BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Penelitian Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia
secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya sebuah interaksi antar masyarakat yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan sebelumnya. Proses interaksi dan komunikasi antar negara-negara di dunia akan jauh lebih intens dibanding dengan apa yang selama ini terjadi. Proses interaksi ini telah membuka isolasi batasan antar negara baik dalam hubungan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun hukum. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan sedemikian pesatnya, telah menempatkan informasi sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting. Teknologi informasi melingkupi masalah sistem yang mengumpulkan, menyimpan, memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan efisien. Teknologi informasi ini telah digunakan dalam berbagai sektor kehidupan, mulai dari perdagangan/bisnis, pendidikan, kesehatan, transportasi, industri, pariwisata, lingkungan sampai pada sektor hiburan. Peranan teknologi informasi dalam menunjang sistem operasional dan manajerial pada instansi pemerintahan dewasa ini dirasakan sangat penting. Karena pada dasarnya mayoritas bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan, dan
penyediaan berbagai data informasi, pengetahuan, maupun kebijakan beserta penyebarannya ke seluruh anggota masyarakat yang membutuhkan. Menyadari akan pentingnya peranan sistem informasi dalam sistem pemerintahan, dan didorong dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dalam era milenium ini, perencanaan yang baik sangat diperlukan dalam pemilihan teknologi ataupun implementasi teknologi informasi pada pemerintahan. Melalui pemanfaatan teknologi informasi pada instansi pemerintahan, masyarakat menginginkan pemerintahan yang bersih, transparan, efektif, efisien, dan akuntabel dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk menjawab tuntutan tersebut, pemerintah Indonesia harus mengadakan berbagai perubahan. Jika dahulu pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui birokrasinya
dikenal
bersifat
kaku,
lambat,
berbelit-belit,
boros,
dan
manajemennya dengan sistem hierarki kewenangan yang panjang yang menyebabkan panjangnya lini pengambilan keputusan, maka saat ini pelayanan publik perlu menjadi efektif dan efisien, dapat memenuhi kepentingan masyarakat luas, dapat diandalkan, terpercaya, dan mudah dijangkau. Di negara-negara maju, hasil dari pemanfaatan teknologi digital (Electronic Digital Services) telah melahirkan sebuah bentuk mekanisme birokrasi pemerintahan yang baru, yang mereka istilahkan sebagai Electronic Government (e-Government). Dengan mekanisme yang baru ini diharapkan agar terdapat perubahan dimana interaksi pemerintah dengan masyarakatnya dapat menjadi lebih efektif dan efisien serta tidak terlampau birokratis seperti saat-saat
sebelumnya. Negara-negara Uni Eropa telah sukses melaksanakan eGovernment. Bahkan Canada, Singapura, dan Amerika telah mangungguli Uni Eropa dalam area e-Government. (Jusuf dalam Hexagraha, 2006:75). Inisiatif e-Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Selanjutnya keluarnya Instruksi Presiden RI No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government merupakan langkah serius pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan dan menciptakan masyarakat Indonesia yang berbasis informasi. Oleh karena itu, e-Government wajib diperkenalkan dan diterapkan di kantor-kantor pemerintahan termasuk di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Belawan. Penerapan e-Government di KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan merupakan wujud modernisasi administrasi kepabean dan perizinan ekspor dan impor untuk menjawab tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, dan akurat. Penerapan e-Government di KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan berupa penerapan sistem National Single Window (NSW) yaitu sistem berupa portal yang diterapkan untuk melayani pengurusan dokumen kepabeanan dan perizinan impor dan ekspor secara elektronik. Penerapan sistem National Single Window
(NSW) membantu memperbaiki kondisi aktivitas ekspor dan impor sehingga kualitas pelayanan publik pun meningkat. Sistem NSW ini dapat menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi pada proses kelancaran arus barang ekspor dan impor, mulai dari produksi hingga transaksi. Dengan penanganan pelayanan yang umumnya masih dilakukan secara manual, masih banyaknya jumlah dokumen, kurangnya transparansi sehingga menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wewenang, serta masi kurangnya informasi kebijakan ekspor dan impor serta kepabean menjadi hambatan dalam proses kelancaran arus barang. Sistem NSW untuk pelayanan impor sudah dilakukan tanggal 17 Desember 2007 hingga saat ini sudah diterapkan secara mandatori di lima pelabuhan utama, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan dan Bandara Soekarno Hatta. Sementara untuk sistem NSW pelayanan ekspor penerapannya diawali dengan penerapan secara mandatory di Pelabuhan Tanjung Perak pada tanggal 18 januari 2010, kemudian di Tanjung Emas mulai tanggal 17 Juni 2010, Pelabuhan Belawan mulai tanggal 15 juli 2010, Tanjung Priok mulai tanggal 5 Agustus 2010 dan di Bandara Soekarno Hatta pada tanggal 23 September 2010. (http://www.insw.go.id/view-informasi?page=97/berita/laporanperkembangan-penerapan-sistem-insw-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 17 Januari 2011 pukul 21.35). National Single Window (NSW) merupakan vitural office, dalam bahasa sederhana proses perizinan ekspor impor dilakukan secara full electronic. Dimana sebelumnya pengusaha menggunakan paper (manual) atau disket/USB (semi
elektronik) untuk mengurus dokumen. NSW juga memangkas pengulanganpengulangan data yang ada diberbagai instansi. Misalnya untuk mengeluarkan barang, pengusaha harus dilengkapi dengan dokumen yang dikeluarkan dari Departemen Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Untuk memperoleh
dokumen
dari
Departemen
Perdagangan,
pengusaha
harus
melampirkan data seperti nama perusahaan, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) , alamat perusahaan dan sebagainya. Begitu pula untuk memperoleh dokumen dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pengusaha harus melampirkan data-data sama dengan yang dibutuhkan Departemen Perdagangan. Data-data tersebut dapat disatukan untuk mengurangi reduksi data. (Warta Bea Cukai Edisi 380 Juli 2006) Dalam portal ini, semua fitur yang disediakan dikelompokkan dalam dua lapis. Pada lapis pertama berisi informasi untuk publik, di mana terdapat semua informasi yang terkait dengan penerapan sistem NSW di Indonesia. Sedangkan lapis kedua, diperuntukkan bagi para pelaku usaha di bidang ekspor dan impor. Layar ini bisa diakses setelah mengisi user ID dan password yang disediakan untuk mengakses sistem pelayanan perizinan di instansi pemerintah terkait. Dengan layanan ini, pengguna jasa NSW dapat mengurus kepabeanan dan perizinan impor atau ekspornya cukup melalui portal NSW. Pengguna juga dapat mengikuti perkembangan pengurusan dokumennya melalui fasilitas track and trace yang dapat diakses di mana saja. Penerapan sistem NSW juga memudahkan petugas dalam melaksanakan fungsi pengawasan, terutama untuk mengawasi masuknya barang-barang impor yang terkena larangan dan pembatasan.
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/29/18063583/NSW.Permudah. Aktivitas.Ekspor.Impor, diakses pada tanggal 17 Januari pukul 21.20) Untuk
registrasi
importir
dan
eksportir,
pengusaha
mengajukan
permohonan ekspor ataupun impor dengan cara mengisi formulir isian registrasi yang terdapat dalam portal secara online. Formulir isian dan tata cara registrasi dapat didownload dari website NSW (www.insw.go.id). Formulir isian registrasi imortir meliputi data tentang
eksistensi, identitas pengurus dan penanggung
jawab, jenis usaha, dan kepastian penyelenggaraan pembukuan. Importir yang merangkap eksportir dan sudah melakukan registrasi INSW tidak perlu melakukan registrasi lagi. Otomatis menu ekspor akan diterima dalam portal. Kemudian pejabat bea dan cukai melakukan penelitian terhadap kebenaran data pada formulir isian. Importir ataupun eksportir yang telah memenuhi syarat registrasi diberikan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Nomor Identitas Kepabeanan adalah nomor identitas yang bersifat pribadi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada importir yang telah melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual. Dengan adanya NSW, proses perizinan dilakukan dengan cepat, menghemat waktu dan biaya karena tidak perlu datang ke kantor pelayanan sehingga tidak terjadi contact person dengan pejabat bea dan cukai. Barang bisa tiba dengan cepat sampai di tujuan, biaya produksi dan transaksi menjadi rendah sehingga mampu menekan ekonomi biaya tinggi.
Penerapan e-Government
dalam pelayanan publik tidak saja dapat
meningkatkan efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga dapat memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi, mendiskusikan, mengkritik, dan menganalisis keputusan dan tindakan yang berhubungan dengan kepabean dan cukai. Pelayanan publik pun dapat meningkat kualitasnya, dapat dijangkau oleh masyarakat luas secara interaktif, cepat, mudah, murah, dan akurat untuk mewujudkan good government. Mengingat pentingnya penerapan e-Government dalam pelayanan publik, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
“Penerapan Electronic Government dalam
Pelayanan Publik di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan”
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka yang
menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
Bagaimana
penerapan Electronic Government dalam pelayanan publik pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun
yang menjadi tujuan penelitian untuk mengetahui dan
menganalisis penerapan Electronic Government dalam pelayanan publik di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini
adalah: 1. Secara subjektif, penelitian diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan
dan
mengembangkan
kemampuan
berpikir
ilmiah,
sistematis dan metedologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya Electronic Government dalam pelayanan publik. 2. Secara praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi terkait mengenai pentingnya Electronic Government dalam meningkatkan pelayanan ekspor dan impor. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan pada kemajuan institusi dan pelayanan publik yang lebih berkualitas. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
1.5. Kerangka Teori 1.5.1 Implementasi (Penerapan) Kebijakan Implementasi atau penerapan dari suatu kebijakan merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. James P. Lester dan Joseph Steward berpendapat bahwa implementasi kebijakan dalam pengertian luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak dan tujuan yang diinginkan. (Winarno,2002:102) Selanjutnya Patton dan Sawicki (dalam Tangkilisan, 2003:9) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan yakni “Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisisr, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unti dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan”. Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan
apa
yangterjadi
setelah
perundang-undangan
ditetapkan
dengan
memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengna membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau kegiatan program pemerintah. (Tangkilisan 2003:9) Menurut Rippley dan Franklin (dalam Tangkilisan 2003:18) ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan)
dan What’s happening? (Apa yang terjadi?). Kepatuahn menunjuk pada apakah para implementor pada prosedur atau standar aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk “what’s happening?” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya. Dalam tahapan implementasi atau penerapan suatu kebijakan yang telah ditetapkan perlu memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam proses kebijakan publik agar kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Menurut Tankilisan (2003:24), kerangka proses kebijakan publik adalam sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Proses Kebijakan Publik
Input
Proses
Output
Outcomes
1. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana. 2. Poses, adalah interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat. 3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan tersebut. 4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapkan dimana akan memberikan tujuan kebijakan positif kepada pemerintah dan masyarakat sebagai penerima manfaat.
1.5.2
Electronic Government
1.5.2.1 Pengertian Electronic Government World Bank (dalam Indrajit, 2002:2), mendefinisikan e-Government sebagai berikut: E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. Sedangkan
UNDP
(United
Nation
Development
Programme)
mendefinisikan e-Government secara lebih sederhana, yaitu e-Government is the application of Information and Communication Technology (ICT) by government agencies. Menurut Kurniawan (dalam Hexagraha 2006:196), terminologi eGovernment dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik (baik di tingkat Pemerintahan Pusat maupun Pemerintahan Daerah) yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasikan proses pelayanan publik yang efisien, transparan, dan efektif. Hal ini dimungkinkan karena secara internal pertukaran informasi antar unit organisasi publik menjadi lebih cepat, mudah, dan terintegrasi. Sedangkan untuk Pemerintah Kementrian
Komunikasi
dan
Indonesia yang dikemukakan oleh
Informasi
yang
dikutip
dari
artikel
Wartaekonomi.com, bahwa e-Government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya
secara online. (http://wartaekonomi.com/read/2010/20/29/18063583, diakses pada tanggal 15 Januari 2011 pukul 19.25) Dari berbagai definisi e-Government di atas, maka dapat disimpulkan bahwa e-Government berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah dalam pelayanan publik untuk penyelengaraan pemerintahan lebih efisien dan efektif.
1.5.1.2. Tujuan dan Manfaat Electronic Government Konsep e-government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik dengan masyarakatnya maupun dengan pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efektif dan ekonomis. Hal ini diperlukan mengingat dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga pemerintah harus dapat menyesuaikan fungsinya dalam negara, agar masyarakat dapat menikmati haknya dan menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan aman. Menurut Inpres RI No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, tujuan dari e-Government yaitu: 1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. 2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional. 3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembagalembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.
4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom. Secara jelas dua negara besar terdepan dalam mengimplementasikan konsep e-Government, yaitu Amerika dan Inggris melalui Al Gore dan Tony Blair, telah secara jelas dan terperinci menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-Government
bagi suatu negara, antara lain:
(Indrajit, 2002:5) 1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara. 2. Meningkatkan trasnparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance. 3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi,relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari. 4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumbersumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan. 5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada. 6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis. Sedangkan menurut Tjahjanto (dalam Salam, 2004:254), manfaat terpenting dari implementasi e-Government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung jawab (accountable) bagi warganya. Selain itu, akan lebih banyak masyarakat yang bisa mengakses informasi, pemerintahan juga lebih efisien dan efektif, serta akan tercipta layanan pemerintahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Diharapkan dengan pemanfaatan yang lebih baik
atas sumber daya, proses dan teknologi informasi bisa terjadi pula pemerintahan yang lebih baik.
1.5.1.3. Jenis-jenis Pelayanan pada Electronic Government Jenis-jenis pelayanan pada e-Government (dalam Indrajit, 2002:30) adalah sebagai berikut: 1. Publish, dimana terjadi komunikasi satu arah antara pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui internet. Kanal akses yang digunakan yaitu komputer atau handphone melalui medium internet. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk mengakses situs (website) departemen atau divisi terkait dimana kemudian user dapat melakukan browsing (melalui link yang ada) terhadap data atau informasi yang dibutuhkan. Contohnya peneliti dapat mengakses berbagai data statistik hasil pengkajian berbagai lembaga pemerintahan untuk dipergunakan sebagi data sekunder. 2. Interact, dimana telah terjadi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan mereka yang berkepentingan. Aplikasi yang digunakan ada dua yaitu dalam bentuk portal dimana situs terkait menyediakan fasilitas searching seperti pada jenis publish, dan dalam bentuk fasilitas untuk diskusi secara langsung melalui chatting, tele-conference, dan web-TV maupun secara tidak langsung melalui email, newsletter, dan mailing list. Contohnya departemen-departemen di pemerintahan dapat melakukan
wawancara melalui chatting atau email dalam proses perekrutan caloncalon pegawai negeri baru. 3. Transact, dimana terjadi komunikasi dua arah dan disertai dengan terjadinya transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak ke pihak lainnya dan masyarakat harus membayar jasa pelayanan yang diberikan pemerintah atau mitra kerjanya. Contohnya para wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak individu atau perusahaan secara online melalui internet.
1.5.1.4. Tipe-Tipe Relasi Electronic Government Tipe-tipe relasi e-Government (Indrajit, 2002:41)adalah sebagai berikut: 1. Government to Citizen, dimana pemerintahan membangunan dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan seharihari. Contohnya Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu sehingga pemerintahan dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan perjalanan yang sesuai. 2. Government to Business (G2B), dimana pemerintahan membangun relasi yang baik dengan kalangan bisnis dengan menyediakan aplikasi situs yang berisi data dan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh kalangan bisnis sehingga dapat memperlancar para praktisi bisnis dalam
menjalankan aplikasi berbasis web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintahan dan melakukan pembayaran melalui internet. 3. Government to Government (G2G), dimana pemerintah membangun suatu aplikasi sehingga pemerintah dalam suatu negara dapat berinteraksi dengan pemerintah negara lain. Contohnya hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintahan setempat dengan sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu penyedian data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang berada di tanah air. 4. Government to Employees (G2E), dimana aplikasi ini diperuntukan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat. Contohnya sistem asuransi kesehatan dan pendidikan bagi para pegawai pemerintahan yang telah terintegrasi dengan lembagalembaga kesehatan (rumah sakit, poliklinik, apotek, dan lain-lain) dan institusi-institusi pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, kejuruan, dan lain-lain).
1.5.1.5. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Electronic Government Pacific Counsil Internasional Policy (PCIP) mengemukakan 10 (sepuluh) faktor utama penentu keberhasilan penerapan e-Government. Kesepuluh faktor ini pada saat yang bersamaan dapat dijadikan bahan introspeksi bagi para stakeholder dalam menilai status perkembangan dan pertumbuhan e-Government di dalam sebuah negara (Indrajit, 2005:3). Adapun kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Why are we pursuing e-Government? Sebelum menerapakan e-Government, harus dimengerti dahulu latar belakang
yang
menyebabkan
insisiatif
e-Government
perlu
diimplementasikan. Fokus pada penggunaan teknologi informasi dalam proses pemerintahan belum berarti konsep e-Government telah ditetapkan. 2. Do we have a clear vision and priorities fo e-Government? Visi dari perkembangan e-Government harus didefinisikan dengan jelas. Visi tersebut berasal dari, oleh, dan untuk masyarakat dimana e-Government tersebut diimplementasikan. Oleh karena itu, visi yang dicanangkan harus mencerminkan visi bersama dari masyarakat yang nuansanya akan sangat bergantung pada situasi dan kondisi masyarakat setempat. 3. What kind of e-Government are we ready for? Jenis e-Government yang siap dilaksanakan harus sesuai dengan kebutuhan yang menjadi prioritas utama masyarakat/daerah/ yang terkait dan ketersediaan sumber daya yang ada.
4. Is there enough political will to lead the e-Government effort? Political
will
harus
ada
di
dalam
kerangka
perencanaan
dan
pengembangan e-Government. Selain itu, diperlukan adanya pimpinan yang mampu menjadi inisiator utama di dalam mensosialisasikan dan memacu terimplementasinya konsep e-Government. 5. Are we selecting e-Government projects in the best way? Dalam menentukan atau memilih proyek e-Government yang terbaik perlu dilakukan beberapa langkah krusial terkait dengan pemilihan proyek tersebut yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan maupun kapasitas kemampuan yang ada. 6. How should we plan and manage e-Government projects? Dalam merencanakan proyek eGovernment diperlukan sebuah tim yang diketuai oleh seorang project manager, menyusun struktur rencana kerja proyek dan membangun suatu mekanisme yang efektif agar komunikasi antar tim dengan para stakeholder dari proyek e-Government dapat terjalin dengan baik. 7. How will we overcome resistance from within the Government? Sulit ditemui pelaksanaan proyek e-Government yang bebas dari tantangan atau resistensi. Untuk itu diperlukan pemahaman terhadap proyek dan resistensi tersebut kemudian diambil jalan keluarnya. 8. How will we measure and communicate progess? How will we know if we are failing?
Untuk mengetahui apakah proyek e-Government sudah mengalami kemajuan atau gagal diperlukan ukuran kinerja dalam proyek e-Government dan selanjutnya melakukan pengukuran untuk menentukan sukses tidaknya proyek tersebut. 9. What should our relationship be with the private sector? Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tetapi mereka didukung oleh partisipasi swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus menganggap dan memperlakukan perusahaan-perusahaan pada sektor swasta sebagai mitra kerja. 10. How can e-Government improve citizen participant in public affairs? Target terakhir dari e-Government adalah perbaikkan dan peningkatan terhadap partisipasi publik dalam proses pemerintahan. Pengembangan eGovernment dikatakan berhasil apabila partisipasi publik dalam menggunakan teknologi semakin bertambah dari hari ke hari.
1.5.1.6. Gambaran Umum Kebijakan Electronic Government di Indonesia Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental menuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis, transparan serta meletakkan supremasi hukum. Pemerintahan dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggaraan negara semakin dihadapkan kepada kompleksitas global. Pemerintah harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasikan segala bentuk perubahan. Karena merekalah yang berada pada posisi perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai
pelaksana dari segala peraturan, melalui hierarki yang lebih tinggi sampai kepada hierarki yang terendah. Pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Begitu juga dengan kebijakan mengenai eGovernment yang berorientasi untuk meningkatkan layanan yang efektif dan efisien serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas agar dapat mengatasi masalah pelayanan publik yang berbelit-belit, boros, kurang informatif dan kurang transparan. Inisiatif e-Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 Tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Selanjutnya, keluarnya Instruksi Presiden RI No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Dalam instruksi tersebut dinyatakan bahwa pemerintah harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola, menyalurkan, dan mendistribusikan informasi dan pelayanan publik. Dengan demikian pemerintah harus segera melaksanakan proses transformasi menuju e-government agar dapat mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan
layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah. Namun, inisiatif tersebut di atas belum menunjukan arah pembentukan e-government yang baik. Beberapa kelemahan yang menonjol adalah : 1. Pelayanan yang diberikan melalui situs pemerintah tersebut, belum ditunjang oleh sistem manajeman dan proses kerja yang efektif karena kesiapan peraturan, prosedur dan keterbatasan sumber daya manusia sangat membatasi penetrasi komputerisasi ke dalam sistem manajemen dan proses kerja pemerintah. 2. Belum mapannya strategi serta tidak memadainya anggaran yang dialokasikan untuk pengembangan egovernment pada masing-masing instansi. 3. Inisiatif-inisiatif tersebut merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri; dengan demikian sejumlah faktor seperti standardisasi, keamanan informasi, otentikasi, dan berbagai aplikasi dasar yang memungkinkan interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya untuk mengintegrasikan sistem manajemen dan proses kerja pada instansi pemerintah ke dalam pelayanan publik yang terpadu, kurang mendapatkan perhatian. 4. Pendekatan yang dilakukan secara sendiri-sendiri tersebut tidak cukup kuat untuk mengatasi kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet, sehingga jangkauan dari layanan publik yang dikembangkan menjadi terbatas pula. Dengan melihat kondisi ini, maka diperlukan rencana dan
strategi
pengembangan e-Government sehingga pengembangan e-Government dapat dilaksanakan secara sistematik dan terpadu disetiap instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah di lingkungannya masing-masing. Rencana Strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan sasaran pengembangan e-government yang ingin dicapai, kondisi yang dimiliki pada saat ini, strategi dan tahapan pencapaian sasaran yang ditentukan, kebutuhan dan rencana pengembangan sumber daya manusia.
Untuk menunjang hal tersebut, maka masih diperlukan peraturan,
standarisasi, dan panduan yang konsisten dan saling mendukung.
1.5.2. Pelayanan Publik 1.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik yaitu pemerintahan. (Rohman, 2008:3) Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Departemen Dalam Negeri (Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2004) menyebutkan bahwa pelayanan pubik (dalam Sinambela, 2008:5) adalah pelayanan umum dan pelayanan umum didefinisikan sebagai suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal, yang menghasilkan produk baik berupa barang maupun jasa untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan, pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat.
1.5.2.2. Sendi-sendi Pelayanan Publik Sendi-sendi pelayanan publik menurut Boediono (2003:63) adalah sebagai berikut: 1. Kesederhanaan, yang meliputi kemudahan, lancar, cepat, tidak berbelitbelit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan dan kepastian dalam prosedur/ tata cara, persyaratan, unit kerja atau pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, rincian biaya, waktu penyelesain, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima layanan, serta pejabat yang menerima keluhan masyarakat. 3. Keamanan, dalam proses dan hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum. 4. Keterbukaan, dimana prosedur/ tata cara, persyaratan, unit kerja atau pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, rincian biaya, waktu penyelesain, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima layanan, serta pejabat yang menerima keluhan masyarakat, wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. 5. Efisien, dimana persyaratan pelayanan dibatasi pada sasaran pelayanan dan dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan. 6. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar. 7. Keadilan, dalam arti cangkupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil. 8. Ketepatan waktu, dimana pelayanan dapat diselesaiakn dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
1.5.2.3. Standar-Standar Pelayanan Publik Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat kontrol masyarakat dan/atau penerima layanan atas kinerja pelayanan publik. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar-standar pelayanan publik (dalam Ratminto, 2005:24), yaitu: 1. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. 2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan. 3. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan. 4. Produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik. 6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan publik harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
1.5.2.4. Penerapan Electronic Government dalam Pelayanan Publik Dalam rangka mendukung berjalannya modernisasi pelayanan bea dan cukai dan peningkatan pelayanan publik kepada pengguna jasa (masyarakat usaha). Penerapan e-Government diwujudkan dengan pemanfaatan media elektronik dalam memberikan pelayanan pengurusan dokumen kepabeanan dan perizinan impor dan ekspor yaitu penerapan Portal Sistem National Single Window (NSW).
Dalam Peraturan Presiden RI No. 10 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka National Single Window dinyatakan bahwa latar belakang dari penerapan NSW adalah untuk meningkatkan daya saing nasional dan memfasilitasi perdagangan dalam rangka menghadapi persaingan global, diperlukan upaya untuk mendorong kelancaran dan kecepatan arus barang ekspor dan/atau impor serta mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan efisiensi waktu dan biaya dalam proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang serta untuk melaksanakan komitmen Indonesia dalam Agreement to Establish and Implement the ASEAN Single Window, perlu dibangun sistem National Single Window yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Peraturan Presiden RI No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National Single Window memberikan pengertian Portal INSW sebagai berikut: “Sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluran barang”. Modul utama dalam portal sistem NSW meliputi 1) GA Interface Modul yaitu fasilitas yang digunakan untuk menjembatani dan melakukan komunikasi dengan sistem-sistem instansi perizinan terkait yang ada, 2) Customs System Interface Module yaitu fasilitas untuk menjembatani dan melakukan komunikasi dengan sistem bea dan cukai yang ada, 3) Workflow Manager (Smart Engine) untuk mengatur manajemen data dan informasi yang mengontrol semua proses, 4)
Track and Trace merupakan fasilitas pelacakan suatu dokumen, dan 5) Log Audit Trail, untuk mencatat secara detail semua transaksi penting. Fungsi utama Portal NSW di Indonesia adalah: a. Meningkatkan kecepatan dan kinerja pelayanan ekspor dan impor untuk mendukung kelancaran lalu lintas barang antar negara. b. Meminimalisasi waktu dan biaya yang diperlukan dalam pelayanan ekspor dan impor, terutama terkait dengan proses customs release and clearance of cargoes. c. Meningkatkan efektifitas dan pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. d. Meningkatkan validitas dan akurasi data yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor. e. Mengoptimalkan penerimaan negara melalui pelayanan ekspor-impor dan pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. Fitur-fitur
dalam
Portal
NSW
yang
dapat
diakses
di
website
www.insw.go.id adalah sebagai berikut: 1. Business Solution Forum adalah forum untuk user pengguna sistem NSW dapat saling berkomunikasi dengan semua pihak. User dapat saling berbagi pengalaman, memberikan masukan/saran terhadap siapapun terkait dengan sistem INSW ini. 2. E-Service INSW, dengan mengakses web service ini, pengguna jasa dapat mengintegrasikan data-data seperti; 1) info kurs yang update berdasarkan SKEP Menkeu, 2) Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI), 3)
Manifest, memberikan informasi no bc 11 untuk setiap pos manifest dan pengguna dari fitur ini adalah importir/PPJK yang akan mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang), tarif CEPT, tarif bea keluar, lartas impor dan lartas ekspor langsung di aplikasi internal perusahaan. 3. Info terkini, memberikan informasi terkini berkaitan dengan operasional portal NSW seperti update modul, tata cara penyampaian dokumen via portal, laporan-laporan, Surat Keputusan terbaru berkaitan dengan NSW, peraturan-peraturan terbaru berkaitan dengan NSW dan info ASW (ASEAN Single Window). 4. Tracking Dokumen, didalamnya terdapat transparansi jejak proses dokumen pabean di dalam portal NSW secara detil meliputi waktu penyelesaian bagi importir. 5. Tracking Licensing, didalamnya terdapat transparansi dokumen perizinan yang telah di upload ke dalam portal NSW dan realisasi perizinan terhadap dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang)/PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) 6. Registrasi Importir, importir mengajukan permohonan dengan cara mengisi formulir isian registrasi dan menyampaikannya melalui website NSW . Untuk formulir isian dan tata cara registrasi dapat di download dari website tersebut. 7. Registrasi Eksportir, eksportir mengajukan permohonan dengan cara mengisi formulir isian registrasi dan menyampaikannya melalui website
NSW . Untuk formulir isian dan tata cara registrasi dapat di download dari website tersebut. 8. Fasilitas tracking melalui notifikasi Yahoo Mail dan mobile phone.
1.6.
Definisi Konsep Konsep
merupakan
istilah
dan
defenisi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun 1983:33). Agar mendapat pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu: 1. Electronic Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi terutama internet oleh pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif, transparan, dan partisipatif. 2. Pelayanan Publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.