BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara dan masyarakat merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peradaban. Ia menjadi misi penting yang harus ditunaikan secara sempurna, karena tanpa negara eksistensi manusia tidak akan sempurna. Negara dan masyarakat ibarat ruh dan jasad dalam suatu organisme. Negara adalah jasad yang menjadi wadah dan institusi, sementara masyarakat adalah ruh, isi dan penggeraknya. Menurut Aristoteles negara adalah perpaduan beberapa keluarga yang mencakup beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya –dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama, sedangkan Burke memisahkan pengertian negara dan pemerintahan (dalam Rodee, et al, 1988:45). Sebagaimana dikemukakan bahwa: Negara sebagai gagasan yang ada sepanjang masa. Ciri-cirinya diambil dari sejarah pemerintahan yang telah berlangsung lama, masing-masing ditandai oleh rangkaian krisis dan keberhasilannya. Pemerintahan terdiri dari orangorang tertentu dan kebijaksanaan-kabijaksanaan yang dijalankan pada waktu tertentu dalam sejarah. Ibn Khaldun dalam karyanya Muqaddimah memperkenalkan kata daulah untuk mengartikan negara. Al-Qura’an menunjukkan pengertian negara sebagai qaryah dan dar, balad atau bilad. Pengertian negara secara generik menurut Ahmad Zaki Badawi dalam mu’jam al musthalahat al ’ulum al ijtima’iyah mengatakan bahwa ’negara
1
dapat dikaitkan dengan sekumpulan besar individu-individu yang menempati kawasan tertentu secara permanen yang merasa bangga dengan adat kebiasaan, sistem pemerintahan dan siasah (Abu ridha, 2004:47). Sekumpulan besar individu-individu yang menempati kawasan itulah yang disebut masyarakat, sedangkan sistem pemerintahan dan siasah yang digunakan untuk mengatur masyarakat manusia adalah negara. Ide tentang masyarakat dan negara ini telah digali oleh seorang pemikir muslim abad pertengahan (abad ke-14), Ibn Khaldun. Seorang pemikir yang mampu berkarya dengan mengkombinasikan antara teori dan pengalaman politiknya, praktisi sekaligus pengamat. Selama dua puluh lima tahun, Ia telah berjuang dalam politik menduduki jabatan-jabatan politik tingkat tinggi di istana-istana dan negara-negara di Afrika Utara (Raliby, 1978:29). Pada usia 21 tahun, Ia menjadi sekretaris Sultan Abu Anam, penguasa Bani Marin di Fez. Pada tahun 764 H menjadi duta negara di Castilla, Granada. Dua tahun kemudian, pada masa Bani Hafs Ia menjabat sebagai perdana menteri sekaligus khatib dan guru di Bijayah. Selama masa itu pula, Ia mempelajari
persoalan-persoalan
dan
lembaga-lembaga
mereka,
mengetahui
pendapat-pendapat dan jalan pikiran mereka, berbaur dengan suku-suku serta mempelajari adat, watak, kebiasaan, kekeluargaan maupun kemasyarakatan. Pada tahun 780 H (1375 M), Ia memutuskan untuk tidak berpolitik praktis lagi dengan menyepi di Qal’at Ibnu Salamah dan melahirkan karya monumentalnya Al Muqaddimah dan Al Ibar.
2
Saat itu dunia Islam sedang mengalami masa kemunduran dan disintegrasipasca serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk pada tahun 1258 M. Pada masa-masa setelah itulah Ibn Khaldun melahirkan pemikiran yang melebihi zamannya. Pemikirannya mengenai negara dan masyarakat telah muncul sebelum pemikir-pemikir Barat yang dikenal dewasa ini seperti J.J. Rousseau, Voltaire dan Thomas Hobes. Bahkan pemikir-pemikir Barat terkemuka seperti George Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya. Karyanya, Al muqaddimah merupakan inspirasi awal bagi perkembangan ilmu sosial yang brkembang saat ini. Zainab al Khudairi dalam tulisannya Filsafat Sejarah Ibn Khaldun (1979:4) menyebutnya sebagai ”penyeru bagi banyak pemikir zaman modern. Al muqaddimah dinilai sebagai harta karun yang tidak habis-habisnya”. Sebagaimana diungkapkan bahwa: Ibn Khaldun telah menerapkan prinsip kausalitas pada kajian-kajian sosial empat abad sebelum Montesquieu dan dua abad sebelum Jean Bodin. Ia telah mengemukakan pengaruh lingkungan fisik dan iklim terhadap adat dan kebiasaan berbagai bangsa. Perkembangan negara bercorak dialektik menunjukkan salah satu aspek pemikirannya yang bercorak modern. Selain itu, keanekaragaman kajian terhadap karya-karyanya meliputi filsafat sejarah, ilmu sejarah, ekonomi, sosial, politik serta tasawuf.
Keanekaragaman karyanya telah menarik perhatian para ilmuwan untuk mengkaji pemikirannya sehingga Ia menjadi salah satu pemikir muslim yang paling mendapat perhatian. Karyanya, Al Muqaddimah menjadi sasaran kajian (objek matter) para peneliti Timur dan Barat. Evan Goodman dari Universitas Hawaii
3
menobatkan Ibn Khaldun sejajar dengan Thucydides (455-400 SM) sebagai bapak ilmu sejarah (Ma’arif, 1996:2). Menurut Goodman keduanya menganut pola siklus dalam membaca perjalanan sejarah. Ahmad Syafi’i Ma’arif (1996:8) dalam karyanya Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur mengutip pernyataan Aziz al Azmeh dalam Ibn Khaldun in Modern Scholarship: a Study in Orientalism mencatat bahwa sampai akhir tahun 1970an tidak kurang dari enam ratus lima empat karya dalam bentuk buku, artikel, disertasi dan media publikasi lainnya yang ditulis orang mengenai Ibn Khaldun dan pemikirannya. Pusat Riset dan Sosial Mesir menyebutkan bahwa kajian tentang pemikiran Ibn Khaldun, baik dalam bentuk buku, makalah maupun disertasi sebanyak dua ratus tujuh puluh enam kajian, enam puluh satu kajian dalam bahasa Arab dan selebihnya dalam berbagai bahasa asing. Beberapa ilmuwan Barat yang melakukan kajian terhadap karya Ibn Khaldun diantaranya
G.H. Bousquet
dalam karyanya Ibn
Khaldun : Les Textes Sociologique et Economique de la Muqaddima yang terbit pada tahun 1965 membahas pemikiran sosiologis dan ekonomis Ibn Khaldun. M.A. Lahbabi yang berjudul Ibn Khaldun Presentation Choix ed Textes, Bibliography terbit tahun 1968. Pada tahun 1963, Charles Issawi dengan judul An Arab Philosophy of History dengan terjemahan teks Muqaddimah. Yves Lacoste, Ibn Khaldun: Naissance de I’Historie du Tiers Mende hadir dengan karya terbaik yang diwarnai dengan tinjauan kontemporer (Khudairi, 1987:1). Kajian para ilmuwan Barat terhadap Muqaddimah melahirkan pro dan kontra. Sejarawan Inggris, Arnold J. Toynbee termasuk dalam kalangan ilmuwan Barat yang 4
pro. Ia menulis ”...the greatest work of its kind that has ever been created by any mind in any time or place” (Maarif, 1996:3). Ia pun menyebut Ibn Khaldun sebagai seorang pemikir ensiklopedis yang tidak banyak muncul dalam sejarah. Pitirin A. Sorokin dalam perspektif utilitarian dari agama telah menempatkan Ibn Khaldun sejajar dengan Plato, Aristoteles, Giambatista Vico dan Thomas Aquinas sebagai pemikir idealis. Ilmuwan Barat yang kontra terhadap karya Ibn Khaldun, diantaranya adalah P. Von Silver. Dalam sebuah artikel ia menyebutkan bahwa Muqaddimah ”…does not in discriminately praise everything Ibn Khaldun wrote in his muqaddimah, nor does it criticize. His whole work in a few dogmatic statement”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perhatian Barat terhadap kajian karya-karya Ibn Khaldun lebih besar daripada perhatian timur sehingga dapat dipastikan bahwa interpretasi-interpretasi Barat terhadap pemikiran Ibn Khaldun lebih dominan dibandingkan dengan interpretasi para pemikir Timur. Erwin Rosenthal memandang Ibn Khaldun sebagai filosof materialis (dalam Khudhairi, 1979:165). Ia mengemukakan bahwa ‘pemikiran Ibn Khaldun tentang negara tidak didasarkan pada hukum agama atau kontemplasi filosofis tapi negara yang tegak lewat penyerbuan, kekuatan dan ‘ashabiyah yakni kehendak kolektif atau kehendak untuk memiliki kekuatan’. Khudhairi dalam karyanya Filsafat Sejarah Ibn Khaldun (1979:5) memposisikan Ibn Khaldun sebagai filosof materialisme historis karena memandang faktor ekonomi sebagai awal perubahan sejarah.
5
Selain itu, ia dipandang sebagai filosof materialis karena adanya kesamaan pandangan tentang konsep negara dengan Marx dan Engels mengenai dampak kemewahan atau materi terhadap kelangsungan suatu negara. Hal ini dapat terjadi karena adanya peralihan dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan. Jika Engels berpendapat bahwa kehancuran suatu negara terjadi karena kekerasan, maka bagi kaum Marxis kehancuran suatu negara disebabkan oleh revolusi, karena kelas produksilah yang selalau mendukung kaum aristokratis. Filosof barat lainnya yang memandang Ibn Khaldun sebagai filosof materialis adalah Gasthoun Bouthoul dengan argumentasi bahwa Ibn Khaldun telah menjadikan teori demokrasi sebagai bentuk negara yang paling baik. Para filosof Barat tersebut menginterpretasikan pemikiran Ibn Khaldun dalam sudut pandang sebagai “filosof materialis” sementara yang menjadi daya tarik penulis terhadap pemikiran Ibn Khaldun adalah latar belakang sosio-historis dan identitasnya sebagai pemikir muslim yang selalu konsisten untuk menegakkan hukum-hukum Alloh. Pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari teologi agamanya. Seorang sekuler tidak bisa lepas dari ideologi sekulerismenya, begitupun seorang kafir tidak bisa lepas dari ideologi Ateismenya. Tentunya sebagai seorang muslim, Ia memiliki nilai-nilai keyakinan atas agama yang dianut dalam kepribadiannya sesuai dengan gelar yang dimilikinya yaitu waliud din (penjaga agama). Selama masa kanak-kanak, remaja dan dewasanya, ia mendapat pendidikan dari para Syaikh atau ulama ternama di Afrika Utara. Diantaranya adalah Syaikh Muhammad Ibn Sulaiman as Suyuthy, Syaikh Abdul Muhaimin Ibn Muhammad al-Hadlrami dan Syaikh Ibrahim al-Abili. 6
Bagi penulis, Muqaddimah merupakan karya Ibn Khaldun yang tidak pernah usang untuk dikaji. Kitab ini mudah difahami karena memuat pengetahuanpengetahuan tentang kehidupan manusia yang pernah dicapai oleh umat Islam. Selain itu kitab ini mampu memberikan gambaran yanng tepat dan jelas kepada pembaca modern yang bukan spesialis mengenai tingkatan ilmu pengetahuan di dunia Islam pada abad pertengahan. Menurut hemat penulis kajian mengenai pemikiran adalah lebih penting karena pemikiran merupakan awal dari sebuah perubahan dalam sejarah, bahkan dalam kehidupan sehari-hari
pun manusia tidak lepas dari ide.
Seperti yang dikemukakan oleh Suwirta (2005:2) bahwa perubahan-perubahan struktural dalam kehidupan manusia banyak dipengaruhi oleh pemikiran. Sebagai contoh berdirinya Taman Siswa dipengaruhi oleh pemikiran Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah oleh pemikiran Kyai Ahmad Dahlan, Emansipasi Wanita oleh R.A. Kartini dan sebagainya. Ideologi-ideologi politik seperti liberalisme, sosialisme dan konservatisme pun menunjukkan pengaruh pemikiran pada perbuatan manusia (Helius Sjamsuddin, 1996:217). Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka penulis terdorong untuk mengkaji pemikiran politik Ibn Khaldun. Permasalahan utama dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana konsep negara menurut Ibn Khaldun sebagai salah satu elemen penggerak sejarah melalui penulisan skripsi yang berjudul “Pemikiran Politik Ibn Khaldun tentang Negara (Suatu Kajian Pemikiran terhadap Kitab Muqaddimah 777-779 H /1375-1377 M)”. Adapun maksud dari judul skripsi ini adalah gagasan-gagasan Ibn Khaldun tentang negara yang berlangsung dalam sejarah 7
sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang ditandai dengan rangkaian krisis dan keberhasilan.
Gagasan-gagasan
ini
tertuang
dalam
karya
monumentalnya
Muqaddimah.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana gagasan negara menurut Ibn Khaldun sebagai salah satu elemen penggerak sejarah? Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, maka rumusan masalah tersebut disusun ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial-politik Afrika Utara pada masa Ibn Khaldun? 2. Bagaimana landasan dan pokok-pokok pikiran Ibn Khaldun tentang negara ? 3. Bagaimana peran, fungsi dan tujuan ’ashabiyah dalam suatu negara?
C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan kondisi sosial-politik Afrika Utara pada masa Ibn Khaldun. 2. Mendeskripsikan landasan dan pokok-pokok pikiran Ibn Khaldun tentang negara. 3. Mendeskripsikan peran, fungsi dan tujuan ’ashabiyah dalam suatu negara.
8
D. Metodologi dan Teknik Penelitian Metodologi Penelitian Metode merupakan prosedur, teknik atau cara-cara yang sistematis dalam melakukan suatu penyidikan (Helius sjamsuddin, 1996:60). Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis. Metode historis adalah ”suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau” (Louis Gottchlak, 1986:32). Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian sejarah ini adalah sesuai dengan uraian Ismaun (2001: 125-131) adalah sebagai berikut : 1.Heuristik Heuristik merupakan suatu langkah dalam pengumpulan sumber – sumber sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji. Adapun usaha yang dilakukan dalam Heuristik ini adalah dengan cara mencari sumber buku yang relevan dengan permasalahan yang dikaji dengan mendatangi perpustakaanperpustakaan di kota Bandung seperti perpustakaan UPI, perpustakaan daerah, al Jawad, Unisba, UIN Sunan Gunung Djati, Habiburrahman, Daarut Tauhid dan tokotoko buku. Untuk melengkapi sumber yang telah ada penulis melakukan browsing internet serta mencatat data-data dari jurnal atau majalah. 2. Kritik dan analisis sumber Kritik merupakan proses analisis sumber yang dilakukan terhadap sumber sejarah untuk menguji validitasnya. Pada tahap ini penulis berupaya melakukan penilaian dan mengkritisi sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, 9
browsing internet dan sumber tertulis lainnya yang relevan. Sumber-sumber ini dipilih melalui tahap kritik eksternal yaitu cara pengujian kebenaran sumber sejarah dari aspek – aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan dan menggunakan kritik internal yaitu pengujian kebenaran yang dilakukan terhadap isi dari sumber sejarah tersebut. 3. Interpretasi Interpretasi merupakan suatu tahap dalam menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh oleh penulis dengan cara mengolah fakta yang telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian penulis. Pada tahap ini penulis memberikan penafsiran atau asumsi terhadap fakta-fakta yang yang telah diperoleh selama penelitian. 4. Historiografi Historiografi merupakan tahap penulisan sejarah. Menurut Ismaun (2005:28) historiografi ialah usaha untuk mensintesiskan data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tahap historiografi yang penulis lakukan adalah dalam bentuk tulisan setelah melewati tahap pengumpulan dan penafsiran sumber-sumber sejarah. Fakta-fakta yang penulis peroleh disajikan menjadi satu kesatuan tulisan dalam skripsi yang berjudul “Pemikiran Politik Ibn Khaldun tentang Negara (Suatu Kajian Pemikiran terhadap Kitab Muqaddimah 777-779 H /1375-1377 M)”.
10
Teknik Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik penelitian studi literatur yaitu teknik yang digunakan penulis dengan membaca dan mengkaji berbagai sumber yang relevan dengan kajian penelitian penulis baik dari buku, internet maupun sumber tertulis lainnya.
E. Sistematika Penulisan Hasil dari penelitian akan disusun ke dalam lima bab yang terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Pembahasan, dan Kesimpulan. Adapun fungsi dari pembagian ini bertujuan memudahkan penulisan dan sistematisasi dalam memahami penulisan. Bab I Pendahuluan. Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang masalah yang di dalamnya berisi penjelasan mengapa masalah yang diteliti muncul dan penting serta mengenai alasan pemilihan masalah tersebut sebagai judul. Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, penjelasan judul, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini memaparkan berbagai teori dari sumber literatur yang penulis anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji yaitu mengenai
11
Pemikiran Politik Ibn Khaldun tentang Negara (Suatu Kajian Pemikiran terhadap Kitab Muqaddimah 777-779 H /1375-1377 M). Bab III Metodologi Penelitian. Bab ini membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang digunakan meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur dalam penelitian akan di bahas pada bab ini. Bab IV Negara dalam perspektif Ibn Khaldun Bab ini merupakan isi utama dari tulisan sebagai jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang terdapat pada rumusan dan batasan masalah. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang sosio historis pada masa Ibn Khaldun, garis besar pemikirannya serta peran, fungsi dan tujuan ’ashabiyah dalam suatu negara. Bab V Kesimpulan. Bab ini mengemukakan kesimpulan yang merupakan jawaban serta analisis penulis terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan pandangan serta interpretasi penulis mengenai inti dari pembahasan. Pada bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya.
12