin hari semakin panjang daftar tunggu (waitinglist) untuk keberangkatan haji. Meski Pemerintah telah mengajukan permohonan agar diberikan kuota tambahan sebanyak 30.000 orang kepada Pemerintah Arab Saudi, tetapi itu bukan solusi. Hal ini perlu kebijakan yang tepat, tegas dan cerdas untuk mengatasinya. Kelima, berkaitan dengan sertifikatmanasik. Sebagaimana diketahui, manasik haji yang lazim dilakukan sebelum calon jamaah haji berangkat menunaikan ibadah haji saat ini terasa kurang intensif dan bahkan terkesan hanya formalitas belaka, sehingga kurang berdampak pada kemampuan dan penguasaan seseorang terhadap substansi manasik apalagi manafi‟ haji. Padahal kemampuan dan penguasaan terhadap Manasik Haji akan menentukan kualitas haji. Untuk itu, syarat istitha‟ah semestinya juga mencakup penguasaan aspek ilmu dan pengetahuan agama. Dalam proses manasik haji, perlu ada uji membaca Al Quran, dan pengetahuan agama lainnya. Bagi yang dinyatakan lulus diberikan sertifikat manasik dan diperkenankan berangkat melakukan ibadah haji. Jika dicermati, sejujurnya masih ditemuai sejumlah permasalahan yang mewarnai penyelenggaran Ibadah Haji yang perlu dicermati.Pertama, muncul penilaian dari eksternal bahwa manajemen penyelengaraan ibadah haji bahwa selama ini aspek kelembagaaan, pengelolaaan keuangan, peningkatan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kepada jamaah haji masih belum efektif.
5
Undang – Undang tentang Penyelengaraan Ibadah Haji belum tegas memisahkan antara fungsi regulator, operator dan evaluator, selama ini tiga fumgsi tersbut masih dimonopoli oleh Kementrian Agama sehingga ketika fungsi – fungsi tersebut terpusat di satu titik maka peluang abuse of power menjadi lebih besar bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklasifikasi terdapat 48 titik lemah penyelengaraan ibadah haji antara lain regulasi, kelembagaan, tata laksana dan manajemen sumber daya manusia sehingga menempatkan Kementrian Agama sebagai salah satu kementerian dengan indeks integrasi terendah (versi KPK tahun 2011) oleh karena itu munculna gagasan untuk pemisahan antara regulator, operator, dan evaluator dalam revisi Undang – Undang tentang Penyelengaraan Ibadah Haji, merupakan respons positif dan rasional bagi upaya perbaikan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik, professional dan akuntabel. 5 Kedua, sistem pendaftaran calon jamaah haji yang dianggap masih menyisakan permasalahan. Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia kepada Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir jumlah calon jamaah haji yang ingin berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas terhadap semakin membengkaknya daftar tunggu (waiting list) calon jamaah haji Indonesia yang kini mencapai sekitar 1,9 juta orang sementara kuota haji Indonesia setiap tahunnya hanya berkisar 210.000 orang. Animo tinggi ummat Islam untuk menunaikan ibadah haji Kementerian Agama disinyalir dipicu oleh merebaknya 5
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji”dalam sangpencerah.com, Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadahhaji.html
6
praktek Dana Talangan Haji yang diberikan oleh pihak perbankan baik itu Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Hal ini mengakibatkan panjangnya daftar antrean tunggu calon jamaah haji. Rasionalitasnya adalah dana Talangan Haji yang diberikan oleh Bank maka memperlonggar seseorang untuk dapat mendaftar, diikuti untuk mendapatkan nomor porsi atau seat calon jamaah haji melalui bantuan pinjaman dana dari Bank yang kemudian diangsur dalam kurun waktu tertentu. Berangkat dari sini maka muncul anggapan dana talangan haji telah mereduksi syarat istitho’ah (kemampuan) untuk melaksanakan haji. Ketiga, sistem pengelolaan keuangan Haji, setiap tahun Pemerintah menentukan Biaya Penyelengaraan Ibadah Haji (BPIH) yang meliputi biaya penerbangan, biaya pemondokan di Makkah dan Madinah serta living cost jamaah haji, sebelumnya setiap calon jamaah haji harus menyetor awal dana tabungan haji ke Bank untuk mendapatkan porsi atau seat kemudian melunasi sesuai besaran BPIH ketika jamaah haji tersebut berangkat. Tabungan Haji dari setoran awal calon jamaah haji ini yang kini mencapai 40 triliun rupiah dengan bunga rata – rata 1 triliun rupiah yang dikelola oleh Kementrian Agama dipergunakan untuk mensubsidi kebutuhan jamaah haji yang berangkat lebih dahulu namun praktek ini minim sandaran hukumnya karena penggunaan bunga dari tabungan jamaah haji juga tanpa persetujuan calon jamaah haji yang belum berangkat serta besarnya bunga tabungan haji berpotensi rawan penyimpangan dan penyelewengan seperti yang disinyalir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain bunga tabungan haji hal yang paling disoroti adalah tentang pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) yaitu
7
sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Ummat dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber halal yang tidak mengikat. Ide ini digagas ketika Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher dan saat ini diperkirakan Dana Abadi Ummat tersebut mencapai 2,5 triliun rupiah, sesuai amanat pasal 47 ayat 1 UU no 13 Tahun 2008 Dana Abadi Ummat haruslah dikelola dan dikembangkan untuk kemaslahatan ummat namun prakteknnya pemerintah lebih memilih menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk (Surat Berharga Syariah Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI) hal ini diperburuk dengan pencatatan dan pelaporan DAU yang belum transparan dan akuntabel apalagi Badan Pengelola Dana Abadi Ummat secara ex officio masih dijabat oleh pejabat Kementrian Agama yang seharusnya sesuai dengan amanah Undang – Undang disyaratkan melibatkan unsur masyarakat didalam pengelolaan DAU.6 Penyelenggaraan Ibadah Haji sesungguhnya sangat multidimensi banyak pihak yang terlibat dan banyak hal yang terkait didalamnya, untuk itu profesionalisme pelayanan ibadah haji menjadi sebuah keniscayaan bagi pemerintah sebagai otoritas tunggal penyelenggara ibadah haji, kita semua berharap carut marut penyelengaraan ibdah haji dan kisah pilu calon jamaah haji yang gagal berangkat tidak menjadi sebuah ritual dan lagu wajib yang kita dengar setiap bulan haji tiba Diduga,
faktor-faktor
penyebab munculnya masalah-masalah tersebut
dikarenakan tiga hal, yaitu: (1) ketidaksesuaian antara idealitas dan realitas, (2) 6
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji.... Ibid.
8
Ketidaksepadanan antara terbatasnya otoritas dan wewenang dengan besarnya tugas dan tanggung jawab, (3) Pengorganisasian yang bersifat ad hoc. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap sisi-sisi lebih mendalam dari pernak-pernik manajemen penyelenggaraan haji melalui skema penelitian ini. B. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan realitas tersebut, dapat diidentifikasi bahwa setiap tahun pelaksanaan haji selalu muncul masalah dengan besarandan spektrumyang silih berganti,
menyangkut
bidang
pendaftaran,
pembinaan,
pelayanan,
dan
perlindungan/keamanan. Masalah utama yang selalu dihadapi jamaah haji Indonesia, yakni pemondokan, transportasi, dan katering. Meski persoalan itu terjadi dari tahun ke tahun, tetapi tak kunjung ada solusi yang bersifat komprehensif. Penyelenggaraan ibadah haji hendaknya tidak hanya terpaku pada penyediaan fasilitas dan sarana fisik semata. Penyelenggaraan ibadah haji juga harus memperhatikan syarat istitha‟ah, serta manasik dan manafi‟ haji untuk menjamin kemabruran haji. Keuangan haji yang sangat besar belum dikelola secara professional, transparan dan akuntabel, serta belum dikembangkan secara produktif berdasarkan prinsip syariah untuk kemaslahatan jamaah haji dan umat Islam di Indonesia. Revisi atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan keniscayaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji. Apalagi revisi UU ini sudah masuk Program Legislasi Nasional 2011. Hal ini
9
sesuai pula dengan usulan Panitia Angket Haji DPR-RI yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR-RI, 29 September 2009.
C. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada bagaimana organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian,
dan
pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. Berdasarkan permasalahan umum ini dapat dirinci menjadi empat permasalahan khusus sebagai berikur: (1) Bagaimana perencanaan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag Provinsi Bengkulu? (2) Bagaimana pengorganisasian pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag Provinsi Bengkulu? (3) Bagaimana pengarahan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag Provinsi Bengkulu? (4) Bagaimana pengawasanpelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag Provinsi Bengkulu?
10
D. Tujuan Penelitian Berangkat dari permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah: (1) Mendeskripsikan
perencanaan
pelayanan
haji
yang
berkaitan
dengan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi Bengkulu. (2) Menggambarkan pengorganisasian pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi Bengkulu. (3) Mengungkap pengarahan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi Bengkulu. (4) Membahas pengawasanpelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi Bengkulu.
E. Manfaat Penelitian Secara umum manfaat penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu secara akademis dan secara praktis. a. Manfaat Akademis Penelitian ini untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya manajemen pelayanan haji khususnya yang berkaitan dengan langkah-langkah pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji, dengan
11
harapan dapat dijadikan salah satu perbandingan oleh peneliti lainnya. Secara akademis, peneltian akan menambah referensi dan pengetahuan tentang manajemen
pelayanan
haji
di
Indonesia
serta
kepada
mereka
yang
berkepentingan terhadap permasalahan ini. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis bermanfaat pada tiga hal: (1) Menjadi bahan pertimbangan dan masukan terhadap kebijakan yang akan diambil Kemenag dalam upaya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. Secara khusus penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi Dirjen Penyelenggaraanan Haji dan Umrah dalam rangka perbaikan dan pengembangan manajemen pelayanan haji di Indonesia; (2) Memberikan pelayanan kepada calon jamaah haji yang lebih baik, profesional dan memuaskan calon jamaah dalam bentuk rekomendasi kepada Menteri Agama RI; dan (3) Menambah referensi dan pengetahuan tentang manajemen pelayanan haji di Indonesia serta kepada mereka yang berkepentingan terhadap permasalahan ini. F. Kerangka Teoritis Manajemen dalam bahasa Indonesia mempunyai arti pengelolaan. Hersey dan Blanchord mengatakan, manajemen secara umum dapat didefinisikan sebagai “the process of working with and through others to efficiently accomplish organizational
12
goals”.7 Oleh karena itu dalam proses tersebut memerlukan pengaturan berbagai sumber daya (personal maupun material). Dengan kata lain, dalam proses itu terdapat kegiatan dengan orang-orang dan fasilitas (material) agar tujuan pelayanan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Hamiseno mengemukakan bahwa manajemen berarti “suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan sampai pengawasan dan penilaian”. Dari hasil pengelolaan itu menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan sumber penyempurnaan dan peningkatan manajemen berikutnya. Pendapat ini didukung Stoner dan Winkel (1987) yang mengatakan, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian kegiatan-kegiatan anggota-anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila kegiatan diorganisir dengan manajemen yang baik akan berkorelasi positif terhadap pengefektifan dan efisiensi kegiatan secara teknis, begitu juga dalam pelayanan. Dalam pelaksanaan, manajemen memiliki fungsi-fungsi dan unsur-unsur manajemen, yang apabila fungsi dan unsur-unsur manajemen tersebut dijalankan dengan baik maka akan menghasilkan output dan outcome yang baik pula. Fungsi manajemen tersebut antara lain, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendalian. Sedangkan unsur-unsur manajemen terdiri dari manusia pelaksananya, anggaran yang tersedia, alat yang menunjang kegiatan dan
7
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia¸ (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009), hal. 10.
13
metode yang tepat. Berkaitan dengan manajemen pelayanan haji, maka yang harus diperhatikan adalah, bagaimana perencanaan yang dibuat oleh masing-masing aparat Kemenag dari tingkat pusat sampai kecamatan, bagaimana organisasi yang menunjang pelaksanaan pelayanan terhadap jamaah, bagaimana pelaksanaan perencanaan tersebut dalam tindakan nyata, serta pengawasan dari atasan terhadap perencanaan yang telah dibuat tersebut. Untuk menunjang fungsi-fungsi manajemen tersebut, perlu pula dilihat tenaga yang tersedia baik dari segi jumlah maupun kualitasnya, anggaran yang disediakan oleh pemerintah, peralatan yang memadai, dan metode pelaksanaan yang tepat dan cepat. Pelayanan merupakan kegiatan/keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen/customer yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat inilah yang biasa disebut dengan pelayanan publik atau pelayanan umum Dalam memberikan pelayanan pemerintah harus memperhatikan keinginan masyarakat sebagai pelanggan (customer), karena pelanggan itu “seyogyanya didudukkan di kursi pengemudi”. Dengan demikian, baiknya pelayanan kepada masyarakat karena sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam melayani jamaah haji pemerintah memberikan pelayanan dalam hal pelayanan umum, administrasi, ibadah, dan kesehatan. Pelayanan umum antara lain mengenai pengasramaan jamaah haji, transportasi, pelayanan ibadah antara lain bimbingan manasik haji, hal-hal yang berkaitan dengan ibadah (shalat di pesawat, tayammum di pesawat, shalat jama’ dan qashar), pelayanan administrasi
14
menyangkut pendaftaran, paspor, panggilan masuk asrama dan pelayanan kesehatan meliputi pemeriksaan kesehatan, biaya pemeriksaan kesehatan dan penyerahan kartu kesehatan.8 Pelayanan haji diasumsikan akan baik jika dimanajemen dengan baik. Beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam manajemen pelayanan, seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dicoba dilakukan sesuai petunjuk Kementerian Agama Pusat. Faktor pendukung yang mengakibatkan ketidak sempurnaan pelayanan haji itu antara lain adanya hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif (inmobilisminabilityto function) seperti fungsi transparansi dan koordinasi para pejabat. Ini akibat system birokrasi yang masih cenderung mementingkan struktur, hirarki, dan sentralistik. Sepertinya, ada keraguan pejabat ditingkat atas terhadap kemampuan para pelaksana ditingkat bawah (KUA), sehingga merasa perlu untuk tidak menyalurkan biaya bimbingan manasik haji secara langsung kepaada mereka. Bila model birokrasi semacam ini diteruskan, dalam jangka panjang bisa menimbulkan resitensi dari para pelaksana tingkat bawah. Resistensi itu bisa berbentuk ketidak acuhan mereka terhadap program-program pelayanan hajidi mana dampaknya tentu buruk bagi jamaah. Sistem penyelenggaraan haji yang terdiri atas aspek kelembagaan, manajemen, pengelolaan keuangan, peningkatan SDM, serta dukungan sarana dan prasarana
8
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji ....Ibid.
15
belum efektif dalam meningkatkan pelayanan kepada jamaah calon haji. Paling tidak ada 9 masalah yang teridentifikasi:9 (1) Pendaftaran (kuota dan non kuota) (2) Biaya (besaran dan subsidi) (3) Bimbingan (Kemenag, Organisasi IPHI, KBIH dan Travel khusus) (4) Pengorganisasian (ad hoc) (5) Pelayanan (berganti-ganti pejabat dan menganggap sebagai tugas dan kerja rutin) (6) Perlindungan (keamanan dan kenyamanan, perawatan kesehatan) (7) Profesionalitas (Kemenag, Temus) (8) Pengelolaan Dana (9) Transparansi (setoran awal, DAU) Sudah saatnya sistem pengelolaan haji menerapkan tata kelola modern yang lebih baik dengan memisahkan antara fungsi regulator, operator, dan evaluator. Selama ini tiga fungsi pengelolaan ibadah haji masih dimonopoli oleh Kementerian Agama. Pandangan, pendapat dan dukungan para ahli, pimpinan lembaga Negara, masyarakat dan organisasi Islam terhadap pemisahan antara regulator, operator, dan evaluator, serta keberadaan badan khusus haji merupakan respons positif dan rasional bagi upaya perbaikan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik, professional dan amanah. 9
Nurulhidayati, “Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Penyelenggaraan Haji ....Op. cit.
16
G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan menggali atau membangun suatu preposisi, melakukan pencanderaan dan pemaknaan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi suatu daerah tertentu. Langkah peneliti sesuai pendekatan kualitatif adalah mengamati subyek penelitian dalam lingkungannya secara holistik, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bagaimana organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji.10 Dengan pendekatan kualitatif maka akan dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.11Fokus perhatian dalam penelitian ini bagaimana organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di lingkungan Kemenag Provinsi Bengkulu. Penetapan fokus penelitian ini mengandung dua maksud. Pertama, dapat membatasi studi. Kedua, untuk memenuhi kriteria inklusif atau eklusif suatu teori 10
Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1995), hal. 8. Robert Bogdan & Stevan J. Taylor, Introduction To Qualitative Methodes Research, A Phenomenological Approach To Social Sciences (New York: John Willey & Son, 1975), hal. 5. 11
17
informasi yang baru diperoleh di lapangan yang biasa disebut inclusion-exclusion criteria (Lexy Moleong, 1995: 63). Kedua maksud tersebut secara fungsional saling melengkapi dalam upaya menghindari masuknya data-data informatif yang tidak relevan kendatipun sangat menarik perhatian. Dengan berdasarkan fokus perhatian ini maka kawasan studi mencakup: organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian,
dan
pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah keseluruhan sumber informasi berupa orang-orang yang dapat memperkaya dan memperpadat informasi tentang persoalan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Dengan kata lain, yang diteliti bukan orang namun sumber informasi yang dikenal dengan informan. Dalam hal ini, diambil beberapa orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang ada di wilayah penelitian, terutama mereka yang berkompenten dan terlihat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dimaksud dalam tema penelitian. Hal ini relevan dengan pendapat Singarimbun bahwa informan haruslah orang yang memiliki pengetahuan dan sikap yang relevan dengan tujuan penelitian. 12 Para informan yang ditetapkan sebagai subyek dalam penelitain ini adalah para penggagas/konseptor, aktor pelaksana dan pihak-pihak yang terlibat dalam
12
Masri Singarimbun, Metode Penelitian, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 145.
18
orang-orang yang terlibat dalam pengorganisasian pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara dengan responden dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh sudah dikumpulkan dan sudah diolah dan dikumpulkan oleh pihak lain namun diambil referensinya dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah interview
(wawancara),
observasi dan dokumentasi. Pertama, wawancara yaitu suatu proses memperoleh keterangan atau tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan responden dengan menggunakan alat interview guide (panduan wawancara). Kedua,observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Observasi ini dilakukan secara non partisipatif, dimana observer tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan para subyek dan berstruktur dengan menggunakan panduan yang telah disiapkan. Ketiga, dokumentasiyaitu pengumpulan data dengan cara mencatat dan memanfaatkan data yang ada di institusi terkait berupa arsip, peta maupun data sekunder yang relevan. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi data yaitu sebuah cara mencari data yang mendukung dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Metode yang dipakai dalam triangulasi data antara lain dengan membandingkan antara hasil wawancara dengan hasil observasi, 19
antara ucapan sumber data di depan umum dengan ucapannya di kala sendiri, antara hasil wawancara dengan dokumen, antara kata orang dengan kata yang bersangkutan, antara keadaan dengan prospektif. Sedangkan untuk validitas data dilakukan diskusi dengan yang bersangkutan. 13 Catatan lapangan yang begitu banyak kemudian diringkas, ditelusuri tema sentralnya, dikelompokkan ke dalam gugus-gugus atau dikoding. Langkah berikutnya adalah analisis data yaitu sebuah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain.
13
Lexy Moleong, 1995: 53).
20
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Haji dalam Perspektif Fiqh Secara etimologi (lughah) kata haji terambil dari Bahasa Arab yaitu Haji yang merupakan bentuk masdar dan berasal dari kata kerja (fi‘il) yakni, maknanya adalah al-Qashdu yang berarti bermaksud, berniat dan menyengaja. Dari sini dapat dipahami makna haji menurut bahasa berniat mengujungi Mekkah dengan melaksanakan serentetan ibadah tertentu menurut ajaran Islam.14 Pengertian haji menurut bahasa ialah berniat kepada sesuatu yang dimuliakan. Pengertian haji secara istilah yaitu pekerjaan yang khusus yang dikerjakan pada waktu yang tertentu, dan tempat yang tertentu untuk tujuan yang tertentu.15Dalam kitab “Fiqh al-Hajj” disebutkan pengertian haji secara Bahasa yaitu al-qasd artinya berhajat atau berkehendak. Dan menurut syara’ artinya berhajat mengunjungi Baitullah al-Haram untuk mengerjakan ibadah sebagai kewajiban terhadap perintah Allah.16 Imam al-Syarbini dalam kitabnya “Mughni al-Muhtaj” memberikan definisi haji menurut bahasa ialah al-qasd atau berkehendak. Menurut istilah haji berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk beribadah. 17 Imam Ibn Qudamah memberikan definisi, haji adalah pergi menuju Baitullah, rumah Allah untuk 14
Sissah & Fuad Rahman, “Problematika Ritual Ibadah Haji: Telaah Perilaku Sosial Keagamaan Hujjaj di Kota Jambi, Artikel dalam Media Akademika, (Jambi: IAIN Jambi, Vol. 27, No. 3, Juli 2012), hal. 332. 15 ‘Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah (t.tp.: Dar al- Irshad, t.t.), jilid 1, h.559 16 Ibn Taimiyyah, Fiqh al-Hajj, ed. Dr. Sayyid al-Jamili (cet. ke-1, Beirut: Dar al-Fikral-‘Arabi, 1989), h.7 17 Syams al-Din Muhammad bin Ahmad al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifahMa’ani Alfaz al-Minhaj (Kaherah: Dar al-Hadits, t.t.), jilid 2, h. 257
21
menunaikan rangkaian ritual yang sesuai dengan ketentuan syariat yang ditetapkan. Haji atau nusuk itu wajib dilaksanakan setiap orang Islam sesuai dengan rukun Islam.18 Menurut jumhur ulama, pengertian haji menurut bahasa ialah berkehendak untuk melakukan sesuatu yang dimuliakan. Adapun menurut syara’ ialah niat mengunjungi tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan segala amalan yang tertentu yaitu wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dengan syarat tertentu. 19 Dalam Mugni al-Muhtaj: Haji adalah mengumpulkan makna ibadah secara keseluruhan, maka barang siapa yang menunaikan haji seolah-olah ia telah melaksanakan puasa, shalat, iktikaf, zakat, perang fi sabilillah.20 Adapun hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap orang lelaki dan perempuan sekali seumur hidup dengan syarat-syarat tertentu. Haji adalah suatu kemestian di dalam agama, barang siapa yang mengingkarinya boleh jatuh kepada hukum kafir menurut kesepakatan ulama. Haji adalah sebaik-baiknya amal yang dapat membersihkan diri dari kejahatan nafsu dan kecintaan kepada syahwat, dan
mendekatkan
dirinya
kepada
Allah,
meningkatkan
kerohaniannya,
meninggikan mahabbahnya, dan dengan haji Allah akan menjauhkannya dari perbuatan yang tercela, dan menjauhkannya daripada dosa. 21
18
Syams al-Din Abi al-Farj ‘Abd al-Rahman bin Abi ‘Umar Muhammad bin AhmadIbn Qudamah al-Muqaddasi, al-Sharh al-Kabir ‘ala Matn al-Mughni (Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), 3, h.359, Ahmad bin Yahya al-Murtado, Taj al-Madhhab li Ahkam al-Madhhab (t.tp.: Dar al-Kitab al-Islami, t.t.), h. 462. 19 Al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj, 2, h.257. 20 Al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj, 2, h.257. 21 ‘Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah, h.559, IbnTaimiyyah, Fiqh al-Hajj, h. 7-8
22
Dasar kefarduan haji dalam Islam ditetapkan oleh Alquran, Hadis danIjma’. Adapun dasarnya dalam Alquran sebagaimana firman Allah SWT: “DanAllah mewajibkan manusia mengerjakan ibadah haji dengan mengunjungiBaitullah yaitu siapa saja yang mampu sampai kepada-Nya dan siapa saja yangkufur (ingkar akan kewajiban ibadah haji itu), maka sesungguhnya Allah MahaKaya dari sekalian makhluk.” (QS. Ali Imran[3]: 97) Berpijak pada literatur sejarah Islam dikemukakan terungkap bahwa perintah mengerjakan haji telah ada jauh sebelum kedatangan Islam tepatnya pada masa Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS., sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam surat al-Hajj ayat 26. Kegiatan inti ritual ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah
pada
tanggal
9
Dzulhijjah,
dan
berakhir
setelah
melempar
jumrah(melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah.22 Kegiatan haji sendiri dilakukan dari tanggal 8 s/d 12 Dzulhijjah, bulan ke-12 dari kalender Islam. Ritual ibadah haji itu sendiri telah dikumandangkan oleh Nabi Ibrahim AS. sekitar 3600 tahun lalu. Sesudah masa beliau, praktek-prakteknya sedikit atau banyak tentunya mengalami perubahan, namun kemudian diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dimaksud dengan ibadah haji adalah: "Ibadah
22
Ibid.
23
haji adalah rukun islam yang kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang islam yang mampu menunaikannya.“ Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan jama’ah haji adalah: "Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.“ Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menyebutkan bahwa ibadah haji khusus adalah pihak yang menyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus. Ibadah haji bagi umat islam merupakan kewajiban utama kelima dari rukun Islam. Haji wajib dikerjakan sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang termasuk dalam kategori mukallaf, artinya dewasa dan berakal, dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Hanya saja, karena biaya yang relatif cukup mahal, maka Allah SWT memberikan keringanan yaitu ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang mampu, baik mampu secara rohani maupun jasmani serta tentu mampu dalam hal ekonomi. Perintah ibadah haji secara dogmatis merupakan perintah yang bersifat mutlak dari Allah SWT yang ditentukan dalam Al-Qur’an. Surat Ali Imran, ayat 97. Syarat kemampuan tersebut berkaitan dengan sifat khusus ibadah haji itu sendiri, yaitu hanya dapat dilaksanakan dalam waktu dan tempat yang telah ditentukan. Waktu pelaksanaan ibadah haji adalah setiap Bulan Dzulhijjah (bulan ke sebelas tahun hijriyah), dengan melaksanakan wukuf di Arafah, suatu tempat
24
berupa padang pasir yang terletak lebih kurang 21 km dari kota Makkah dan Arab Saudi. Dasar ibadah haji menurut Sunnah Rasulullah yaitu hadits dari ‘Umar bin Khattab (r.a.) mengenai kisah seorang penanya (Malaikat Jibril) yang bertanya kepada Rasulullah Saw.: Hadits dari Umar bin Khattab (r.a.) mengenai kisah seorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw., kemudian Nabi Saw. berkata kepadanya, “Engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah dan berumrah. ‘Engkau mandi janabat, engkau menyempurnakan wudu’ dan puasa Ramadhan. Si penanya berkata, “Jadi, jika saya mengamalkan semua itu, berarti saya seorang Muslim?” Rasulullah menjawab, “Ya, tentu” Si penanya berkata lagi, “Kamu benar….” 23 Dasar ibadah haji dalam Islam selain berdasarkan Alquran dan al-Hadis, juga telah menjadi kesepakatan umat atas wajibnya, maka barangsiapa yang mengingkarinya, maka ia kufur. Diriwayatkan dari Abi Hurairah Rasul SAW bersabda: Barangsiapa yang menunaikan haji dan ia tidak melakukan perbuatan kotor (dosa) dan tidak melakukan kefasikan maka laksana bayi yang lahir dari perut ibunya tanpa dosa.24
23
H.R. Imam al-Bayhaqi dan Imam al-Daraqutni, dalam: Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal, Jilid. 1, Kitab al-Iman wa al-Islam, Bab fi Haqiqatihima (Al-Iman wa al-Islam), Fasl fi Haqiqah alImam, No. 1358 24 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikri, 1981), Jilid II, hlm. 98. Dalam hadits lain ditegaskan bahwa Islam menganulir dosa sebelum masuk Islam sama halnya dengan haji dapat menganulir dosa sebelumnya. Lihat: Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lamalAraby, 1997), hlm. 443.
25
Ibadah haji telah diwajibkan maka tunaikanlah. Begitu istimewanya ibadah haji namun rasulullah khawatir umat tidak mampu melakukannya lebih dari sekali sehingga rasulullah tidak menyuruh kita melakukannya setiap tahun. apa saja keistimewaan ibadah haji dan umroh? Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ُ وَ ا ْﻟ َﺤ ﱡﺞ ا ْﻟ َﻤﺒْﺮُ وْ رُ ﻟَﯿْﺲَ ﻟَﮫُ ﺟَﺰَ ا ٌء إِﻻﱠ ا ْﻟ َﺠﻨﱠﺔ،اَ ْﻟﻌُ ْﻤﺮَ ة ُ إِﻟَﻰ ا ْﻟﻌُ ْﻤﺮَ ةِ َﻛﻔﱠﺎرَ ة ٌ ِﻟﻤَﺎ َﺑ ْﯿﻨَ ُﮭﻤَﺎ. Artinya: “Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” [1] Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.25 ،ِﻀﺔ ﺐ وَ ا ْﻟ ِﻔ ﱠ ِ َﻛﻤَﺎ ﯾَ ْﻨﻔِﻲ ا ْﻟ ِﻜﯿْﺮُ َﺧﺒَﺚَ ا ْﻟ َﺤ ِﺪ ْﯾ ِﺪ وَ اﻟﺬﱠ َھ، َﺗَﺎ ِﺑﻌُﻮْ ا ﺑَﯿْﻦَ ا ْﻟ َﺤ ّﺞِ وَ ا ْﻟﻌُ ْﻤﺮَ ةِ ﻓَﺈِﻧﱠ ُﮭﻤَﺎ ﯾَ ْﻨ ِﻔﯿَﺎنِ ا ْﻟﻔَﻘْﺮَ وَ اﻟﺬﱡﻧُﻮْ ب: . ُوَ ﻟَﯿْﺲَ ِﻟ ْﻠ َﺤ ﱠﺠ ِﺔ ا ْﻟ َﻤﺒْﺮُ وْ رَ ةِ ﺛَﻮَ ابٌ إِﻻﱠ ا ْﻟ َﺠﻨﱠﺔ “Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan Surga.”26Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: . ‘Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa Jalla tanpa berbuat keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya.’” Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: وَ َﺳﺄَﻟُﻮهُ ﻓَﺄ َ ْﻋﻄَﺎ ُھ ْﻢ.ُ دَﻋَﺎ ُھ ْﻢ ﻓَﺄَﺟَﺎﺑُﻮه،ِ وَ ْﻓﺪُ ﷲ، ُاَ ْﻟﻐَﺎزِ ي ﻓِ ْﻲ َﺳﺒِ ْﯿ ِﻞ ﷲِ وَ ا ْﻟﺤَﺎ ﱡج وَ ا ْﻟ ُﻤ ْﻌﺘَﻤِ ﺮ.
25
UMH, “Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji”, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 29 September 2015, http://umrohhajimabrur.com/keutamaan-ibadah-umroh-haji.html 26 UMH, “Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji....., Ibid.
26
“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang menunaikan haji dan umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru mereka, maka mereka memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta kepada-Nya, maka Allah mengabulkan (pemintaan mereka).” 27Haji beserta umrah adalah kewajiban yang dilakukan sekali dalam seumur hidup, bagi setiap muslim, baligh, berakal, merdeka serta mampu. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda: َﺣﺘ ٰﱠﻰ ﻗَﺎﻟَﮭَﺎ، َ ﯾَﺎ رَ ﺳُﻮْ َل ﷲِ؟ ﻓَ َﺴﻜَﺖ، ٍ أَ ُﻛ ﱠﻞ ﻋَﺎم: ﻓَﻘَﺎ َل رَ ُﺟ ٌﻞ،أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ ﻗَﺪْ ﻓَﺮَ ضَ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ َﺤ ﱠﺞ ﻓَ ُﺤﺠﱡﻮْ ا ،ْ ذَرُ وْ ﻧِﻲ ﻣَﺎ ﺗَﺮَ ْﻛﺘ ُ ُﻜﻢ: ﺛ ُ ﱠﻢ ﻗَﺎ َل.ﻄ ْﻌﺘ ُ ْﻢ َ َ وَ ﻟَﻤَﺎ ا ْﺳﺘ، ْ ﻟَﻮَ َﺟﺒَﺖ،ْ ﻟَﻮْ ﻗُﻠْﺖُ ﻧَﻌَﻢ: ﻓَﺈِذَا أَﻣَﺮْ ﺗ ُ ُﻜ ْﻢ ﺑِ َﺸﻲْءٍ ﻓَﺄْﺗ ُﻮْ ا ﻣِ ْﻨﮫُ ﻣَﺎ،ْﻓَﺈِﻧﱠﻤَﺎ َھﻠَﻚَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﻗَ ْﺒﻠَ ُﻜ ْﻢ ﺑِ َﻜﺜْﺮَ ةِ ﺳُﺆَ ا ِﻟ ِﮭ ْﻢ وَ اﺧْ ﺘِﻼَﻓِ ِﮭ ْﻢ َﻋﻠ َٰﻰ أَ ْﻧﺒِﯿَﺎﺋِ ِﮭﻢ . ُ وَ إِذَا ﻧَ َﮭ ْﯿﺘ ُ ُﻜ ْﻢ ﻋَﻦْ َﺷﻲْءٍ ﻓَﺪَﻋُﻮْ ه،ْﻄ ْﻌﺘُﻢ َ َا ْﺳﺘ Artinya: Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu (melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah.” 28
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
27
UMH, “Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji....., Ibid. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 639)], Shahiih Muslim (II/970, no. 1337), Sunan anNasa-i (5/110) 28
27
ِ وَ َﺣ ّﺞ،ِ وَ إِﯾﺘَﺎءِ اﻟﺰﱠ ﻛَﺎة،ِﺼﻼَة وَ إِﻗَﺎمِ اﻟ ﱠ،ِ وَ أَنﱠ ﷴَُﱠًا رَ ﺳُﻮْ ُل ﷲ،ُ َﺷﮭَﺎدَةِ أَنْ ﻻَ إِﻟﮫَ إِﻻﱠ ﷲ،ْﺲ ٍ ﻲ اْﻹِ ْﺳﻼَ ُم َﻋﻠَﻰ َﺧﻤ َ ِﺑُﻨ . َ وَ ﺻَﻮْ مِ رَ َﻣﻀَﺎن،ِا ْﻟﺒَ ْﯿﺖ Artinya: Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji ke Baitullah, dan (5) berpuasa Ramadhan.’” 29 Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ِ ﻓَﺈِنﱠ ا ْﻟﻌُ ْﻤﺮَ ةَ ﻗَﺪْ دَ َﺧﻠَﺖْ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺤ ّﺞِ إِﻟ َٰﻰ ﯾَﻮْ م،ُي ﻓَ ْﻠﯿَﺤِ ﱠﻞ اﻟْﺤِ ﱠﻞ ُﻛﻠﱠﮫ ُ ْ َﻓﻤَﻦْ ﻟَ ْﻢ ﯾَﻜُﻦْ ِﻋ ْﻨﺪَهُ ا ْﻟ َﮭﺪ،ﻋ ْﻤﺮَ ة ٌ ا ْﺳﺘَﻤْ ﺘَ ْﻌﻨَﺎ ﺑِﮭَﺎ ُ َھ ِﺬ ِه . ا ْﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ Artinya: Ini adalah ibadah umrah yang kita bersenang-senang dengannya. Barangsiapa yang tidak memiliki hadyu (binatang kurban), maka hendaknya ia bertahallul secara keseluruhan, karena ibadah umrah telah masuk kepada ibadah haji sampai hari Kiamat.” 30 Dari Shabi bin Ma’bad, ia berkata, “Aku pergi menemui ‘Umar, lalu aku berkata kepadanya: . َﺴﻨﱠ ِﺔ ﻧَﺒِﯿِّﻚ ُ ُھ ِﺪﯾْﺖَ ِﻟ: ﻓَﻘَﺎ َل، ﻓﺄ َ ْھﻠَﻠْﺖُ ﺑِ ِﮭﻤَﺎ، وَ ِإﻧِّﻲ وَ َﺟﺪْتُ ا ْﻟ َﺤ ﱠﺞ وَ ا ْﻟﻌُ ْﻤﺮَ ةَ َﻣ ْﻜﺘ ُﻮ َﺑﯿْﻦَ َﻋﻠَﻲﱠ، ُ إِﻧِّﻲ أَ ْﺳﻠَﻤْﺖ، َﯾَﺎ أَﻣِ ﯿْﺮَ ا ْﻟﻤُﺆﻣِ ﻨِﯿْﻦ Artinya: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah masuk Islam, dan aku yakin bahwa diriku telah wajib menunaikan ibadah haji dan umrah, lalu aku mulai mengerjakan kedua ibadah tersebut.’ Lalu beliau berkata, ‘Engkau telah mendapatkan petunjuk untuk melaksanakan Sunnah Nabimu.’ ”31
29
Takhrijnya telah berlalu pada Kitab Thaharah. Shahih: Irwaa-ul Ghaliil 982, Shahiih Muslim (II/911, no. 1241). 31 Shahih: Irwaa-ul Ghaliil 983, Sunan an-Nasa-i (V/142), Sunan Abi Dawud (V/230, no. 1722), Sunan Ibni Majah (II/989, no. 2970) 30
28
Bagi umat Islam, mengunjungi ka‘bah disyari‘atkan menurut kesanggupan (istitho’ah) dan tidak ada unsur paksaan (ikrah). Dari sinilah haji merupakan suatu kewajiban bagi orang Islam, yang melaksanakannya dengan tujuan memperoleh haji mabrur yakni yang tidak dinodai dosa. Dalam artian implikasi dari pelaksanaan ibadah haji dapat menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan pada masa lalu. Para
ulama
berbeda
pendapat
dalam
mentafsirkan
makna
“al-
Istita’ah.”Menurut pendapat al-Hanafiyyah, al-Istita’ah yaitu kemampuan dari segiperbekalan dan perjalanan, dari segi perbekalannya hendaklah lebih darikeperluannya
yang
asas,
yaitu
dari
segi
agama,
tempat
tinggal,
pakaian,kendaraan yang ditunggangi, alat-alat tajam, pedang dan lain-lain. Demikianjuga dengan nafkah untuk keluarganya yang mesti ditunaikan dalam jangkamasa ketiadaannya hingga ia kembali.Dari segi perjalanannya sesuai dengan adat dan kebiasaan seseorang,dan hal yang demikian tentunya berbeda bagi setiap orang, ada yang naikkendaraan yang mewah dan ada yang sederhana. Syarat berikutnya ialahmemahami ilmu mengenai masalah haji dan kefarduannya, dan terakhir sekaliHanafiyyah menetapkan syarat al-ada’ yaitu keselamatan badan, aman dalamperjalanan, ada mahram bagi perempuan, dan bukan masa ‘iddah bagi seorangwanita. Adapun
pendapat
al-Malikiyyah,
al-Istita’ah
yaitu
sesuatu
yangmemungkinkan untuk sampai ke Makkah dan tempat-tempat ibadah, baikdengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan, baik kendaraan sendiri
29
atauyang disewa, dan disyaratkan tidak ada kesulitan yang besar selama dalamperjalanan, aman pada diri dan hartanya, dan ada mahram bagi wanita. Al-Istita’ah menurut pendapat al-Hanabilah yaitu, kemampuan darisegi perbekalan dan perjalanan. Dari segi perbekalan disyaratkan ada kelebihandari segi ilmu, tempat tinggal, pembantu, nafkah bagi keluarganya selamadalam kepergiannya secara berterusan. Dari segi perjalanannya disyaratkanaman dalam perjalanan, bagi perempuan hendaklah ada mahram, bagi yangbuta hendaklah ada yang penuntunnya yang melihat. Adapun al-Istita’ah menurut pendapat al-Shafi’iyyah yaitu, terbagi kepada dua: Istita’ah bi al-Nafs dan Istita’ah bi al-Ghayr. Maksud dari yang pertama ialah, kemampuan dari segi perbekalan, ada tunggangan dalam perjalanan, aman dalam perjalanan, ada air dan perbekalan, ada mahram bagi wanita dan ada penuntun bagi yang buta, ditetapkan tidak ada kesulitan yang besar bagi tunggangan selama dalam perjalanan, masih dalam waktu haji, dan dimaksudkan berkemampuan yaitu dari mulai awal bulan Syawal sehingga 10 Zulhijah.32 B. Ibadah Haji Masa Nabi Ibrahim Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disanasini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi32
‘Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah, h. 560-564
30
segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syariat, sebagaimana yang diatur dalam Alquran dan sunnah rasul. Sejarah ibadah haji tidak terlepas dari pribadi agung yang pertama kali mengajarkannya, yaitu Nabi Ibrahim, nenek moyang bangsa Arab dan Ibrani, serta bapak dari tiga agama monoteis: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Kenyataan menunjukkan bahwa dari tiga komunitas agama tersebut, hanya umat Islam yang setiap hari menyebut nama Ibrahim dengan penuh khidmat, pada bagian akhir shalat mereka.Dalam Alquran, nama Nabi Ibrahim, disebutkan 69 kali yang tersebar dalam 25 Surat dan merupakan peringkat kedua terbanyak disebutkan sesudah Nabi Musa. Beliau lahir di tanah Caldea33(Irak) daerah muara Sungai Efrat. Meskipun hidup di lingkungan masyarakat Mesopotamia yang menyembah benda-benda langit, Ibrahim sejak muda remaja telah memiliki sifat hanif, yaitu cenderung kepada kebenaran adanya Satu Tuhan. Allah mempunyai rencana besar untuk Ibrahim dan Ismail. Allah memerintahkan Ibrahim untuk membawa Hajar dan anak mereka yang masih kecil meninggalkan Kana'an ke arah selatan34, menuju sebuah lembah yang bernama Baka atau Bakkah. Nama Bakkah lama-kelamaan berubah menjadi Makkah. Dalam bahasa Arab dan Ibrani, kata baka mempunyai dua arti: "berderai air mata" dan "pohon balsam".
33
M u h a m m a d H u s a i n H a e k a l ,Sejarah Nabi Muhammad Saw Dari Perioda Pra-Islam Sampai Dengan Wafatnya Nabi,Pustaka Online Mediaisnet 34 Kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar beserta perjalanannya ditulis oleh al-Thabari dalam kitab tarikhnya. Muhammad Ibn Jarir Al-Thabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, (Mesir: Dar al-Ma'arif,tt), Jilid 1, h. 275-283
31
Allah menjelaskannya dalam Q.S Ali Imran 96: ٩٦ َﱠﺎس ﻟَﻠﱠﺬِي ﺑِﺒَ ﱠﻜﺔَ ُﻣﺒَﺎرَ ﻛٗ ﺎ وَ ُھ ٗﺪى ﻟِّﻠۡ َٰﻌﻠَﻤِ ﯿﻦ ِ ﺿ َﻊ ﻟِﻠﻨ ِ ُإِنﱠ أَوﱠ َل ﺑَﯿۡ ﺖٖ و Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia Lembah Bakkah atau Makkah merupakan lokasi Rumah Allah yang didirikan oleh generasi pertama umat manusia dari zaman Nabi Adam. Pada masa Nabi Ibrahim lembah itu sudah ditelantarkan, tiada manusia yang menghuni, dan Rumah Allah yang pertama itu hanya tinggal fondasinya saja yang berupa lempung merah. Kemudian perintah Allah turun kepada Ibrahim dan Ismail untuk membangun atau merenovasi Rumah Allah (Baitullah) dengan meninggikan fondasi yang memang sudah ada. Q.S Al-Baqarah:127memberikan informasi: ١٢٧ ﺖ وَ إِﺳۡ َٰﻤﻌِﯿ ُﻞ رَ ﱠﺑﻨَﺎ ﺗَ َﻘﺒ ۡﱠﻞ ﻣِ ﻨﱠ ۖﺎ ٓ إِﻧﱠﻚَ أَﻧﺖَ ٱﻟﺴﱠﻤِ ﯿﻌُﭑﻟۡ ﻌَﻠِﯿ ُﻢ ِ ۡوَ إِ ۡذ ﯾ َۡﺮﻓَ ُﻊ إِﺑۡ ﺮَٰ ِھۧ ُﻢ ٱﻟۡ ﻘَﻮَ ا ِﻋﺪَ ﻣِ ﻦَ ٱﻟۡ ﺒَﯿ Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" Oleh karena bangunan Rumah Allah yang didirikan Ibrahim dan Ismail itu berbentuk kubus (ka'bah), akhirnya Rumah Allah yang berukuran 12 x 10,5 x 15 meter itu dikenal dengan sebutan Ka'bah. Setelah Ka'bah selesai dibangun, turunlah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji. Dalam Q.S Al-Hajj: 27, Allah berfirman: ٢٧ ٖﱠﺎس ﺑِﭑﻟۡ َﺤ ّﺞِ ﯾَ ۡﺄﺗ ُﻮكَ رِ ﺟ َٗﺎﻻ وَ َﻋﻠ َٰﻰ ُﻛ ِّﻞ ﺿَﺎﻣِ ٖﺮ ﯾَ ۡﺄﺗِﯿﻦَ ﻣِ ﻦ ُﻛ ِّﻞ ﻓَ ّﺞٍ ﻋَﻤِ ﯿﻖ ِ وَ أَذِّن ﻓِﻲ ٱﻟﻨ
32
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh Dan Allah mengajarkan bagaimana cara berhajji, sebagaimana permohonan Nabi Ibrahim kepada Allah yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah: 128; ١٢٨ ٱﺟﻌَﻠۡ ﻨَﺎ ﻣُﺴۡ ِﻠﻤَﯿۡ ﻦِ ﻟَﻚَ وَ ﻣِ ﻦ ذ ِ ُّر ﱠﯾﺘِﻨَﺎ ٓ أُﻣﱠﺔٗ ﻣﱡﺴۡ ِﻠﻤَﺔٗ ﻟﱠﻚَ وَ أَرِ ﻧَﺎ َﻣﻨَﺎ ِﺳ َﻜﻨَﺎ وَ ﺗ ُۡﺐ َﻋﻠَﯿۡ ﻨَ ۖﺎ ٓ إِﻧﱠﻚَ أَﻧﺖَ ٱﻟﺘﱠﻮﱠ اﺑُﭑﻟﺮﱠ ﺣِ ﯿ ُﻢ ۡ َرَ ﺑﱠﻨَﺎ و Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang Akan tetapi seiring berjalan waktu Setelah beberapa abad, Manasik atau tatacara haji dicampurbaurkan dengan upacara pemujaan berhala. Keadaan seperti ini berlangsung berabad-abad. Dan akhirnya tibalah saatnya doa Nabi Ibrahim dikabulkan, yaitu doa yang beliau sampaikan kepada Allah ketika mendirikan Ka'bah, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah:129: ١٢٩ ُﻮﻻ ِّﻣﻨۡ ﮭُﻢۡ َﯾ ۡﺘﻠُﻮاْ َﻋﻠَﯿۡ ﮭِﻢۡ ءَا َٰﯾﺘِﻚَ وَ ﯾُﻌَ ِﻠّ ُﻤ ُﮭ ُﻢ ٱﻟۡ ِﻜﺘَٰﺐَ وَ ٱﻟۡ ﺤِ ﻜۡ َﻤﺔَ وَ ﯾُﺰَ ّﻛِﯿﮭ ِۡۖﻢ إِﻧﱠﻚَ أَﻧﺖَ ٱﻟۡ ﻌَﺰِ ﯾﺰُ ٱﻟۡ َﺤﻜِﯿ ُﻢ ٗ رَ ﺑﱠﻨَﺎ وَ ٱﺑۡ َﻌ ۡﺚ ﻓِﯿﮭِﻢۡ رَ ﺳ Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana
Sebagai jawaban atas doa Nabi Ibrahim tersebut, Allah mengutus seorang manusia dari kalangan suku Quraisy yang bernama Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Terakhir yang meneruskan dan menyempurnakan ajaran seluruh Nabi dan Rasul terdahulu.
33
C. Penyelenggaraan Ibadah Haji di Masa Rasulullah Ibadah haji sebagai Rukun Islam yang kelima mulai diwajibkan Allah SWT kepada umat Islam pada tahun 4 Hijri (625 M).35 Allah menetapkan bahwa syari`at haji dari Nabi Ibrahim wajib dilaksanakan umat Islam dengan turunnya Q.S Ali Imran 97: ﺖ ﱠﻣﻘَﺎ ُم إِﺑۡ ﺮَٰ ھِﯿ ۖ َﻢ وَ ﻣَﻦٞ ﻓِﯿ ِﮫ ءَا َٰﯾﺖُۢ َﺑﯿِّ َٰﻨ ٩٧ Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Ayat ini menegaskan bahwa ibadah haji diwajibkan “bagi mereka yang mampu melakukan perjalanan ke sana”, yaitu mampu dalam hal fisik, finansial, dan keamanan tanpa gangguan. Ketika perintah haji itu diwahyukan Allah, Makkah sedang dikuasai kaum musyrikin yang memusuhi kaum Muslimin di Madinah. Kondisi itu tidak memungkinkan bagi Nabi Muhammad s.a.w. beserta para shahabat untuk segera menunaikan ibadah haji.Akan tetapi Rasulullah s.a.w. memerintahkan para shahabat yang mampu, terutama kaum Anshar yang tidak dikenali oleh orangorang Makkah, untuk menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan manasik Nabi
35
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah S.A.W.Http://Irfanan Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29 September 2015
34
shory.
Ibrahim dan tidak mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan penyembahan berhala.36 Ketika kembali dari berhaji, orang-orang Anshar ini melapor kepada Rasulullah s.a.w. bahwa mereka mengerjakan sa`i dengan keraguan, sebab di tengah mas`a antara Safa dan Marwah terdapat dua berhala besar Asaf dan Na’ilah. Maka turunlah wahyu Allah, yaitu Q.S Al-Baqarah 158: ع ﺧَﯿۡ ٗﺮا ﻓَﺈِنﱠ َ فَ ﺑِ ِﮭ َﻤ ۚﺎ وَ ﻣَﻦ ﺗَﻄَﻮﱠ ١٥٨ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi´ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber´umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. Pada bulan Dzulqa`dah 6 Hijri (April 628), Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi menunaikan umrah ke Makkah, lalu mengajak para shahabat untuk merealisasikan mimpi tersebut. Maka Rasulullah s.a.w. beserta sekitar 1500 shahabat berangkat menuju Makkah, mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan qurban. Kaum musyrikin Quraisy mengerahkan pasukan untuk menghalang-halangi, sehingga rombongan dari Madinah tertahan di Hudaibiyah, 20 km di sebelah barat laut Makkah. Kaum Quraisy mengutus Suhail ibn Amr untuk berunding dengan Rasulullah s.a.w. Suhail mengusulkan kesepakatan genjatan senjata antara Makkah dan Madinah, serta kaum Muslimin harus menunda umrah
36
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, Septemer 2015
35
Rasulullah diakses 29
tetapi tahun depan diberikan kebebasan melakukan umrah dan tinggal selama tiga hari di Makkah. Di luar dugaan para shahabat, ternyata Rasulullah s.a.w. menyetujui usul Suhail, Sepintas lalu isi perjanjian kelihatannya merugikan kaum Muslimin, tetapi secara politis sangat menguntungkan. “Perjanjian Hudaibiyah” merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam, sebab untuk pertama kalinya kaum Quraisy di Makkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah.37 Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyah, tahun berikutnya (Dzulqa`dah 7 Hijri atau Maret 629) Rasulullah s.a.w. beserta para shahabat untuk pertama kalinya melakukan umrah ke Baitullah. Ketika rombongan Nabi yang berjumlah sekitar 2000 orang memasuki pelataran Ka`bah untuk melakukan thawaf, orang-orang Makkah berkumpul menonton di bukit Qubais dengan berteriak-teriak bahwa kaum Muslimin kelihatan letih dan pasti tidak kuat berkeliling tujuh putaran. Mendengar ejekan ini, Rasulullah s.a.w. bersabda kepada jemaah beliau, “Marilah kita tunjukkan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram, dan kita lakukan thawaf dengan berlari”. 38 Sesudah mencium Hajar Aswad, Rasulullah s.a.w. dan para shahabat memulai thawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka`bah, sehingga para pengejek akhirnya bubar. Pada putaran keempat, setelah orang-orang usil di atas bukit Qubais pergi, Rasulullah s.a.w. mengajak para shahabat berhenti berlari dan berjalan seperti biasa. Inilah latar belakang beberapa sunnah thawaf di kemudian hari; bahu kanan 37
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, Septemer 2015 38 Ibid.
36
Rasulullah diakses 29
yang terbuka, serta berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama khusus pada thawaf yang pertama. Selesai tujuh putaran, Rasulullah s.a.w. shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, kemudian minum air Zamzam. Sesudah itu Rasulullah melakukan sa`i antara Safa dan Marwah, dan akhirnya melakukan tahallul dengan mencukur rambut. Ketika masuk waktu zuhur, Rasulullah s.a.w. menyuruh Bilal ibn Rabah naik ke atap Ka`bah untuk mengumandangkan azan. Suara azan Bilal menggema ke segenap penjuru, sehingga orang-orang Makkah berkumpul ke arah sumber suara yang baru pertama kali mereka dengar. Kaum musyrikin menyaksikan betapa rapinya saf-saf kaum Muslimin yang sedang shalat berjamaah. Hari itu, 17 Dzulqa`dah 7 Hijri (17 Maret 629), untuk pertama kalinya azan berkumandang di Makkah dan Nabi Muhammad s.a.w. menjadi imam shalat di depan Ka`bah. Pada tahun 8 Hijri Rasulullah melakukan umrah dua kali, yaitu ketika menaklukkan Makkah serta ketika beliau pulang dari Perang Hunain. Ditambah dengan umrah tahun sebelumnya, Rasulullah sempat melakukan umrah tiga kali, sebelum beliau mengerjakan ibadah haji tahun 10 Hijri.39 Pada bulan Dzulhijjah 9 Hijri (Maret 631), Rasulullah s.a.w. mengutus shahabat Abu Bakar Shiddiq untuk memimpin ibadah haji. Rasulullah sendiri tidak ikut lantaran sedang menghadapi Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Abu Bakar Shiddiq mendapat perintah untuk mengumumkan Dekrit Rasulullah, 39
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, Septemer 2015
37
Rasulullah diakses 29
berdasarkan firman Allah dalam At-Taubah 28 yang baru diterima Nabi, bahwa mulai tahun depan kaum musyrikin dilarang mendekati Masjid al-Haram dan menunaikan ibadah haji, karena sesungguhnya mereka bukanlah penganut ajaran tauhid dari Nabi Ibrahim a.s. Pada tahun 10 Hijri (631/632 Masehi) Semenanjung Arabia telah dipersatukan di bawah kekuasaan Nabi Muhammad s.a.w. yang berpusat di Madinah, dan seluruh penduduk telah memeluk agama Islam. Maka pada bulan Syawwal 10 Hijri (awal tahun 632) Rasulullah s.a.w. mengumumkan bahwa beliau sendiri akan memimpin ibadah haji tahun itu. Berita ini disambut hangat oleh seluruh umat dari segala penjuru, sebab mereka berkesempatan mendampingi Rasulullah s.a.w. dan menyaksikan setiap langkah beliau dalam melakukan manasik haji.40 Rasulullah s.a.w. berangkat dari Madinah sesudah shalat Jum`at tanggal 25 Dzulqa`dah 10 Hijri (21 Februari 632), mengendarai unta beliau Al-Qashwa’,dengan diikuti sekitar 30.000 jemaah. Seluruh istri beliau ikut serta, dan juga putri beliau Fatimah. Sesampai di Dzulhulaifah yang hanya belasan kilometer dari Madinah, rombongan singgah untuk istirahat dan mempersiapkan ihram. Di sini istri Abu Bakar Shiddiq, Asma’, melahirkan putra yang diberi nama Muhammad. Abu Bakar berniat mengembalikannya ke Madinah, tetapi Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa
40
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabiy, 1977), h. 642
38
Asma’ cukup mandi bersuci, lalu memakai pembalut yang rapi, dan dapat melakukan seluruh manasik haji.41 Keesokan harinya, Sabtu 26 Dzulqa`dah (22 Februari), setelah semuanya siap untuk berihram, Rasulullah s.a.w. menaiki unta kembali, lalu bersama seluruh jemaah mengucapkan: Labbaik Allahumma Hajjan. Tidak ada yang berniat umrah, sebab menurut tradisi saat itu umrah hanya boleh di luar musim haji. Tiga cara haji (Tamattu`, Ifrad, Qiran) yang kita kenal sekarang baru diajarkan Rasulullah s.a.w. di Makkah delapan hari berikutnya. Rombongan menuju Makkah dengan tiada henti mengucapkan talbiyah. Pada Sabtu 3 Dzulhijjah (29 Februari), mereka tiba di Sarif, 15 km di utara Makkah, kemudian beristirahat. Pada Ahad 4 Dzulhijjah (1 Maret) pagi, Rasulullah s.a.w. dan rombongan memasuki Makkah. Di sana sudah menunggu puluhan ribu umat yang datang dari berbagai penjuru, dan total jemaah haji mencapai lebih dari 100.000 orang. Rasulullah s.a.w. memasuki Masjid al-Haram melalui gerbang Banu Syaibah atau Bab as-Salam (Pintu Kedamaian) di samping telaga Zamzam di belakang Maqam Ibrahim. Masjid al-Haram saat itu adalah lapangan tempat shalat dan thawaf, sedangkan bangunan masjid baru dirintis oleh Khalifah Umar ibn Khattab (634644), lalu mengalami perluasan dari masa ke masa sehingga akhirnya megah seperti sekarang. Pada awal setiap putaran thawaf, jemaah haji disunnahkan untuk memberikan penghormatan (istilam) kepada Hajar Aswad di pojok tenggara Ka`bah. 41
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 642
39
Rasulullah s.a.w. memberikan empat caraistilam tersebut. Ketika umrah pertama kali tahun 7 Hijri, beliau mengecup Hajar Aswad. Ketika penaklukan Makkah tahun 8 Hijri, beliau menyentuhkan ujung tongkat ke Hajar Aswad dari atas unta. Ketika umrah saat pulang dari Hunain, Hajar Aswad beliau usap dengan tangan kanan. Ketika beliau haji tahun 10 Hijri, beliau hanya melambaikan tangan dari jauh ke arah Hajar Aswad. Rasulullah s.a.w. melakukan thawaf tujuh putaran. Ummu Salamah, salah satu istri beliau, berthawaf dengan ditandu sebab sedang sakit. Setiap melewati Rukun Yamani Rasulullah s.a.w. cuma mengusapnya dengan tangan. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad beliau mengucapkan doa paling populer: Rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina `adzaba al-nar. Setelah selesai tujuh putaran, beliau shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian pergi ke telaga Zamzam. Beliau minum air Zamzam dan membasahi kepala. Kemudian Rasulullah s.a.w. menuju bukit Safa untuk memulai sa`i. Beliau naik ke bukit, lalu menghadap Ka`bah, bertakbir tiga kali dan berdoa. Kemudian beliau turun ke lembah menuju Marwah, dan sesampai di Marwah Rasulullah s.a.w. melakukan apa yang beliau kerjakan di Safa.42 Demikianlah bolak-balik sebanyak tujuh kali. Setelah selesai sa`i, Rasulullah s.a.w. di Marwah menginstruksikan sesuatu yang mengejutkan para shahabat karena belum pernah terjadi sebelumnya: beliau memerintahkan seluruh shahabat yang tidak membawa hadyu atau hewan qurban 42
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah..,h.643
40
agar mengubah niat haji menjadi umrah, padahal selama ini umrah hanya dilakukan di luar musim haji. Dengan mengubah niat menjadi umrah, sebagian besar jemaah haji yang tidak membawa hadyu dapat bertahallul dan baru berihram lagi untuk haji tanggal 8 Dzulhijjah. Oleh karena mereka tidak membawa hadyu dari rumah, tentu pada Hari Nahar (10 Dzulhijjah) atau Hari-Hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah) mereka harus menyediakan hewan untuk dijadikan hadyu. Dan ini yang kemudian dikenal sebagai Haji Tamattu'. Kemudian Rasulullah s.a.w. mengeluarkan dekrit: Dakhalat al-umratu ila alhajji abadan abadan (Telah masuk umrah ke dalam haji untuk selamalamanya).43Artinya, sejak saat itu umrah dapat dikerjakan di musim haji, bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah haji. Mendengar penegasan Rasulullah s.a.w., para shahabat yang sebagian besar tidak membawa hadyu mengubah niat haji menjadi umrah, lalu bertahallul secara massal. Hanya Rasulullah s.a.w. dan sebagian kecil sahabat yang terus berihram sebab mereka membawa hadyu.44 Sejak hari itu, 4 Dzulhijjah 10 Hijri, mulailah diperkenalkan tiga cara ibadah haji. Pertama, Haji Tamattu` atau ‘bersenang-senang’ (umrah dulu, baru haji) bagi mereka yang tidak membawa hadyu. Kedua, Haji Ifrad atau ‘mandiri’ (haji dulu, baru umrah) bagi penduduk Makkah yang membawa hadyu. Ketiga, Haji Qiran atau ‘gabungan’ (haji dan umrah langsung digabungkan) 45 bagi yang bukan penduduk 43
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 644 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 644 45 Dr. Wahah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu (Dimasq: Dar al-Fikr,tt), Juz 3, h.2193 44
41
Makkah yang membawa hadyu. Cara terakhir inilah, yaitu Haji Qiran, yang dikerjakan Rasulullah s.a.w. Sesudah mengerjakan haji, Rasulullah s.a.w. tidak lagi melakukan umrah secara terpisah dan langsung kembali ke Madinah tanggal 14 Dzulhijjah. Perlu diketahui bahwa cara Haji Tamattu` memang diperintahkan Allah sebagai keringanan bagi umat-Nya, melalui wahyu yang turun ketika Rasulullah s.a.w. dan rombongan tertahan di Hudaibiyah tahun 6 Hijri, tetapi baru pada tahun 10 Hijri Rasulullah s.a.w. berkesempatan menunaikan haji dan menerapkan pelaksanaannya. Ayat perintah tamattu` itu kini tercantum dalam Q.S Al-Baqarah 196: ي ﻣَﺤِ ﻠﱠ ۚۥﮫُ ﻓَﻤَﻦ ُ ﻢۡ َﺣﺘ ٰﱠﻰ ﯾَﺒۡ ﻠُ َﻎ ٱﻟۡ َﮭ ۡﺪ ِﺻﺪَﻗَ ٍﺔ أ َۡو ﻧُﺴ ُٖۚﻚ ﻓَﺈِذَآ أَﻣِ ﻨﺘ ُﻢۡ ﻓَﻤَﻦ ﺗَ َﻤﺘﱠ َﻊ ﺑِﭑﻟۡ ﻌُﻤۡ ﺮَ ِة إِﻟَﻰ ٱﻟۡ َﺤ ّﺞ َ ﺻﯿَﺎﻣٍ ﺄ َۡو ِ ِّﻣﻦٞﻛَﺎنَ ﻣِ ﻨﻜُﻢ ﻣ ِﱠﺮﯾﻀًﺎ أ َۡو ﺑِ ِ ٓۦﮫ أَ ٗذى ِّﻣﻦ رﱠ ۡأ ِﺳِۦﮫ ﻓَ ِﻔ ۡﺪﯾَﺔ ۗﺔ َٰذﻟِﻚَ ِﻟﻤَﻨﻠﱠﻢۡ َﯾﻜ ُۡﻦٞ َة ﻛَﺎﻣِ ﻠٞ ََﺼﯿَﺎ ُم ﺛَ َٰﻠﺜَ ِﺔ أَﯾ ٖﱠﺎم ﻓِﻲ ٱﻟۡ َﺤ ّﺞِ وَ ﺳَﺒۡ َﻌ ٍﺔ إِذَا رَ ﺟَﻌۡ ﺘ ُۡۗﻢ ﺗِﻠۡ ﻚَ َﻋﺸَﺮ ِ ﻓَﻤَﺎ ٱﺳۡ ﺘَﯿۡ ﺴَﺮَ ﻣِ ﻦَ ٱﻟۡ َﮭ ۡﺪ ۚي ِ ﻓَﻤَﻦ ﻟﱠﻢۡ ﯾَﺠِ ۡﺪ ﻓ ١٩٦ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ´umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ´umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orangorang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Dengan demikian jemaah haji Indonesia yang sudah tentu bukan pribumi Makkah dan boleh dipastikan tidak membawa hadyu dari rumah, tidak ada pilihan
42
lain kecuali melaksanakan perintah Rasulullah s.a.w. untuk mengambil cara Haji Tamattu`. Hal ini berlaku baik bagi jemaah Gelombang Pertama (yang ke Madinah dahulu) maupun bagi jemaah Gelombang Kedua (yang langsung ke Makkah). Pada hari Kamis 8 Dzulhijjah (5 Maret), Rasulullah s.a.w. memerintahkan umat beliau yang memakai cara Tamattu` kembali mengenakan pakaian ihram dan menjauhi larangan-larangan ihram untuk memulai ibadah haji. Mereka yang memakai cara Ifrad atau Qiran, termasuk beliau sendiri, memang sudah dalam keadaan berihram sebab sesudah thawaf dan sa`i tanggal 1 Maret mereka tidak bertahallul. Manasik haji yang beliau terapkan di Arafah, Muzdalifah dan Mina sangat perlu kita cermati, sebab manasik ini merupakan ‘sistem baru’ yang berbeda dengan ‘sistem lama’, berdasarkan aturan Ilahi dalam Al-Baqarah 196-203 yang diwahyukan tahun 6 Hijri dan baru sempat diterapkan pada ibadah haji Rasulullah s.a.w. tahun 10 Hijriah. Pada tanggal 8 Dzulhijjah pagi, Rasulullah s.a.w. beserta jemaah haji pergi menuju Mina (6 km dari Makkah) untuk mempersiapkan air, sebab mulai tanggal 10 Dzulhijjah sesudah pulang dari Arafah mereka akan tinggal di Mina selama beberapa hari. Itulah sebabnya tanggal 8 Dzulhijjah disebut Hari Tarwiyah atau mempersiapkan air. Pada hari Jum`at 9 Dzulhijjah (6 Maret) sesudah matahari terbit, Rasulullah s.a.w. dan seluruh jemaah haji berangkat menuju Arafah, 19 km dari Mina ke arah timur. Ketika melewati Muzdalifah, kaum Quraisy berharap agar Rasulullah s.a.w. berhenti, sebab selama ini kaum Quraisy selalu berwuquf di Muzdalifah sedangkan
43
yang berwuquf di Arafah adalah mereka yang bukan suku Quraisy. Maka Rasulullah s.a.w. memerintahkan agar seluruh jemaah haji tanpa kecuali kembali kepada syari`at asli Nabi Ibrahim a.s. untuk berwuquf di Arafah, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Baqarah 199. Rasulullah s.a.w. memerintahkan umatnya untuk tidak menyia-nyiakan waktu wuquf. “Haji itu di Arafah,” sabda beliau. “Allah mengutus para malaikat ke langit dunia untuk merekam segala permohonan anak cucu Adam yang wuquf di Arafah.” Sambil menghadap kiblat, Rasulullah s.a.w. dan para shahabat memuji dan mengagungkan Allah, berzikir dan berdoa, memohon ampun atas segala dosa, membaca ayat-ayat Qur’an dan memperbanyak talbiyah. Setelah matahari terbenam, Rasulullah s.a.w. mengajak para jemaah haji untuk berangkat menuju masy'aril haram (Muzdalifah), sesuai dengan firman Allah dalam Al-Baqarah 198: ﻟَﯿۡ ﺲَ َﻋﻠَﯿۡ ﻜُﻢۡ ُﺟﻨَﺎ ٌح أَن ﺗَﺒۡ ﺘَﻐُﻮاْ ﻓَﻀۡ ٗﻼ ِّﻣﻦ رﱠ ﺑِّﻜ ُۡۚﻢ ١٩٨ َﻀﺎٓﻟِّﯿﻦ َھﺪَﯨٰ ﻜُﻢۡ وَ إِن ﻛُﻨﺘ ُﻢ ِّﻣﻦ ﻗَﺒۡ ِﻠِۦﮫ ﻟَﻤِ ﻦَ ٱﻟ ﱠ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat
Sesampai di Muzdalifah, yang berjarak 14 km dari Arafah, Rasulullah s.a.w. dan rombongan menunaikan shalat maghrib dan isya secara jama` dan qasar.46Rasulullah s.a.w. dan sebagian besar jemaah haji bermalam di Muzdalifah,
46
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah…, h.646
44
tetapi beliau mengizinkan orang-orang yang lemah, wanita dan anak-anak berangkat ke Mina (5 km dari Muzdalifah) sesudah tengah malam, supaya dapat melontar jumrah sebelum masa membanjir datang. Pada hari Sabtu 10 Dzulhijjah (7 Maret) pagi hari Rasulullah s.a.w. dan rombongan sampai di Mina. Beliau tidak mampir di Jumrah Ula dan Jumrah Wustha, melainkan langsung menuju Jumrah Aqabah. Berbeda dengan Jumrah Ula dan Jumrah Wustha yang berada di lapangan terbuka, Jumrah Aqabah terletak di kaki bukit. Itulah sebabnya penampung batu lontaran di Jumrah Ula dan Jumrah Wustha berbentuk lingkaran, sedangkan di Jumrah Aqabah cuma setengah lingkaran karena terhalang cadas bukit. Di kemudian hari, meskipun bukit Aqabah sudah dipapas rata dengan tanah, Jumrah Aqabah selama berabad-abad dibiarkan tetap dikelilingi setengah lingkaran. Baru pada tahun 2004, pemerintah Arab Saudi mengubah penampung batu lontaran di Jumrah Aqabah menjadi lingkaran penuh seperti dua jumrah yang lain. Pada tanggal 10 Dzulhijjah itu Rasulullah s.a.w. melontar Jumrah Aqabah dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali, dan bertakbir pada setiap lontaran, sebagai lambang usaha penolakan terhadap syaithan, meniru tindakan Nabi Ibrahim a.s. yang digoda syaithan tatkala akan menyembelih putranya, Nabi Isma`il a.s. Sesudah melontar Rasulullah s.a.w. berdoa: Allahuma j`alhu hajjan mabruran wa sa`yan masykuran wa dzanban maghfuran (“Ya Allah, jadikanlah hal ini sebagai haji yang bermutu, usaha yang diterima, dan dosa yang terampuni”).
45
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. pergi ke Makkah untuk melakukan thawaf mengelilingi Ka`bah. Setelah shalat zuhur beliau kembali ke Mina. Oleh karena Rasulullah s.a.w. mengambil cara Haji Qiran (haji dan umrah digabungkan), tanggal 10 Dzulhijjah itu beliau tidak melakukan sa`i di antara Safa dan Marwah. Sa`i beliau cukup satu kali pada saat masuk Makkah yang sudah mencakup sa`i haji dan umrah. Tetapi sebagian besar para shahabat melakukan sa`i tanggal 10 Dzulhijjah atau sesudahnya, karena mereka mengambil cara Haji Tamattu` sesuai perintah Rasulullah s.a.w. Inilah sa`i haji bagi para shahabat yang Tamattu`, sebab sa`i mereka pada hari pertama masuk Makkah adalah sa`i umrah saja dan belum sa`i haji. Apapun urutan manasik yang dipilih oleh para jemaah haji, Rasulullah s.a.w. menginstruksikan para jemaah haji untuk menginap di Mina pada malam-malam Hari Tasyriq, kecuali mereka yang karena kesibukannya tidak dapat menginap. Rasulullah s.a.w. mengizinkan paman beliau, Abbas ibn Abdil-Muttalib, bermalam di Makkah untuk mengelola siqayah (air Zamzam untuk jemaah haji). Demikian pula para gembala yang harus menjaga ternak mereka di malam hari diberi izin oleh Nabi s.a.w. untuk tidak menginap di Mina.47 Pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah, sesudah masuk waktu zuhur, Rasulullah s.a.w. dan para jemaah haji melontar secara berturut-turut Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan akhirnya Jumrah Aqabah, masing-masing tujuh lontaran. Beliau berdoa 47
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, Septemer 2015
46
Rasulullah diakses 29
sesudah melontar Jumrah Ula dan Jumrah Wustha, tetapi segera pergi setelah melontar Jumrah Aqabah. Rasulullah s.a.w. memberikan kelonggaran bagi yang tidak sempat melontar pada siang hari untuk melakukannya di malam hari. Juga bagi orang yang sakit, lanjut usia, lemah, anak kecil atau wanita hamil, pelontaran boleh diwakilkan kepada orang lain. Rasulullah s.a.w. juga menerapkan kebolehan dari Allah bagi jemaah haji untuk memilih dua hari atau tiga hari dalam melontar tiga jumrah, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Baqarah 203: إِ ۡﺛ َﻢ َﻋ
٢٠٣ َوَ ٱﻋۡ ﻠَﻤُﻮٓ اْ أَﻧﱠﻜُﻢۡ إِﻟَﯿۡ ِﮫ ﺗ ُۡﺤﺸَﺮُ ون Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya
Jadi pada tanggal 12 Dzulhijjah sore hari jemaah haji boleh melakukan nafar awwal (‘pulang duluan’) meninggalkan Mina pulang ke Makkah. Mereka yang ingin nafar awwal harus sudah berada di luar Mina sebelum maghrib. Jika saat maghrib masih di Mina, mereka harus mengambil nafar tsani (‘pulang rombongan kedua’), yaitu harus bermalam lagi di Mina dan melontar lagi tiga jumrah tanggal 13 Dzulhijjah, baru pulang ke Makkah. Sebagian shahabat memilih nafar awwal dan
47
sebagian lagi memilih nafar tsani. Adapun Rasulullah s.a.w. melakukan nafar tsani, pulang ke Makkah tanggal 13 Dzulhijjah.48 Sesudah shalat shubuh hari Rabu 14 Dzulhijjah (11 Maret), Rasulullah s.a.w. dengan istri-istri beliau, kecuali Safiyah yang mengalami haid dua hari sebelumnya, melakukan thawaf wada’, lalu mereka kembali ke Madinah. Rasulullah s.a.w. tidak dapat berada lama-lama di Makkah, sebab pekerjaan beliau selaku Kepala Negara harus segera beliau rampungkan. Tiga bulan sesudah itu, pada hari Senin tanggal 12 Rabi`u l-Awwal 11 Hijri (8 Juni 632), Rasulullah s.a.w. berpulang ke Rahmatullah. D. Penyelenggaraan Ibadah Haji Di Indonesia Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang, dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penjajahan, masa orde lama, masa Orde Baru hingga sekarang. Sejarah perhajian di Indonesia memiliki fasa yang cukup panjang danmemiliki liku-liku sejarah perjalanan yang cukup menarik untuk dikaji, karenaia berlaku semasa pemerintahan Belanda yang tidak mengenal arti kewajibanyang mesti ditunaikan oleh seorang Muslim.Dari abad ke abad pelaksanaan perhajian di Indonesia mengalamiperubahan demi perubahan ke arah yang lebih baik, dimulai dari pengangkutandengan kapal laut yang hanya menumpang kapal Belanda atau kapal yangkebetulan singgah di kepulauan Indonesia, hingga mempunyai kapal milikpribumi, milik salah seorang saudagar kaya yang berasal dari Makassar yangmengangkut para jamaah haji yang saat itu 48
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, Septemer 2015
48
Rasulullah diakses 29
masih sangat sedikit, dengan kadarbayaran tertentu. Demikian pula setibanya di negeri Hijaz dengan pelayananyang sangat minimum, baik dari segi pengangkutan, penginapan, bimbingandan sebagainya semuanya serba sederhana. Oleh karena susahnya mendapatkankemudahan terutama dari segi kepengurusan, akhirnya banyak sekali parajamaah yang memutuskan untuk tinggal di kedua negeri suci tersebut yaituMakkah dan Madinah. Ada yang sifatnya sementara untuk menuntut ilmu,berniaga bahkan ada yang memutuskan untuk tinggal di sana yang disebutsebagai “mukimin.” Bagi umat Islam Indonesia, melaksanakan haji ini telah mendapatkan perhatian khusus baik pada zaman kolonial maupun setelah kemerdekaan. Dan bangsa Indonesia walaupun dalam keadaan dijajah oleh Belanda, umat Islam dengan berbagai kesulitan, hambatan dan dieksploitasi, perjalanannya yang sangat jauh, memerlukan waktu cukup lama, tidak mulus dan berbahaya yang selalu mengancam nyawa karena sarana angkutan perahu atau kapal yang digunakan tidak memenuhi standar dan sering berganti, medannya tidak pernah dilalui dan hambatan lainnya tidak menjadi penghalang dan mengendorkan semangat mereka. Mereka siap menerima apa saja yang terjadi sekalipun nyawa harus melayang asalkan ibadah haji dapat dilaksanakan.Setelah abad ke-20 atau sejarah pra-pasca kemerdekaan Indonesiamempunyai
nuansa
yang
berbeda,
kalau
di
zaman
penjajah
mengandungnuansa politik yang sangat kental, karena dari satu segi untuk mengambilsimpati kaum Muslimin Indonesia, dan di segi yang lain untuk mengendalikanpara jamaah haji agar tidak merugikan kepentingan kolonial.
49
Sedangkan padazaman kemerdekaan pengaturan penyelenggaraan haji dimaksudkan untukmemberi kemudahan dan perlindungan terhadap jamaah haji. Hanya saja dariwaktu ke waktu penyelenggaraan haji tersebut tetap ada masalah. 49 (1) Penyelenggaraan Haji pada masa Pasca Kemerdekaan Pada tahun 1945, Syekh Hasyim Asyhari dari Masyumi, mengeluarkan fatwa kepada seluruh umat Islam Indonesia bahwa “haram bagi umat Islam meninggalkan tanah airnya dalam keadaan melakukan perang melawan agama; tidak wajib pergi haji, dimana berlaku fardhu ‘ain bagi umat Islam melakukan perang melawan penjajah bangsa dan agama”. Pada tahun 1948 pemerintah Indonesia mengirimkan misi haji, yang terdiri dari K.R.H. Moh. Adnan, H. Ismail Banda, H. Saleh Suady dan H. Samsir Sutan Ameh, ke Makkah menghadap Raja Arab Saudi.50 Misi tersebut mendapat sambutan hangat dari Baginda Raja Ibnu Saud dan pada tahun itu juga bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut semakin mendorong ke arah penyelenggaraan haji yang lebih baik, sehingga calon jamaah haji yang berangkat tahun 1949 cukup banyak. Pada waktu itu jamaah haji yang berhasil diberangkatkan oleh Pemerintah mencapai 9.892 orang, sedangkan yang wafat sebanyak 320 orang atau 3,23%-nya, sedangkan panitia yang dilibatkan guna membantu jamaah haji dalam bidang 49
Muhammad Nuri; Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum, h. 148. 50 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rancangan Perubahan Undang-Undang no 17/1999 tentang penyeleggaraan haji, h.5
50
administrasi dan pengurusan di tanah suci sebanyak 27 orang, adapun tim kesehatan yang juga ikut diberangkatkan sebanyak 14 orang. Kemudian pada tahun 1950-an, kaum muslimin Indonesia yang mampu melaksanakan ibadah haji sebanyak 10.000 orang, Di samping 10.000 orang yang berangkat haji, pemerintah memiliki data lain yaitu jamaah haji yang berangkat secara mandiri sebanyak 1.843 orang, wafat 42 orang atau 2,28%, sedangkan petugas administrasi 6 orang, tim kesehatan 15 orang. Pada awal kemerdekaan penyelenggaraan Ibadah Haji dilakukan oleh Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada pada setiap Keresidenan atau Pemerintahan Daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani Ibadah Haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPHI)51 yang diketuai oleh K.H.M. Sudjak. Kedudukan PPHI semakin kuat tatkala Menteri Agama mengeluarkan Surat Kementerian Agama RIS No. 3170 Tahun 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama RIS No. A. III/I/648 Tahun 1950 yang menunjuk PPHI sebagai lembaga yang sah di samping pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan Ibadah Haji di Indonesia. Pada masa itu salah satu langkah penting pembenahan penyelenggaraan Ibadah Haji oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama adalah dialihkannya transportasi laut ke transportasi udara yang lebih modern agar mengurangi penderitaan 51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, evaluasi kebijakan pemerintah terkait dengan persaingan usaha dalam rancangan perubahan undang-undang no 17/1999 tentang penyeleggaraan haji, h.5
51
jamaah haji apabila menaiki kapal laut yang penuh dengan bahaya. Pada masa tahun 1950-an tersebut penanganan haji secara langsung tidak dilakukan oleh Departemen Agama melainkan oleh Panitia Haji. Hampir setiap tahun umat Islam yang berminat untuk menunaikan ibadah haji tidak pernah surut, bahkan laju perkembangannya menunjukkan grafik yang meningkat walaupun biaya yang ditetapkan oleh pemerintah selalu menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya, yaitu sejak tahun 1949 sebesar Rp. 3.395,14 meningkat dua kali lipat pada tahun 1950 dan tahun 1951 sebesar Rp. 6.487,25 atau sekitar 52,3%. Biaya perjalanan ibadah haji justru mengalami kenaikan hanya sekitar 10%, yaitu pada tahun 1951 sebesar Rp. 6.487,25. Jumlah jamaah haji Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1951 sebanyak 9.502 orang, petugas haji Indonesia 20 orang, jamaah haji yang wafat sebanyak 384 orang atau 4,04% Membaiknya kehidupan perekonomian Negara dan kemajuan teknologi yang melanda dunia berpengaruh pula terhadap pengelolaan perhajian di Indonesia, sehingga mulai tahun 1952 transportasi jamaah haji pemerintah menyediakan kesempatan kepada calon jamaah haji untuk mempergunakan transportasi udara. Tentunya terdapat perbedaan tarif angkutan haji yang cukup besar, hampir dua kali lipat, yaitu untuk tarif haji udara sebesar Rp. 16.691, sedangkan haji laut sebesar Rp. 7.500. Dengan adanya transportasi jamaah haji udara maka pada tahun 1952 jumlah jamaah haji meningkat sebanyak 14.324 orang, dengan perincian yang
52
menggunakan kapal laut sebanyak 14.031 orang, pesawat udara 293 orang, jumlah jamaah haji yang wafat 278 orang atau 1,94%, sedangkan petugas haji yang diberangkatkan sebanyak 32 orang, tim kesehatan haji sebanyak 28 orang. Pada tahun 1964 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 1964 yang berisi tentang upaya mengatasi pengangkutan jamaah haji (laut) dari Indonesia, maka pada tanggal 1 Desember 1964 berdirilah PT. Arafat yang bergerak di bidang pelayanan ibadah haji dengan kapal laut. Tujuan didirikannya PT. Arafat adalah: 1. Menyelenggarakan pengangkutan para jamaah haji (laut) 2. Menjalankan segala upaya dalam rangka membantu usaha pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkenaan dengan bidang pelayanan. Adapun armada kapal laut yang digunakan untuk pengangkutan jamaah haji antara lain KM. Gunung Jati, KM. Tjut Nyak Dien, KM. Ambulombo, KM. Pasific Abeto, KM. Belle Abetto, KM. Le Havre Abeto dan KM. La Grande Abeto. Kapal laut untuk pengangkutan jamaah haji ini termasuk kapal laut yang memiliki keunggulan teknologi pada saat itu dan dapat berlayar untuk jangka waktu satu bulan. Di kapal ini seluruh calon jamaah haji Indonesia melakukan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah manasik haji dan pengkajian agama secara mendalam.
53
(2) Penyelenggaraan Haji pada Masa Orde Baru Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang, dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penjajahan, masa orde lama, masa Orde Baru hingga sekarang. Dari masa ke masa penyelenggaraan haji banyak mengalami dinamika yang bermuara pada persoalan pokok, yaitu peraturan yang menyangkut hubungan bilateral antara dua Negara yang memiliki perbedaan sosio-budaya, bentuk pemerintahan dan status kenegaraan, Indonesia yang menganut sistem Republik dan Saudi Arabia yang berbentuk Kerajaan.52 Tugas awal penguasa orde baru sebagai pucuk pimpinan Negara pada tahun 1966 adalah membenahi dan menormalkan sistem kenegaraan yang porak-poranda akibat G 30S PKI dan kekuasaan orde lama. Pembenahan sistem pemerintahan ini berpengaruh pula terhadap penyelenngaraan haji dengan dibentuknya Departemen Agama, selanjutnya mengubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Usaha haji dan mengalihkan tugas penyelenggaraan ibadah haji di bawah wewenang Direktur Jenderal Urusan Haji, termasuk besarnya biaya, sistem manajerial dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun itu ditetapkan pula biaya perjalanan ibadah haji dalam tiga kategori, yaitu haji dengan kapal laut sebesar Rp. 27.000, haji berdikari sebesar Rp. 67.500, haji dengan pesawat 52
Abdul Hadi Ramadhan, “Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdul hadi mulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html
54
udara sebesar Rp. 110.000. Jumlah jamaah haji yang diberangkatkan seluruhnya mencapai 15.983 orang, yaitu dengan kapal laut sebanyak 15.610 orang, dengan pesawat udara 373 orang, sedangkan jumlah haji kapal laut yang wafat 114 orang, dan 2 orang jamaah haji udara, atau 0,73%.53 Pemerintah ikut bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan ibadah haji, sejak penentuan biaya hingga pelaksanaan serta hubungan antara dua Negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970.Dengan keputusan tersebut, maka rakyat merasa diperhatikan langsung oleh pemerintah. Dalam rangka mengefisienkan pelaksanaan penyelenggaraan haji, maka pada tahun tersebut biaya perjalanan ibadah haji ditetapkan oleh Presiden berdasarkan kriteria penggunaan transportasi melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970, yaitu biaya perjalanan pesawat terbang sebesar Rp. 380.000, sedangkan berdikari sebesar Rp. 336.000. Secara resmi pemerintah tidak menetapkan biaya haji dengan kapal laut karena jumlah calon jamaah haji yang menggunakan kapal laut mengalami penurunan yang signifikan.Sekalipun demikian, pemerintah memberikan kebebasan kepada jamaah haji berdikari tetap menggunakan kapal laut. Sesuai data tahun tersebut jamaah haji berdikari yang menggunakan kapal laut sebanyak 12.845 orang, sedangkan yang menggunakan pesawat terbang sebanyak 1.229 orang. Dalam tahun-tahun berikutnya, antara
53
Abdul Hadi Ramadhan, “Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdulhadi mulyara ma dhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html
55
tahun 1971-1973 penyelenggaraan ibadah haji tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Pada tahun 1974, sebuah peristiwa besar menghentikan sanubari bangsa Indonesia dan mengejutkan dunia ketika pesawat udara Martin Air yang mengangkut jumlah haji mengalami kecelakaan di Colombo.Kecelakaan ini menewaskan 1.126 orang dan merupakan peristiwa besar yang tak terlupakan dalam sejarah perhajian Indonesia. Penyebab kecelakaan
tersebut tidak
diketahui secara pasti, yang jelas pesawat tersebut menabrak gunung. Ada pula kejadian yang berada di luar perhitungan pemerintah sebanyak 79 orang jamaah melahirkan. Dengan kejadian tersebut pemerintah semakin selektif, alat transportasi udara yang akan dipergunakan untuk menyelenggarakan haji, dan diharapkan kejadian tersebut tidak terulang kembali. Pada tahun 1974, Keputusan Presiden menetapkan biaya perjalanan ibadah haji berdikari sebesar Rp. 556.000, dan pesawat terbang sebesar Rp. 560.000.Pada waktu itu jumlah ibadah haji berdikari kapal laut sebanyak 15.396 orang dan pesawat udara sebanyak 53.752 orang. Banyaknya problema perjalanan haji dengan kapal laut yang tidak dapat diselesaikan, termasuk pailitnya PT. Arafat, mulai tahun 1979 pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK-72/OT.001/Phb79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jamaah haji dengan kapal laut
56
dan menetapkan bahwa penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan menggunakan pesawat udara.54 Pada awal penghapusan jamaah haji laut, bangsa Indonesia kembali ditimpa kedukaan yang luar biasa akibat terjadinya kecelakaan pesawat udara yang mengangkut jamaah haji untuk kedua kalinya.Kecelakaan ini juga terjadi di Colombo yang disebabkan oleh kesalahan navigasi pesawat Loft Leider.Jamaah haji yang wafat seluruhnya 960 orang, termasuk yang wafat bukan
karena
kecelakaan
ini.Dengan
banyaknya
pengalaman
dalam
penyelenggaraan ibadah haji pada tahun-tahun sebelumnya, maka pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, mengkaji ulang penyelenggaraan ibadah haji agar lebih terjamin. Pada tahun 1979, bersama Menteri Kehakiman, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh, peraturan ini merupakan cikal bakal dari peraturan penyelenggaraan ibadah haji.Pada saat itu banyak di antara para jamaah haji yang mencari jalan pintas akibat gagal melaksanakan ibadah haji, yakni melaksanakan ibadah umroh lebih dulu kemudian tinggal sementara untuk menunggu waktu haji tiba.Hal ini banyak menimbulkan persoalan bagi pemerintah Arab Saudi.Banyak di antara jamaah haji yang kemudian tidak bisa kembali ke kampung halaman karena kehabisan bekal (biaya).
54
Abdul Hadi Ramadhan, “Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdul hadimulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html
57
Dasawarsa 1980-an terjadi perkembangan menarik dimana pemerintah mulai memberi peluang (kembali) swasta dalam penyelenggaraan urusan haji, khususnya untuk pelayanan eksklusif yang dikenal dengan nama program ONH Plus. Pihak swasta sendiri menyebut kegiatan itu merupakan sub-sistem atau bagian dari penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Disebut subsistem karena otoritas mengenai ketentuan perusahaan mana saja, kuota, dan harga paket ONH Plus masih di tangan pemerintah hingga kini.Selain melibatkan perusahaan yang bergerak di bidang ONH Plus, pemerintah juga memberi kesempatan kepada berbagai yayasan, majelis ta’lim, ormas, milik masyarakat mengorganisir jamaah haji di lingkungannya. Kegiatan itu tidak lepas dari kontrol pemerintah dan tetap tergabung dalam paket penyelenggaraan urusan haji yang dikelola pemerintah. Meningkatnya jamaah haji setiap tahunnya dapat dijadikan sebagai parameter peningkatan pembangunan manusia seutuhnya dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan beragama. Besarnya jumlah jamaah haji ini mengakibatkan makin berat pula beban pemerintah karena penyelanggaraan ibadah haji merupakan kegiatan yang terus-menerus rutin, teknis dan fungsional, apalagi meningkatnya taraf hidup dan daya kritis masyarakat akan menimbulkan tuntutan yang makin tinggi terhadap kualitas pelayanan ibadah haji. Bertambahnya jumlah jamaah haji menimbulkan suatu permasalahan tersendiri karena tempat atau wilayah peribadatan haji di Arab Saudi tetap, yaitu
58
Makkah, Mina, Arafah, Muzdalifah dan Madinah. Wilayah ini juga tidak mungkin akan mampu menampung jumlah jamaah haji yang terus bertambah dari Negara-negara lain. Hal ini jelas akan membebani masing-masing jamaah haji secara fisik, seperti kelelahan, kebisingan, serta kemacetan, dan bahkan kemungkinan besar dapat mengganggu kekhusyukan jamaah haji dalam melaksanakan ibadah hajinya.55 Banyak keputusan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Lepas dari kenyataan bahwa orde baru melakukan sentralisasi kebijakan dan monopoli dalam antara lain transportasi haji, beberapa usaha perbaikan dalam penyelenggaraan haji dilakukan. Sebagai contoh, dapat dilihat pada evaluasi tahun 1993 yang mencoba untuk mengadopsi sistem manajemen modern dan pengendapan koordinasi antara lain: (1) Penyempurnaan penyelenggaraan haji, baik didalam maupun diluar negeri, dibawah koordinasi Departemen Agama. (2) Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar instansi yang terkait dalam pelayanan ibadah haji baik didalam maupun diluar.
55
Abdul Hadi Ramadhan, “Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdulha dimulyaramadhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html
59
(3) Meningkatkan fungsi dan peran posko haji di Departemen Agama sebagai pusat koordinasi dan pengendalian perhajian. (4) Menyusun jaringan kerja penyelenggaraan haji. (5) Menyempurnakan pengaturan yang baku pada semua bentuk dan jenis pelayanan ibadah haji. Upaya peningkatan pembinaan dan bimbingan jamaah haji antara lain sebagai berikut : (1) Menyempurnakan pola pembinaan dan bimbingan jamaah haji dengan pengadaan pelatihan calon haji sesuai kebutuhan. (2) Meningkatkan keikutsertaan ormas islam terutama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dalam pelaksanaan pembinaan dan bimbingan calon jamaah haji. (3) Penyempurnaan materi pembinaan dan bimbingan jamaah haji termasuk pendalaman kondisi obyektif Arab Saudi pada musim haji. (4) Mengusahakan adanya fatwa MUI tentang ibadah haji sekali seumur hidup56 serta ibadah umroh di bulan Ramadhan. Berbekal pengalaman tersebut, pemerintah melakukan kajian ulang pada sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan, operasional, dan manajerial sumberdaya manusia dan perkembangan teknologi informasi. Salah satu aspek dalam penempatan teknologi informasi adalah sistem komputerisasi yang beroperasi secara on line, walaupun pada saat itu 56
Ibid.
60
belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah divisi sistem informasi.57 (3) Penyelenggaraan Haji pada Masa Reformasi Pada masa reformasi tepatnya pada tahun 1999 akhirnya dimulailah era baru pada penyelenggaraan haji di Indonesia dengan keluarnya UU No. 17 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan keluarnya UndangUndang ini diharapkan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia dapat dilakukan dengan lebih berkualitas. Pasal 5 UU No. 17 Tahun 1999 mengatur bahwa ”Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan yang baik agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar, dan nyaman sesuai dengan tuntunan agama serta jemaah haji dapat melaksanakan ibadah secara mandiri sehingga diperoleh haji mabrur”. Inilah hal yang dituju dalam Undang-Undang tersebut dalam hal penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
yang
sebaik-baiknya
melalui
sistem
dan
manajemen
penyelenggaraan yang baik.58
57
Abdul Hadi Ramadhan, “Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html 58 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, evaluasi kebijakan pemerintah terkait dengan persaingan usaha dalam rancangan perubahan undang-undang no 17/1999 tentang penyeleggaraan haji, h.8
61
Tetapi, apa yang dicanangkan dalam Undang-Undang ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari tahun ke tahun tidak ada gebrakan pembenahan sistem dan manajemen penyelenggaraan Ibadah Haji yang lebih baik. Hal tersebut diperparah oleh kejadian pada musim haji tahun 2006 Masehi/1427 Hijriyah dimana terjadi kelaparan pada jamaah haji reguler disebabkan keterlambatan yang amat sangat lama dalam menyediakan dan membawa makanan oleh pihak penyedia katering makanan bagi jamaah haji reguler. Dengan berbagai pertimbangan diatas UU nomor 17/1999 di revisi dengan UU nomor 13/2008 yang menegaskan bahwa Pemerintah dalam hal ini Depag masih menjadi Operator penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Hal itu tertuang jelas dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah sebagai penyelenggara Ibadah Haji berkewajiban mengelola dan melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Untuk pencapaian kualitas dalam pelayanan penyelenggaraan operasional haji, maka dibutuhkan karyawan/pegawai atau dengan kata lain sumber daya manusia yang professional (mampu bersaing era globalisasi) dan berdedikasi (mempunyai naluri inovasi, motivasi, pro aktif) yang tinggi, adanya sistem dan manajemen yang tersusun rapih serta dibutuhkannya metode pengawasan terhadap institusi terkait yang dilaksanakan secara efektif. Di samping itu, terciptanya hubungan kerja yang baik di antara beberapa unit terkait dalam penyelenggaraan ibadah haji, yaitu Departemen Agama Pusat, kantor Wilayah Departemen Agama, Kantor Departemen Kabupaten/Kota, kemudian dengan instansi lain di luar Departemen Agama seperti Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Luar Negeri, Departemen
62
Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, lembaga keuangan dan unsur-unsur pemerintahan daerah serta kedutaan besar Kerajaan Arab Saudi dalam hal izin masuk (visa) ke Negara Arab Saudi dan ketentuan tentang penyelenggaraan haji yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Meskipun sistem penyelenggaraan haji telah berkali-kali mengalami perubahan dan penyempurnaan namun hingga saat ini terus muncul ketidakpuasan. Formula yang tepat dan memenuhi asas utama penyelenggaraan haji yang baik, yaitu aman, nyaman, dan sempurna secara syariah masih terus dalam pencarian. Pada tahun 2013 telah ditempuh sejumlah kebjakan dalam haji: (1) Peluncuran Siskohat generasi kedua (2) Pemotongan kuota haji Indonesia sebesar 20 persen dari kuota dasar sebagai dampak proyek perluasan Masjidil Haram (3) Migrasi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dari Bank Konvensional ke Bank Syariah/Unit Usaha Syariah.59 Pada tahun 2014 dilakukan sejumlah perbaikan regulasi dan tata kelola haji antara lain: (1) Penetapan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang salah satu mandatnya adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) paling lambat September 2015. 59
Unggul Tri Ratomo, “Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia “, dalam antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews.com/berita/ 491465/catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia
63
(2) Penggunaan kuota jamaah haji dilakukan secara transparan dan akuntable sesuai dengan urutan porsi, (3) Pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3 (4) Upgrade bus shalawat yang beroperasion selama 24 jam untuk mengantar jamaah dari pemondokan ke Masjidil Haram (5) Penghematan
biaya
operasional
penyelenggaraan
haji
dengan
tidak
mengurangi layanan kepada jemaah hajiSerta revitalisasi asrama haji. Pada tahun 2015 diterapkan sejumlah kebijakan yang diharapkan dapat membenahi pengelolaan haji, antara lain: (1) Implementasi total pelaksanaan pilot project e-hajj yang ditetapkan otoritas Arab Saudi (2) Pengendalian daftar tunggu jamaah haji dengan memprioritaskan calon jemaah haji yang belum pernah melaksanakan ibadah haji dan mengimbau yang sudah berhaji untuk memberikan kesempatan kepada yang belum pernah berhaji karena haji wajib hanya sekali seumur hidup (3) Reformasi penyelenggaraan umrah (4) Transformasi Asrama Haji menjadi Unit Pelaksanaan Teknis (5) Keterbukaan sistem sewa pemondokan, transportasi, katering dan pendukung lainnya dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji. (6) Selain itu, dilakukan penetapan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
64
(7) Pada tahun 2015 ini juga diterapkan rute baru keberangkatan dan pemulangan jamaah haji, dengan rincian: - Gelombang I : Tanah Air –Madinah – Makkah – Jeddah – Tanah Air, - Gelombang II : Tanah Air – Jeddah – Makkah – Madinah – Tanah Air. (4) Pada tahun 2015 juga diberlakukan penyediaan makan siang bagi jamaah haji selama di Makkah dan pematangan gagasan mempermanenkan pemondokan jamaah haji di Makkah.60 Untuk tahun 2015 pembenahan manajemen haji sudah diupayakan meskipun hasilnya masih belum mampu menghilangkan problem haji. MenurutDirektur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Abdul Djamil, lebih dari 98 persen kuota haji Indonesia pada 2015 ini diisi oleh orangorang yang belum pernah berhaji. “Jumlah jemaah haji yang berangkat dan sampai ke Saudi Arabia pada tahun ini sebanyak 154.454. Dari jumlah itu, 98.45 persen atau 152.054 orang berstatus belum berhaji. Sementara yang sudah berhaji tercatat hanya 1,55 persen atau 2.400 orang,” kata Djamil dalam rilis yang diterima Tempo, Minggu, 4 Oktober 2015.61 Data ini sekaligus untuk membantah tudingan yang menyebutkan bahwa kuota haji tahun ini bocor karena sekitar 40 persen diisi oleh orang-orang yang sudah
60
Unggul Tri Ratomo, “Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia “, dalam antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews.com/ berita/ 491 465/ catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia 61 Tempo, “Kuota Haji 2015, Mayoritas untuk Jemaah Belum Berhaji” dalam http://nasional.tempo. co/read/news, Diakses 10 Oktober 2015, http://nasional. tempo.co/read/news/ 2015/10/05/173 706363/kuota-haji-2015-mayoritas-untukjemaah-belum-berhaji
65
berhaji. Menurut Dirjen PHU, data itu bisa dicek di Siskohat (Haji integrated computerized systems) yang telah terjaga validitasnya.
66
BAB III. TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN HAJI (PUSAT DAN DAERAH) A. Kebijakan tentang Regulator, Operator dan Evaluator Pemerintah Indonesia mengadakan penyelenggaraan ibadah haji yang merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji serta untuk mengawasi penyelenggaraan ibadah haji. Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jema’ah haji sehingga mereka dapat menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan ajaran Islam. Dan untuk itu juga, diadakan pembinaan ibadah haji (manasik haji) yang berisi serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi jama’ah haji. Terdapat enam unsur pokok dalam penyelenggaraan ibadah haji yang harus diperhatikan: (1) calon haji; (2) pembiayaan; (3) kelengkapan administratif; (4) sarana transportasi; (5) hubungan bilateral antarnegara; dan (6) organisasi pelaksana. Enam unsur tersebut saling berkelindan satu sama lain, di mana keenamnya mempersyaratkan jaminan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang berkaitan dengan: pertama, jemaah haji yang telah terdaftar sah dan memenuhi syarat dapat diberangkatkan ke Arab Saudi; kedua, seluruh jemaah haji yang telah berada di tanah suci dapat memenuhi akomodasi, konsumsi dan transportasi; ketiga, seluruh jemaah haji yang telah berada di tanah suci dapat menjalankan
67
ibadah wukuf di Arafah dan rukun haji lainnya; dan keempat, jemaah haji yang telah menunaikan ibadah haji seluruhnya dapat dipulangkan ke daerah asal dengan selamat.62 Berbagai bentuk regulasi yang mengatur penyelenggaraan ibadah haji yang pernah dan sedang dijalankan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut: 63 1. Ordonansi Haji Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dikeluarkan regulasi berupa peraturan tentang perhajian yang disebut Pelgrims Ordonnantie Staatsblaad tahun 1922 Nomor 698 berikut perubahan dan tambahannya (Sb.1922 No. 698, 1923 No. 15 en 597, 1924 No. 529, 1925 No. 258, 1927 No. 286, 1932 No. 554, 1937 No. 507, 1939 No. 357, 1947 No. 50). Kemudian pada 1938 pemerintah kolonial Belanda kembali mengeluarkan regulasi berupa peraturan Pelgrims Verordening Staatsblaad tahun 1938 nomor 670 berikut perubahan dan tambahannya (Sb.1938 No. 670, 1947 No. 50). 2. Peraturan Presiden Pasca kemerdekaan sampai beberapa belas tahun berikutnya pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia masih mengacu pada peraturan yang ada pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Baru pada tahun 1960 pemerintahan Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno 62
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia....Op. cit, 1. Abdul Khaliq Ahmad, “Regulasi Penyelenggaraan Haji di Indonesia”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 13-14, http://kphi.go.id/buletin/48Buletin%20KPHI% 20edisi %201.pdf 63
68
mengeluarkan
Peraturan
Presiden
Nomor
3
Tahun
1960
tentang
Penyelenggaraan Urusan Haji. 3. Keputusan Presiden64 Untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960, kemudian Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 112 tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji Secara Interdepartemental. Peraturan ini tetap berlaku hingga 1969, meskipun tampuk pemerintahan dan kepemimpinan nasional telah berpindah dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dikeluarkan beberapa Keputusan Presiden, yaitu: a. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji Oleh Pemerintah; b. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1981 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji; c. Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1983 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah; d. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji;
dan e.
Keputusan Presiden
Nomor
57 Tahun 1996
tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. 4. Undang-Undang Sejak gerakan Reformasi digulirkan yang ditandai oleh berhenti nya Presiden Soeharto dan beralihnya kekuasaan pemerintahan ke Presiden Habibie pada tahun 1999, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 20042014, terdapat tiga UU yang mengatur Perhajian. Dua UU tentang 64
Abdul Khaliq Ahmad, “Regulasi Penyelenggaraan....Ibid.
69
Penyelenggaraan Ibadah Haji yang kedua-duanya merupakan usul inisiatif DPR, dan satu UU tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang berasal dari usul inisiatif Pemerintah, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji UU ini lahir karena atas dasar kebutuhan masyarakat akan perlunya aturan hukum yang kuat, jelas serta dapat mengatur dan melindungi kepentingan masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji agar dalam pelaksanaannya dapat berlangsung dengan mudah, aman, tertib, dan nyaman. UU ini bermula dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji atas inisiatif DPR yang diajukan dan diputuskan menjadi UU, dan disahkan oleh Presiden Habibie pada tanggal 3 Mei 1999 sebagai UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. UU Nomor 17 Tahun 1999 adalah salah satu produk era reformasi, dan menjadi UU pertama yang dibentuk DPR bersama Presiden sejak Indonesia merdeka sebagai hukum positif yang mengatur masalah penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Setelah berlaku selama 9 (sembilan) tahun, UU No. 17 Tahun 1999 dinyatakan harus diganti karena sudah tidak sesuai lagi perkembangan kebutuhan masyarakat karena berbagai sebab, antara lain masih melekatnya tiga fungsi sekaligus pada Departemen Agama, yaitu sebagai fungsi regulator, operator, dan pengawas. Akhirnya UU No. 17 Tahun 1999 pun direvisi dan diganti dengan UU No. 13 Tahun 2008. Proses revisi UU No. 17 Tahun 1999, juga atas inisiatif DPR
70
setelah menerima banyak masukan dan desakan dari masyarakat untuk meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih baik karena dirasakan banyak kekurangan yang terdapat dalam UU No. 17 Tahun 1999 yang dibuat pada era Presiden Habibie. Setelah melalui proses pembahasan, DPR memutuskan RUU menjadi UU dan disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 april 2008 sebagai UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah dianggap baik karena antara lain sudah memisahkan fungsi pengawasan penyelenggaraan ibadah haji kepada komisi khusus dengan mencantumkan secara eksplisit dalam Pasal 12 hingga Pasal 20 mengenai Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Namun demikian, masalah-masalah teknis pemondokan, katering, transportasi, kesehatan yang dikeluhkan jamaah haji terus berulang setiap musim haji, karena dilaksanakan oleh kepanitiaan yang tidak profesional dan bersifat ad hoc. 65 Kemudian masih menyatunya fungsi regulator dan operator pada penyelenggaraan haji. Hal-hal inilah yang mendorong perlunya revisi UU No. 13 Tahun 2008. Puncaknya adalah pada penyelenggaraan haji tahun 2011. Setelah melakukan pengawasan intensif dan menemukan berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan haji, DPR menyatakan perlunya revisi UU Haji dan
65
Abdul Khaliq Ahmad, “Regulasi Penyelenggaraan....Ibid.
71
munculnya wacana badan khusus penyelenggara ibadah haji. Revisi UU No. 13 Tahun 2008 pun masuk dalam daftar Prolegnas DPR 2012. Kemudian Komisi VIII DPR yang membidangi haji mengundang kelompok masyarakat, termasuk IPHI untuk memberikan pandangan dan pemikiran mengenai revisi UU Haji, dan segera menindaklanjuti dengan menyusun RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dilengkapi dengan Naskah Akademisnya, serta meneruskannya ke Badan Legislasi (Baleg) DPR. Setelah RUU ini berada di tangan Baleg DPR hingga selesai masa jabatan DPR 2009-2014, tidak jelas kelanjutan revisi UU Haji tersebut. Dalam kesempatan RDPU dengan Komisi VIII DPR 2014-2019 pada 10 November 2014, IPHI mengingatkan kembali mengenai keberadaan dan kelanjutan pembahasan RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji yang merupakan revisi terhadap UU No. 13 Tahun 2008 dan telah masuk dalam daft ar Prolegnas DPR. c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji UU Pengelolaan Keuangan Haji lahir atas usul inisiatif Pemerintah dan diajukan setelah DPR terlebih dahulu mengajukan usul inisiatif revisi UU No. 13 Tahun 2008. Namun dalam pembahasannya, RUU inisiatif Pemerintah itu yang diprioritaskan dan diputuskan oleh DPR di akhir masa jabatannya, yakni tanggal 29 September 2014. Kemudian disahkan oleh Presiden SBY pada tanggal 17 Oktober 2014 sebagai UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
72
UU ini mengatur bahwa pengelolaan keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengeluaran, dan kekayaan dilakukan oleh lembaga yang bernama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. 5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perppu) Pada Desember 2008, Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan mengenai pemberlakuan
paspor
biasa
(ordinarypassport)
yang
berlaku
secara
internasional bagi setiap jamaah haji dari seluruh negara, termasuk Indonesia mulai tahun 1430 Hijriyah. Hal ini memaksa pemerintah Indonesia harus merubah UU No. 13 Tahun 2008, khususnya pasal yang mengatur paspor khusus haji yang berwarna coklat. Karena untuk mengubah UU tersebut dengan prosedur biasa memakan waktu yang lama, sementara kebutuhannya mendesak. Untuk itu, Presiden menempuh cara dengan mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 13 Tahun 2008 yang ditetapkan pada 17 juli 2009, kemudian diterima dan disahkan menjadi UU oleh DPR dalam Rapat Paripurna 14 September 2009. Dengan pengesahan Perppu menjadi UU, maka ketentuan paspor haji yang berwarna coklat dihapus dan diganti dengan paspor biasa yang berwarna hijau, sebagaimana paspor yang lazim digunakan masyarakat untuk bepergian ke luar negeri.
73
Jika
dicermati,
pengaturan
penyelenggaraan
ibadah
haji
pasca
kemerdekaan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan situasi dan tuntutan pada zamannya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 66 1949/1950
Keberangkatan haji pertama ke Arab Saudi.
1950-1962
Penyelenggaraan haji dilaksanakan secara bersamasamaoleh Pemerintah dan Yayasan Perjalanan HajiIndonesia (YPHI) yang didirikan tanggal 21 Januari1950 dengan pengurusnya terdiri dari para pemukaIslam pelbagai golongan. Pemerintah membentuk dan menyerahkanpenyelenggaraan haji Indonesia kepada PanitiaPerbaikan Perjalanan Haji (P3H). Pada masa inilahdimulai penyelenggaraan haji Indonesia dengan suatupanitia yang bersifat inter-departemental ditambahdengan wakil-wakil Badan/Lembaga NonDepartemen, yang kemudian ditingkatkan menjadi tugas nasional yang dimasukkan dalam tugas dan wewenang Menko Kompartimen Kesejahteraan. Dengan demikian, urusan haji yang tadinya berbentuk Panitia Negara P3H berubah menjadi Dewan Urusan Haji (DUHA) Dewan Urusan Haji menjadi Departemen urusan Haji dipimpin oleh seorang Menteri dibantu oleh beberapa Deputi Menteri. Pada tahun 1966 Departemen ini digabungkan ke DEPAG menjadi Direktorat Jenderal urusan Haji DEPAG dan sejak tahun 1979 hingga sekarang menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1969 dan instruksi Presiden No. 6 tahun 1969 yang mengatur penyelenggaraan haji hanya oleh Pemerintah, yang dilaksanakan Departemen departemen dan lembaga-lembaga lain terkait di bawah koordinasi DEPAG. Pengangkutan haji ke Arab Saudi ditetapkan hanya
1962-1964
1965-1966
1969
1978 66
Muhammad Maftuh Basyuni, “Pokok-pokok Perbaikan Pelaksanaan Haji Tahun 2005 dan Hubungan dengan Arab Saudi,” dalam Mendialogkan Agenda ReformasiPenyelenggaraan Ibadah Haji, ed. Departemen Agama RI (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji: t.p., t.t.), 45-46; Info Haji: www.kbririyadh. org.sa/infoindex/haji.html.
74
1999
2008 2014
dengan pesawat udara. Lahir Undang-undang Republik Indonesia No. 17 tahun 1999 mengenai penyelenggaraan haji yang merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan haji Indonesia hingga saat ini. Sejak ditetapkan UU No. 17 tersebut, penyelenggaraan haji Indonesia bersandar pada ketentuan perundangan ini.67 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji Penetapan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
B. Kebijakan Implementatif Penyelenggaraan Haji (1) Kebijakan Pemerintah Peran Pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan peran yang sangat vital. Hal ini di sebabkan karena Pemerintah Indonesia merupakan panitia penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyelenggara ibadah haji, Pemerintah Indonesia bertugas untuk membentuk badan dan komisi yang bertugas dalam penyelenggaraan ibadah haji, membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia, mengatur dan merumuskan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji, mengatur dan merumuskan pendaftaran jemaah haji serta jumlah kuota jemaah haji, melakukan pembinaan dan pelayanaan kesehatan ibadah haji, mengatur dan mengelola keimgrasian, transportasi serta akomodasi dan terakhir mengatur mengenai penyelenggaraan ibadah haji khusus.
67
Muhammad Nuri; Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum, h. 152
75
Pelaksanaan pelayanan ibadah haji terkait dengan beberapa institusi Pemerintah sesuai dengan bidangnya, namun yang menjadi penanggung jawab secara umum ialah Kementrian Agama RI melalui Direktorat Tinggi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU). Sedangkan institusi negara terkait lainnya yakni Kementrian Kesehatan RI, Ditjen Imigrasi RI, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Perhubungan RI, Kementrian Dalam Negeri RI, dan Kementrian Luar Negeri RI. Institusi-institusi ini merupakan satu kesatuan pelaksana layanan ibadah haji. Dalam hal pembahasan persiapan dan evaluasi pelaksanaan haji, institusi-institusi pelaksana ini bekerjasama dengan lembaga legislatif yakni DPR RI dan DPD RI. Selain itu juga, ada pengawas eksternal dan internal masing-masing kementrian yakni Inspektorat Jendral, BPK, BPKP, KPK, dan Pengawas Masyarakat. Penyelengaraan pelaksanaan
dan
Ibadah
Haji
pengawasan.
(PIH)
Kebijakan
meliputi dan
unsur
kebijakan,
pelaksanaan
dalam
penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,
Menteri
mengkoordinasikannya
atau
bekerja
sama
dengan
masyarakat, departemen maupun instansi terkait, dan Pemerintah kerajaan Arab Saudi. Pelaksana Penyelengaraan Ibadah Haji ini sepenuhnya adalah Pemerintah dengan Masyarakat.
76
Dalam
rangka
pelaksanaan
Penyelenggaraan
Ibadah
Haji
ini
Pemerintah membentuk satuan kerja dibawah Menteri yang kemudian akan diawasi oleh Komisi Pengawas Haji Indonesia. Penyelenggaraan ibadah haji tersebut dikoordinasi oleh Menteri di tingkat pusat, Gubernur di tingkat provinsi, Bupati / Wali kota di tingkat kabupaten / kota, danKepala perwakilan Republik Indonesia untuk kerajaan Arab Saudi. Penyelenggaraan ibadah haji merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jamaah haji. Kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Karena itu, penting untuk memahami berbagai kebijakan di dalam negeri dan di Arab Saudi dalam penyelenggaraan
ibadah
haji.
Kebijakan
Pemerintah
Indonesia
Penyelenggaraan ibadah haji mempunyai landasan yang diatur dalam sejumlah undang-undang, Peraturan Menteri Agama, Peraturan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Berbagai perundangan dan peraturan ini menjadi dasar dan panduan dalam penyelenggaraan ibadah haji (PIH). Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) turut memberikan pengawasan terhadap penerapan kebijakan dalam PIH, khususnya yang menyangkut delapan bidang:68 (1) Organisasi, Tata Kerja dan Petugas
68
Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014), hal. 27.
77
Dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji, Menteri Agama menunjuk petugas yang menyertai jamaah haji yang terdiri atas Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Petugas haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) ada dua komponen yang berasal dari unsur jamaah, yaitu Ketua Rombongan (Karom) dan Ketua Regu (Karu). Penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan oleh organisasi yang sifatnya permanen dan organisasi kepanitiaan. Organisasi permanen terdiri
dari
tingkat
nasional
oleh
Direktorat
Jenderal
(Ditjen)
Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), tingkat provinsi oleh Kantor Wilayah
Kementerian
kabupaten/kota
oleh
Agama Kantor
(Kanwil
Kemenag),
Kementerian
Agama
dan
tingkat
(Kankemenag).
Penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi (perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi) dilaksanakan oleh Kantor Urusan Haji (KUH) yang secara organisatoris administratif berada di bawah Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah. Organisasi penyelenggara ibadah haji yang sifatnya kepanitiaan meliputi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia dan PPIH Arab Saudi. PPIH Arab Saudi dibentuk oleh Menteri Agama sebelum pelaksanaan ibadah haji dimulai yang terdiri atas unsur KementerianAgama, Kementerian Kesehatan, dan unsur terkait di Arab Saudi. Untuk memberikan pelayanan kepada jamaah haji di Arab Saudi,
78
PPIH Arab Saudi membentuk tiga Daerah Kerja (Daker): Daker Jeddah, Makkah, dan Madinah yang membawahkan beberapa sektor. Peranan Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan haji di Arab Saudi sebagai penyelenggara dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi. Pemerintah Indonesia sebagai mediator sekaligus yang mengendalikan pergerakan jemaah haji selama di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina). Pemerintah mengelola akomodasi, transportasi dan konsumsi (katering) jamaah haji dengan bersosialisasi dengan Pemerintah Saudi Arabia, muassasah dan maktab yang bergerak dalam bidangnya. Dalam penanganan kasus-kasus jamaah haji, Pemerintah sebagai mediator, pelindung hak-hak jemaah
haji.
Pemerintah
yang
mengendalikan,
mengawasi
dan
mempertanggung jawabkan semua rangkaian pelaksanaan ibadah haji sehingga jaamah haji bisa melaksanakan ibadah haji dengan mandiri dan menjadi haji mabrur.69 Di Indonesia, urusan pelaksanaan pelayanan ibadah haji terkait dengan beberapa institusi Pemerintah sesuai dengan bidangnya, namun yang menjadi penanggung jawab secara umum ialah Kementrian Agama RI melalui Direktorat Tinggi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU). Sedangkan institusi negara terkait lainnya yakni Kementrian Kesehatan RI, Ditjen Imigrasi RI, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian 69
Idmah Amaliah Mustainah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia 2005-2010”, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63.
79
Perhubungan RI, Kementrian Dalam Negeri RI, dan Kementrian Luar Negeri RI. Institusi-institusi ini merupakan satu kesatuan pelaksana layanan ibadah haji. Dalam hal pembahasan persiapan dan evaluasi pelaksanaan haji, institusi-institusi pelaksana ini bekerjasama dengan lembaga legislatif yakni DPR RI dan DPD RI. Selain itu juga, ada pengawas eksternal dan internal masing-masing kementrian yakni Inspektorat Jendral, BPK, BPKP, KPK, dan Pengawas Masyarakat. Setelah pembentukan badan-badan tersebut Pemerintah Indonesia juga membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia yang dibentuk untuk melakukan
pengawasan
dalam
rangka
meningkatkan
pelayanan
Penyelenggaraan ibadah haji serta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaan
penyelenggaraan
ibadah
haji
Indonesia.
Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut KPHI melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden dan DPR. Peran selanjutnya dari Pemerintah Indonesia yaitu mengatur dan merumuskan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR, kemudian BPIH yang telah ditetapkan di sosialisasikan kepada instansi yang terkait dan pada akhirnya akan menjadi ketentuan bagi calon jemaah haji kemudian disetorkan ke rekening Menteri melalui bank syariah atau bank umum nasional yang ditunjuk oleh Menteri.
80
Setelah mengatur dan merumuskan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), peran Pemerintah kemudian mengatur pendaftaran jemaah haji dan jumlah kuota jamaah haji yang akan diberangkatkan. Pendaftaran jemaah haji dilakukan oleh panitia penyelenggara haji dengan mengikuti prosedur dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam hal kuota Pemerintah Indonesia harus mematuhi semua keputusan yang dikeluarkan dalam konferensi Menteri-Menteri luar negeri Organisasi Konferensi Islam (OKI) ke -17 di Amman tahun 1987, tentang prosedur dan peraturan khusus mengenai batas kuota Jemaah haji, yang di tujukan untuk terciptanya pemerataan kesempatan berhaji dan terjaminnya pelaksanaan manasik dan kenyamanan beribadah. Adapun batas kuota yang dimaksud adalah 1:1000 dari jumlah penduduk setiap negara. Menteri kemudian menentukan kuota nasional, kuota haji khusus dan kuota provinsi dengan memperhatikan prinsip adil dan proposional.70 (2) Bimbingan Ibadah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 3 mengamanatkan bahwa “Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah haji, sehingga jamaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam”. Untuk itu, segala
70
Kementerian Agama RI, 2010. Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, hlm. 6
81
hal yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut harus diupayakan semaksimal mungkin. UU PIH menegaskan Pemerintah berkewajiban memberikan bimbingan kepada jamaah haji. Tujuan bimbingan untuk memberikan bekal pengetahuan kepada jamaah tentang pelaksanaan dan tata cara ibadah haji di Tanah Air dan Arab Saudi. Ruang lingkup bimbingan berupa manasik haji, proses perjalanan haji, akhlakul karimah, dan panduan di Arab Saudi agar jamaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan tertib, lancar, aman, dan nyaman sesuai tuntunan syariat. (3) Pelayanan Akomodasi Pasal 37 UU Nomor 13 Tahun 2008 Ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Agama wajib menyediakan akomodasi bagi jamaah haji tanpa memungut biaya tambahan dari jamaah haji di luar BPIH yang telah ditetapkan. Dalam ketentuan ayat (2), akomodasi bagi jamaah haji harus memenuhi standar kelayakan dengan memperhati kan aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan jamaah haji beserta barang bawaannya. Pelayanan akomodasi diberikan kepada jamaah haji di asrama haji embarkasi dan di Arab Saudi. Pemondokan jamaah haji Indonesia di Arab Saudi meliputi pemondokan berupa hotel di Makkah, Madinah, dan Jeddah (transito). Pemondokan di Makkah dilakukan dengan sistem sewa kontrak langsung kepada pemilik hotel, sedangkan pemondokan di
82
Madinah dilakukan melalui majmu’ah (service group atau kelompok pengusaha hotel dan penginapan).71 (4) Pelayanan Transportasi Penyediaan
fasilitas
dan
pelayanan
transportasi
dalam
penyelenggaraan ibadah haji merupakan amanat UU Nomor 13 Tahun 2008 Pasal 33 Ayat (1) yang menyatakan, pelayanan transportasi jamaah haji ke Arab Saudi dan pemulangannya ke tempat embarkasi asal Indonesia menjadi tanggung jawab Menteri Agama dan berkoordinasi dengan menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perhubungan dengan memperhati kan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan efi siensi. Moda transportasi udara harus memenuhi persyaratan standar kelaikudaraan, persyaratan administratif, kapasitas pesawat, dan standar teknis lainnya. Sementara moda transportasi darat yang dibutuhkan selama di Arab Saudi sebagai sarana angkutan jamaah haji antarkota perhajian Jeddah, Makkah, dan Madinah, antara pemondokan di Makkah ke Masjidil Harram (shalawat), serta antara Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Masyair) dengan bus taraddudi. (5) Pelayanan Konsumsi Menurut Pasal 26 PP nomnor 79 Tahun 2012, Pemerintah memberikan pelayanan konsumsi kepada para jamaah haji di asramahaji embarkasi dan di Arab Saudi. Pelayanan konsumsi di Arab Saudi harus memenuhi kualitas 71
Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.
83
standar gizi yang memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. Penyedia konsumsi juga harus memiliki persyaratan administratif, peralatan, tenaga, bahan baku, pengolah, distribusi, pelayanan, pengawasan dan penjaminan mutu. Konsumsi bagi jamah haji Indonesia di Arab Saudi diberikan di Madinah, Jeddah, dan Armina, serta di Makkah pada 2015. Mekanisme pengadaannya berupa: pengumuman, pendaftaran, penilaian administrasi, teknis, peninjauan lapangan (kasyfiah), usulan penetapan perusahaan, penetapan perusahaan, pengumuman calon pelaksana katering, dan penandatanganan kontrak dengan didampingi supervisi/konsultan hukum. (6) Pelayanan Kesehatan Sesuai Pasal 31 UU PIH, pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan PIH, dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yang dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan. Pembinaan dan pelayanan kesehatan jamaah haji diberikan sebelum keberangkatan, selama pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji, dan setelah kembali ke Indonesia. Pelayanan kesehatan jamaah haji sebelum keberangkatan meliputi medical check up dan vaksinasi sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi. Pemerintah membentuk paniti a khusus untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, yakni Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) dan Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD) oleh gubernur atau bupati /walikota. Tim
84
KesehatanHaji Indonesia adalah petugas yang menyertai jamaah haji dalam kelompok terbang yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji. TKHI yang lulus seleksi ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Agama.72 (7) Perlindungan dan Keamanan Jamaah Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan dan menjamin keamanan jamaah haji Indonesia. Perlindungan hukum terhadap berbagai persoalan yang dihadapi para jamaah haji di Arab Saudi merupakan tanggung jawab Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi. PPIH melakukan berbagai upaya untuk memberikan perlindungan dan keamanan jamaah haji Indonesia. Pertama, menempatkan personel pengamanan pada ti ga daker sesuai dengan prioritas keamanan. Kedua, mencegah, mengatasi dan menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa jamaah haji (kehilangan uang/ barang, tersesat jalan, penyalahgunaan barang bawaan dan lain lain. (8) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus Keberadaan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) diatur oleh beberapa
peraturan,
mulai
dari
Undang-Undang
(UU),
Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Menteri Agama (KMA), hingga Keputusan Direktur Jenderal Haji dan Umrah (Kepdirjen PHU). UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Pasal 38 hingga 42 telah 72
Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.
85
mengatur PIHK. Disebut khusus karena sesuai Pasal 38 (1) dan (2) UU PIH, PIHK diperuntukann bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan khusus dengan pengelolaan dan pembiayaan bersifat khusus yang dijalankan
oleh
PIHK
yang
telah
mendapat
izin
dari
Menteri
Agama.Persyaratan dan kewajiban PIHK tertuang dalam Pasal 39 dan 40 UU PIH serta Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PIH. Lebih lanjut kewajiban PIHK tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.22 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) PIHK. Kebijakan lainnya adalah PMA No. 15 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.73 Pemerintah Cq Kementerian Agama RI dan Kedutaan Besar RI di Saudi Arabia sesuai ketentuan wajib melindungi setiap warga negara Indonesia yang sedang menunaikan ibadah haji di Arab Saudi dan menjamin kelancaran ibadahnya agar menjadi haji yang mabrur. Apalagi setiap jamaah haji Indonesia telah memenuhi kewajiban-kewajiban kepesertaannya sebagai jamaah haji, termasuk sudah melunasi biaya-biaya yang menjadi kewajiban mereka sebelum berangkat. Implementasi tanggung jawab Pemerintah selaku penyelenggara ibadah haji seti ap tahun membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah
73
Haji
(PPIH)
di
Arab
Saudi
yang
Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.
86
bertugas
menyiapkan,
mengkoordinasikan dan mengendalikan serta mengevaluasi operasional penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di Arab Saudi.74 Dalam membentuk PPIH setiap tahun unsur-unsur TNI dan Polri dilibatkan untuk menangani masalah perlindungan dan pengamanan jamaah haji Indonesia. Namun realitanya dari tahun ke tahun jumlah pelibatan unsur TNI/Polri tersebut sangat sedikit dibanding beban tugas yang harus dihadapi di lapangan. Keberhasilan tugas perlindungan dan pengamanan itu memang tidak bisa ditentukan hanya dari banyaknya jumlah petugas dari unsur TNI/Polri, tetapi merupakan sinergi dari semua aspek sebagai berikut: (1) Pengorganisasian yang menjamin terselenggaranya perlindungan jamaah secara baik selama di Arab Saudi (2) Strategi perlindungan yang efektif dan efisien diterapkan pada setiap fase ibadah (3) Fasilitas (sarana dan prasarana) yang mendukung terselenggaranya perlindungan jamaah haji (4) Tingkat kerja sama dengan aparat keamanan Arab Saudi (5) Peran petugas kloter dan kesiapan jamaah menghadapi permasalahan di Arab Saudi.75
74
M. Samidin Nashir, “Strategi Jaring Laba-Laba dalam Perlindungan Jamaah Haji”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 17-18, http://kphi.go.id/buletin/ 48Buletin%20KPHI% 20edisi %201.pdf 75 M. Samidin Nashir, “Strategi Jaring Laba-Laba....Ibid.
87
Strategi Perlindungan dan Pengamanan Jamaah Haji Pelibatan secara formal unsur TNI/Polri dalam PPIH Arab Saudi terjadi sejak musim haji tahun 2005 yang melibatkan 30 orang perwira menengah. Saat itu fokus penanganan tugas yang dibebankan kepada para perwira menengah TNI/Polri adalah pembenahan manajemen operasional Armina. Tujuannya untuk menata sistem komando dan pengendalian, meminimalkan terjadinya musibah kecelakaan di Muaisim hingga Jamarat dan bagaimana menangani jamaah tersesat jalan yang sangat banyak serta upaya memperlancar operasional Armina.
(2) Kebijakan Haji di Daerah (a) Pembentukan Kepanitiaan Haji yang Kolektif Pembentukan Panitia PenyelenggaraanIbadah Haji (PPIH) Provinsi Bengkulu ditetapkan melalui SK Gubernur. Susunan organisasi PPIH terdiri dari: unsur pelindung (Gubernur Provinsi Bengkulu), unsur penasihat: Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sekda Provinsi Bengkulu, Asisten Bidang Kesra Sekda Provinsi Bengkulu, Ketua Komisi E. DPRD Provinsi Bengkulu; Unsur Pimpinan (Ketua, Wakil Ketua I, II, III, dan IV). Ditambah dengan unsur pembantu pimpinan (Sekretaris, Wakil sekretaris I, II, dan III); Unsur pelaksana teknis (seksi akomodasi, eksi transportasi, seksi keamanan, seksi konsumsi, seksi kesehatan, seksi Humas, dan seksi sekretariat).
88
Tugas pokok Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Provinsi Bengkulu yaitu menyelenggarakan operasional pemberangkatan dan pemulangan calon/jamaah haji dari asrama haji Padang. Merujuk kebijaksanaan
Direktur
Jenderal
PHU,
PPIH
Provinsi
Bengkulu
mempunyai tugas: merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pelayanan pemberangkatan dan pemulangan jamaah calon/haji Provinsi Bengkulu; memberikan pelayanan pembekalan, kesehatan, dokumen, penerimaan jamaah, transit akomodasi, konsumsi, transportasi darat dan laut, keamanan dan perlindungan kepada jamaah calon/haji Provinsi Bengkulu; mengkoordinasikan kegiatan pelayanan dengan unsur instansi terkait. Panitia ini pada tahun ini mengadakan rapat lebih dari 5 kali. Sejak bulan mei, mereka telah mengadakan rapat, di mulai dari rapat persiapan, rapat pembentukan panitia, rapat panitia, koordinasi lintas sektoral dan rapat pembagian tugas (job descripstion).76 Rapat bersifat gabungan lintas sektoral diikuti oleh: unsur PPIH, imigrasi, perhubungan, kesehatan, kepolisian, dan lain-lain. Pembagian tugas PPIH terdiri dari; unsur pelindung, bertanggung jawab secara keseluruhan operasional haji, baik pada saat pemberangkatan maupun pada saat pemulangan jamaah calon/haji Provinsi Bengkulu. Ada juga unsur penasihat, menyampaikan nasihat dan saran terhadap panitia 76
Wawancara dengan Zahdi Tahir, 8 Nopember 2015.
89
dalam hal Penyelenggaraan pemberangkatan dan pemulangan calon jamaah/haji Provinsi Bengkulu. Unsur pimpinan terdiri dari Ketua yang bertugas dalam memimpin dan mengkoordinasi dan mengendalikan operasional Penyelenggaraan pemberangkatan dan pemulangan calon jamaah haji di Propinsi Bengkulu, mengendalikan dan melaporkan penggunaan Anggaran Biaya Operasional Haji, baik kepada Gubernur Bengkulu maupun kepada Menteri Agama RI, mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas panitia kepada Menteri Agama melalui Dirjen PHU. Wakil Ketua I, bertugas dalam membantu ketua dalam mengkoordinasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas di bidang umum, terutama bidang akomodasi dan pengasramaan, mewakili ketua apabila berhalangan hadir, melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua, mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua. Wakil Ketua II bertugas dalam membantu ketua dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tugas dibidang konsumsi,
melaksanakan
tugas
lain
yang
diberikan
ketua,
mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua. Wakil Ketua III, bertugas dalam membantu ketua mengendalikan pelaksanaan tugas di bidang kehumasan/publikasi dan bidang kesehatan, melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua mempertanggung-jawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua. Wakil Ketua IV, bertugas
90
dalam membantu ketua dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan
tugas
penyeberangan,
di
bidang
melaksanakan
transportasi tugas
lain
angkutan yang
darat
diberikan
dan ketua,
mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua. Unsur pembantu pimpinan terdiri dari sekretaris, bertugas dalam memimpin, mengkoodinasikan dan bertanggungjawab atas kelancaran tugas kesekretariatan, penyediaan sarana/fasilitas operasional PPIH Provinsi Bengkulu, melaksanakan tugaslain yang diberikan ketua, mempertanggungjawabkan pelaksanaantugas kepada ketua, menyiapkan laporan yang bersifat harian,insidentil dan laporan akhir. Wakil Sekretaris, bertugas
dalam
mewakilisekretaris
apabila
berhalangan,
mengkoordinasikan pelaksaanaantugas-tugas ketatausahaan dan tugas-tugas pengumpulan, pengolahandata dan laporan, menyiapkan, mengatur dan penyelesaiantanda pengenal petugas, mendata calon jamaah haji dari masing-masingkab/kota Provinsi Bengkulu, menyiapkan SPMA bagi petugasdan
calon
jamaah
haji
Provinsi
Bengkulu,
menyusun,
menyiapkandan mengatur pendistribusian fasilitas perlengkapan calon jamaahhaji
dan
perlengkapan
kerja
dan
kebutuhan
petugas,
melaksanakantugas lain yang diberikan ketua/sekretaris, membantu menyusunlaporan
pelaksanaan
Provinsi
mempertanggungjawabkanpelaksanaan tugas kepada sekretaris.
91
Bengkulu,
Unsur pelaksana terdiri dari: seksi akomodasi, transportasi, keamanan, Konsumsi, kesehatan, humas, dan sekretariat. Seksi akomodasi bertugas untuk
mempersiapkan,
melaksanakan,
mengkoordinasikan
dan
mengendalikan tugas-tugas penerimaan dan pengasramaan calon jamaah haji kabupaten/kota, mengatur penempatan jamaah di asrama Haji Bengkulu. Seksi transportasi bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan mengendalikan angkutan darat dan penyeberangan pemberangkatan maupun pemulangan calon jamaah haji, mengkoordinir angkutan barang/calon jamaah dari embarkasi haji antara Bengkulu ke asrama haji Padang, mengurus tiket kapal calon jamaah dan kendaraan, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPIH. Seksi keamanan, bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan mengendalikan tugas-tugas pengamanan dalam asrama, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan keamanan di embarkasi haji Bengkulu dan Embarkasi Padang dan pengawalan jamaah haji baik pemberangkatan dan pemulangan, mengamankan kondisi keamanan asrama haji, menjaga keamanan dan ketertiban calon jamaah haji selama berada di asrama Bengkulu, mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada PPIH. Seksi konsumsi, bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan pengendalian tugas pelayanan konsumsi calon
92
jamaah haji baik pada saat pemberangkatan dan pemulangan, memberikan pelayanan konsumsi kepada calon jamaah haji baik di embarkasi antara Bengkulu pada saat pemulangan jamaah haji di embarkasi Padang, melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua/sekretaris, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPH Bengkulu. Seksi kesehatan bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas pelayanan kesehatan terhadap calon jamaah haji, memberikan pelayanan kesehatan calon jamaah haji di embarkasii antara Bengkulu sampai di asrama haji Padang, melaksanakan
pengawalan
ambulance
dalam
pemberangkatan
dan
pemulangan calon/jamaah haji, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPIH Bengkulu. Seksi humas, bertugas bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan
dan
mengendalikan
tugas-tugas
kehumasan,
penanggung-jawaban penyelenggaraan siaran, berita untuk pers serta RRI dan TVRI SPK Bengkulu, mempersiapkan dan menyelenggarakan acara/upacara pemberangkatan dan penyambutan kedatangan jamaah haji Provinsi
Bengkulu,
melaksanakan
tugas
lain
yang
diberikan
ketua/sekretaris, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPIH. Seksi sekretariat, bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan
dan
mengendalikan
93
tugas-tugas
kesekretariatan,
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas ke tatausahaan dan tugas-tugas pengumpulan, pengolahan data dan laporan. Panitia melakukan koordinasi persiapan pemberangkatancalon jamaah haji Provinsi Bengkulu.Rapat tehnis terbatas persiapan operasionalhaji tahun 1436 H/2015 M yang dihadiri seluruh unsur PPIH; rapat pemantapan persiapan terakhir pemberangkatan jamaahcalon haji yang dihadiri oleh seluruh PPIH, Dinas Perhubungan,Dinas Kesehatan, POL PP, POLDA Bengkulu dan Unsur PemerintahDaerah Provinsi Bengkulu, dari Kanwil Kemenag kab/kota yang dilaksanakandi Aula Asrama Haji Bengkulu. Upacara pelepasan dilakukan oleh Gubernur dan Wakil Gub. Bengkulu, dihadiri unsur Muspida Provinsi Bengkulu, Pimpinan DPRD Bengkulu dan yang terkait Cannas, rapat evaluasi pemberangkatan dan persiapan pemulangan jamaah haji Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan di Ruang Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bengkulu yang dihadiri seluruh PPIH, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Pol PP, PJR Polda Bengkulu dan seluruh Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota se-Provinsi Bengkulu. Selanjutnya melakukan penyusunan Juknis PPIH, untuk kelancaran tugas PPIH dalam rangka pemberangkatan dan pemulangan calon jamaah haji Provinsi Bengkulu Tahun 1436 H/2015 M. Dari rapat ini dirumuskanlah pembagian tugas PPIH, agar seluruh panitia dapat memahami dan menghayati tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan serta sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya pelayanan:
94
yang prima bagi jamaah haji Provinsi Bengkulu sesuai dengan rencana dan ketentuan yang berlaku. Disusul
dengan
penyusunan
pemberangkatan,penyusunan
jadwal
ProvinsiBengkulu
dari
mulai
pendaftaran/penerimaan, manasikhaji,
pelayanan proses
pencetakan
penyiapan
jadwal calon
dan
rute
jamaah
haji
pemeriksaan
paspor,
pramanifest,
kesehatan,
pemvisaan,
pelatihan
penelitian
paspor,
pengasramaan,pengurusan barang sampai pada asrama haji embarkasi Padang. (b) Penjadwalan Pemberangkatan Haji Pemberangkatan calon jamaah haji ke tanah suci sudahdiatur sesuai dengan jadwal keberangkatan dan kloternya masing-masing.Adapun jumlah calon jamaah haji Kota Bandar Bengkuluyang berangkat ke tanah suci tahun 2015 sebanyakorang(laki-laki 1.407 orang; perempuan 1.690 orang). Berdasarkan
data,
Provinsi
Bengkulu
pada
tahun
2015
memberangkatkan jemaah haji sebanyak 1.280 CJH, 12 Tim Pembimbing Haji Daerah (TPHD) dan 15 petugas kloter dibiayai ongkos Pulang Pergi (PP) Bengkulu-Padang dengan dana sebesar Rp 3,975 miliar, bersumber dari APBD Provinsi 2015. Kelompok terbang (kloter) 7 berangkat pertama pada tanggal 30 Agustus, dengan 455 CJH. Terdiri dari CJH Kota Bengkulu sebanyak 238 CJH, Seluma 135 CJHdan Lebong 73 CJH, ditambah empat TPHD dan lima petugas kloter.Sedangkan kloter 8,
95
pemberangkatan kedua pada 31 Agustus dengan CJH sebanyak 455 CJH. Sebanyak 158 CJH diantaranya berasal dari Bengkulu Utara, 140 CJH Mukomuko, 85 CJH Kaur, 63 CJH Bengkulu Tengah, empat TPHD dan lima petugas kloter. Pemberangkatan terakhir pada 1 September sebayak 397 orang yang akan digabung dengan sebanyak 58 CJH Padang terdiri dari 102 CJH Bengkulu Selatan, 6 orang CJH Kota Bengkulu dan 184 CJH Rejang Lebong ditambah 87 CJH Kepahiang dan 9 orang CJH Benteng. Ditambah lagi 4 TPHD dan 15 petugas kloter.Para CJH akan diinapkan di asrama haji yang memiliki sebanyak 150 tempat tidur dan 300 unit lagi di Badan
Pendidikan
pemberangkatan
dan
CJH
Latihan sudah
(Diklat).
wajib
Sebab
masuk
sehari
sebelum
asrama.“Tahun
ini
pemberangkatan CJH kembali malam hari. Bandara Fatmawati Bengkulu resmi menjadi embarkasi haji antara, sehingga calon jamaah haji tidak perlu menginap di embarkasi Padang, Sumatera Barat. Pemberangkatan JCH melalui Embarkasi Haji Antara Bengkulu merupakan yang pertama kalinya Setelah ditetapkannya Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu sebagai Bandara Embarkasi Haji Antara tahun 1434 H melalaui Surat Keputusan (SK) Menteri Agama RI No 142 Tahun 2013. "Mulai tahun ini jamaah calon haji Bengkulu tidak perlu menginap di Padang, hanya transit pesawat menuju Tanah Suci," kata Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah di
96
Bengkulu, Jumat, saat
penyambutan Surat Keputusan Embarkasi Haji Antara dari Gubernur kepada Kemenag Provinsi Bengkulu di Wisma Haji Bengkulu.77 Sesuai
jadwal
pemberangkatan
calon
jamaah
haji
Kota
BandarBengkulu dari Asrama Haji Padang sebagai berikut:
(c) Pemeriksaan Kesehatan olehDinas Kesehatan Kab/Kota Pemeriksaan
awal
kesehatan
jamaah
haji
Kota
Bengkulu
dilaksanakandi Puskesmas yang ditunjuk oleh pemerintah. Besarnyabiaya yang telah ditentukan dengan keputusan Walikota BandarBengkulu selaku 77
Azwar, “Pemberangkatan Haji Di Embarkasi Antara Bengkulu Berjalan Lancar”, dalan antaranews.com, 17 September 20131, http://www.antaranews.com/print/387510/bandara-fatmawatijadi-embarkasi-haji-antara
97
koordinator urusan haji No. 113/09/HK/2007 ditetapkansebesar Rp. 25.000,-. Setelah pemeriksaan awal, maka adasebagian jamaah haji yang disarankan untuk memeriksa kesehatanlanjutan ke rumah sakit atau Laboratorium yang ditunjuk daripuskesmas dengan biaya di luar ketentuan yang ditetapkan olehWalikota. Selanjutnya pemeriksaan kesehatan tahap kedua di DinasKesehatan yang ditunjuk dengan ketentuan yang telah ditetapkanoleh Walikota Kota Bandar Bengkulu dengan biaya sebesarRp. 50.000. Biaya pemeriksaan kesehatan haji tahap awal di Puskesmas dengan rincian sebagai berikut: a. Laboratorium Rp. 6.000,-. b. Jasa pemeriksaan Rp. 10.000,-. c. Transportasi pelacakan sebesar Rp. 9.000; Biaya kesehatan (Ulang) di Dinas Kesehatan sampai keberangkatan jamaah ke Arab Saudi, dengan rincian sebagai berikut: a. Jasa pemeriksaan Rp. 17.500; b. Jasa vaksinasi Rp.15.000; c. Perlengkapan Rp. 7.500; d. Konsumsi Rp.10.000.-. Dengan demikian jumlah biaya kesehatan haji keseluruhannya mencapai Rp.75.000,-. Namun demikian ada juga jamaah haji yang ikut Kelompok Bimbingan Manasik Haji (KBIH), mereka dalam pemeriksaan kesehatan ditanggung oleh KBIH itu sendiri, baik pemeriksaan kesehatan haji tahap awal di Puskesmas maupun pemeriksaan lanjutan di Dinas Kesehatan. (3) Kebijakan Pemerintah Arab Saudi Aspek
lain
dalam
penyelenggaraan
haji
yang
tidak
dapat
dikesampingkan ialah persoalan sejauh mana kemampuan Pemerintah dalam melakukan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk memperoleh
98
kemudahan dalam mengkoordinasikan pelaksanaan ibadah Haji secara maksimal. Hingga saat ini, Indonesia telah menjalin hubungan kerjasama bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi sejak tahun 1950. Kerjasama kedua negara ini meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Hubungan kerjasama yang terjalin dalam bidang budaya salah satunya ialah mengenai pelaksanaan ibadah Haji yang pelaksanaannya didasarkan pada kesepakatan kedua negara melalui penandatanganan MoU (Master of Understanding) untuk setiap tahunnya. Indonesia dari tahun ke tahun merupakan pengirim jemaah haji terbanyak di dunia. Hal ini tentu saja merupakan hal terpenting dalam hubungan kerjasama kedua negara tersebut, yang dimana Arab Saudi merupakan negara yang merupakan tempat sakral dan dihormati karena di negara tersebut Islam pertama kali disebarkan, dan disanalah terdapat tempat suci untuk melaksanakan kegiatan ibadah Haji, seperti Baitullah di Mekkah, Masjid Nabawi dan Makam Rasulullah Saw di Medinah, lempar Jamrah di Mina, dan wukuf di Arafah. 78 Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah Haji juga tidak terlepas dari seberapa besar kemudahan yang disediakan oleh Pemerintah Arab Saudi, maka ada kemungkinan munculnya perbedaan efektivitas dan efisiensi ini terkait dengan sejauh mana keberhasilan Pemerintah masing-masing Negara dalam membangun diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Selama ini, 78
Idmah Amaliah Mustainah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia 2005-2010”, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal. 6.
99
Pemerintah Arab Saudi juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan perhatian dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang melaksanakan ibadah Haji. Akan tetapi permasalahan terus terjadi tiap tahun, walaupun Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai macam perubahan dan perbaikan terhadap sistem pelaksanaan haji. Perkembangan dan kemajuan hubungan antar negara dewasa ini, menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dalm proses kerjasama. Perkembangan dan kemajuan hubungan antar negara tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan dan peningkatan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, hukum, pertahanan keamanaan dan kerjasama lainnya dengan melihat kebutuhan dan kepentingan nasional suatu negara. Sebagai anggota masyarakat bangsa sudah sepantasnya apabila dewasa ini kita lebih
memberi
perhatian
kepada
permasalahan-permasalahan
dunia
internasional di mana kita berada di dalamnya. Mengingat bahwa dewasa ini tidak satupun negara di dunia yang benar-benar dapat hidup terasing karena merasa saling membutuhkan oleh masing-masing negara, sehingga dengan sendirinya terbentuklah suatu hubungan internasional. Hubungan internasional berlangsung dalam suatu sistem dimana terjadi interaksi dan didalam interaksi atau dalam hubungan tersebut,berlangsung suatu
jaringan-jaringan
transaksi,
dan
segala
pertukaran-pertukaran,
persentuhan, arus informasi, aksi atau pergerakan-pergerakan serta segala bentuk
pembauran-pembauran
di
100
kalangan
masyarakat
dunia
yang
keseluruhannya merupakan interaksi antar aktor dengan segala motivasinya. Kerjasama urusan haji telah menjadi pionir diantara kerjasama lainnya diantaranya yakni, kerjasama sosial keagamaan dan kerjasama sosial kemasyarakatan, dimana kerjasama urusan haji menempati posisi sentral bagi kedua negara baik Pemerintah maupun masyarakat secara langsung. Indonesia dan Arab Saudi berbeda dalam beberapa hal sistem Pemerintahan, sistem politik, ekonomi, sejarah, tetapi hubungan tradisional islam kedua negara menjadikan hubungan bilateral tersebut terjalin dengan erat.
Partisipasi
kedua
negara
diberbagai
organisasi
internasional
menyebabkan keduanya memiliki pandangan yang sama dalam melihat situasi dan perkembangan dunia internasional dewasa ini terutama, mengenai perkembangan negara-negara islam, kontribusi kedua negara sangat besar dan diharapkan
keterlibatannya
dalam
menyelesaikan
masalah-masalah
internasional negara-negara Islam. Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk islam terbesar yang setiap tahunnya berusaha menunaikan ibadah haji sebagai suatu kewajiban dan merupakan pelaksanaan dari rukun islam kelima yang wajib dilaksanakan minimal satu kali seumur hidup bagi yang mampu. Hubungan kerjasama antara Indonesia dan Arab Saudi merupakan hubungan bilateral yang dimana kedua negara ini memiliki hubungan persahabatan yang baik yang telah terjalin sejak beberapa tahun yang lalu.
101
Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi secara resmi didirikan pada 1 Mei 1950. Sebelumnya, Indonesia membuka Kantor Perwakilan pertama di Timur Tengah di Kairo, Mesir, pada 7 Agustus 1949. Pada tahun 1950, Kantor Perwakilan ini kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Kedutaan Besar yang juga terakreditasi untuk Arab Saudi, Iran dan Pakistan. Indonesia kemudian mendirikan Kedutaan Besar untuk Kerajaan Arab Saudi di Jeddah pada 1964. Kedutaan Besar Republik Indonesia selanjutnya dipindahkan dari Jeddah ke Riyadh pada 29 September 1985. Perwakilan Indonesia di Jeddah kemudian diubah statusnya menjadi Konsulat Jenderal Indonesia.79 Arab Saudi membuka kantor perwakilannya pada 1950 dan kemudian secara resmi mendirikan Kedutaan Besar di Jakarta pada 1955. Sejak itu, hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi tetap erat, kuat, dan bersahabat sampai saat ini. Pada Agustus 2008, delegasi dari kedua negara sahabat telah melakukan Sidang Komisi Bersama ke-8 dan sepakat untuk lebih meningkatkan kerja sama dalam ketenagakerjaan, perlindungan hak-hak pekerja migran, ekonomi dan perdagangan, pelaksanaan Haji dan Umroh, hibah dan wakaf, imigrasi, kesehatan, pariwisata, penerbangan, dan sektor energi. Saat itu kedua delegasi sepakat untuk mengadakan pertemuan semacam ini setiap tahunnya.
79
Idmah Amaliah Mustainah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji....Ibid.
102
Kerjasama dibidang budaya antara Indonesia dan Arab Saudi juga tercipta dengan baik terutama dalam persoalan pendidikan dan agama islam. Dalam literatur kitab-kitab arab, pengkajian mengenai bahasa arab dalam terjemahan Indonesia. Selain itu hubungan Indonesia dan Arab Saudi terjalin dalam urusan keberangkatan Haji ke Arab Saudi. Hal ini merupakan momentum penting hubungan Indonesia Arab Saudi terutama dalam hal keberangkatan haji yang rutin dilaksanakan setiap tahun dan Indonesia merupakan negara yang mengirimkan para calon haji terbesar di dunia. Pemerintah Arab Saudi juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan perhatian dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang melaksanakan ibadah Haji. Selama ini, Pemerintah Indonesia telah mengupayakan agar Pemerintah Arab Saudi dapat memberikan dispensasi penggunaan paspor khusus haji bagi jamaah Indonesia sebagaimana diamanatkan UU No.13 tahun 2008. Seperti diketahui Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan bahwa mulai tahun 1430 H/ 2009 M ini hanya paspor internasional yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan perjalanan ibadah haji ke Arab Saudi. KBRI Riyadh saat ini tengah mengadakan koordinasi dengan perwakilan-perwakilan asing yang senasib dengan Indonesia dan mengadakan Demarch ke Kementrian Luar Negeri Arab Saudi guna memintakan dispensasi menggunakan Paspor Haji untuk tahun 1430 H/ 2009 M, sementara itu Pemerintah Indonesia saat ini dalam persiapan perubahan kebijakan tersebut
103
pada tahun 1431 H/ 2009 yang akan datang. Permohonan Depertament Luar Negeri untuk penambahan pegawai setempat KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah termasuk untuk pembentukan Citizen Service serta memperkuat pelayanan dan perlindungan warga, termasuk terhadap jemaah haji Indonesia. Mendorong dan mendukung dibentuknya Organisasi Pelayanan Haji atau Satuan Kerja (SATKER) yang kuat dan dipimpin oleh pejabat setingkat eselon dua dan bertugas melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Arab Saudi sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.13 tahun 2008. Staf Teknis Haji yang selama ini ditugaskan juga sebagai Ketua Penyelenggara Haji di Arab Saudi akan lebih difokuskan pada tugas pokok dan fungsinya sebagai staf KJRI Jeddah, yaitu melakukan diplomasi haji dan negosiasi bilateral dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi sejak dari persiapan sampai selesainya musim haji pada tahun berjalan. Melakukan pendekatan kepada Pemerintah Arab Saudi agar dapat mengambil langkah-langkah intervensi dalam mengontrol harga sewa perumahan di Mekkah serta menetapkan sanksi bagi pemilik rumah yang membatalkan kontrak secara sepihak, mengingat Raja Arab Saudi memliki gelar sebagai Khadimul Haramain (Pelayan Dua Rumah Suci) yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan yang maksimal bagi para tamu Allah Jamaah Haji dan Umrah. Pengaturan penyelenggaraan haji Indonesia setiap tahunnya diatur dengan suatu MoU yang ditandatangani oleh Menteri
104
Agama
RI
dengan
Menteri
Urusan
Haji
Arab
Saudi.
Pelayanan
penyelenggaraan ibadah haji terhadap jamaah haji Indonesia tiap tahunnya selalu dievaluasi secara seksama sehingga pelaksanaannya lebih baik dari tahun ke tahun. Penyelenggaraan ibadah haji terkait dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi didasarkan pula oleh Ta’limatul Haj. Misalnya, mulai tahun 2009 Pemerintah Arab Saudi dalam Ta’limatul Haj menyatakan, jamaah haji dari seluruh dunia harus menggunakan paspor internasional. Pemerintah Arab Saudi tidak melayani visa, kecuali yang memiliki paspor hijau.80 Pemerintah Indonesia menyeesuaikan aturan keimigrasian ini. Dalam mengatur keimigrasian setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji pada awalnya menggunakan paspor khusus haji yang dikeluarkan oleh Menteri namun pada perkembangan selanjutnya, tahun 2008 Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang menetapkan bahwa Jemaah haji dari seluruh negara yang akan menunaikan ibadah haji harus menggunakan paspor biasa (ordinary passpord) yang berlaku secara internasional. Pemerintah melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai penggunaan paspor haji bagi jemaah haji sebagaimana di atur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji. 80
Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014), hal. 30.
105
Pada 6 Juni 2013 Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan pemotongan kuota haji 20 persen tanpa terkecuali untuk setiap negara di dunia karena adanya proses pemugaran Masjidil Haram. Akibat renovasi Masjidil Haram, kapasitas daya tampung tawaf 48.000 jamaah perjam berkurang menjadi 22.000 jamaah per jam. Selain itu, fasilitas tawaf temporer hanya menampung 7.000-10.000 jamaah per jam. Pengembangan Masjidil Haram dan fasilitas tawaf selama tiga tahun akan menambah kapasitas menjadi 105.000 jamaah/jam Kebijakan Pemerintah Arab Saudi ini jelas berdampak pada perencanaan penyelenggaraan haji Indonesia. Akibat pemotongan kuota haji, jumlah jamaah haji dan petugas haji Indonesia ikut dipotong 20 persen. Dampak lebih lanjut, antrean jamaah haji Indonesia semakin panjang. Untuk itu, Kementerian Agama melakukan penyesuaian dengan pemotongan 20 persen dengan meningkatkan pelayanan serta memprioritas jamaah usia lanjut untuk berangkat lebih dulu. Mulai tahun 2015 Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem e-hajj secara penuh. Melalui sistem e-hajj ini, setiap jamaah haji mendapatkan informasi lebih awal/sebelum tiba di Araba Saudi tentang paket layanan seperti penginapan, transportasi, dan pelayanan katering. Pihak Otoritas dapat memantau dan menindaklanjuti apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang tertera di dalam dokumen visa melalui sistem yang terintegrasi. Dengan sistem ini, diharapkan penyimpangan pelayanan tidak terjadi dan pelayanan diberikan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku.
106
Penerapan sistem e-hajj akan berpengaruh pada penyesuaian kebijakan penyelenggaraan ibadah haji pada 2015: dokumen jamaah (paspor) harus disiapkan lebih awal (Rabiul Awal), sehingga permintaan input data jamaah ke dalam sistem e-hajj bisa dipenuhi; pelayanan akomodasi jamaah haji di Madinah dengan sistem sewa satu musim atau sewa pada tanggal tertentu dengan syarat jadwal kedatangan jamaah sudah pasti; pelayanan konsumsi jamaah diberikan di Madinah, Makkah dan Armina; sistem pengadaan pelayanan (akomodasi, konsumsi, dan tranportasi) dan pembayarannya melalui jalur elektronik (e-purchasing dan e-payment). Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi pada tahun 2015 mengeluarkan maklumat/peraturan urusa haji yang salah isinya: mengharap dari seluruh jamaah haji agar mematuhi batas waktu kedatangan dan keberangkatan serta perjalanan antara Makkah, Madinah, Jeddah dan Masyair Muqaddasah, dengan memperhatikan bahwa batas waktu terakhir penerimaan permohonan visa haji di kedutaan danperwakilan Khadimul Haramain As Syarifain di luar Kerajaan Arab Saudi adalah hari ke-25 bulan Zulkaidah setiap tahun Hijriah sesuai kalender Ummul Qura, dan bahwa batas waktu kedatangan dan keberangkatan.81 Batas terakhir untuk kedatangan jamaah haji melalui jalur darat ke perbatasan Kerajaan Arab Saudi adalah akhir bulan Zulkaidah setiap tahun
81
Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi, at-ta’limat al- Munazzamah Li asy-Syu’uni al-haj, Terjem. Peraturan Urusan Haji, (Arab Saudi: Kementerian Haji), hal. 17.
107
menurut kalender Ummul Qura, dengan memperhatikan agar disiplin dengan jalan-jalan yang telah ditentukan untuk jamaah haji untuk menuju ke Makkah atau Madinah. Adapun jamaah haji yang tiba dengan pesawat terbang (Bandara KAAIA Jeddah dan Bandara AMAIA Madinah) dan dengan kapal laut rnelalui Pelabuhan Islam Jeddah, batas waktu terakhir untuk kedatangan rnereka adalah berakhirnya hari ke-4 bulan Zulhijah setiap tahun. Khusus untuk Pelabuhan Islam Jeddah berakhir pada hari pertama bulan Zulhijah. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Jeddah ke Madinah menggunakan kendaraan adalah berakhirnya hari ke-26 bulan Zulhijah setiap tahun. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Jeddah ke Madinah menggunakan pesawat terbang adalah berakhirnya hari ke-2 bulan Zulhijah setiap tahun. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Madinah ke Makkah menggunakan kendaraan adalah berakhirnya hari ke5 bulan Zulhijah. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Madinah ke Jeddah menggunakan pesawat terbang adalah berakhirnya hari ke5 bulan Zulhijah setiap tahun. Permulaan keberangkatan jamaah haji dari Makkah ke Madinah dimulai dari pagi hari tanggal 14 Zulhijah. Taklimat haji juga mengatur para jemaah haji agar disiplin dan mematuhi batas waktu yang ditentukan untuk keluar melontar Jamarat di dalam program pemberangkatan, dan jamaah haji mutlak tidak diperbolehkan keluar melontar Jamarat pada waktu-waktu yang dilarang, karena program
108
pemberangkatan jamaah haji untuk melontar jamarat pada dasarnya tergantung kepada pengaturan keluarnya jamaah haji sesuai dengan jumlah tertentu dan jadwal waktu tertentu, untuk menghindari terjadinya desak-desakan dan kepadatan.
BAB IV. LAPORAN DAN ANALISA Ibadah haji merupakan rukun Islam yang bersifat fardhu ain bagi individu muslim yang mampu. Peraturan mengenai penyelenggaraan ibadah haji diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2008. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jemaah haji. Pada bagian ketiga tentang hak jemaah haji pasal 7 diungkapkan bahwa jemaah haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi: (1) pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi; (2) pelayanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan yang memadai, baik di tanah air,selama di perjalanan, maupun di Arab Saudi;(3) perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia; (4) penggunaan Paspor Haji dan dokumen lainnya yang diperlukan
109
untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan (5) pemberian kenyamanan transportasi dan pemondokan selama di tanah air, di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air. 82 A. Tata Kelola Ibadah Haji Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya.83Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404/Maret 1984 merekomendasikan tentang kewajiban Ibadah Haji.MUI berpandangan bahwa Umat Islam perlu memahami betapa besar dan luas masalah yang dihadapi oleh pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah RI dalam usaha melayani dan menyediakan kemudahan bagi kepentingan jamaah haji yang jumlahnya tiap tahun semakin besar yang harus dijalani dalam waktu yang bersamaan dan dalam lingkungan alamiah yang sangat terbatas.84 Atas kondisi ini, Majelis Ulama Indonesia menghimbau tiga hal kepada Umat Islam Indonesia yang sudah melaksanakan haji. Pertama, menghayati bahwa ibadah haji itu diwajibkan hanya sekali seumur hidup dan dengan syarat istitha’ah dalam arti yang luas. Kedua, memberi kesempatan pada mereka yang belum menunaikan ibadah haji terutama kepada keluarga yang belum haji. Ketiga, kepada umat Islam yang sudah beberapa kali melaksanakan ibadah haji akan lebih bermanfaat bila dana yang tersedia itu disalurkan untuk amal/jariyah yang dapat dirasakan manfaatnya 82
Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 41-41. 83 UMH, “Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji”, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 1 Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji.html# 84 Ibrahim Hosen, “Ibadah Haji hanya Sekali dalam Seumur Hidup”, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI, Jakarta, 7 Maret 1984 M), hal. 178-179.
110
oleh umum disamping mendapat pahala yang terus mengalir bagi yang melaksanakannya. Pelayanan yang diberikan oleh Biro Perjalanan Haji dan Umrah tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 mencakup empat aspek. Pertama, menerima pendaftaran dan melayani jamaah haji hanya yang menggunakan paspor haji. Kedua, memberikan bimbingan ibadah haji. Ketiga,
memberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi dan pelayanan
kesehatan secara khsusus. Keempat, memberangkatkan, memulangkan, dan melayani jamaah haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan jamaah haji.85 Tahapan pelaksanaan ibadah haji paling awal yang harus diikuti oleh calon jamaah haji adalah melakukan pendaftaran.86Prosedur pendaftaran haji menurut Peraturan Menteri Agama No. 6 tahun 2010 pasal 5 ayat 1 meliputi beberapa langkah. Pertama, calon jemaah haji mengisi Surat Permohonan Pergi Haji (SPPH) di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan calon jemaah haji khusus mengisi SPPH di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dengan menyerahkan persyaratan.
85
Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 41-41. 86 Menurut Peraturan Menteri Agama no. 6 tahun 2010 pasal 3, persyaratan pendaftaran bagi WNI adalah sebagai berikut: a. Beragama Islam; b. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter. c. Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; d. Memiliki kartu keluarga. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
111
Kedua, persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) calon jemaah haji harus menyerahkan pas foto terbaru ukuran 3X4 cm sebanyak 10 lembar dengan latar belakang warna putih. Ketiga, caIon jernaah haji menerima lembar SPPH yang sudah ditandatangani dan disahkan oleh petugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota untuk diserahkan kepada BPS BPIH. Keempat, calon jemaah haji membayar setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan jemaah haji khusus sebesar USD 4,000.00 melalui BPS BPIH untuk mendapatkan nomor porsi. Kelima, setelah BPS BPIH mentransfer setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama dan mendapatkan nom or porsi bagi calon jemaah haji, BPS BPIH mencetak lembar bukti setor awal BPIH sebanyak 5 rangkap. Keenam, lembar bukti setor sebagaimana dimaksud pada huruf e, dilegalisasi dan masing-masing diberi foto 3 X4 cm dengan peruntukan: (1) Lembar pertama (asli) untuk calon jemaah haji; (2) Lembar kedua untuk BPS BPIH; (3) Lembar ketiga untuk Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota; (4) Lembar keempat untuk Kantor Wilayah Kementerian Agama; (5) Lembar kelima untuk Kantor Kementerian Agama Pusat cq Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Ketujuh, calon jemaah haji melaporkan dan menyerahkan lembar ketiga, keempat dan kelima bukti setoran awal BPIH ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi jamaah haji khusus. Kedelapan, pelaporan dan penyerahan lembar bukti setoran awal BPIH
112
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pembayaran setoran awal BPIH. Untuk menunaikan ibadah haji, setiap muslim Indonesia
diharuskan
mendaftarkan
diri
ke
Kantor
Kementerian
Agama
Kabupaten/Kota setempat. Calon jemaah haji mendapatkan SPPH. SPPH adalah surat pendaftaran pergi haji, surat ini didapatkan ketika calon jemaah ingin mendaftar sebagai jemaah haji di Kantor Kementerian Agama Kab/Kota setempat. Saat ini telah berlaku waiting list. Waiting list adalah daftar tunggu jemaah haji yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi. Calon jemaah haji mendapatkan nomor porsi. Nomor porsi adalah nomor urut pendaftaran yang didapatkan jemaah ketika membayar setoran awal di Bank penerima setoran. Setelah melakukan pendaftaran dan membayarkan setoran awal, jemaah haji berhak mendapatkan nomor porsi dan masuk dalam waiting list keberangkatan. Calon jemaah menyetor ke Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atau sering disebut BPS BPIH adalah bank yang ditunjuk menteri agama setelah mendapatkan pertimbangan rekomendasi dari gubernur bank Indonesia untuk menerima setoran awal dan pelunasan BPIH dan menyetorkan pembayaran BPIH ke rekening Menteri Agama sesuai BPIH. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang selanjutnya disebut BPIH, adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
113
Setoran awal harus berjumlah minimal Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 6 Tahun 2010 tentang prosedur dan persyaratan pendaftaran haji telah ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 point d bahwa pembayaran setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama sebesar Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Setoran awal harus berjumlah minimal Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Hal ini didasarkan Peraturan Menteri Agama No. 6 Tahun 2010 tentang prosedur dan persyaratan pendaftaran haji telah ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 point d bahwa pembayaran setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama sebesar Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).87Berkaitan dengan mekanisme proses pendaftaran haji yang panjang, salah seorang informan penelitian, M. Zahdi Tahir menyarankan untuk dipersingkat. Selama ini pendaftaran haji cukup memakan waktu, ke bank tempat penyetoran dua kali, dan datang ke Kemenag (Siskohaj) dua kali. Sebaiknya prosses pendaftaran dipersingkat, tepatnya 1 kali datang ke kantor bank dan 1 kali di kantor kemenag.88 Jemaah haji dapat diberangkatkan ketika nomor porsi yang dimilikinya masuk dalam kuota keberangkatan tahun berjalan, dan telah melunasi setoran BPIH sesuai dengan penetapan BPIH tahun berjalan. Sebelum berangkat dilaksanakan pemeriksaan kesehatan. Jemaah haji mendapatkan pelayanan kesehatan haji yang meliputi: pemeriksaan, perawatan, dan 87
UMH, “Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji”, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 1 Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji.html# 88 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
114
pemeliharaan kesehatan. Jamaah haji juga pembinaan Ibadah Haji berupa serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi Jemaah Haji. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui status kesehatan dan kemampuan fisik jemaah haji serta kemungkinankemungkinan yang dapat memperburuk kesehatan jemaah selama perjalanan ibadah haji. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah pemeriksaan yang dilakukan calon jemaah haji. Menurut informan, Rizkan Syahbudin, dikatakan bahwa masih ada masalah dalam pengelolaan proses pengecekan kesehatan calon jamaah haji, yakni masih adanya pernyataan ‘terbalik’, maksudnya, sebenarnya calon jamaah haji mengidap penyakit tertentu, namun di surat keterangan dinyatakan sehat. Pengecekan kesehatan bisa melalui dokter pribadi atau tim dokter yang khusus ditugaskan menangani calon jamaah haji.89 Jamaah haji dikoordinasikan oleh ketua regu. Tugas ketua regu mengkoordinir jemaah yang terdapat dalam kelompok regunya. Ketua regu adalah jemaah yang dipercaya dalam kelompok regu untuk memimpin regunya. Regu adalah kelompok kecil yang dibentuk dibawah rombongan, jika rombongan terdiri dari 45 orang, maka regu ini merupakan kelompok terkecil jemaah haji yang terdiri dari 11 orang termasuk dengan ketua regu.
89
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015
115
Dalam pelaksanaan haji juga ditetapkan ketua rombongan. Ketua rombongan bertugas untuk mengkoordinasikan jemaah yang terdapat didalamnya. Ketua rombongan adalah jemaah yang mengetuai rombongan. -Rombongan adalah kelompok jemaah yang berada dibawah kelompok terbang (kloter) biasanya kelompok ini juga disebut kelompok besar yang terdiri dari 45 orang. Dalam pengelolaan haji ada institusi yang bernama BPAH (Badan Pengurus Asrama Haji) Badan ini bertugas untuk mengelola asrama haji. Peserta haji akan mendapatkan SPMA, yaitu Surat Panggilan Masuk Asrama, surat ini diberikan kepada jemaah haji yang sudah siap diberangkatkan ke Arab Saudi. Para calon jemaah haji mendapatkan bimbingan mengenai perhajian dari TPIH. TPIH adalah Tim Pembimbing Ibadah Haji, TPIH merupakan petugas operasional yang menyertai jemaah haji. Dalam pengurusan haji juga melibatkan TKHI. TKHI bertugas memeriksa kesehatan jasmani jemaah haji, membina kesehatan jemaah haji, melayani keluhan kesehatan jemaah haji, mengamati penyakit jemaah haji dan menyehatkan lingkungan disekitar jemaah haji. Dalam menjaga kesehatan para calon jemaah haji diangkat TKHI. Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) adalah pelaksana pengamanan kesehatan bagi jemaah haji Indonesia selama di perjalanan dan di Arab Saudi. Dalam mengurus keberangkatan jamaah haji dipandu oleh TPHI. TPHI bertugas sebagai ketua kloter, memandu serta membina jemaah haji. TPHI adalah Tim Pemandu Haji Indonesia, TPHI merupakan petugas operasional yang menyertai jemaah.
116
Dalam menyertai jamaah haji juga diarahkan oleh petugas non-kloter. Petugas non-kloter adalah petugas operasional ibadah haji yang tidak menyertai jemaah dalam kelompok terbang. Petugas kloter adalah petugas operasional ibada haji yang menyertai
jemaah
dalam
kelompok
terbang.
Kelompok
terbang
adalah
pengelompokan jemaah haji berdasarkan jadwal keberangkatan penerbangan ke Arab Saudi. Adapun mekanisme sistem pengelompokan bimbingan jemaah haji diatur berdasarkan pertimbangan domisili jamaah dan keluarga. Setiap 11 orang calon jamaah haji dikelompokkan dalam 1 regu dan setiap 4 regu (44 orang) dikelompokkan dalam satu rombongan. Penugasan pembimbing diatur oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten. Calon jamaah haji yang telah terdaftar dan ditetapkan akan berangkat pada tahun tersebut memperoleh perbekalan berupa: buku paket yang terdiri atas: panduan perjalanan haji, bimbingan manasik haji, dan hikmah ibadah haji, serta doa dan zikir haji; satu buah koper; dan atu buah tas jin. Jika terjadi pembatalan dan pengembalian BPIH maka tata caranya dilakukan berdasarkan atas permohonan calon yang bersangkutan secara berjenjang melalui Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kanwil Kementerian Agama Provinsi dan diteruskan ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk pengembalian BPIH-nya.
117
Tata cara pelunasan BPIH dengan dilaksanakan dengan serangkaian langkah.90Pertama, calon Jamaah Haji yang berhak melunasi datang ke Bank Penerima Setoran BPIH tempat menabung untuk melunasi BPIH dengan membawa Bukti Setoran Awal BPIH dan pas photo ukuran 3 x 4 sebanyak lima lembar untuk ditempel pada Bukti Setoran Lunas BPIH. Kedua, petugas BPS BPIH mengkonfirmasikan data penyetor haji ke dalam SISKOHAT untuk diteliti kesesuaian data yang tertera dalam Bukti Setoran Awal dengan data SISKOHAT. Ketiga, setelah pembayaran pelunasan BPIH, petugas BPS BPIH mencetak Bukti Setoran Lunas BPIH sebanyak lima lembar, yaitu: - Lembar pertama asli untuk calon jamaah haji, - Lembar kedua untuk pemvisaan, - Lembar ketiga untuk Kantor Kemenag Kab/ Kota setempat, - Lembar keempat untuk penerbangan - Lembar kelima untuk BPS BPIH Keempat, calon Jamaah Haji menerima lembar Bukti Setoran Lunas lembar pertama bermaterai Rp. 6000,-. lembar kedua, ketiga dan keempat. Selanjutnya Calon Jamaah Haji segera ke Kantor Kemenag Kab/ Kota selambat-lambatnya 7 hari kerja dari tanggal pelunasan, dengan menyerahkan Bukti setoran Lunas tersebut. Kelima, petugas Kantor Kemenag akan menerima kelengkapan berkas pelunasan dari Calon jamaah haji dan calon Jamaah haji Tanda Bukti Laporan 90
Mazhusada Herya L, “Tata Cara Pelunasan BPIH Tahun Berjalan” dalam kbiharofah malang.com, Diakses 31 Oktober 2015, http://www.kbiharofahmalang.com/info-tata-cara-pelu nasanbpih-tahun-berjalan.html
118
Pelunasan BPIH. Jemaah haji yang berhak melunasi BPIH adalah jemaah haji yang memiliki nomor porsi yang masuk dalam alokasi porsi provinsi dan atau porsi Kabupaten bagi wilayah yang porsinya dibagi per Kabupaten. Dia belum pernah menunaikan ibadah haji, telah berusia 18 tahun keatas atau sudah menikah serta menjadi suami, anak kandung dan orang tua. Berdasarkan sejumlah sumber, selama ini pelunasan BPIH pada tanggal pertengahan tahun. Bercermin pada pelaksanaan haji 2015. Kemenag mengeluarkan PMA No 28 Tahun 2015 tentang Pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler Tahun 1436H/2015M. PMA ini mengatur bahwa pembayaran BPIH dimulai pada 1 – 30 Juni 2015. Apabila sampai dengan tanggal 30 Juni 2015 kuota jamaah haji tidak terpenuhi, pembayaran BPIH diperpanjang dari 7 – 13 Juli 2015. Jika sampai tanggal 13 Juli kuota jamaah haji tidak terpenuhi, maka sisa kuota haji dikembalikan ke masing-masing provinsi dan atau kabupaten/kota untuk diisi sesuai dengan nomor urut porsi berikutnya sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum penutupan proses pemvisaan di Kedutaan Besar Arab Saudi. 91 Adapun tentang kriteria jamaah yang berhak melakukan pelunasan pada fase 1 – 30 Juni (tahap 1), Menag menjelaskan bahwa itu diperuntukkan bagi jamaah haji yang telah memiliki nomor porsi dan masuk dalam alokasi kuota provinsi atau kabupaten/kota tahun 1436H/2015M dengan ketentuan: 1) belum pernah menunaikan ibadah haji; 2) telah berusia 18 tahun atau sudah menikah, terhitung 91
Affan Rangkuti, “Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni” dalam haji.kemenag.go.id, Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna san-bpih-reguler-mulai-1-juni
119
pada tanggal 21 Agustus 2015; 3) jemaah lunas tunda yang berstatus belum pernah haji; dan 4) jemaah haji nomor porsi berikutnya berdasarkan data Siskohat sebanyak 5% yang berstatus belum haji dan masuk daftar tunggu pada tahun 1437H/2016M dari jumlah kuota provinsi dan kab/kota yang bersangkutan. Untuk fase 7 – 13 Juli (tahap 2), pengisian sisa kuota diperuntukan bagi calon jamaah dengan ketentuan urutan prioritas: 1) jemaah tahap 1 yang mengalami kegagalan sistem pada saat pelunasan; 2) jemaah lunas tunda yang sudah berstatus haji; dan 3) jemaah yang nomor porsinya masuk alokasi Tahun 1436H/2015M dan sudah berstatus haji. Selain itu, jamaah haji lansia dan penggabungan suami/istri dan anak/orang tua terpisah juga termasuk yang bisa melakukan pelunasan pada tahap 2, dengan catatan usia jemaah lansia sudah 75 tahun per tanggal 21 Agustus 2015 yang sudah mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari 2013. Jamaah lansia seperti ini dapat didampingi oleh 1 orang pendamping yaitu istri/suami/anak kandung/adik kandung yang sudah mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari 2013. Hal lainnya adalah jemaah haji penggabungan suami/istri dan anak/orang tua kandung terpisah, dengan ketentuan jemaah yang digabung sudah melunasi BPIH, jemaah haji yang menggabung sudah mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari 2013. Selain itu, jemaah lansia dan pendamping serta penggabungan suami/istri dan anak/orang tua terpisah, terdaftar haji reguler dalam satu provinsi yang sama.92 92
Affan Rangkuti, “Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni” dalam haji.kemenag.go.id, Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna san-bpih-reguler-mulai-1-juni
120
A. Tata Kelola Haji: Idealitas dan Realitas Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji pasal 10 diatur bahwa pelaksana penyelenggaraan ibadah haji berkewajiban menyiapkan dan menyediakan segala hal yang terkait dengan penetapan BPIH, pembinaan ibadah haji, penyediaan akomodasi yang layak, penyediaan transportasi, penyediaan konsumsi, pelayanan kesehatan; dan/atau pelayanan administrasi dan dokumen. Dalam
rangka
penyelenggaraan
ibadah
haji
bagi
masyarakat
yang
membutuhkan pelayanan khusus, dapat diselenggarakan Ibadah Haji Khusus yang pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus. Penyelenggaraan ibadah haji khusus dilaksanakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus yang telah mendapat izin dari Menteri. Penyelenggaraan ibadah Haji menurut UU No. 13 meliputi unsur kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan. Kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Muncul tuntutan dari berbagai pihak agar penyelenggaran ibadah haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba. Dalam kenyataan di lapangan, setiap penyelenggaraan haji masih muncul permasalahan “laten” yang sejauh ini belum ditemukan solusinya secara efektif. Problematika yang selalu muncul adalah mulai dari pendaftaran haji, biaya haji, akomodasi dan transportasi jamaah haji, pengelolaan dana haji (Dana Abadi Ummat ) hingga gagalnya sejumlah calon jamaah haji plus berangkat ke tanah suci.
121
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dari masyarakat luas tentang standar pelayanan haji di Indonesia. Menurut pengamatan sebagian kalangan, ada sejumlah indikator dari belum optimalnya
penyelenggaran
Ibadah
Haji.
Pertama,
dari
sisi
manajemen
penyelengaraan ibadah haji baik dari aspek kelembagaaan, pengelolaaan keuangan, peningkatan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kepada jamaah haji selama ini dinilai masih belum efektif. Undang – Undang tentang Penyelengaraan Ibadah Haji belum secara tegas memisahkan antara fungsi regulator, operator dan evaluator. Selama ini tiga fungsi tersebut masih dimonopoli oleh Kementrian Agama sehingga ketika fungsi – fungsi tersebut terpusat di satu titik maka peluang abuse of power menjadi lebih besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklasifikasi terdapat 48 titik lemah penyelengaraan ibadah haji antara lain regulasi, kelembagaan, tata laksana dan manajemen sumber daya manusia sehingga menempatkan Kementrian Agama sebagai salah satu kementerian dengan indeks integrasi terendah (versi KPK tahun 2011) oleh karena itu munculnya gagasan untuk pemisahan antara regulator, operator, dan evaluator dalam revisi Undang-Undang tentang Penyelengaraan Ibadah Haji, merupakan respons positif dan rasional bagi upaya perbaikan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik, professional dan akuntabel.93
93
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji”dalam sangpencerah.com, Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadahhaji.html
122
Persoalan-persoalan di atas peneliti konfrotir dan konfirmasikan kepada sejumlah informan yang kredibel dalam memberikan jawaban. Menanggapi kritikan di atas, salah seorang informan kami yang kebetulan menjabat sebagai Kabid Haji Kemenag Provinsi Bengkulu, Zahdi Tahir membenarkan sebagian kritikan dan meluruskan sebagian krititan yang lain. Menurut M Zahdi Tahir, terungkap bahwa munculnya problem haji berakar dari fakta bahwa haji merupakan ibadah yang pelik karena setiap orang Islam berebut ingin melaksanakannya. Dikatakan Zahdi: “Orang-orang luar kadang-kadang memandang ada aneh dalam ibadah haji. Orang tidak shalatpun, tidak puasapun ingin menunaikan haji. Asal merasa mampu atau kuat membayar”.94 Menurut Zahdi, regulasi yang mengatur tata kelola haji sudah lengkap. Bahkan Indonesia menjadi tempat belajar pengelolaan haji bagi negara-negara pecahan Soviet seperti Bosnia, Uzbekistan dan lain-lain. Mereka belajar dalam hal koper haji.95 Pandangan senada juga dikemukakan oleh informan yang lain, Rizkan Syahbudin. Dia beranggapan bahwa proses pelaksanaan haji dikelola pemeritah sudah berjalan cukup baik dan professional. Permasalahan yang mengitari pelaksanaan ibadah haji seringkali bersumber dari diri calon jamaah haji itu sendiri. Para jamaah merasa sudah paham dan mengerti proses ibadah haji, padahal
94 95
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
123
sebenarnya belum mengerti sehingga dalam pelaksanaannya sering tidak mematuhi aturan dan petunjuk petugas.96 Berkaitan dengan proses administrasi haji juga mendapatkan tanggapan dari informan yang lain, Hifzon. Pria yang beberapa kali menjadi petugas haji menilai manajemen dan administrasi haji dengan menerapkan sistem online sudah berjalan baik. Begitu pula dengan proses pengelolaan kesehatan sudah berjalan baik.97 Diakui Zahdi, pelaksanaan Haji di Indonesia diatur oleh negara, tidak diserahkan ke swasta. Berbeda dengan negara-negara lain seperti Malaysia yang diserahkan ke swasta. Kalau pengelolaan haji diswastanisasi maka pelaksanaan haji agar bubar atau semrawut. “Kita sudah memilik pengalaman pahit tentang swastanisasi haji. Pada tahun 1960-an, pelaksanaan haji kacau. Ketika jamaah ada masalah seperti terlantar atau sakit tidak ada yang ngurus. Selain itu akan terjadi kekacauan dalam pendaftaran haji dan pemberangkatan haji. Hal ini disebabkan siapa saja yang berani bayar akan berangkat.98 Sebagian kalangan masih menilai Kementerian agama selaku penyelenggara ibadah haji berdasarkan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dinilai tidak cukup serius dan profesional untuk memenuhi jaminan tersebut. Terbukti, meski penyelenggaraan ibadah haji sudah berlangsung puluhan tahun, akan tetapi tidak pernah sepi dari masalah: mulai lolosnya jamaah haji yang hamil, terlambatnya jadwal penerbangan, pemondokan tidak sesuai standar, petugas yang 96 97
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015 Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015. 98 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
124
tidak ramah dan tidak di tempat bila dibutuhkan, penipuan yang dilakukan oknum petugas atau penyelenggaraan ibadah haji khusus, ongkos haji yang terus naik, jamaah haji batal berangkat, hingga seperti peristiwa tahun 2006 terjadinya kelaparan jamaah haji. Semua peristiwa itu telah menempatkan Departemen Agama sebagai tertuduh, bahwa kendati setiap tahun ada evaluasi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun
sebelumnya
tetapi
Kemenag
dianggap
kurang
bersungguh-sungguh
melakukan perbaikan-perbaikan. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan Ibadah Haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah Haji, berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 tahun 2008 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 tahun 2009 bahwa yang menjadi penanggungjawab dan pelaksana penyelenggaran Ibadah Haji adalah Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama dengan dibantu oleh instansi terkait. Diungkapkan oleh Zahdi, sejauh ini tidak ada tumpang tindih tentang pembagian tugas antara regulator, operator dan evaluator dalam pengelolaan haji. Fungsi regulator dilaksanakan oleh DPR RI, operator dijalankan oleh Pemerntah dalam hal ini Kemenag RI dan evaluator adalah KPHI (Komisi Pengawasan Haji Indonesia). Sebaliknya untuk menghindari tumpang tindih regulator, operator dan evaluator dalam pengelolaan haji, IPHI mengusulkan perlunya dibentuk Badan Haji
125
Indonesia (BHI).99Tugas BHI antara lain menetapkan BPIH, menerima pendaftaran jemaah haji, melakukan pengelolaan keuangan dan asset haji. Dalam pelunasan BPIH misalnya perlu disetorkan kepada BHI sebagai operator, bukan ke Kemenag yang merupakan regulator. Oleh karena itu, pembayaran BPIH disetorkan ke rekening BHI, dan bukan lagi ke rekening Kemenag. Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas dan tanggung jawab Komisi Pengawas Haji Indonesia, yang selanjutnya disebut KPHI. 100KPHI adalah lembaga mandiri yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji. KPHI memiliki empat fungsi. Pertama, memantau dan menganalisis kebijakan operasional penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia. Kedua, menganalisis hasil pengawasan dari berbagai lembaga pengawas dan masyarakat. Ketiga, menerima masukan dan saran masyarakat mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji. Keempat, merumuskan pertimbangan dan saran penyempurnaan kebijakan operasional penyelenggaraan Ibadah Haji. Selama ini, Pemerintah membentuk satuan kerja di bawah Menteridalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan ibadah Haji, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang berada dalam Kementerian Agama. Kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas
99
IPHI mengusulkan pembentukan badan khusus yang bernama Badan Haji Indonesia disingkat BHI. Di tingkat pusat bernama BHI dan di tingkat provinsi BHI Daerah Provinsi, di tingkat kabupaten/kota BHI Daerah Kabupaten/Kota, serta BHI Arab Saudi. 100 Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 8.
126
nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang agama. Zahdi menegaskan: “Kritikan terhadap Kemenag karena menjalankan tumpang tindih antara regulator dengan operator tidak tepat. Hal ini dikarenakan Kemenag hanya mengatur hal-hal kecil yang sifatnya operasional”.101 Dalam pemikiran Zahdi, masih diperlukan langkah-langkah memperbaiki layanan haji ke depan, antara lain dengan mempertegas pembagian, wewenang, kewajiban dan hak-hak antara ranah pemda dengan ranah Kanwil Kemenag. Sejauh ini, pemda merasa yang bertanggung jawab terhadap operasionalisas pelayanan haji. Hal ini dimotivasi oleh pemikiran bahwa anggaran DIPA berasal dari mereka, sehingga merekalah yang merasa berhak. Akibatnya, personil-personil dari Pemda yang dominan. Sebenarnya menurut UU, gubernur (pemda)
adalah pihak
bertanggung jawab terhadap pelayanan haji di Provinsi. Akan tetapi tidak harus mengurusi hal-hal teknis operasional yang semestinya menjadi tugas kemenag. B. Pendaftaran Haji: Isu Waiting List Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia kepada Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir jumlah calon jamaah haji yang ingin berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas semakin membengkaknya daftar tunggu (waiting list) calon jamaah haji Indonesia yang kini mencapai sekitar 1,9 juta orang sementara kuota haji Indonesia setiap tahunnya hanya berkisar 210.000 orang. 101
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
127
Kuota haji ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan dituangkan dalam MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun berjalan. Perhitungan kuota untuk setiap negara mengacu pada Kesepakatan KTT OKI tahun 1986 di Amman, Jordan. Berdasarkan KTT OKI itu kuota Jemaah suatu Negara yaitu 1:1000. Artinya dari 1000 muslim maka jatahnya 1 orang. Saat ini Indonesia mempunyai sekitar 230 juta penduduk dengan sekitar 200 juta penduduk muslimnya. Dengan rumus OKI itu maka kuota haji Indonesia berkisar pada 200.000 jemaah, yang kemudian dibagi lagi 194.000 kuota untuk haji regular dan 17.000 haji khusus.102 Semenjak tahun 1986, pembatasan kuota haji untuk tiap Negara tidak pernah berubah, sementara penduduknya semakin bertambah. Melihat pertambahan penduduk itu sebetulnya jatah tiap Negara bisa bertambah (atau bahkan berkurang). Hal ini dilakukan agar pemerintah Saudi dapat memberi pelayanan yang baik untuk jutaan umat muslim seluruh dunia yang datang secara serentak tersebut. Sehingga Jemaah tersebut dapat melaksanakan ibadah dengan baik. Negara Indonesiasaat ini mempunyai kuota sejumlah tersebut setiap tahunnya. Kuota yang terbilang sedikit dibandingkan jumlah penduduk Indonesia ini, membuat kita tidak bisa setiap saat bias berangkat ke Tanah Suci. Saat ini antrian untuk berangkat haji sudah mencapai lebih dari 7 tahun. Bahkan di beberapa provinsi sudah mencapai 10 tahun atau lebih. Antrian kian tahun makin panjang dan semakin
102
Aljazira Travel, “Haji Indonesia dan Kuota”, dalamhttp://www.aljaziratour.net/, Diakses 27 September 2015, http://www.aljaziratour.net/2015/01/haji-indonesia-dan-kuota.html
128
banyaknya umat muslim di Indonesia ingin melaksanakan ibadah haji, membuat umat muslim memilih untuk melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu ke Tanah Suci. Kuota haji adalah jumlah jemaah yang dapat dilayani dalam setiap kali penyelenggaraan haji. Jema’ah tidak dapat langsung berangkat ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji. Karena kuota haji yang terbatas maka pendaftaran dan pemberangkatan jemaah haji menggunakan konsep first come first serve, maka jemaah yang baru mendaftar akan dimasukkan ke dalam daftar tunggu hingga nomor porsi yang dimiliki jemaah tersebut masuk dalam alokasi porsi provinsi pada tahun penyelenggaraan. Menurut Zahdi Tahir, ketentuan masa tunggu bagi pendaftar Haji sudah sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.103 Berdasarkan KTT OKI, kuota normal jemaah haji Indonesia 2015 berjumlah 211.000 orang, terdiri atas 194.000 kuota jemaah haji reguler dan 17.000 kuota jemaah haji khusus. "Karena ada kebijakan pemotongan kuota sebesar 20 persen untuk seluruh negara pengirim jemaah haji sehingga sejak tahun 2013 kuota jemaah haji Indonesia menjadi 168.800 orang terdiri atas 155.200 kuota haji reguler dan 13.600 kuota haji khusus. Berkaitan dengan proses pendaftaran haji, peneliti mewancarai sejumlah informan. Menurut salah seorang informan, Hifzan terungkap bahwa masih dijumpai kasus eksodus (pendaftar haji antar propinsi, antar kabupaten dalam propinsi)
103
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
129
dikarenakan faktor membayar. Sebaiknya dihindari pendaftaran yang berbau riswah.104 Informan yang lain, Zulkarnain Dali mengungkapkan: “Kalau menurut aturan yang sesungguhnya penyeludupan atau Eksodus itu tidak bagus, karena pemerataan itukan telah sepakat seribu penduduk itu satu. Misalnya kalau di Sulawesi Selatan punya penduduk sekitar 12 juta yang tinggal kita kalikan saja. Bengkulu memiliki penduduk 2 juta berarti tidak boleh lebih dari 2000 sekian. Kalau Kalimantan 8 juta berarti 8000, jadi jangan dialihkan, mislanya daerah yang kecil nanti terus tertinggal”. 105 Menanggapi fenomena eksodus haji ini, informan yang lain, Rozian Karnedi mengakui kebenarannya. Menurut Rozihan, dirinya tidak menyangka kiranya masih banyak eksodushaji. Ternyata, banyak orang ataupun warga dari luar Provinsi Bengkulu yang mendaftar di Provinsi Bengkulu. Terutama di daerah-daerah perbatasan masih sangat banyak sekali. Saya sendiri pernah melakukan wawancara dan dialog bahwa mereka benar-benar eksodus. Saya temukan di lapangan mereka cendrung tidak mau berkumpul bersama jamaah Bengkulu, bahkan mereka meminta pulang ke Padang ketika sampai di ambarkasi. Kata Rozihan: “Saran saya, permasalahan ini jangan sampai tejadi. Kalaupun dulu-dulu eksodus masih dimaklumi, sekarang tidak bisa lagi. Kasihan masyarakatmasyarakat Bengkulu dia yang belum dapat kesempatan naik haji. Eksodus sudah saatnya di Stop, tidak perlu lagi dibuka kesempatan dimanapun lokasinya. Bagian pendaftaran pada Kementrian Agama Kabupaten masingmasing harus mencegahnya.”106
104
Wawancara dengan Hifzhan, 12 Oktober 2015. Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015. 106 Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015. 105
130
Berkaitan dengan evaluasi pola pendaftaran haji, peneliti menanyakan informan yang lain, Rizkan Syahbudin. Pria yang pernah beberapa kali menjadi petugas haji menilai bahwa pendaftaran haji melalui siskohaj yang sudah disiapkan kantor kemenag kabupaten/kota sudah berjalan sesuai prosedur. Calon peserta jamaah haji layanan pendaftarannya secara online. Menurut Rizkan, permasalahan yang muncul kemudian berpangkal pada tingginya jumlah pendaftar yang tidak sebanding dengan kuota terbatas. Kondis ini yang memicu para calon jamaah haji yang tidak bisa mendaftar di daerahnya cenderung berupaya dengan berbagai cara untuk dapat mendaftar di daerah lain (provinsi). Dari sinilah pangkal mula terjadinya eksodus jamaah haji. 107 Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, perlu skala prioritas pada usia jamaah haji, Calon jemaah haji yang berusia lanjut,
70 tahun keatas perlu
diutamakan. “Perlu disempurnakan data base pendaftaran haji sehingga ada pengawasan secara ketat melalui check list, calon peserta haji yang sudah pernah haji atau belum haji. Data di seskohaj harus ketat sehingga dapat mengontrol kepastian siapa calon jamaah yang belum haji dan peserta yang sudah haji”.108 Pernyataan senada juga muncul dari informan, Zulkarnain Dali, Ia sepakat kalau seandainya umur diatas 70 tahun diprioritaskan untuk berangkat. “Saya sepakat jika jamaah usia 70 tahun yang diutamakan untuk berangkat.
107 108
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015 Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
131
Pandangan senada juga dikemukakan oleh Rozihan. Ia melihat daftar tunggu jamah haji sangat panjang. Perlu diusulkan agar calon jamah yang berusia lanjut sebaiknya dicarikan solusinya agar bisa berangkat duluan. “Utamakan yang tua-tua dahulu. Meskipun sistim yang ada akan sulit mengakomodir namun perlu dicari solusi. Agar jangan sampai ada calon jamaah yang keburu meninggal dunia sebelum haji”.109 Menghadapi permasalahan ini perlu ditempuh proses penerapan mekanisme pendaftaran haji secara profesional dengan tidak melihat faktor X (uang) dimulai dari tingkat kades sampai ke camat. Dikatan Rizkan: “Secara umum kualitas layanan pendaftaran cukup baik. Hanya secara khusus masih ada yang harus diperbaiki, seperti pemalsuan data KTP calon jamaah haji.”110 Pemalsuan data KTP ini dikarenakan jamaah yang tidak bisa mendaftar di daerah asalnya biasanya menumpang di daerah lain dengan memalsukan data KTP seolah-oleh penduduk tetap. Kemenag tidak bisa berbuat banyak karena pembuatan KTP menjadi kewenangan pemda yang dimulai dari tingkat desa, akan tetapi ketika muncul ke permukaan pihak yang dipersalahkan adalah kemenag. 111 Menurut analisis sebagian kalangan, carut marut tentang persoalan daftar tunggu berakar dari praktik dana talangan haji yang diberikan oleh pihak perbankan, baik Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Kemudahan ini memicu panjangnya daftar antrean tunggu calon jamaah haji atau tingginya animo ummat 109
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015. Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015 111 Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015 110
132
Islam untuk menunaikan ibadah haji.
Kementerian Agama mensinyalir dengan
Dana Talangan Haji yang diberikan oleh Bank maka seseorang dapat mendaftar untuk mendapatkan nomor porsi atau seat calon jamaah haji melalui bantuan pinjaman dana dari Bank yang kemudian diangsur dalam kurun waktu tertentu. Dana Talangan Haji tersebut dianggap mereduksi syarat istita’ah atau kemampuan secara finansial sebagai salah satu syarat seseorang menunaikan ibadah haji sehingga Kementrian Agama berencana mempertimbangkan aturan yang melarang penggunaan Dana Talangan Haji. Rencana larangan tersebut sebagai solusi untuk mengurai daftar tunggu calon jamaah haji mendapat reaksi dari Majelis Ulama Indonesia, melalui komisi fatwa MUI berpendapat Dana Talangan Haji itu dibenarkan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.29/DSNMUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah dan fatwa (DSN) No.19/DSN-MUI/MUI/IV/2001 tentang Al Qardh Dana Talangan Haji sehingga tidak melanggar dari persfektif hukum syariah karena Dana Talangan Haji juga diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan dan memilki aset tidak dalam bentuk tunai serta dinilai memiliki sumber pelunasan Dana Talangan Haji yang jelas. Silang pendapat antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kementerian Agama tentang Dana Talangan Haji sesungguhnya tidak akan berdampak signifikan untuk mencari solusi terhadap keluhan calon jamaah haji yang ingun mendaftar haji, seharusnya Kementerian Agama lebih fokus membenahi sistem pelayanan pendaftaran Haji karena selama ini calon jamaah haji harus melewati berbagai pintu
133
atau instansi dalam pengurusan dokumen pendaftaran haji sehingga kedepan diharapkan bisa diterapkan “one roof system” untuk lebih mengefisensikan prosedur pendaftaran haji.112 Menurut IPHI, syarat istitha‟ah yang menjadi dasar kewajiban melaksanakan ibadah haji, tidak hanya secara finansial yang harus dipastikan berasal dari harta sendiri yang baik dan halal, juga secara mental dan intelektual, seperti mampu membaca alqur‟an untuk kesempurnaan dan kemabruran haji. Menurut IPHI, dana talangan yang mendistorsi syarat istitha‟ah haji harus dihentikan dan digantikan dengan cara-cara yang edukatif dan halal secara syar‟i agar umat kembali kepada proses yang benar dan dibenarkan menurut ketentuan syariat Islam. Lembaga-lembaga keuangan harus menghentikan praktik yang sangat memberatkan masyarakat ini.113 Menurut IPHI, daftar tunggu yang semakin panjang akibat pendaftaran dibuka sepanjang tahun, maka diperlukan moratorium selama beberapa tahun untuk menata kembali sistem pendaftaran yang lebih baik sambil menentukan skala prioritas pemberangkatan bagi calon yang berusia lanjut dan daerah yang sangat panjang daftar tunggunya. Dalam masa moratorium, dilakukan proses intensifikasi pemahaman dan penguasaan terhadap Manasik dan Manafi‟ Haji. C. Pengelolaan Keuangan Haji 112
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji”dalam sangpencerah.com, Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadahhaji.html 113 Kurdi Mustofa, “Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya” dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf
134
Setiap tahun Pemerintah menentukan Biaya Penyelengaraan Ibadah Haji (BPIH) yang meliputi biaya penerbangan, biaya pemondokan di Makkah dan Madinah serta livingcost jamaah haji, sebelumnya setiap calon jamaah haji harus menyetor awal dana tabungan haji ke Bank untuk mendapatkan porsi atau seat kemudian melunasi sesuai besaran BPIH ketika jamaah haji tersebut berangkat. Tabungan Haji dari setoran awal calon jamaah haji ini yang kini mencapai 40 triliun rupiah dengan bunga rata – rata 1 triliun rupiah yang dikelola oleh Kementrian Agama dipergunakan untuk mensubsidi kebutuhan jamaah haji yang berangkat lebih dahulu namun praktek ini minim sandaran hukumnya karena penggunaan bunga dari tabungan jamaah haji juga tanpa persetujuan calon jamaah haji yang belum berangkat serta besarnya bunga tabungan haji berpotensi rawan penyimpangan dan penyelewengan seperti yang disinyalir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal penting selain bunga tabungan,yang paling disoroti adalah tentang pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) yaitu sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Ummat dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber halal yang tidak mengikat. Ide ini digagas ketika Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher dan saat ini diperkirakan Dana Abadi Ummat tersebut mencapai 2,5 triliun rupiah, sesuai amanat pasal 47 ayat 1 UU no 13 Tahun 2008 Dana Abadi Ummat haruslah dikelola dan dikembangkan untuk kemaslahatan ummat namun prakteknya pemerintah lebih memilih menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk (Surat Berharga Syariah Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI) hal ini diperburuk dengan pencatatan
135
dan pelaporan DAU yang belum transparan dan akuntabel apalagi Badan Pengelola Dana Abadi Ummat secara ex officio masih dijabat oleh pejabat Kementrian Agama yang seharusnya sesuai dengan amanah Undang – Undang disyaratkan melibatkan unsur masyarakat didalam pengelolaan DAU.114 Salah seorang informan penelitian, Hifzan berharap kepengelolaan dana abadi umat perlu lebih trasparan. Diharapkan, keuntungan dari dana tersebut dapat menjadi keringanan bagi setoran haji setelah dihitung berdasarkan mekanisme Bank syari’ah. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa isu menarik yang menyertai pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji yang berasal dari setoran awal pendaftaran calon jamaah haji.115Pertama, bagi penyelenggara haji (Kementerian Agama) dihadapkan pada masalah akuntabilitas pengelolaan dana awal pendaftaran calon haji sebesar Rp.25.000.000,00 perorang untuk rentang waktu sejak waktu masuk porsi haji di Siskohat sampai waktu keberangkatan yang bersangkutan. Kedua, bagaimana hukum kepemilikan dana awal pendaftaran calon haji tersebut, yaitu milik calon jamaah yang bersangkutan atau milik pemerintah selaku penyelenggara ibadah haji. Status kepemilikan setoran awal pendaftaran haji ini menjadi sangat penting berkaitan dengan mekanisme dari sistem pendaftaran sepanjang tahun tersebut merupakan proses administrasi ataukah sudah merupakan 114
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah....Ibid. M. Hudori Asrori, Rekonstruksi Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Konteks Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Jamaah Haji, Disertasi Universitas Diponegoro Semarang, 2011, hal. xii. 115
136
perjanjian hukum yang saling mengikat. Secara perdata, kedua-duanya, baik merupakan proses administrasi maupun perjanjian hukum yang mengikat akan menimbulkan permasalahan hukum yang mempunyai akibat hukum, terutama menyangkut hak dan kewajiban. Ketiga, UU No. 13 Tahun 2008 memberi kewenangan untuk melakukan efisiensi di dalam penyelenggaraan haji, yang ditampung dalam Dana Abadi Umat (DAU). Jumlah dana yang berasal dari efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, yang ditampung dalam DAU adalah sangat besar. Sampai saat ini belum bisa digunakan, karena belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan DAU, dan sudah dibekukan sejak bulan Mei tahun 2005. Kebijakan untuk melakukan efisiensi di dalam penyelenggaraan ibadah haji mengandung kesenjangan hukum di bidang hukum negara maupun hukum agama. Di bidang hukum agama, meskipun DAU untuk kepentingan umat, bagaimana faktor keikhlasan Jamaah Haji yang bersangkutan. Sangat penting untuk dijadikan pemikiran adalah ikrar dan keikhlasan Jamaah Haji sebatas pada pembiayaan perjalanan ibadah hajinya. Di bidang hukum negara, hasil penelitian menunjukkan tidak ada suatu klausulapun yang dinyatakan oleh Jamaah Haji mengenai kesepakatan pemanfataan sisa biaya penyelenggaraan ibadah haji, dan tidak ada satu klausulapun yang menyatakan bahwa di dalam penyelenggaraan ibadah haji akan dilakukan efisiensi. Dengan demikian kebijakan efisiensi yang dilakukan di dalam penyelenggaraan ibadah haji yang kemudian ditampung di dalam Dana Abadi Umat adalah melanggar hukum negara maupun hukum agama.
137
Keempat, para calon jamaah Haji dalam perkembangannya dapat menjadi komoditas bisnis perbankan dengan tawaran sistem talangan haji. Dalam hal ini calon jamaah haji mendapatkan fasilitas pinjaman dana sebesar Rp.25.000.000,00 untuk dapat mendaftarkan pergi haji sehingga segera mendapat porsi haji. Dengan kata lain, bisnis perbankan menangkap kesempatan pasar yang bagus untuk memperluas nasabah, dengan memberikan talangan dana haji untuk memenuhi keinginan calon jamaah haji segera mendapatkan porsi haji agar tidak terlalu jauh dalam daftar tunggu. Menurut IPHI, bunga tabungan dari setoran awal yang selama ini dikuasai dan dimanfaatkan oleh Kementerian Agama harus dikembalikan kepada calon jamaah haji sebagai haknya sehingga diharapkan dapat menutup kekurangan biaya yang diperlukan mengingat panjangnya masa tunggu keberangkatan menunaikan ibadah haji. Apabila peraturan perundangan menentukan penggunaan atas bunga tabungan untuk pembiayaan penyelenggaraan haji, maka perlu dimintakan izin kepada calon jamaah haji sebagai penabung. Berkaitan dengan pemanfaatan Dana Abadi Umat, IPHI merekomendasikan agar dana ini harus dikembalikan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. IPHI dalam Rakernas X Tahun 2012 di Solo, 8-10 April 2012 merekomendasikan agar Dana Abadi Umat diserahkan kepada Badan Wakaf Indonesia sebagai dana wakaf untuk diproduktifkan bagi kepentingan umat, sebagaimana Hasil Ijtima‟ Ulama
138
Komisi Fatwa Se-Indonesia III MUI Tahun 1430 H/2009 M di Padang Panjang, 2426 Januari 2009.116 Sementara itu, pihak pemerintah –melalui Kemenag RI-, menyatakan sudah mengelola Dana Abadi Umat dengan sukses. Pengelolaan dana haji sudah dilakukan dalam SBSN, antara lain untuk mempersiapkan dokumen pembiayaan proyek Kemenag melalui Sukuk Proyek (SBSN PBS), yaitu berupa proyek revitalisasi dan pengembangan asrama haji senilai Rp 200 miliar. Menteri Keuangan dan Menteri Agama
pada Jumat, 22/11 telah menandatangani penyempurnaan Nota
Kesepahaman (MoU) tentang Penempatan Dana Haji dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Kemenag dan Kemenkeu sudah menyepakati beberapa rencana yang akan dilakukan terkait pengelolaan dana haji dalam SBSN untuk revitalisasi dan pengembangan asrama haji yang direncanakan akan dilakukan di 4 asrama haji, antara lain: Jakarta, Padang, dan Balikpapan. Proyek pengembangan asrama haji melalui SBSN akan terus dilakukan pada tahun-tahun berikutnya dengan akad ijarah aset to be leased.117 Partisipasi Kementerian Agama pada SBSN diharapkan menjadikan dana haji sebagai pemain penting dalam pasar sukuk di Indonesia. Dengan berpartisipasi
116
Kurdi Mustofa, “Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya” dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf 117 Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, “Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan optimal”, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359
139
dalam lelang sukuk negara di pasar perdana, dana haji diharapkan dapat memberikan tambahan likuiditas di pasar sekunder bagi investor sukuk di Indonesia. Dengan jumlah nominal dana haji yang terus meningkat, pilihan investasi bagi dana haji juga akan semakin banyak dan nilai manfaatnya juga menjadi semakin tinggi. Seiring dengan meningkatnya penempatan dana haji dalam sukuk negara, diharapkan
Kementerian
Keuangan
mendukung
proyek-proyek
strategis
Kementerian Agama dalam rangka peningkatan pelayanan ibadah haji kepada jamaah, termasuk memiliki pesawat haji berbadan lebar, serta penjajakan investasi pelayanan di Arab Saudi; Dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji, manfaat langsung yang bisa diterima penyempurnaan Nota Kesepahaman ini, di antaranya mengurangi risiko dalam pengelolaan dana haji melalui penempatan pada instrumen investasi yang aman, berbasis syariah, dan bebas resiko. Selain itu, juga memberikan imbalan investasi
yang
kompetitif
sebagai
sumber
peningkatan
kualitas
layanan
penyelenggaraan ibadah haji.Penyempurnaan ini juga dalam rangka meningkatkan transparansi pengelolaan dana haji, mengoptimalkan dana haji untuk mendukung kegiatan dan program Kemenag. Berdasarkan informasi dari sumber peneliti, Rizkan Syahbudin diungkapkan pengelolaan pembiayaan haji ditangani oleh bank BRI atau BNI dengan sistem: (1) tabungan haji, (2) setoran awal, (3) pelunasan. Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, pengelolaan pembiyaan haji sudah bagus. Dalam pandangan Hifzan,
140
masih jamaah yang menyetorkan BPIH ke Bank konvensional, karena dorongan ingin cepat. Berkaitan dengan dana haji, informan penelitian, Zulkarnain Dali mengakui masih ada permasalahan dalam pengelolannya. Dana ini dulu dikelola oleh Kementerian agama, tetapi kini juga digunakan untuk membiayai keluarga presiden, keluarga wapres, DPR, dan Menhamkan. Mengapa ada kebijakan Menteri Agama menyiapkan dana lowong untuk 200 orang. Jika yang berangkat haji Presiden misalnya, maka personil yang berangkat minimal 40 orang penuh dengan pengawal. “Menurut saya, kebijakan ini harus didiskusikan, untuk dicari jalan keluar bagaimana yang terbaik”.118 Informan yang lain, HM Nasron menyatakan pro kontra tentang pemanfaatan dana abadi umat dipicu oleh adanya rongrongan dari pihak luar yang terus mencari cela agar dana itu tidak terkumpul, dan meciptakan rasa saling curiga antara kita. Kalau mau jujur, dana abadi umat adalah milik kita, seharusnya kita tidak takut menggunakannya. Dana itu dalam setiap tahunnya mengalami kenaikan, milyaran. Seharusnya, dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan hai, misalnya kalau dulu jamaah haji diberi makan sekali, maka dijadikan 2 kali. Atau mungkin dana ini digunakan untuk meringankan BPIH, misalnya biaya seharusnya dibayar 20 juta diturunkan menjadi 19 juta dikarenakan ada dana abadi umat yang menutupinya. Jadi setiap tahunnya, ada dana yang tersedia untuk meringankan
118
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.
141
beban biaya jamaah haji. “Itulah kemungkinan cara menggunakan
dana abadi
ummat”.119 Berkaitan dengan usulan meringankan BPIH haji bagi jamaah haji asal Indonesia pernah mengemuka dalam pembahasan antara DPR RI Komisi VIII dengan Kementerian Agama. Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mengusulkan sejumlah langkah agar pelaksanaan ibadah haji lebih efesien sehingga pada gilirannya dapat menekan BPIH.Pertama, menekan biaya sewa pemondokan untuk jamaah haji dengan cara melakukan penyewaan jauh hari, misal setahun sebelum pelaksanaan ibadah haji. Dengan cara itu posisi tawar menjadi lebih tinggi, sehingga diperoleh harga yang lebih murah dibanding jika sewa dilakukan saat mendekati ibadah haji.120 Melakukan penyewaan jauh-jauh hari, selain terbuka peluang mendapatkan harga yang murah juga memberi keleluasaan untuk memilih tempat yang dekat dengan pusat ibadah, yakni Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Untuk itu, Hidayat mengusulkan agar pembahasan masalah sewa ini dibicarakan dengan DPR lebih awal. Misalnya untuk musim haji tahun 2016, sudah dibicarakan sejak sekarang. Sehingga tim negosiasi yang berangkat untuk mencari pemondokan musim haji 2015, juga bisa langsung mencari untuk 2016.
119
Wawancara dengan HM. Nasron HK, 15 Oktober 2015 Usulan ini disampaikan saat Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Lukman Saifuddin, Kamis (29/1-2015) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Agung Sasongko, “Ini Tiga Usulan Efisiensi Pelaksanaan Haji 2015”, dalam republika.co.id, Dipublikasikan pada tanggal 30 Januari 2015, http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/01/30/nizay6-ini-tiga-usulan-efisiensipelaksanaan-haji-2015 120
142
Kedua, mempersingkat waktu ibadah. Jika selama ini jamaah haji berada di Arab Saudi sampai dengan 40 hari, bisa dipersingkat menjadi maksimal 30 hari. Hidayat menilai, sejatinya untuk melaksanakan ibadah haji cukup dengan waktu maksimal 20 hari.Jika masih ingin beribadah bisa ditambah 10 hari sehingga maksimal bisa 30 hari. Dengan pemangkasan waktu di Arab Saudi selama 10 hari, banyak dana yang bisa dihemat. Apalagi jika bisa lebih singkat lagi.Ketiga, membuka peluang maskapai penerbangan lain di luar Garuda Indonesia dan Saudi Arabia Airlines untuk mengangkut jamaah haji Indonesia. Dalam pandangan Hidayat, dengan membuka tender untuk maskapai lain mengangkut jamaah haji Indonesia akan terjadi persaingan harga yang pada gilirannya pemerintah mendapat harga yang kompetitif.Jika tiga hal ini dapat dilakukan pemerintah akan terjadi penghematan yang cukup besar sehingga pada gilirannya BPIH juga dapat ditekan. Usulan hampir senada dikemukakan pula oleh Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN, Saleh Daulay. Menurutnya, perlu mempersingkat ibadah haji di Tanah Suci yang semula 40 hari menjadi 30 hari. Tujuannya untuk menghemat biaya haji. Selama ini, para jamaah Indonesia membutuhkan waktu 40 hari dalam melaksanakan ibadah haji. Padahal negara lain, seperti Iran, Irak, atau Malaysia hanya memerlukan waktu kurang dari 30 hari. Saleh meminta agar pelaksanaan ibadah haji bila bila perlu dipercepat 25 atau 28 hari atau maksimal 30 hari. Hal ini
143
mengingat inti ibadah haji itu hanya maksimal 7 hari, mulai 8 Zulhijjah hingga 13 zulhijjah.121 Dengan mempersingkat jamaah haji di tanah suci akan memangkas biaya ibadah haji itu sendiri. Terlebih saat ini harga minyak dunia turun dari US$ 85 menjadi US$ 50. Dengan mempecepat pemulangan jamaah haji 10 hari akan dapat memotong 10 hari biaya makan, sewa tempat penginapan dan biaya hidup di tanah suci. Sebagai dampaknya, beban calon finansial jamaah haji lebih ringan. Menanggapi usulan ini, Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifudin mengatakan banyak alasan yang membuat waktu ibadah haji jamaah Indonesia mencapai 40 hari. Menurutnya, para jamaah haji Indonesia umumnya ingin melaksanakan salah satu sunnah Nabi Muhammad berupa pelaksanaan shalat Arba'in, yaitu yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturut-turut di masjid Nabawi Madinah. Namun ada juga yang melaksanakan shalat tersebut sekurangkurangnya 8 hari atau 9 hari. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa ibadah haji jamaah Indonesia hingga mencapai 40 hari.122 Untuk mempersingkat jumlah hari dalam indah haji pada jamaah Indonesia menurut Menag sangat sulit dilaksanakan. Hal ini mengingat disebabkan oleh jadwal penerbangan yang padat di Mekkah dan Madinah, serta karena faktor keinginan para jamaah Indonesia yang ingin menyempurnakan pelaksanaan sunnah Nabi Muhammad dengan Shalat Arba’in. Jumlah jamaah haji Indonesia merupakan yang 121
Arie Heraldin, “Hemat Biaya, DPR Minta Ibadah Haji Dipersingkat”, dalamradarpena.com, Dipublikasikan, 30 Januari 2015 http://radarpena.com/read/2015/01/30/15229/6/2/Hemat-Biaya-DPRMinta-Ibadah-Haji-Dipersingkat 122 Ibid.
144
terbesar dengan 168.800 jamaah. Jumlah ini sudah dikurangi 20 persen karena adanya renovasi di Masjidil Haram. Dikatakan Menag Lukman, para jamaah usai melaksanakan ibadah haji harus antre dengan jadwal penerbangan yang padat di Jeddah dan Madinah. Hal ini masih terjadi walaupun Indonesia adalah satu-satunya negara yang diberikan gate atau gerbang sendiri di bandara Jeddah.Dalam sehari di gate khusus Indonesia maksimal bisa memberangkatkan 13 penerbangan.Dalam setiap penerbangan, total jamaah haji yang bisa diberangkatkan rata-rata 450 jamaah dengan menggunakan pesawat jenis Boing 747 seri 400. Bila dikalikan dengan 13 penerbangan maka dalam sehari, jamaah haji yang bisa diberangkatkan sekitar 6000-an. Sementara jamaah haji Indonesia mencapai 168.800 orang.“Inilah problemnya dan kita ingin memperkecil hari. Tapi harus menunggu antre kepulangan. Tapi, mudah-mudahan dengan pembangunan bandara di Madinah dapat mengurangi kepadatan antrean, sehingga tidak hanya terfokus di Bandara Jeddah. Terkait antrean panjang pesawat, Saleh Daulay meminta agar Menag bisa memberikan solusi lain, selain berharap pembangunan bandara Madinah segera selesai. Misalnya saja, Kemenag bisa mengatur jadwal penerbangan dengan gelombang pertama mendarat di Madinah lalu menggunakan jalan darat ke Mekkah. Setelah itu kembalinya ke tanah air berangkat dari Jeddah.Bila usulan diimpelentasikan dengan baik akan dapat mengefisienkan kerangkatan dan pemulangan jamaah haji Indonesia. D. Pembinaan Ibadah Haji
145
Pembinaan ibadah haji dalam bentuk pengaturan mengenai mekanisme dan prosedur pembinaan ibadah haji, serta pedoman pembinaan, tuntunan manasik, dan panduan perjalanan ibadah haji dilakukan oleh Kemenag yang berfungsi sebagai regulator dalam pengelolaan ibadah haji. Pelaksanaan manasik bagi jemaah haji diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012. Dalam PP ini dijelaskan bahwa bimbingan jemaah haji dilaksanakan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, selama perjalanan dan selama di Arab Saudi (pasal 14;1). Bimbingan jemaah haji meliputi: bimbingan pelaksanaan ibadah haji atau manasik haji, bimbingan perjalanan haji, dan bimbingan kesehatan.123 Bimbingan jemaah haji diselenggarakan oleh Pemerintah, dan jemaah bisa menerima
bimbingan haji yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik
perseorangan maupun kelompok. Bimbingan yang dilaksanakan perseorangan wajib memiliki: pemahaman mengenai syarat rukun ibadah haji, pengalaman melakukan ibadah haji. Bimbingan yang dilaksanakan kelompok harus mendapat izin Menteri Agama/Kanwil Kemenag Provinsi.Bimbingan sebelum keberangkatan dilakukan bagi jemaah haji yg berhak melunasi BPIH dalam alokasi kuota musim tahun berjalan (pasal 15 ayat 2).
123
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2012.
146
Bimbingan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Bimbingan secara langsung diberikan dalam bentuk tatap muka di tingkat kecamatan dan di tingkat Kab/Kota. bimbingan secara tidak langsung diberikan melalui media. Bimbingan meliputi: manasik haji, perjalanan dan pelayanan haji, kesehatan serta hak dan kewajiban jemaah. Kegiatan bimbingan manasik pada tingkat Kab./Kota dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, sedangkan pada tingkat KUA Kec. dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali pertemuan. Alokasi waktu bimbingan manasik haji untuk 1 (satu) kali pertemuan adalah 4 (empat) jam pelajaran (4x60 menit) per hari.Pelaksanaan bimbingan manasik haji pada tingkat Kab./Kota, Kepala Kankemenag Kab./Kota dapat berkoordinasi dengan Pemda, dinas terkait dan memberdayakan tokoh agama Islam sebagai narasumber.Pelaksanaan bimbingan manasik haji pada tingkat KUA Kecamatan, Kepala KUA dapat memberdayakan Penyuluh Agama Islam, tokoh agama Islam dan tenaga medis sebagai narasumber. Metode bimbingan/pembinaan haji terdiri atas: (1) Penataran Calon Jamaah Haji (Pembimbingan Paket) Calon jamaah haji yang telah mendapatkan quota atau nomor porsi untuk pelaksanaan penyelenggaraan haji tahun yang berjalan diberikan pembekalan pengetahuan perhajian meliputi: ilmu manasik, ketentuan perjalanan (traveling) dan kesehatan haji. KBIH sebagai pelaksana pembimbingan atau pembekalan awal terhadap jamaah haji KBIH menjadi tumpuan harapan bahwa setiap calon jamaah haji dengan 10 kali pertemuan
147
benar-benar telah menyerap dan memahami dengan baik ilmu manasik dan tata cara pelaksanaannya. (2) Ceramah Metode ceramah adalah metode pemaparan penjelasan dan penuturan secara lisan oleh pembimbing dihadapan peserta pelatihan. Pada umumnya ceramah merupakan salah satu bentuk penyajian materi dengan cara berpidato. Materi yang disajikan adalah materi yang sesuai dengan proses tahapan kegiatan pelaksanaan ibadah haji. Penyajian ceramah selain uraian agar ditampilkan pula dengan slide atau film-film bimbingan manasik haji. (3) Sarasehan Sarasehan adalah salah satu bentuk kegiatan seperti ceramah yang mendekati bentuk diskusi, hanya saja diskusi sifatnya lebih ilmiah dengan ketentuan formalitas, sedangkan sarasehan tidak memerlukan ketentuan formal. Permasalahan yang dibicarakan hendaknya masalah yang sering terjadi dalam kegiatan pelaksanaan ibadah haji. (4) Pengajian Pengajian dalam rangka pendalaman materi hendaknya diikuti oleh peserta yang terbatas. Pengajian hendaknya membahas beberapa materi manasik haji tertentu dan penyajian secara bertahap serta dalam waktu tertentu. (5). Home Visit
148
Selain pembicaraan-pembicaraan yang bersifat pembahasan dan ilmiah, diperlukan adanya pendekatan yang lebih pribadi dan berdampak sosial, yaitu Home Visit (kunjungan ke rumah), dilakukan baik secara individual maupun kelompok. (6). Konsultasi Salah satu tugas pokok KBIH adalah menerima pengaduan jamaah hajinya dan sekaligus memberikan solusi pemecahan terhadap sesuatu yang dihadapi jamaahnya. KBIH berfungsi sebagai tempat konsultasi jamaah hajinya, sekaligus KBIH bertindak sebagai konsultan. (7). Peragaan Peragaan salah satu cara memberikan penyuluhan haji kepada masyarakat yang mudah dimengerti dengan pelaksanaannya. Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, manasik dilaksanakan oleh Kemenag dan KBIH. Hanya saja, para jamaah yang akan mengikuti manasik hajioleh Kemenag cenderung diarahkanke KBIH tertentu. Kata Hifzon: “Jamaah takut untuk mengikuti ke KBIH lain di luar arahan Kemenag. Hal ini berakibat pelaksanaan manasik cenderung numpuk pada satu KBIH tertentu, sedangkan KBIH yang lain kosong”124 Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, manasik yang diselenggarakan kemenag dianggap kurang efektif dikarenkana sarana yang tersedia kurang memadai sehingga tidak melayani peserta yang terlalu banyak. Di sisi lain, jadwal 124
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
149
penyelenggaraan manasik dianggap kurang efektik, karena dilaksanakan pada bulan Agustus-September, waktu yang sudah mendekati keberangkatan. Menurut Hifzon, manasik yang diselenggarakan KUA dalam 1 paket: 1 minggu secara maraton dengan peserta yang berbeda-beda dinilai kurang efektif. Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan
terungkap bahwa materi
manasik perlu diarahkan pada penanaman kesabaran dalam ibadah. Biasanya setiap mahtab diberi jadwal manasik. Idealnya manasik tidak hanya ketika sebelum berangkat haji. Ketika berada di pemondokan Madinah tetap harus dilaksanakan manasik haji oleh petugas. Kata Hifzon: “Jangan hanya mengandalkan manasik haji ketika Indonesia. Kalau manasik di Mekkah langsung berhadapan dengan dilokasi yang kadang-kadang menghendaki penjelasan khusus”.125 Hifzon lebih lanjut menyatakan: “Saya masih melihat indikasi bahwa manasik belum berjalan dengan benar. Misalnya ketika jamaah bertayamum di pesawat tidak benar, yang menunjukkan manasiknya tidak benar. Kemudian sujud sajdah yang seharusnya dilaksanakan dengan benar banyak jemaah yang rukuk biasa, sebagai pertanda belum mengerti). Batal wudhu pada saat tawaf adalah kasus spesifik maka dalam manasik perlu dijelaskan dimana dia berwudhu”. Berdasarkan instruksi dari Kepala Kantor Kemenag, KUA dilibatkan dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji. Pada tahun 2014, KUA melakukan pembinaan dengan melaksanakan 7 kali pertemuan manasik bagi para calon
125
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
150
jamaah haji sesuai dengan petunjuk dari pusat. KUA telah menyiapkan jadwal untuk pelaksanaan manasik haji. Pelaksanaan manasik haji dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: membuat himbauan kepada Bank Penerima Setoran (BPS)-BPIH untuk mengadakan manasik (pembekalan awal) bagi jamaah calon haji yang mendaftar melalui BPS-BPIH tersebut, menghimbau kepada jamaah calon haji untuk membuat kelompok belajar dan mengangkat pelatih sendiri atau mengikuti yang diadakan oleh KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), dilakukan pelatihan manasik haji bagi calon jamaah haji Kota Bengkulu tahun 1436 H/2015. Adapun materi pelatihan memuat tentang: kebijaksanaan pemerintah tentang penyelengaraan ibadah haji, bimbingan umum, bimbingan ketua regu dan rombongan, bimbingan kesehatan haji, bimbingan ibadah haji, peragaan/praktek manasik haji. Sedangkan untuk memudahkan dalam penyampaian materi manasik haji metode pelatihan yang digunakan adalah: ceramah umum dan tanya jawab, yang diikuti oleh semua calon jamaah haji, tempat Aula Asrama Haji; ceramah dan tanya jawab, materi khusus manasik haji, calon jamaah haji dibagi dalam beberapa kelompok/kelas, tiap kelas dibimbing 1 (satu) tutor; peragaan/praktik, metode ini dilaksanakan di luar kelas atau lapangan, untuk manasik haji meliputi tawaf, sa'i, melontar jumroh yang dibimbing tutor khusus manasik haji.126
126
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia¸ (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009), hal. 10.
151
Sebagaimana diketahui, Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi unit terkecil dari Kemenag dalam menyukseskan pelayanan haji. Hal ini menandai perkembangan baru bagi kiprah KUA yang selama ini diasumsikan hanya mengurusi nikah, talak dan rujuk saja. Padahal tugas KUA itu sangat luas sekali, termasuk mengurusi masalah lintas sektoral, keluarga sakinah dan kerukunan umat beragama. Sementara secara kuantitas maupun kualitas SDM yang dimiliki KUA masih kurang sekali. Dengan mulai dilibatkan dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji sejak Lima (5) tahun terakhir maka semakin bertambah beban yang harus ditanggung oleh KUA. Peneliti mewancarai informan dari kalangan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengungkap sejauh mana kiprah dan
keterlibatan KUA dalam
penyelenggaraan manasik di Propinsi Bengkulu. Salah seorang informan, mengungkapkan bahwa KUA dilibatkan dalam penyelenggaraan ibadah haji sejak lima tahun terakhir. Manasik wajib dilaksanakan pada KUA masingmasing.127Kalau di peserta manasik di Kecamatan berjumlah 30 orang atau lebih maka dilaksanakan manasik sendiri. Jika peserta manasik kurang dari 30 orang digabung denga kecamatan lain. Abdullah yang sehari-harinya sebagai kepala KUA Seluma Barat menyatakan bahwa manasik dilaksanakan selama 4 hari, dari pagi sampai siang. Dana disiapkan oleh kemenag dengan rincian Rp. 15.000 per-orang terdiri dari: uang
127
Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015.
152
makan, dan snack, dikalikan 4 hari. Dana selama ini berjalan lancar, hanya saja dicairkan agak mepet. Diungkapkan oleh Abdullah¸materi manasik haji berupa hal-hal berkaitan dengan haji seperti rukun haji, yang membatalkan haji, kesehatan, embarkasi antara, dan embarkasi penuh dan lain-lain. Penjelasan tentang keterlibatan KUA dalam penyelenggaraan manasik juga datang dari salah seorang informan, Mashuri.
KUA, dilibatkan penuh dalam
pembinaan manasik sejak 2010. “Jadi tepat sejak 5 tahun ini yang lalu kami dilibatkan 100 % dalam pembinaan manasik”. manasik haji di Masjid
KUA
Selebar melaksanakan
ar-Rahman Pagar Dewa. Pada tahun 2015, manasik
dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan.Untuk tahun 2014, waktu manasik lebih panjang. Para peserta memperoleh pembinaan manasik lebih dari 7 kali pertemuan.128 Menurut ketentuan, bimbingan manasik haji di tingkat KUA kecamatan dilakukan sebanyak 7 kali, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dilakukan sebanyak 3 kali. Pada tingkat KUA kecamatan dilakukan dalam bentuk Bimbingan kelompok, dan pada tingkat kabupaten/kota dilakukan dalam bentuk Bimbingan massal. Materi-materi manasik berisikan materi sesuai silabus dengan rincian: prosedur perjalanan ibadah haji mulai dari persiapan, pemberangkatan dan shalat safar, hak dan; kewajiban jemaah haji; pelayanan di asrama haji dan tanah suci, 128
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.
153
kondisi sosial budaya di arab saudi, ketentuan manasik haji dan umrah (syarat, rukun, wajib haji dan umrah), pengertian haji dan umrah, hikmah haji dan umrah, manasik ibadah haji (miqat, ihram dan talbiyah), thawaf dan sa’i, wukuf di arafah, pembayaran dam, manasik ibadah haji (mabit di muzdalifah dan mina), melontah jumrah (tanggal 10, 11,12,13 dzulhijjah), nafar awal / tsani, manasik ibadah haji (thawaf umrah), thawaf ifadlah, thawaf sunat, thawaf wada’, shalat arba’in, ziarah di makkah dan madinah, manasik kesehatan haji, akhlak /pelestarian haji mabrur, praktek manasik haji/ latihan operasional.129 Menurut informasi Mashuri, KUA yang dipimpinnya menyelenggarakan manasik sendiri. Hal ini karenakan sudah memiliki SDM yang cukup. Kami memiliki staf sebanyak 7 orang, fungsional penghulu 4 orang, dan fungsional 2 orang. KUA Selebar dapat menyelenggarakan manasik sendiri karena para peserta berasal dari kota yang tempat tinggalnya berdekatan. Manasik yang telah dilaksanakan sudah tepat sasaran, pesertanya cukup interaktif dan merupakan gabungan dari berbagai latar belakang. Menurut Mashuri, ada perbedaan antara manasik yang diselenggarakan oleh KUA dengan Kemenag Kota. Materi manasik yang diselenggarakan KUA berkaitan dengan hal-hal riil atau praktis yang harus dipersiapkan oleh calon Haji. Sementara manasik yang diselenggarakan Kemenag berisi kebijakan umum seperti penerbangan, kesehatan, dan pemondokan.130
129 130
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015. Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.
154
Diakui oleh Mashuri, pihaknya menghadapi kendala menyangkut
waktu
penyelenggaraan manasik yang berdekatan dengan pelaksanaan haji. “Waktu manasik yang berdekatan dengan musim haji yang menjadi kendala kami”. Untuk pendanaan, diakui Mashuri cukup lancar. Per-orang diberikan 30 ribu untuk biaya konsumsi peserta. Menurut informan penelitian, Abdullah, KUA-KUA di Bengkulu ini menyusun program pembinaan, tutor secara bersama-sama untuk penyelenggaraan ibadah haji, sehingga dapat diatur secara proporsional antara jumlah jamaah dengan pelaksana kegiatan pembinaan. Untuk jamaah berjumlah diatas 20 orang maka KUA dapat menyelenggarakan manasik sendiri, namun bila jamaah dibawah 20 orang dipersilahkan bergabung dengan KUA terdekat. Dicontohkan: calon jamaah haji dari Kec. Seluma Barat berjumlah 3 orang di gabung dengan Kec. Seluma Kota, Seluma Selatan, Seluma Sugih karena jumlah jamaahnya sedikit. Menurut Abdullah, peserta manasik di seluma sebanyak 60 yang berasal dari Kecamatan Sebidang Alas, Talo, Talo Kecil, Pinggir, Seluma Timur, Seluma Selatan, Seluma Barat, Lubuk Sandi, Air Priukan, Seluma Kota. Pelaksanaan manasik dipusatkan di, yaitu di Masjid al-A’araf Kecamatan Tais Kota.131 Kegiatan pembinaan dan bimbingan manasik terhadap calon haji dilakukan secara intensif untuk mendidik kemandirian dalam pelaksanaan seluruh rangkaian ibadah haji, agar tidak bergantung kepada pembimbing haji, serta memahami dengan sungguh-sungguh Manasik dan Manafi‟ Haji; 131
Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015.
155
Berkaitan dengan manasik, peneliti menanyakan kepada
informan,
Zulkarnain Dali, yang mengungkapkan bahwa manasik diberikan oleh petugas yang bersertifikasi. Sertifikat itu dikeluarlkan oleh Dirjen penyelenggaraan haji dan umrah terhadap peserta pelatihan sertifikasi manasik haji. “Bagusnya setelah kita selesai pelatihan itu bagi para petugas jamaah itu mendapatkan semacam sertifikat”. Informan yang lain, Rozian Karnedi menyatakan setahu dia belum ada sertifikat manasik pembinaan haji yang dikeluarkan. Yang ada berupa sertifikat bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan dikeluarkan KBIH. Menurut IPHI, sertifikat Manasik yang menandai seseorang telah lulus manasik, termasuk lulus uji baca tulis al-Qur’an perlu dijadikan salah syarat pendaftaran agar kualitas haji makin meningkat untuk mencapai kesempurnaan dan kemabruran haji. Hal ini juga dapat menekan jumlah pendaftar haji yang hanya mengandalkan kemampuan finansial tetapi tidak cukup bekal ilmu dan pengetahuan agama, terutama kemampuan baca tulis al-qur‟an untuk menunaikan ibadah haji.132 Pembinaan jamaah sebaiknya juga dilaksanakan pasca haji. Pembinaan pasca haji dilakukan dalam rangka memelihara kemabruran haji, serta meningkatkan kontribusi para haji terhadap upaya peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam dan bangsa Indonesia. Di Bengkulu, pembinaan pasca haji biasanya 132
Baca Kurdi Mustofa, “Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya” dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf
156
dilaksanakan oleh insiatf sendiri jama’ah dan KBIH. Diungkapkan oleh salah seorang informan, Rozihan, dirinya sebagai mantan ketua rombongan haji telah membentuk IAHA (Ikatan Alumni Haji Arafah). Awalnya, beranggota 20 s/d 50 orang. Kini sudah banyak yang bergabung. Peserta yang ikut adalah jamaah dari Kota dan Bengkulu Utara. Dikatakan Rozihan: “Dulu IAHA menyelenggarakan kegiatan pengajian bagi jamaah pasca haji setiap bulan sekali. Agar tidak bosan maka sekarang dilaksanakan 1 kali dalam setiap dua bulan”. 133 E. Penyediaan Transportasi Haji Menyangkut persoalan penyediaan trasportasi juga tidak luput dari persoalan. Menurut Zahdi, transportasi haji dapat dikelompokkan dalam dua jenis: (1) darat, (2) udara; (1) daerah dan (2) nasional (pemerintah pusat/Kemenag RI). Transportasi jamaah haji dari rumah ke embarkasi keberangkatan perlu mendapatkan perhatian. Ongkos transortasi dari rumah ke tempat embarkasi tidak masuk dalam item komponen ONH. Karena itu, seharusnya menjadi tanggung jawab pemda. Dalam prakteknya berbeda-beda. Ada jemaah haji yang iuran sendiri dengan meminta Kemenag yang menangani, ada pemda yang menganggarkan 1 juta per-orang untuk transportasi, serta ada pemda yang menyediakan angkutan dan memberikan konsumsi.134 Menurut Zahdi, untuk transportasi luar negeri bagi jemaah haji sejauh ini sudah berjalan baik. Transportasi bagi jamaah haji selama di Arab Saudi telah 133 134
Wawancara dengan Rozihan, 8 Nopember 2015. Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
157
disediakan secara cukup. Bis disewa sebesar 4500 real per-hari selama 24 jam. Ada jadwal-jadwal keberangkatan dan penjemputan. Di setiap jalan ada halte-halte untuk jamaah haji Indonesia. Ada buku kontrol untuk masing-masing angkutan yang disewa. Jika seharusnya menurut kontrak ia memutar 20 kali, sementara berdasarkan buku catatan hanya memuatar 15 kali maka akan hanya dibayar 15 kali.Khusus untuk tanggal 8 Zulhijjah atau sebelum wukuf tidak disewakan karena mubazir tidak dapat dimanfaatkan karena semua tempat menjadi lautan manusia. Jika bis disediakan tidak akan dapat bergerak kemana-mana.135 Berdasarkan informasi dari Hifzon terungkap bahwa ada sedikit permasalahan dalam penyediaan transportasi selama di Arab Saudi. Tepatnya ketika tidak jalan 3 hari setelah lempar jumroh, transportasi yang disediakan Arab saudi tidak jalan sehingga harus jamaah haji berjalan kaki selepas dari Mina. Pemerintah Indonesia dalam mengatur transportasi berperan dalam penunjuk perusahaan pelaksana transportasi udara Jemaah haji pulang pergi ke Arab Saudi yang dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan keselamatan,efisiensi, dan kenyamanan bagi jemaah haji. Adapun transportasi calon jemaah haji dan Jemaah haji dari daerah asal, pulang pergi ke asrama emberkasi di koordinasi oleh kordinator penyelenggaraan ibadah haji provinsi atau penyelenggaraan ibadah haji kabupaten/kota. Sedangkan untuk akomodasi Pemerintah Indonesia melalui menteri bertugas untuk menyediakan akomodasi bagi Jemaah haji tanpa memungut biaya tambahan dari Jemaah haji di luar BPIH yang telah ditetapkan. Akomodasi yang dimaksud ialah Pemondokan di Mekkah, Madinah, Madinatul Hujjaj Jeddah dan 135
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
158
perkemahan di Arafah dan Mina yang memenuhi syarat kesehatan, kenyamanan, kemudahan dan keamanan.136 F. Penyediaan Konsumsi Haji Diungkapkan oleh informan, Zahdi Tahir, penyediaan katering selama jemaah haji di Arab Saudi sudah terlayani dengan baik. Mungkin masih ada persoalan sedikit, berkaitan dengan sosialisasi. Bagi setiap jamaah haji diberika jatah makan 15 kali makan siang.137 Dalam pemberian makan siang oleh katering juga masih menyisakan masalah. “Katering ketika wuquf di Arafah biasanya diberikan setelah shalat zuhur. Dalam suasana seperti ini, menjadikan ketua rombongan, kloter, dan ketua regu sibuk mengurusi katering, sedangkan pada saat bersamaan kita akan melaksanakan wukuf diarah. Kondisi ini tentu saja mengganggu kekhusukan wuquf para jamaah. Untuk itu, alangkah baiknya pembagian katering dilaksanakan sebelum wuquf.138 Informan yang lain, Rozian Karnedi
menyatakan bahwa secara umum
pelayanan katering sudah cukup baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, pembagian makanan di Mina masih antri. Tapi sekarang sudah sisitim katering, jadi masing-masing jamaah mendapatkan 1 kotak nasi dan air minum dan buah-buahan. Hanya saja kadang-kadang di Mina menunya kurang bervariasi. Sering kali lauknya ayam, tidak disesuaikan dengan selera orang-orang
136
Idmah Amaliah Mustainah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia 2005-2010”, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63. 137 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 138 Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
159
Indonesia dan tidak ada sambalnya. Ke depan, hal ini perlu diperhatikan dan dikoreksi. Tapi secara umum dari segi pelayanan, waktu, kecepatan cukup baik.139 G. Penyediaan Akomodasi Haji Penyediaan akomodasi harus berdasarkan mekanisme yang jelas, yaitu: apakah penempatan pemondokan bagi jemaah haji itu berdasarkan sistem undian/Qur‟ah seperti yang selama ini diberlakukan, atau berdasarkan kategori jauh dan dekatnya pemondokan dengan Masjidil Haram di Makkah/Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini membawa konsekuensi terhadap adanya perbedaan biaya pemondokan serta menjunjung tinggi asas keadilan yang menjadi dasar pengelolaan ibadah haji. Adilkah dengan biaya yang sama, sebagian jamaah sangat dekat, sementara sebagian yang lain sangat jauh pemondokannya dengan masjidil haram/masjid nabawi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan kembali kriteria dan sistem penetapan BPIH agar jemaah haji merasakan asas keadilan yang nyata dalam pelaksanaan ibadah haji. Menanggapi
persoalan
akomodasi,
salah
seorang
informan,
Zahdi
mengungkapkan bahwa aturan sewa pemondokan jamaah haji melalui lelang sangat sulit diterapkan. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa pengusaha pemondokan adalah orang asli Arab Saudi. Dalam benak mereka, pihak yang butuh (pemerintah/kemenag) yang seharusnya datang ke Arab. Mereka enggan datang untuk ikut lelang, dan justeru kita yang diminta datang. Belum lagi kemungkinan
139
Wawancara dengan Rozihan, 17 Oktober 2015.
160
ada pencari pemondokan dari negara lain yang berani membaya mahal dan memberi DP yang tinggi. Hal ini tentu akan menyulitkan pihak pemerintah/kemenag. 140 Berkaitan dengan penyediaan akomodasi (pemondokan) perlu juga dibenahi. Menurut informan, Hifzon, mengapa dari dulu sampai sekarang jemaah haji asal Indonesia tidak pernah dapat mendapatkan pemondokan di lantai 1,2,3. Biasanya mereka mendapatkan kamar di lantai 5, padahal kita datang lebih awal. Sementara jamaah haji dari negara luar dapat memperoleh pemondokan pada lantai 1,2,3 pada hal datangnya terlambat. Resikonya, para jamaah kita ketika pulang dari sholat berebut lif, sehingga menimbulkan keributan. Kondisi penginapan jamaaah haji asal Indonesia selama 8 hari di Madinah, dan 20 hari di Mekkah seperti itu. (20 hari), ada keributan/ berebut.Untuk itu, memerlukan perjuangan untuk mendapatkan pemondokan pada lantai 1,2 atau 3.141 Jika dicermati, kurang maksimal fasilitas dan sarana yang disediakan untuk jamaah haji berpangkal dari siklus tahunan. Dirjen pelaksana haji dan Umroh Departemen Agama (Depag) melakukan negosiasi untuk memperoleh sarana dan fasilitas haji dari Arab Saudi melalui siklus tahunan. Tepatnya, pada masa pelaksanaan ibadah haji berlangsung dalam tahun berjalan tersebut. Siklus perundingan seperti ini akan mengakibatkan susahnya untuk mendapatkan fasilitas serta sarana yang memadai bagi jemaah haji. Dengan siklus perundingan haji yang berdasarkan pada tahun berjalan ini tentu saja persiapan mengenai segala sesuatu
140
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 141 Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
161
yang berhubungan dengan pelaksanaan haji akan tidak terlaksana dengan maksimal karena kurangnya persiapan maupun perencanaan awal yang matang, karena perundingan dilaksanakan pada musim haji tersebut. Yang terjadi dilapangan, jemaah haji Indonesia banyak menuai masalah terutama dalam hal pemondokan, serta catering.142 Persoalan adomodasi ini peneliti konfrontir kepada informan yang, Rozihan Karnedi. Dia berharap, hotel sebagai penginapan bagi jamaah haji Indonesia pada masa mendatang perlu diupayakan agak lebih dekat dengan Masjidil Haram. Walaupun tidak bisa semua hotel jamaah haji Indonesia dengan dengan Masjidil Haram, perlu diupayakan semampunya. Selain itu, perlu memperbanyak petugas parker yang sudah berpengalaman. “Kami melihat tragedi di Mina, dan tragedi crane membutuhkan pembimbing yang cekatan dan mengetahui kondisi lapangan. Bukan memperbanyak orang yang ahli militer, tapi
harus memperbanyak orang yang
berpengalaman haji. Petugas yang mengetahui jadwal pelontaran yang perlu diperbanyak”.143 H. Pembenahan Manajemen Haji Menurut Zahdi, aspek-aspek pelayanan haji yang pokok menyangkut tiga hal: (1) pembinaan, (2) pelayanan, dan (3) perlindungan. Menurut penilaiannya, ketiga-
142
Idmah Amaliah Mustainah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia 2005-2010”, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63. 143 Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.
162
tiganya sudah berjalan baik. Kami selama menjadi petugas mengikuti rapat hampir 20 kali untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang muncul.144 Informan yang peneliti wawancarai, Zahdi Tahir menyatakan ada sejumlah perbaikan dalam pelayanan haji pada tahun 2015, yaitu: (1) tidak ada pemondokan transit di Jeddah, dan (2) Bandara Madinah adalah bandara haji. Perubahan ini berdampak kepada efesiensi da efektifitas haji. Jemaah haji tidak perlu transit ke Jeddah baru ke Madinah, namun dari embarkasi di Indonesia langsung mendarat di Madinah. 145 Tanggapan senada juga mengemuka dari informan yang lain, Rozihan Karnedi. Menurutnya, kebijakan pengelolaan haji tahun ini sudah berjalan baik. Ada kebijakan baru pada tahun 2015, yang memberangkatkan jamaah haji gelombang 1 langsung ke madinah. Jadi tidak merasakan lagi singgah di Jeddah ke Madinah, yang biasanya memerlukan transportasi mobil dari Jeddah ke Madinah. Kemudiaan jamaah haji selama di Mekkah diberikan makan siang. Begitu pula dengan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji sudah terakomodir semuanya. 146 Sebagai bagian dari peningkatan efektifas layanan haji ke depan, salah seorang informan, Zahdi Tahir menyarankan tentang perlunya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pelayanan haji. Dikatakan Zahdi: “Sebaiknya perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan android dalam proses pelayanan haji untuk hal-hal yang tidak ubudiyyah/ritual. Hal ini sekaligus untuk merespon kebijakan Arab Saudi yang sudah 144
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 146 Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015. 145
163
menggunakan e-haj. Misalnya, menyangkut bacaan-bacaan haji ketika manasik”. Upaya ini diakui masih susah karena dari segi pendidikan, 60 % peserta jamaah haji berpendidikan SD, dari mata pencaharian, 40 % adalah petani, 70 % belum pernah keluar negeri. Artinya mayoritas belum pernah naik pesawat, maupun belum pernah pakai lift.147 Menurut Zahdi Tahir, untuk menciptakan pelayanan haji yang efektif perlu langkah-langkah terobosan dalam regulasi keuangan. DPR perlu keberanian dalam mengesahkan anggaran haji pada awal tahun (bulan januari), atau jika perlu DPR mengesahkan anggaran pelaksanaan haji pada akhir tahun anggaran, bulan Nopember-Desember –sebelum tahun pelaksanaan haji berikutnya. 148 Menurut Zahdi Tahir, DPR selama ini mengesahkan anggaran pada bulan april. Akibatnya mengganggu jadwal-jadwal haji. Kalau disahkan agak awal misalnya pada bulan januari maka akan dilakukan tahapan-tahapan pelayanan haji secara cepat. Posting daftar calon haji yang akan berangkat pada bulan januari, pelunasan pada bulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler pada bulan februari, penyelenggaraa manasik pada bulan maret. Termasuk bagian dari penataan manajemen haji adalah penertiban terhadap Biro/Travel Penyelenggara Haji Plus bahwa setiap penyelenggaraan haji selalu diwarnai kisah pilu sejumlah calon jamaah haji yang gagal berangkat ke tanah suci baik yang karena tertipu oknum atau Travel Haji maupun yang terkendala 147 148
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015 Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
164
permasalahan administrasi, selama ini Pemerintah hanya berjanji akan memberikan sanksi administratif terhadap Biro/Travel Haji yang menyalahi prosedur padahal sesuai ketentuan pasal 46 UU No 13 Tahun 2008 hal tersebut dapat dikenakan pidana dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, Penegakan hukum terhadap kasus penyalahgunaan Ibadah Haji Plus ini perlu dilakukan untuk memberikan efek jera agar mampu melindungi calon jamaah haji dari praktek penipuan berkedok Haji Plus.149 Dikatakan oleh informan, Rizkan Syahbudin, panitia penyelenggara haji seharusnya
tetap
mempedomani
aturan-aturan
yang
berlaku,
memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang sistem pendaftaran, pemberangkatan, dan jumlah kuota, mengajak masyarakat bersabar. Sangat perlu untuk menghindari tumpang tindih tugas pelayanan administrasi, sehingga realisasi kinerja lebih terarah.150 Mutu manajemen haji ke depan masih perlu ditingkatkan lagi. Kaitan dengan ini, kepengelolaan haji sebaiknya diserahkan kemenag. Berbeda dengan kepanitiaan haji selama ini yang didominasi oleh pegawai-pegawai Biro Kesra. Akibatnya, pegawai
Kemenag
seakan-akan
menonton
mereka.
Termasuk
dalam
hal
kepengurusan TPHD, Kemenag seakan-akan menjadi penonton.151 Dalam pandangan salah seorang informan,
Hifzan diperlukan langkah
pembagian tugas yang jelas antara Pemda (biro Kesra) dengan Kemenag sesuai 149
Arief Rahman, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah....Ibid. Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015 151 Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015. 150
165
dengan kompetensinya dalam kepantiaan haji. Petugas haji, dalam pandangan Hifzan, seharusnya orang yang dapat berbahasa Arab.
Kemampuan ini sangat
diperlukan untuk memperlancar proses pelayanan kepada jamaah ketika di Arab Saudi. Lebih-lebih ketika jamaah haji menghadapi problem, akan sanga terbantu jika petugasnya dapat berbahasa Arab karena akan mampu mengkomunikasikan dengan pihak-pihak yang berkepentingan di Arab Saudi. Keinginan untuk pembenahan manajemen haji juga disuarakan oleh informan penelitian, Zulkarnain Dali. Ia menginginkan perlu diterapkan manajemen satu atap dalam penyelenggaraan haji. Dikatakan Zulkarnain Dali: “Sebaiknya diterapkan manajemen satu atap. Tidak ngambang antara kesra atau kemenag. Kalau haji menjadi wewenang pemda ya perlu diurus pemda secara penuh. Jika wewenangnya pada kemenag, ya diurus kemenag secara penuh. Tapi menurut saya, kemenaglah yang paling kompeten. Pemda dalam posisi garis kooordinasi supaya tidak mubazir dananya. Selama ini Kemenag menganggarkan dana haji dan kesra juga menganggarkan dana haji. Itukan tidak bagus”.152 I. Strategi Perlindungan Haji Indonesia Menurutinforman, Zahdi Tahir, aspek perlindungan bagi jemaah haji Indonesia sudah berjalan baik. Ketersediaan layanan kesehatan dari tim kesehatan haji Indonesia (TKHI) semenjak keberangkatan, selama di Mekkah dan Medinah hingga kepulangan memberikan perlindungan kesehatan bagi jamaah haji secara maksimal.
152
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.
166
Pelibatan secara formal unsur TNI/Polri dalam PPIH Arab Saudi terjadi sejak musim haji tahun 2005 yang melibatkan 30 orang perwira menengah. 153 Saat itu fokus penanganan tugas yang dibebankan kepada para perwira menengah TNI/Polri adalah pembenahan manajemen operasional Armina. Tujuannya untuk menata sistem komando dan pengendalian, meminimalkan terjadinya musibah kecelakaan di Muaisim hingga Jamarat dan bagaimana menangani jamaah tersesat jalan yang sangat banyak serta upaya memperlancar operasional Armina. Saat itu dibentuk organisasi SatuanOperasional (Satops) Armina yang membawahi Satgas Arafah, Satgas Muzdalifah dan Satgas Mina, Masing-masing Satgas diawaki oleh personel dari Daker secara lengkap sehingga Kadaker menjadi Dansatgas. KasatopsArmia dipimpin Katim TNI / Polri. Pada tahun-tahun sebelumnya pola operasional Armina belum tertata baik, sehingga berdampak pada jatuhnya korban jiwa jamaah haji Indonesia yang cukup besar pada prosesi Armina. Belajar kepada sang laba-laba yang dengan membentangkan jaring-jaringnya dapat menutup mulut lubang gua yang di dalamnya ada kekasih Allah yang harus diselamatkan itu, kiranya dapat dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk diterapkan dalam mengatasi banyaknya jamaah haji yang tersesat jalan saat prosesi haji. Bukankah Allah SWT mengingatkan kita dalam firman-Nya: “Sesungguhnya ada pada binatang itu pelajaran bagimu.” (Q.S. Al-Mu’minun: 21). Karena itu, berdasarkan kajian empirik dan pertimbangan geografis di kawasan Arafah, Muzdalifah, Mina-Jamarat dan Al Haram pada musim haji tiap 153
M. Samidin Nashir, “Strategi Jaring Laba-Laba....Ibid.
167
tahun, maka mulai musim haji 2005 diterapkan suatu strategi Perlindungan dan Pengamanan Jamaah Haji Indonesia yang diilhami dari pola penyelamatan yang dilakukan oleh sang laba-laba terhadap Rasulullah SAW saat diburu pasukan Quraisy. Sang laba-laba (atas kehendak Allah) dengan jaring-jaringnya berhasil menyelamatkan Rasulullah SAW, sehingga strategi ini oleh penggagasnya disebut “Strategi Jaring Laba-laba”. Gelar operasionalnya melibatkan semua petugas haji nonkloter dan temus dengan membuat simpulsimpul jaring komunikasi dan pengendalian yang dikoordinasi perwira TNI/Polri di tiap titik simpulnya, sehingga secara imajiner membuat jaringan perlindungan dan pengamanan haji seperti sarang laba-laba yang siap seti ap saat menyelamatkan jamaah haji yang memerlukan bantuan keamanan. Menurut salah seorang informan, Zulkarnain Dali, masalah yang paling rawan pada saat musim haji adalah ketika Armina (arafah, muzdalifah, mina). Daerah haji intinya disitu karena berkumpulnya jamaah seluruh dunia walaupun kata Rasul S.a.w mina itu seperti perut ular. Hanya saja, jamaah yang sudah terlampau banyak kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi. Untuk itu, setiap kloter harus saling harus saling berkoordinasi dan mencari jalan yang terbaik.154 Menurut IPHI, proses perbaikan mutu manajemen haji dilakukan dengan terlebih dahulu memperkuat regulasi tentang haji. Dalam konteks regulasi haji ini, perlu dilakukan penyempernunaan, bahkan perubahan terhadap
154
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.
168
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2008. Perubahan ini difokuskan terhadap institusi penyelenggara haji, manajemen penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan dan Aset haji. Sumbangan pemikiran secara tertulis IPHI dalam bentuk Naskah RUU Pengelolaan
Haji
dan
Umrah,
muatan
substansinya
berisi
saraan
agar
penyelenggaraan haji harus dipisahkan antara regulator dan operator untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan memenuhi asas keadilan terhadap jamaah haji, serta perlunya pengelolaan keuangan haji lebih transparan, akuntabel dan produktif. 155 Menurut IPHI, sesuai dengan prinsip pengelolaan ibadah haji, yaitu pemisahan regulator, operator dan supervisor, maka pengelolaan ibadah haji mulai pendaftaran hingga pemulangan dan pembinaan pasca haji dikoordinasikan oleh Badan Haji Indonesia (BHI). Jadi pendaftaran haji ke BHI di tingkat kabupaten/kota setempat dan bukan lagi ke Kemenag. Menurut IPHI, badan Khusus dalam pengelolaan haji dan umrah bukan lembaga swasta, melainkan lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, memiliki perwakilan tetap di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta di Arab Saudi. Struktur Badan Khusus
155
IPHI telah memberikan sumbangan pemikiran di hadapan Panja Komisi VIII dan Fraksi-fraksi di DPR-RI berupa Naskah RUU Pengelolaan Haji dan Umrah, yang telah disampaikan kepada Presiden RI pada 8 Januari 2012 dan kepada Ketua DPR-RI pada 9 Januari 2012 dan kepada seluruh Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR-RI. Baik Presiden maupun Ketua DPR menyatakan persetujuannya terhadap pembentukan badan khusus haji yang terpisah dari Kementerian Agama. Persetujuan Presiden ditegaskan lagi oleh Mensesneg Sudi Silalahi ketika menerima Ketua Umum IPHI di Sekretariat Negara pada 6 Februari 2012. Baca Kurdi Mustofa, “Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya” dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wpcontent/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf
169
menurut IPHI, terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas berasal dari tokoh-tokoh yang memiliki integritas, kompetensi dan kepedulian terhadap upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, direkrut dan diseleksi oleh Panitia Seleksi yang dibentuk Pemerintah, kemudian di-fit and proper test dan dipilih oleh DPR untuk selanjutnya diresmikan oleh Presiden. Sementara pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi oleh Dewan Pengawas dengan persetujuan Presiden. Menurut IPHI, secara eksplisit mengatur tentang jamaah calon haji dari kaum penyandang cacat atau difabel yang diperlakukan secara khusus dengan hak dan kewajiban yang sama dengan jamaah calon haji lainnya. Menurut IPHI, adanya lembaga khusus pengelola keuangan dan asset haji untuk mendayagunakan dan memproduktifkan sesuai dengan ketentuan syariah yang hasilnya bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun sejak UU hasil revisi diundangkan, badan khusus tersebut sudah terbentuk, baik di pusat maupun perwakilan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta di Arab Saudi. Menurut IPHI, badan khusus sebagaimana tersebut di atas, diusulkan bernama Badan Haji Indonesia disingkat BHI. Di tingkat pusat bernama BHI dan di tingkat provinsi
BHI
Daerah
Provinsi,
di
tingkat
kabupaten/kota
BHI
Daerah
Kabupaten/Kota, serta BHI Arab Saudi. Keberadaan badan khusus yang demikian ini diharapkan dapat menjawab tuntutan, harapan dan keinginan masyarakat calon jamaah haji karena dilakukan oleh lembaga pemerintah yang khusus dan focus
170
dalam menangani masalah haji dan umrah, serta professional, transparan dan akuntabel dalam pengelolaannya. J.
Tawaran Pengelolaan Haji secara Modern Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, mengakibatkan berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf, yang sebelumnya 48 ribu jamaah per jam menjadi 22 ribu jamaah per jam. Dengan demikian, untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan keamanan para jamaah haji di dunia, otoritas setempat memberlakukan kebijakan pengurangan kuota haji dunia sebesar 20 %, sehingga kuota jamaah haji RI dikurangi sebanyak 42.200 jamaah atau menjadi 168.800 jamaah.Meski sempat terkendala masalah ini, kinerja dan penyelenggaraan haji Indonesia 2013, jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.156 Sebagai contoh, on time performace atau ketepatan waktu keberangkatan lebih tinggi, jamaah yang sakit lebih sedikit, jamaah wafat menurun, jumlah kriminalitas lebih rendah. Demikian juga dengan masalah pemondokan dan juga masalah pengamanan dengan melipatgandakan personil pangamanan (PAM),
dan pembentukan sektor khusus di Mekah, dan
sebagainya.Selain itu, meski sangat rumit akibat pemotongan kuota, proses amandemen kontrak pemondokan di Mekah akhirnya selesai seratus persen. Amandemen itu pun telah ditandatangani karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu Kementerian Agama dan pemilik rumah. Proses penyelesaian akad 156
Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, “Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan optimal”, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359
171
yang
dilegalisasi
oleh
Pemerintah
Arab
Saudi
pun
berjalan
lancar.
Kontrak awal pemondokan adalah untuk 220 rumah untuk total kapasitas 200.960. Ini sudah termasuk pelayanan petugas kloter, klinik, sektor, selisih distribusi, dan cadangan. Namun, setelah dilakukan amandemen akibat adanya kebijakan pemotongan kuota jamaah haji sebesar 20 %, jumlah kebutuhan pemondokan menjadi hanya 196 rumah untuk total kapasitas 161.380 orang. Keberhasilan negosiasi ini adalah mengurangi kapasitas hingga mencapai 36.434 karena pembayaran dilakukan sesuai dengan jumlah penempatan jamaah. Pengelolaan
masalah
kuota
haji
membutuhkan
kematangan
dalam
merencanakan, transparansi dalam manajeman sistem informasi, reformasi sistem pendaftaran dan mensosialisasikan kepada stakeholders. Hal ini menjadi tantangan terbesar bagi kepengelolaa haji sekarang dan yang akan datang, yang akan diupayakan oleh Dirjen PHU Kemenag, sehingga penyelenggaraan ibadah haji 2013 M berjalan sukses. Sebagai contoh, Kemenag pada tahun 2013 melalui Dirjen PHU telah membuat kebijakan pengelolaan haji sebagai berikut:157 (1)
Pengaturan kepulangan haji secara tepat. Sebagai ilustrasi, misalnya pada haji 2013 telah diatur secara terjadwal. Kloter SOC-71 menandai pemulangan terakhir jamaah haji reguler Indonesia ke Tanah Air yang mendarat di Bandara Adi Sumarmo, Solo, pada Selasa, 19 November 2013, pukul 02.05 WIB. Sedang jamaah haji khusus, yang seluruhnya berjumlah
157
Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, “Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan optimal”, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359
172
13.554 orang, telah lebih dulu tiba di Tanah Air. Pemulangannya dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK); (2)
Secara umum pemulangan jamaah haji dari Arab Saudi ke Tanah Air berlangsung lancar dan aman, dengan tingkat ketepatan atau on time performance (OTP) Garuda 90,4 % dan Saudia 91,1%. OTP ini jauh lebih baik bila dibanding tahun sebelumnya, yaitu Garuda 79 % dan Saudia 87 %;
(3)
Keterlambatan keberangkatan dari Arab Saudi lebih banyak disebabkan oleh faktor gate congestion: proses keimigrasian, dan pengangkutan dari apron dengan bus ke pesawat;
(4)
Setiba di Tanah Air, jamaah haji Indonesia memperoleh Kartu Kewaspadaan Kesehatan, untuk diserahkan ke dokter terdekat apabila mengalami sakit dalam waktu 2 (dua) minggu sejak tiba di Tanah Air;
(5)
Jamaah haji yang meninggal karena sakit mendapatkan klaim asuransi yang dibayarkan kepada keluarganya sebesar Rp 35.500.000. Sedang jamaah haji yang meninggal karena kecelakaan, klaim asuransi yang dibayarkan kepada keluarganya sebesar Rp 71.000.000;
(6)
Sampai dengan tanggal 18 November 2013 pukul 05.00 WIB, jamaah haji yang wafat sebanyak 281 orang (termasuk 12 orang di antaranya jamaah haji khusus). Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding pada periode yang sama tahun 2012 lalu, yaitu sebanyak 478 orang. Ada pun jamaah yang masih dirawat di Arab Saudi, pada tanggal yang sama 26 orang, yakni 3 orang di
173
Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), dan 23 orang di rumah sakit Arab Saudi (RSAS); (7)
Selama di Arab Saudi, seluruh jamaah haji Indonesia telah dapat menyelesaikan ibadahnya dengan baik. Mereka dapat menyelesaikan rukun dan wajib haji serta shalat arba’in di Masjid Nabawi, serta ibadah-ibadah sunah lainnya. Dalam rangka kesempurnaan haji, pada tahun ini sebanyak 202 jamaah dibadalhajikan, dan 166 jamaah disafariwuqufkan. Untuk badal haji dan safari wuquf tersebut, jamaah haji atau keluarganya tidak dikenakan biaya tambahan. Seluruh jamaah haji yang wafat sebelum wuquf di Arab Saudi sudah dibadalhajikan. Seluruh jamaah haji sakit dan tak bisa melaksanakan wuquf di Arafah, juga sudah disafariwuqufkan. Khusus untuk jamaah uzur, rekam jejak pelaksanaan ibadahnya dipantau langsung oleh Pembimbing Ibadah Jamaah Uzur (PIJU);8. Tahun 2013, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah melakukan beberapa inovasi dalam operasional haji, antara lain, penyediaan sektor khusus di Masjidil Haram, bus yang di-upgrade, tambahan petugas pengamanan, sistem informasi pergerakan jamaah, penyimpanan uang dengan ATM rupiah, tenaga pengantar obat (TEPAT) kepada jamaah, penyediaan kantong gel urine untuk jamaah lanjut usia (lansia). Sejak
kedatangan
terakhir
jamaah
Indonesia
di
Tanah
Airmaka
penyelenggaraan haji pada tahun itu dinyatakan selesai, dan perencanaan haji tahun depan pun dimulai. Ada beberapa rencana perbaikan haji antara lain:
174
penerbangan haji akan diusahakan menggunakan pesawat Airbus A380 yang berkapasitas 800 orang, optimalisasi penanganan masalah keamanan dan pengelolaan dana dam dan pemotongan hewan dam. Penerbangan haji akan diusahakan menggunakan pesawat Airbus A380 dengan tujuan agar operasional penyelenggaraan ibadah haji bisa dipersingkat dari 41 hari menjadi 30-35 hari, sehingga waktu tunggu jamaah setelah puncak pelaksanaan haji tidak terlalu lama. Kemungkinan penggunaan pesawat Airbus A380 tergantung 2 pihak, yaitu: pihak maskapai penerbangan dan pihak bandara. Jika tahun 2014 M ternyata belum siap, upaya ke arah sana akan terus dilakukan sampai pihak maskapai dan bandara siap menggunakan Airbus A380. Adapun optimalisasi penanganan masalah keamanan dilakukan agar kenyamanan jamaah selama di Arab Saudi bisa ditingkatkan. Sementara itu pengelolaan dana dam dan pemotongan hewan dam ditertibkan agar dapat lebih memberikan kepastian bahwa dana dam dan pemotongan hewan dam yang dikeluarkan oleh jamaah digunakan dan dikelola dengan baik sebagaimana semestinya, tahun depan Pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IDB). Dengan kerja sama ini, daging dari pemotongan hewan dam diharapkan juga bisa disitribusikan untuk masyarakat Indonesia; Penyelenggaraan umrah akan segera dirumuskan bersama dengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia tentang hal-hal terkait dengan penyelenggaran umrah. Selama ini, visa umrah sering disalahgunakan. Selesai umrah, ada jamaah tidak segera kembali ke Tanah Air, tapi tetap berada di sana melebihi masa tinggal
175
(overstay) untuk bekerja, belajar atau keperluan lainnya. Kementerian Agama bersama Kedubes Arab Saudi akan membuat aturan baru yang lebih ketat mengenai umrah. Setiap perusahaan penyelenggara umrah harus rutin melapor kepada Kementerian Agama, antara lain untuk memastikan jamaah umrah yang dipulangkan ke Tanah Air dari Arab Saudi setelah selesai ibadahnya sama orang danjumlahnya dengan yang diberangkatkan; Proses haji
dikatakan sukses, jika memenuhi kesuksesan dari segi
keamanan, pelayanan petugas, maupun kesehatan jamaah. Di sini diperlukan kerjasama yang aktif antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama (Kemenag) membangun langkah strategis dalam persiapan dini penyelenggaraan haji 2016. Langkah itu adalah dengan melakukan percepatan evaluasi penyelenggaraan haji 2015. Evaluasi penyelenggaraan komprehenship ini dilakukan pasca seminggu operasional haji berakhir, 3-5 November di Jakarta yang diikuti unsur yang berperan langsung dalam penyelenggaraan.Pada momentum evaluasi itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mencatat sedikitnya ada tujuh capaian yang harus dipertahankan pada penyelenggaraan ibadah haji tahun depan.158Pertama, Kebijakan Pelunasan Dalam Dua Tahap. Menurut Menag, kebijakan ini bisa menyerap seluruh kuota yang ada. Tidak ada lagi sisa kuota yang digunakan oleh yang bukan berhak. Di 2015,
158
MA, “Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015” dalam iphi.web.id, Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasihaji-2015/
176
kebijakan ini dinilai baik dan adil sehubungan antrian jemaah yang panjang. Terkait pelunasan, Kemenag telah menerbitkan PMA 28/2015 tentang Pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler Tahun 1436H/2015M. PMA ini mengatur bahwa pembayaran BPIH akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada 1 – 30 Juni 2015. Apabila sampai dengan tanggal 30 Juni 2015 kuota jemaah haji tidak terpenuhi, dibuka tahap kedua pembayaran BPIH dari 7 – 13 Juli 2015. Jika sampai tanggal 13 Juli kuota jemaah haji tidak terpenuhi, maka sisa kuota haji dikembalikan ke masing-masing provinsi dan atau kabupaten/kota untuk diisi sesuai dengan nomor urut porsi berikutnya sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum penutupan proses pemvisaan di Kedutaan Besar Arab Saudi. PMA ini juga mengatur kriteria jemaah haji yang berhak untuk melakukan pelunasan BPIH. Kedua,
kebijakan
kedatangan
jemaah
haji
gelombang
pertama.
Pemberangkatan jemaah haji dengan pola baru tahun ini berbeda dengan penyelenggaraan tahun lalu Ada esensi dan urgensi dalam pola ini. Kenyamanan, efesiensi, dan tidak menguras energi jemaah haji tercapai. Gelombang pertama berangkat dari Tanah Air langsung menuju Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMMA) Madinah. Sedangkan gelombang kedua langsung menuju bandara King Abdul Azis International(KAAI) Jeddah. Dikatakan Menag, kebijakan kedatangan
177
jemaah haji gelombang pertama melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz Madinah, di 2016, kebijakan ini harus dipertahankan.159 Ketiga, Hotel di Makkah dan Madinah setara dengan Hotel Bintang Tiga. Persoalan hotel atau pemondokan jemaah haji sering menjadi kritisi pada setiap penyelenggaraan sebelumnya, bahkan puluhan tahun lebih persoalan ini belum tertangani dengan baik. Tahun ini pemondokan jemaah haji di Madinah bersistem sewa semi musim dan kontrak dengan pemilik langsung. Jelas tempatnya, jelas lama masa tinggalnya dan jelas jaraknya. Seluruh pemondokan jemaah berada di wilayah Markaziah yang berjarak 650 meter dari Masjidil Nabawi. Perolehan pemondokan di Madinah ini setaraf dengan hotel yang disewa jemaah haji khusus. Begitu juga dengan pemondokan Makkah, pemondokan jemaah haji di Makkah membuat jemaah haji nyaman apalagi dengan penempatan jemaah haji dikonsentrasikan pada enam titik wilayah. Enam wilayah tersebut Jarwal, Syisha, Mahbas Jin, Aziziyah, Misfalah dan Raudhah. Pemusatan pemondokan haji pada enam wilayah ini dapat memobilisasi jemaah dari pemondokan ke Masjidil Haram dengan mudah dengan kelengkapan yang diberikan melalui transportasi Bus Salawat. Keempat, upgrade transportasi antark kota perhajian. Jemaah haji dari Makkah-Jeddah dan Makkah-Madinah dilayani dengan transportasi antar kota
159
MA, “Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015” dalam iphi.web.id, Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasihaji-2015/
178
perhajian yang telah di upgread. Bus yang telah di upgread ini berfasilitas reclining seat, ruang kabin yang lebih longgar, bagasi di bawah bus, toilet, dan penyejuk udara (ac). Semua bus yang digunakan di pastikan dalam kondisi baik dan bagus. Transportasi ini, saat pemberangkatan jemaah dari Madinah menuju Makkah sempat mengalami kendala, dan kendala ini yang dibijaki dengan memutuskan langkah strategis untuk melakukan upgread. Upgread ini akan menjadi nilai penting dalam penyelenggaraan ke depan.160 Kelima, layanan catering. Inovasi baru dalam layanan katering kepada jemaah haji pada operasional 2015 adalah dengan memberikan layanan katering gratis selama 15 hari di Makkah. Sebelumnya seluruh penyedia katering dilakukan uji kelayakan menu, dan penyedia yang melanggar kesepakatan akan ditindak, dan bagi yang berkinerja baik diapresiasi dan dicatat untuk penyelenggaraan berikutnya. Ada metode evaluasi melekat saat pelaksanaannya untuk menjamin mutu dan kualitas layayan yang diberikan kepada jemaah haji baik saat di Madinah, Makah maupun proses Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina). Saat di pemberangkatan di Tanah Air, jemaah haji diberikan makan tiga kali plus snack dua kali. Tiba di Tanah Air diberikan snack satu kali. Saat di Bandara Jeddah dan Madinah baik masa kedatangan dan pemulangan di bandara JeddahMadinah, jemaah diberikan makan masing-masing satu kali. Jemaah di Madinah
160
MA, “Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015” dalam iphi.web.id, Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasihaji-2015/
179
diberikan makan dua kali (siang dan malam) selama di Madinah plus kelengkapan minuman dan snack berat. Begitu juga ketika saat Armina, konsumsi sebanyak 15 kali makan di Arafah sebanyak empat kali mulai pada tanggal 8 Dzulhijjah malam. Muzdalifah sebanyak satu kali (snack berat) dibagikan di Arafah pada saat menjelang keberangkatan menuju Muzdalifah dan di Mina sebanyak 11 kali makan. Kecukupan air mineral juga disediakan apalagi dalam kondisi suhu di Arab Saudi panas. Keenam, karpet baru dan penyejuk udara di Armina.Tidak didapati lagi ada karpet jemaah haji yang kumuh dan lusuh saat di Arafah. Inovasi layanan ini memberikan kenyamanan kepada jemaah saat proses Wukuf. Selain itu, saat suhu panas di Arab Saudi penyediaan penyejuk udara juga sangat membantu jemaah dalam beribadah. Dikatakan Menag Lukman,
seluruh karpet di Arah
sudah
diperbaharui sehingga tidak kumuh dan lusuh. Juga ada penyejuk udara yang sangat membantu jemaah.161 Ketujuh, aplikasi haji pintar. Aplikasi ini memberikan kemudahan dalam mengupdate perkembangan informasi. Aplikasi ini juga pernah beberapa hari menduduki pringkat pertama di google playstore saat operasional haji, banyak yang memanfaatkan layanan haji di dalamnya. Sebagai contoh, ada jemaah haji asal Jakarta yang tertinggal saat rombongannya dari Madinah akan menuju Makkah. Dengan layanan Haji Pintar, beberapa jemaah haji asal Jakarta ini dapat 161
MA, “Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015” dalam iphi.web.id, Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasihaji-2015/
180
menghubungi petugas dan akhirnya dapat menuju Makkah dan bergabung kembali dengan rombongannya. Kedepan aplikasi ini akan lebih dimutakhirkan dengan cara diintegrasikan dengan Siskohat. Pemerintah melalui Kemenag RI telah melakukan evaluasi pelaksanaan haji tahun 2015.162 Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, ada lima hal yang harus ditingkatkan dan dikembangkan agar lebih baik tahun depan. Menag mengungkapkan, salah satu hal yang harus diperbaiki terkait visa jamaah haji. Keterlambatan visa jamaah haji pada tahun ini menjadi pengalaman berharga bagi kementerian agama. Untuk itu, pada tahun depan penyusunan format kloter dilakukan setelah visa jamaah selesai. Hal ini dikarenakan pada penyelenggraan ibdah haji tahun ini banyak ditemukan format kloter sudah ada namun visa belum jadi. Sehingga banyak jamaah yang tidak ingin dipindahkan kloternya walaupun visa belum selesai. Hal lain yang harus ditingkatkan yaitu katering jamaah haji selama di Makkah. Menurutnya, banyak jamaah yang mengusulkan agar ada penambahan jumlah makan selama di Makkah. Penambahan bukan hanya terkait dengan waktu makan menjadi dua atau tiga kali sehari. Melainkan juga jatah makan jamaah di makakh bukan hanya 15 hari melainkan selama jamaah berada di Makkah. Pada tahun ini, jamaah di Makkah mendapat jatah makan satu kali sehari selama 15 hari. Ia melanjutkan, kementerian agama juga akan mempertimbangkan 162
Agung Sasongko dan Maniarti, “Ini Catatan Evaluasi Haji 2015” dalam republika.co.id/, Dipublikasikan 03 November 2015, http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnalhaji/15/11/03/nx8mlc313-ini-catatan-evaluasi-haji-2015
181
terkait adanya penambahan petugas haji. Nantinya, PPHD (petugas penyelenggara haji daerah) dan PPIH (petugas penyelenggara ibadah haji) akan dialkukan seleksi agar keberadaan mereka betul-betul membantu jamaah haji. Kementerian Agama juga berharap agar di Saudi Arabia terdapat atase haji. Ini dikarenakan apa yang ada saat ini sangat terbatas. Atase haji ini diperlukan agar peningkatan pelayanan haji dapat terealisasi.
BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN Proses haji dikatakan sukses, jika memenuhi kesuksesan dari segi keamanan, pelayanan petugas, maupun kesehatan jamaah.Penelian ini berupaya mengungkap sisisisi manajemen pelaksanaan haji. Berdasarkan paparan yang sudah diungkapkan dapat disarikan dalam poin-poin pemikiran sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan pelaksanaan
Ibadah
Ibadah
Haji
Haji
adalah
yang
rangkaian
meliputi
kegiatan
pembinaan,
pengelolaan
pelayanan,
dan
perlindungan Jemaah Haji, berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 tahun
182
2008 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 tahun
2009
bahwa
yang
menjadi
penanggungjawab
dan
pelaksana
penyelenggaran Ibadah Haji adalah Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama dengan dibantu oleh instansi terkait. (2) Tidak ada tumpang tindih tentang pembagian tugas antara regulator, operator dan evaluator dalam pengelolaan haji. Fungsi regulator dilaksanakan oleh DPR RI, operator dijalankan oleh Pemerntah dalam hal ini Kemenag RI dan evaluator adalah KPHI (Komisi Pengawasan Haji Indonesia). Kemenag Pusat telah menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, dengan mengeluarkan pedoman tentang perekrutan petugas haji, dan pemvisaan, serta menyediakan buku manasik haji. (3) Penetapan regulasi keuangan haji dianggap terlambat. Diperlukan terobosan baru dengan pengesahan anggaran haji oleh DPR pada awal tahun (bulan januari), atau jika perlu DPR mengesahkan anggaran pelaksanaan haji pada akhir tahun anggaran, bulan Nopember-Desember –sebelum tahun pelaksanaan haji berikutnya. selama ini mengesahkan anggaran pada bulan april. Akibat keterlambatan penganggaran telah mengganggu jadwal-jadwal haji. Jika anggaran haji disahkan pada awal tahun (Januari) berdampak pada persiapan pelayanan haji secara lebih secara cepat. Posting daftar calon haji yang akan berangkat pada bulan januari, pelunasan pada bulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler pada bulan februari, penyelenggaraa manasik pada bulan maret.
183
(4) Ketentuan masa tunggu bagi pendaftar Haji sudah sesuai dengan mekanisme yang telah diatur. Ketentuan ini didasarkan pada KTT OKI, kuota normal jemaah haji Indonesia 2015 berjumlah 211.000 orang, terdiri atas 194.000 kuota jemaah haji reguler dan 17.000 kuota jemaah haji khusus (5) Masih dijumpai kasus eksodus (pendaftar haji antar propinsi, antar kabupaten dalam propinsi. Menghadapi permasalahan ini perlu ditempuh proses penerapan mekanisme pendaftaran haji secara profesional dengan tidak melihat faktor X (uang) dimulai dari tingkat kades sampai ke camat. (6) Pengelolaan
masalah
kuota
haji
membutuhkan
kematangan
dalam
merencanakan, transparansi dalam manajeman sistem informasi, reformasi sistem pendaftaran dan mensosialisasikan kepada stakeholders. (7) Pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) belum dikelola dan dikembangkan untuk kemaslahatan ummat. Pemerintah dalam prakteknya lebih memilih menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk (Surat Berharga Syariah Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI). Pengelolaan DAU perlu diarahkan untuk mengurangi beban setoran yang ditanggung peserta jemaah haji. (8) Bimbingan haji yang telah dilakukan meliputi: (1) bimbingan pelaksanaan ibadah haji atau manasik haji, (2) bimbingan perjalanan haji, (3) dan bimbingan kesehatan. Bimbingan dilakukan secara langsung
dan tidak langsung.
Bimbingan secara langsung diberikan dalam bentuk tatap muka di tingkat kecamatan dan di tingkat Kab/Kota. bimbingan secara tidak langsung diberikan
184
melalui media. Bimbingan meliputi: manasik haji, perjalanan dan pelayanan haji, kesehatan serta hak dan kewajiban jemaah. Kegiatan bimbingan manasik pada tingkat Kab./Kota dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, sedangkan pada tingkat KUA Kec. dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali pertemuan. (9) Pemerintah Indonesia dalam mengatur transportasi berperan dalam penunjuk perusahaan pelaksana transportasi udara Jemaah haji pulang pergi ke Arab Saudi
yang
dilakukan
oleh
Menteri
dengan
memperhatikan
keselamatan,efisiensi, dan kenyamanan bagi jemaah haji.Aspek layanan penyediaan trasportasi haji sejauh ini masih diwarna sedikit
persoalan.
Tepatnya, ketika 3 hari setelah lempar jumroh, transportasi yang disediakan Arab Saudi tidak jalan sehingga harus jamaah haji berjalan kaki selepas dari Mina. (10) Secara umum pelayanan katering sudah diberikan dengan cukup baik dibandingkan
tahun-tahun
sebelumnya.
Pada
tahun-tahun
sebelumnya,
pembagian makanan di Mina masih antri. Tapi sekarang sudah sisitim katering, jadi masing-masing jamaah mendapatkan 1 kotak nasi dan air minum dan buahbuahan. (11) Persoalan pengadaan akomodasi masih terkendala dengan mekanisme lelang sangat sulit diterapkan. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa pengusaha pemondokan adalah orang asli Arab Saudi sehingga sulit untuk diajak dating ke Indonesia mengikuti lelang.
185
(12) Jika dicermati, kurang maksimalnya fasilitas dan sarana yang diberikan untuk jamaah haji berakar dari siklus tahunan. Dirjen pelaksana haji dan Umroh Departemen Agama (Depag) melakukan negosiasi untuk memperoleh sarana dan fasilitas haji dari Arab Saudi melalui siklus tahunan. Tepatnya, pada masa pelaksanaan ibadah haji berlangsung dalam tahun berjalan tersebut. Siklus perundingan seperti ini akan mengakibatkan susahnya untuk mendapatkan fasilitas serta sarana yang memadai bagi jemaah haji. (13) Ketiga aspek manajemen haji di Provinsi Bengkulu baik dari aspek pembinaan, pelayanan, dan perlindungan sudah berjalan baik. Selama di tanah suci, petugas mengikuti rapat hampir 20 kali untuk memperbaiki kekurangankekurangan yang muncul. (14) Aspek perlindungan bagi jemaah haji Indonesia diimplementasikan dengan memberikan layanan kesehatan dari tim kesehatan haji Indonesia (TKHI) semenjak keberangkatan, selama di Mekkah dan Medinah hingga kepulangan. Selain itu, dilakukan pelibatan secara formal unsur TNI/Polri dalam PPIH Arab Saudi terjadi sejak musim haji tahun 2005 yang melibatkan 30 orang perwira menengah dalam pengamanan haji. (15) Perbaikan mutu manajemen hajiperlu dilakukan dengan terlebih dahulu memperkuat regulasi tentang haji. Dalam konteks regulasi haji ini, perlu dilakukan penyempurnaan, bahkan perubahan terhadap
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2008. Perubahan ini difokuskan terhadap institusi
186
penyelenggara haji, manajemen penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan dan Aset haji. (16) Kanwil Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji berperan lebih kepada melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan supervisi, antara instansi baik secara vertikal maupun horizontal, dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini diimplementasikan melalui rapat-rapat koordinasi rutin antara Kemenag, dan KUA, terutama dalam persiapan dan regulasi pelayanan terhadap jamaah. Secara horizontal, Kanwil Kemenag secara terjadwal melakukan koordinasi dengan Kanwil Depkes, Pemda, Dinas Perhubungan, Kantor Imigrasi, dan semua pihak terkait. Berbeda dengan Kanwil, maka Kemenag melakukan peran yang lebih teknis operasional, terutama dalam melakukan koordinasi dengan KUA, dan KBIH, serta lembaga keagamaan dalam pelayanan haji. (17) Pembinaan pasca haji lebih banyak dilakukan oleh IPHI, dan KBIH. Khusus untuk IPHI, pembinaan yang dilakukan lebih kepada upaya menjaga kemabruran haji, sekaligus menjaga ukhuwah sesama haji, serta kegaitan sosial kemasyarakatan lainnya. Namun, untuk pembinaan pasca haji, yang dilakukan oleh KBIH, lebih kepada bisnis, karena melalui pembinaan ini KBIH, dapat terus mensosialisasikan KBIH-nya kepada masyarakat calon haji. Untuk itu pemerintah dalam hal Depag, perlu menyiapkan pedoman pembinaan pasca haji, sekaligus menjadi katalisator pembinaan pasca haji. (18) Kementerian agama perlu menata kembali regulasi dan atau memperjelas kerja sama dengan Depkes Pusat, baik dalam hal prosedur, frekuensi pemeriksaan,
187
jumlah/item yang diperiksa, kualifikasi dokter pemeriksa, standar biaya pemeriksaan, dan terutama sekali adalah menjadikan Puskesmas sebagai tempat pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji. (19) Berkaitan dengan pelayanan jamaah haji ketika akan berangkat, selama di Mekkah dan Medinah serta kepulangan ke Indonesia sudah direncanakan dan diupayakan sesuai regulasi. Di lapangan masih dijumpai persoalan: pemondokan jamaah haji Indonesia yang di lantai 5. (20) Proses
manajemen pelayanan haji di Kemenag Propinsi Bengkulu secara
umum sudah berjalan cukup baik. Beberapa aspek yang harus dipenuhidalam manajemen pelayanan, seperti perencanaan, pelaksanaan,pengawasan, dan evaluasi dicoba dilakukan sesuai regulasi operatif-implementatif Kementerian Agama.Disebabkan tugaspelayanan haji itu dilakukan tiap tahun, sepertinya sudahdianggap sebagai kebiasaan rutin, sehingga ada kesan dilakukanapa adanya.
B. SARAN-SARAN (1) Mutu manajemen haji ke depan masih perlu ditingkatkan lagi. Sebaiknya diterapkan manajemen satu atap, tidak tumpang tindih antara wewenang Biro Kesra Pemrop atau Kanwil Agama. Untuk urusan haji sebaiknya berada dalam wewenang Kemenag. Kemenag yang sebenarnya paling kompeten. Pemda dalam posisi garis kooordinasi
supaya dana yang tersedia tidak mubazir.
188
Berbeda dengan kepanitiaan haji selama ini yang didominasi oleh pegawaipegawai Biro Kesra. Akibatnya, pegawai Kemenag seakan-akan menonton mereka. Termasuk dalam hal kepengurusan TPHD, Kemenag seakan-akan menjadi penonton. (2) Diperlukan langkah-langkah memperbaiki layanan haji ke depan, antara lain dengan mempertegas pembagian, wewenang, kewajiban dan hak-hak antara ranah pemda dengan ranah Kanwil Kemenag. Sejauh ini, pemda merasa yang bertanggung jawab terhadap operasionalisas pelayanan haji. (3) Melakukan
penyegaran
manajemen
pelayanan
haji
yang
menitikberatkankepada kepuasan pelanggan (calon jamaah haji)melalui training-training sebelum pelaksanaan haji dilakukan. (4) Mengefektifkan koordinasi antar lintas panitia penyelenggara haji, menciptakan transparansi pembagian tugas antara birokrasi di daerah denganmengefektifkan pertemuan-pertemuan koordinatif berkala antarapihak Kanwil Kemenag, Kemenag kota/kabupaten dan KUA. (5) Bimbingan manasik haji perlu diselenggarakan secara lebih awal agar memberikan porsi bimbingan yang maksimal. Peranan KUA perlu diperkuat dengan dukungan dana pembinaan dan pembimbingan manasik haji sehingga program pembinaan berjalan lancar. (6) Rekruitmen petugas (TPH/ TPIH) sebaiknya melibatkan perguruan tinggi dan ormas keagamaan.
189
195
DAFTAR PUSTAKA Azwar, “Pemberangkatan Haji Di Embarkasi Antara Bengkulu Berjalan Lancar”, dalan antaranews.com, 17 September 20131, http://www.antaranews.com/print/387510/ banda ra-fatmawati-jadi-embarkasi-haji-antara Abi al-Farj, Syams al-Din, ‘Abd al-Rahman bin Abi ‘Umar Muhammad bin Ahmad Ibn Qudamah al-Muqaddasi, al-Sharh al-Kabir ‘ala Matn al-Mughni (Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.).
190
Anshory, Irfan, Kisah Ibadah Haji Rasulullah S.A.W.Http://Irfanan shory. Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29 September 2015 Asrori, Hudori, M, Rekonstruksi Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Konteks Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Jamaah Haji, Disertasi Universitas Diponegoro Semarang, 2011 Bambang Yudhoyono, Susilo, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,28 April 2008. Bogdan, Robert & Stevan J. Taylor, Introduction To Qualitative Methodes Research, A Phenomenological Approach To Social Sciences (New York: John Willey & Son, 1975), Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikri, 1981). Departemen Agama RI, Bunga Rampai Perhajian, (Jakarta, 1998). Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, Jakarta, 2003). Departemen Agama RI, Visi dan Misi, (Jakarta, 2003). Departemen Agama RI, Panduan Pelestarian Haji Mabrur,(Jakarta, 2005). Handoko, T. Hani, Manajemen.Yogyakarta, (Yogyakarta: BPFE, 2001). Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 1995) H a e k a l , M u h a m m a d H u s a i n , Sejarah Nabi Muhammad Saw Dari Perioda PraIslam Sampai Dengan Wafatnya Nabi, Pustaka Online Mediaisnet. Heraldin, Arie, “Hemat Biaya, DPR Minta Ibadah Haji Dipersingkat”, dalamradarpena.com, Dipublikasikan, 30 Januari 2015 http://radarpena.com/read/2015/ 01/30/15229/6/2/Hemat-Biaya-DPR-MintaIbadah-Haji-Dipersingkat Herya, Mazhusada Herya L, “Tata Cara Pelunasan BPIH Tahun Berjalan” dalam kbiharofah malang.com, Diakses 31 Oktober 2015, http://www.kbiharofahmalang.com/info-tata-cara-pelu nasan-bpih-tahunberjalan.html Hosen, Ibrahim, “Ibadah Haji hanya Sekali dalam Seumur Hidup”, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI, Jakarta, 7 Maret 1984 M). Ibn Taimiyyah, Fiqh al-Hajj, ed. Dr. Sayyid al-Jamili (cet. ke-1, Beirut: Dar al-Fikral‘Arabi, 1989). Al-Jaziri, ‘Abd al-Rahman, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah. Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2010. Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi, at-ta’limat al- Munazzamah Li asy-Syu’uni alhaj, Terjem. Peraturan Urusan Haji, (Arab Saudi: Kementerian Haji). Khaliq, Ahmad, Abdul , “Regulasi Penyelenggaraan Haji di Indonesia”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014). Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rancangan Perubahan Undang-Undang no 17/1999 tentang penyeleggaraan haji.
191
Maftuh, Basyuni, Muhammad, “Pokok-pokok Perbaikan Pelaksanaan Haji Tahun 2005 dan Hubungan dengan Arab Saudi,” dalam Mendialogkan Agenda Reformasi Penyelenggaraan Ibadah Haji, ed. Departemen Agama RI (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji: t.p., t.t.), 45-46; Info Haji: www.kbririyadh. org.sa/infoindex/haji.html. MA, “Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015” dalam iphi.web.id, Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalahtujuh-catatan-penting-evaluasi-haji-2015/ Masri Singarimbun, Metode Penelitian, (Jakarta, LP3ES, 1982). Muhammad M. Basyuni, “ Reformasi Manajemen Haji” FDK Press 2008. Al-Mubarak, Musthafa Ibrahim, “Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan optimal”, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359 Mustainah, Idmah Amaliah, “Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia 2005-2010”,Skripsi,(Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012). Mustofa, Kurdi, “Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya” dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKAMANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf Muhammad, Syams al-Din, bin Ahmad al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifahMa’ani Alfaz al-Minhaj (Kaherah: Dar al-Hadits, t.t.). Al-Murtado, Ahmad bin Yahya, Taj al-Madhhab li Ahkam al-Madhhab (t.tp.: Dar alKitab al-Islami, t.t.). Nashir, M. Samidin, “Strategi Jaring Laba-Laba dalam Perlindungan Jamaah Haji”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 17-18, http://kphi.go.id/buletin/ 48Buletin%20KPHI% 20edisi %201.pdf Nidjam, Latief dan Hanan, Alatief. Manajemen Haji, Jakarta: Penerbit Mediacita. 2006. Nasution, S, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung, Tarsito, 1988). Nuri, Muhammad, Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum. UMH, “Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji”, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 29 September 2015, http://umrohhajimabrur.com/keutamaan-ibadah-umrohhaji.html Al-Rahman, Abd, al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah (t.tp.: Dar alIrshad, t.t.). Ramadhan, Abdul Hadi,“Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru” dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdul hadi mulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/ moder nisasi-manajemen-penyeleng gara an. html
192
Rangkuti, Affan, “Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni” dalam haji.kemenag.go.id, Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna san-bpih-reguler-mulai-1-juni Rahman, Arief, “Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji”dalam sangpencerah.com, Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/ 09/ problema tika-penyelenggaraan-ibadah-haji.html Sabiq, Sayid, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lamal-Araby, 1997). Sasongko, Agung, “Ini Tiga Usulan Efisiensi Pelaksanaan Haji 2015”, dalam republika.co.id, Dipublikasikan pada tanggal 30 Januari 2015, http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/01/30/nizay6-initiga-usulan-efisiensi-pelaksanaan-haji-2015 Sissah & Fuad Rahman, “Problematika Ritual Ibadah Haji: Telaah Perilaku Sosial Keagamaan Hujjaj di Kota Jambi, Artikel dalam Media Akademika, (Jambi: IAIN Jambi, Vol. 27, No. 3, Juli 2012). Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, 2003, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (terj. Imam Safei’i), Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suadi, Arief, Sistem Pengendalian Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1995). Subagyo, Joko P., Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Syaukani, Imam, (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia¸ (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009) Tempo, “Kuota Haji 2015, Mayoritas untuk Jemaah Belum Berhaji” dalam http://nasional.tempo. co/read/news, Diakses 10 Oktober 2015, http://nasional. tempo.co/read/news/ 2015/10/05/173 706363/kuota-haji-2015-mayoritas-untuk-jemaah-belum-berhaji Tim Komisioner KPHI, “Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014). Travel, Aljazira, “Haji Indonesia dan Kuota”, dalamhttp://www.aljaziratour.net/, Diakses 27 September 2015, http://www.aljaziratour.net/2015/01/haji-indonesiadan-kuota.html Tri Ratomo, Unggul, “Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia “, dalam antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews. com/berita/ 491465/catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia Al-Thabari, Muhammad Ibn Jarir, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, (Mesir: Dar alMa'arif,tt, Jilid 1). UMH, “Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji”, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 1 Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji. html# Al-Zuhailiy, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu (Dimasq: Dar al-Fikr,tt). Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015. Wawancara dengan Zahdi Tahir, 24 Oktober 2015. Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015. Wawancara dengan Hifzhan, 12 Oktober 2015. Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015. 193
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015. Wawancara dengan HM. Nasron HK, 15 Oktober 2015 Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.
LAPORAN PENELITIAN
ANALISIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PELAKSANAAN HAJI INDONESIA 194
(Restrukturisasi Model Pengelolaan Haji Menuju Manajemen Haji yang Modern) (Penelitian Kebijakan)
Oleh: Nama : Prof. Dr. Sirajuddin M, M.Ag M.H NIP : 196003071992021001 Pangkat/Golongan:Guru Besar/IV-D Nama : Prof. Dr. Rohimin M.Ag NIP : 196405311991031001 Pangkat/Golongan: Guru Besar/IV-C Nama `:Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd (Ketua) NIP : 196903081996032001 Pangkat/Golongan: Lektor Kepala/IV B Nama : M. Samsul Ma’arif Nama : Ma’mur
Dibiayai Oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2015
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU 2015
195
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN........................................................... A. Haji dalam Perspektif Fiqh............................................................ B. Ibadah Haji Masa NAbi Ibrahim .................................................. C. Penyelenggaraan Ibadah Haji di Masa Rasulullah ..................... D. Penuyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia ...............................
1 21 21 30 34 48
BAB III TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN HAJI (PUSAT DAN DAERAH) ........................ A. Kebijakan tentang Regulator, Operator dan Evaluator ............ B. Kebijakan Implementatif ..............................................................
67 67 75
BAB IV LAPORAN DAN ANALISA…....................................................... 109 A. Tata Kelola Ibadah Haji................................................................ 109 B. Pendaftaran Haji : Isu Waiting List.............................................. 127 C. Pengelolaan Keuangan Haji .......................................................... 134 D. Pembinaan Ibadah Haji................................................................. 145 E. Penyediaan Transportasi Haji ...................................................... 156 F. Penyediaan Konsumsi Haji ........................................................... 158 G. Penyediaan Akomodasi Haji ......................................................... 159 H. Pembenahan Manajemen Haji ..................................................... 162 I. Strategi Perlindungan Haji Indonesia.......................................... 166 J. Tawaran Pengelolaan Haji Secara Modern................................. 170 BAB V PENUTUP............................................................................................. 182 A. Kesimpulan ..................................................................................... 182 B. Saran-Saran.................................................................................... 188
196
PEDOMAN WAWANCARA:
1. Bagaimana penanganan proses prosedur pendaftaran dan kualifikasi (eksodus, penduduk tetap)? Adakah permasalahan yang masih yang dijumpai dan apa saran/pendapat/masukan Bapak/Ibu/Sdr untuk perbaikan? 2. Bagaimana kualitas pengelolaan administrasi umum pengelolaan haji di Provisi Bengkulu? 3. Bagaimanakah proses pengelolaan proses pengecekan kesehatan? 4. Bagaimana pengelolaan pembiayaan haji di Provinsi Bengkulu 5. Bagaimana penanganan pungutan dana talangan haji di lingkungan Kemenag Bengkulu? 6. Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu tentang pro kontra mekanisme setoran dana haji antara di bank konvensional/syariah 7. Bagaimana mekanisme pengeluaran sertifikat manasik/pembinaan haji 8. Bagaimana pengelolaan akomodasi, transportasi, katering, layanan dan kesehatan bagi jamaah pada saat di pemondokan haji di Tanah suci 9. Bagaimana pengelolaan akomodasi, transportasi, katering, layanan dan kesehatan bagi jamaah pada saat di pemondokan haji pada saat kepulangan ke Indonesia? 10. Bagaimanakah upaya-upaya peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan haji ? 11. Adakah problem-problem pengelolaan haji menyangkut dualisme managemen: antara pemda (Biro Kesra) dengan Kemenag? 12. Bagaimanakah hubungan sinergitas antara kedua institusi ini dalam penganggaran dan pelayanan haji? 13. Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu tentang penanganan daftar tunggu bagi jamaah haji? 14. Menurut Bapak/ibu permasalahan-permasalahan apa yang muncul dalam pengelolaan dana abadi umat? 15. Menurut Bapak ibu perlukah dilakukan pembagian tugas yang jelas yang yang memisahkan antara fungsi regulator, operator, dan evaluator dalam pengelolaan haji? 16. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang professional dan moden ? 17. Menurut Bapak/Ibu/Sdr bagaimana kualitas kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan Haji saat ini? Adakah permasalahan-permasalahan urgen yang muncul? Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu/Sdr untuk memperbaikinya? DAFTAR INFORMAN: 197
1. Pejabat Struktural Pemda : a. Asirun, b. Cik Hasan, c. Hidayat 2. Kemenag : a. Suardi Abbas, b. Zahdi Taher, c. Mukhlisudin, d. Mulya Khudari 3. KBIH : a. Imroki, b. Hifzan, c. Rozian Karnedi d. Ihsan Nasution, e. Abdurrahman Al-Kaf, 4. Ulama: a. Dani Hamdani, b. Nurul Fadhilah c. Dr. Zulkarnain Dali, M. Pd d. Asyari Husein e. Nasron HK M.Pd.I f. Rizkan Syahbuddin M.Pd g. Jisman Datok Kayo
198