BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Habitat merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan satwa liar. Keberadaan satwa liar di alam sangat tergantung pada kondisi habitat yang mendukung kehidupannya. Kondisi habitat akan menentukan komposisi dan distribusi suatu satwa liar (Alikodra, 2010). Satwa liar dapat menempati suatu habitat apabila suberdaya yang dibutuhkan oleh satwa seperti makan, minum dan tempat berlindung dapat dipenuhi (Morrison, dkk., 2006). Apabila terjadi gangguan pada suatu habitat atau terjadi perubahan pada salah satu komponen habitat, maka akan menyebabkan habitat tersebut tidak cocok lagi untuk dihuni (Indriyanto, 2006). Burung merupakan salah satu satwa yang peka terhadap perubahan kondisi lingkungan (Wahyuwigati, 2010). Keberadaan burung mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan pada suatu ekosistem. Komunitas burung dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan lingkungan serta dapat menggambarkan kondisi habitat atau sebagai bioindikator suatu kawasan (Paillissona, 2002). Hal ini didasarkan karena burung dapat hidup hampir di seluruh tipe habitat pada berbagai ketinggian tempat dan burung juga peka terhadap perubahan iklim serta lingkungan yang terjadi dalam suatu kawasan tertentu (Sudjatnika, dkk., 1995). 1
Penurunan kualitas, modifikasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman yang berarti bagi jenis-jenis burung. Eksploitasi dan perubahan penggunaan lahan oleh manusia merupakan salah satu ancaman utama bagi kehidupan burung (Howes, dkk., 2003). Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian, pariwisata dan perumahan membuat habitat burung semakin terfragmentasi dan hanya berupa spotspot kecil yang menyisakan ruang untuk berkembangbiakan satwa. Selain itu, adanya faktor alam seperti bencana alam juga mempunyai andil besar terhadap perubahan kondisi habitat. Seringkali bencana alam jug mempunyai dampak yang sangat fatal bagi kelestarian habitat burung (Alikodra, 2010). Gunung Merapi yang terdapat di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia. Masa periodisasi terjadinya erupsi tergolong singkat yaitu berkisar antara 2 sampai 5 tahun (Daryono, 2010). Seringnya Gunung Merapi mengalami erupsi mengkibatkan kawasan tersebut mempunyai kondisi habitat yang unik berupa perpaduan ekosistem gunung berapi dan hutan dataran tinggi (Susantyo, 2011). Erupsi Gunung Merapi terakhir kali terjadi pada bulan Oktober sampai November tahun 2010 dan termasuk dalam kategori besar (Gunawan, dkk., 2012). Dampak dari erupsi tersebut mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan dan ekosistem yang menyebabkan kondisi kawasan Gunung Merapi berbeda dengan kondisi semula. Adanya bencana alam yang terjadi pada suatu habitat akan berdampak pada keberlangsungan
2
kehidupan satwa liar yang ada didalam kawasan tersebut (Casagrandi dan Gatto, 2002). Sejak tahun 2004 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 sebagian besar kawasan Gunung Merapi masuk dalam kawasan Taman Nasioanal Gunung Merapi (TNGM) yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, sebagian kawasan Gunung Merapi juga dikelola oleh masyarakat dengan berbagai peruntukan. Perbedaan penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia akan berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis burung (Vallero dkk, 2009). Adanya perbedaan intensitas pengelolaan yang ada di kawasan Gunung Merapi oleh masyarakat dan Balai Taman Nasioanal Gunung Merapi akan berdampak pada kondisi habitat yang ada di tiap kawasan. Adanya erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dan juga terdapat perbedaan intensitas pengelolaan di kawasan Gunung Merapi akan berdampak pada kondisi habitat burung. Hal tersebut menarik untuk dilakukan penelitian mengenai bagaimana respon komunitas burung terhadap perubahan kondisi habitat. Selain itu, juga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan habitat dengan komunitas burung.
3
1.2. Perumusan Masalah Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada bulan Oktober – Novermber 2010 termasuk dalam kategori erupsi yang besar. Dampak yang ditimbulkan akibat erupsi berupa rusaknya hutan yang ada di kawasan TNGM dan lahan milik warga yang ada di luar kawasan taman nasional, selain itu juga mengakibatkan kerusakan habitat dan matinya berbagai jenis satwa liar yang menghuni kawasan tersebut (Gunawan, dkk., 2012). Perubahan kondisi habitat yang disebabkan oleh erupsi mengakibatkan terjadinya
perubahan
kondisi
ekologis
yang
ditandai
dengan
perubahan
keanekaragaman penyusunnya termasuk juga burung (Nandika, 2005 dalam Hadinoto, dkk., 2010). Burung merupakan salah satu satwa liar yang sensitif dan peka terhadap perubahan kondisi habitat (Sudjatnika, dkk., 1995). Selain itu, burung juga dapat dijadikan sebagai bio-indikator kesehatan suatu kawasan. Pasca terjadinya erupsi ekosistem Gunung Merapi akan mulai mengalami proses recovery atau proses suksesi untuk menuju kondisi klimaks. Cepat atau lambatnya proses suksesi yang terjadi pada suatu habitat salah satunya dipengaruhi oleh luas dan tingkat kerusakan yang terjadi pada habitat tersebut (Resoesoedarmo, dkk., 1986 dalam Indriyanto, 2006). Selain itu, adanya perbedaan pengelolaan yang dilakukan antara kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan kawasan penyangga (di luar kawasan) akan mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dapat diuraikan sebagai berikut :
4
1. Bagaimanakah kondisi habitat komunitas burung berdasarkan kelas kerusakan di kawasan Gunung Merapi setelah dua tahun terjadinya erupsi pada tahun 2010 ? 2. Bagaimanakah kondisi keanekaragaman jenis burung di Gunung Merapi setelah dua tahun terjadinya erupsi tahun 2010 ? 3. Apakah perbedaan pengelolaan yang dilakukan oleh Balai TNGM dan masyarakat berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis burung yang ada di Gunung Merapi?
1.3. Tujuan Dari pemaparan tentang permasalahan di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi habitat komunitas burung pada tiap kelas kerusakan di dalam dan di luar kawasan TNGM pasca erupsi tahun 2010. 2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung di dalam dan di luar kawasan TNGM pasca erupsi tahun 2010. 3. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada tiap kelas kerusakan di dalam dan di luar kawasan TNGM pasca erupsi tahun 2010.
5
1.4. Manfaat Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai indikasi respon komunitas burung terhadap kondisi habitat paska erupsi, juga sebagai bahan kajian untuk penyusunan kebijakan dan rencana pengelolaan kawasan terdampak erupsi Gunung Merapi yang memperhatikan ekosistem.
6