BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempabumi yang terjadi pada 27 mei 2006 yang melanda DIY-Jateng berdampak besar terhadap kerusakan rumah tempat tinggal. Gempabumi dengan episenter berada 33 km di selatan Kota Bantul yang memiliki kekuatan 6.3 Skala Ricter. Kerusakan terbesar berada di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 88.249 unit rumah rusak total, disusul oleh Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 68.414 unit rumah rusak total. Kabupaten Klaten tergolong memiliki jumlah kerusakan rumah terbanyak yaitu 65.849 unit rumah rusak total. Berikut data yang disajikan oleh BAPPENAS mengenai total kerusakan fisik bangunan di DIY-Jateng akibat gempabumi, dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Keseluruhan Kerusakan Fisik (Unit Perumahan) di DIY-Jateng Rusak Total Provinsi Rusak Jumlah (Hancur) DIY 88.249 98.342 186.591 Bantul 46.753 33.137 79.889 Sleman 14.801 34.231 49.031 Gunung Kidul 15.071 17.967 33.038 Kota Yogyakarta 4.831 3.591 8.422 Kulonprogo 6.793 9.417 16.210 JAWA TENGAH 68.414 103.689 172.103 Klaten 65.849 100.817 166.666 Sukoharjo 1.185 488 1.673 Magelang 499 729 1.228 Purworejo 144 760 904 Boyolali 715 825 1.540 Wonogiri 23 70 93 Total 156.662 202.031 358.693 Sumber: BAPPENAS, Preliminary Damage and Loss Assessment, (2006)
Penilaian kerusakan untuk perumahan dimulai tidak lama setelah gempabumi terjadi, melalui Departemen Pekerjaan Umum (DPU), dalam
1
2
koordinasi dengan BAPPENAS, lembaga nasional dan lembaga lokal lainnya. Gempabumi ini juga menelan korban jiwa dan luka-luka yang tidak sedikit. Jumlah keseluruhan korban jiwa akbat gempabumi yang melanda DIY-Jateng yaitu 5.716 korban jiwa. Kabupaten dengan jumlah korban jiwa terbesar yaitu Kabupaten Bantul (4.121 jiwa), Kabupaten Klaten (1.041 jiwa) dan Kabupaten Sleman (240 jiwa). Berikut disajikan data korban jiwa dan luka-luka akibat gempabumi. Tabel 1.2 Korban Jiwa dan Jumlah Luka-Luka Akibat Gempabumi DIY-Jateng Kabupaten Korban Jiwa Korban Luka-luka Bantul 4.121 12.026 Sleman 240 3.792 Kota Yogyakarta 195 318 Kulonprogo 22 2.179 Gunung Kidul 81 1.086 Total (DIY) 4.659 19.401 Klaten 1.041 18.127 Magelang 10 24 Boyolali 4 300 Sukoharjo 1 67 Wonogiri 4 Purworejo 1 Total (Jawa Tengah) 1.057 18.526 Total 5.716 37.927 Sumber: BAPPENAS. Preliminary Damage and Loss Assessment, 2006
Masyarakat merupakan salah satu elemen penting dalam pengukuran risiko suatu kejadian bencana (Setyaningrum dan Giyarsih, 2012). Tinggi rendahnya risiko masyarakat akibat gempabumi dipengaruhi oleh tingkat kerentanan masyarakat. Kerentaan sosial masyarakat harus mendapat perhatian penting dalam upaya pengurangan risiko gempabumi. Gempabumi hingga saat ini merupakan bencana alam yang belum bisa diprediksi waktu terjadinya secara akurat, sehingga perlu adanya upaya untuk memperkecil kerentanan masyarakat. Upaya tersebut salah satunya dengan memperkecil tingkat kerentanan sosial.
4
3
Upaya pengurangan risiko bencana gempabumi pada masyarakat tidak terlepas juga oleh persepsi masayarakat terhadap risiko gempabumi itu sendiri. Pola kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan gempabumi, sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Masyarakat yang mengenal potensi bencana pada daerahnya akan merespon bencana dengan cara yang berbeda daripada masyarakat yang tidak mengenal potensi bencana pada daerahnya. Persepsi ini terbentuk oleh pengetahuan dan informasi yang diterima dan tertanam dalam pikiran, yang kemudian akan mempengaruhi perilaku atau pola hidup dalam beradaptasi pada wilayah yang rawan bencana. Sehingga, kerusakan bangunan dan korban jiwa yang terjadi akibat gempabumi dapat ditekan dengan upaya-upaya pengurangan risiko bencana gempabumi. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian mengenai strategi pengurangan risiko bencana gempabumi berbasis kerentanan sosial dan persepsi masyarakat terhadap gempabumi di Kabupaten Klaten.
4
1.2 Permasalahan Penelitian Penjelasan pada latar belakang menunjukkan fokus penelitian pada permasalahan kerentanan sosial dan persepsi bencana masyarakat. Perlu adanya upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian akibat bencana gempabumi di lokasi penelitian. Kejadian bencana gempabumi tahun 2006 yang melanda Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno dengan kerugian yang tidak sedikit, memberi indikasi bahwa tingkat kerentanan yang masih tinggi. Kerentanan sosial masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka pengurangan risiko bencana. Kerentanan sosial sering kali terlupakan dalam proses pengelolaan bencana gempabumi, beberapa kegiatan yang lebih sering difokuskan sebatas pada upaya penguatan struktur bangunan dan permasalahan yang bersifat fisik (Flanagan et al., 2011). Pada tahap mitigasi dan pemulihan setelah bencana, kerentanan sosial akan menjadi domain yang sangat penting. Sehingga, sudah sepatutnya dalam rangka pengurangan risiko bencana dapat dipusatkan fokus kajian pada tingkat kerentanan sosial masyarakat. Kerentanan sosial masyarakat di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno yang merupakan daerah rawan gempabumi belum diidentifikasi secara scientifik/ akademis. Oleh sebab itu, diperlukan adanya data kerentanan sosial yang dapat digunakan oleh berbagai pihak sebagai acuan dalam upaya pengurangan risiko bencana di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno. Persepsi masyarakat terhadap bencana gempabumi akan mempengaruhi sikap dan prilaku masyarakat dalam merespon risiko bencana pada wilayahnya. Persepsi masyarakat yang rendah dapat berdampak negatif pada sikap dan
5
perilaku masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi. Sehingga, setiap individu akan mempunyai keputusan untuk bergerak dalam suatu ruangan yang disesuaikan dengan cara adaptasi individu dengan lingkungannya masing-masing. Persepsi masyarakat terhadap risiko gempabumi di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno belum teridentifikasi secara scientifik/ akademis. Data persepsi bencana diperlukan guna membantu untuk mengetahui seberapa besar risiko masyarakat ketika tejadi bencana gempabumi. Strategi pengurangan risiko bencana berbasis kerentanan sosial dan persepsi bencana masyarakat di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno belum memadai. Belum ada langkah pengurangan risiko bencana secara konsep dan praktek, yang dilakukan secara sistematis untuk menganalisa tingkat kerentanan sosial dan persepsi masyarakat terhadap bencana gempabumi. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dari aspek kerentanan sosial dan persepsi risiko bencana masyarakat, guna mengurangi risiko bencana gempabumi di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang penting untuk diangkat bagi penelitian adalah: 1. Berapa besar tingkat kerentanan sosial masyarakat terhadap bencana gempabumi? 2. Berapa besar tingkat persepsi masyarakat terhadap risiko gempabumi? 3. Apa saja alternatif strategi pengurangan risiko bencana gempabumi yang dapat diterapkan dari aspek kerentanan sosial dan persepsi risiko masyarakat di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno?
6
1.3 Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan kerentanan sosial telah banyak dilakukan. Hendarsah (2012), meneliti tentang Penilaian Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Bahaya Banjir Lahar Di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Menggunakan Metode SIG Partisipatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik bahaya banjir lahar dan elemenelemen berisiko terhadap bahaya banjir lahar, mengkaji tingkat kerentanan masyarakat terhadap bahaya banjir lahar, menilai kapasitas masyarakat melalui persepsi terhadap bahaya banjir lahar dan respon masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir lahar, serta mengetahui implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan penanggulangan bencana banjir lahar dan peranan Sistem Informasi Geografis Partisipatif dalam Manajemen Risiko Bencana. Hasil penelitian didapati sekitar Desa Kali Putih dan Kali Blongkeng yaitu Jumoyo, Gulon, Seloboro dan Sirahan diakui sebagai daerah yang lebih rentan. Kerentanan sosial responden sebagian besar diklasifikasikan sedang (51,11% responden) dan tinggi (42,78% responden). Semua bangunan di setiap jenis dikategorikan sebagai elemen rentan berisiko, tergantung pada lokasi responden. Pengalaman masyarakat tentang mengatasi lahar hujan membentuk pemahaman yang baik terhadap bahaya dan membangun kapasitas tinggi. GIS partisipatif terbukti sebagai alat yang efektif untuk melibatkan masyarakat di wilayah studi pada merancang kebijakan untuk mengurangi risiko. Djuraidah (2009), melakukan penelitian tentang Indeks Kerentanan Sosial Ekonomi untuk Bencana Alam di Wilayah Indonesia. Tujuan penelitian ini
7
adalah menentukan bobot yang terbaik bagi indikator kerentanan sosial-ekonomi untuk bencana alam di Indonesia. Hasil peneltian menunjukkan bahwa Kabupaten/kota di pulau Jawa, NTT, dan NTB banyak yang mempunyai kerentanan sosial-ekonomi yang tinggi dan sangat tinggi. Namun mengingat jumlah kabupaten per provinsi di Pulau Jawa paling tinggi, maka secara umum kerentanan Pulau Jawa terhadap bencana lebih besar dibandingkan dengan pulaupulau lainnya di Indonesia. Setyaningrum dan Giyarsih (2012), melakukan penelitian tentang Identifikasi Tingkat Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta Terhadap Bencana Lahar Merapi. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial ekonomi beserta persepsi dan kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta, serta mengetahui korelasi antara tingkat kerentanan sosial ekonomi, tingat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta dalam menyikapi bencana aliran lahar. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kerentanan sosial ekonomi penduduk di bantaran Sungai Code cenderung pada tingkat kerentanan rendah, yang lebih dipengaruhi oleh aspek ekonomi. Walaupun demikian, baik tingkat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk sama-sama berada pada tingkat tinggi, hal ini tak terlepas dari adanya informasi serta sitem edukasi tentang kebencanaan yang turut terbangun. Korelasi antara variabel kerentanan sosial ekonomi dengan variabel persepsi lemah dan berbanding terbalik, bahkan dengan variabel kapasitas nilai korelasinya sangat lemah. Hal ini dikarenakan indikator yang digunakan sedikit sekali terkait satu sama lain sedangkan antara variabel persepsi
8
dengan kapasitas cenderung sedang dan searah. Hal ini menunjukkan keterkaitan antar keduanya yang terbangun secara bersamaan di lapangan. Perbedaan mendasar antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini lebih menekankan kerentanan sosial dan persepsi bencana masyarakat sebagai dasar solusi untuk strategi pengurangan risiko bencana gempabumi di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Sehingga secara umum perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu subyek, variabel, dan lokasi penelitian. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan disajikan pada Tabel 1.3.
9
Tabel 1.3 Perbedaaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Peneliti Lakukan No. Judul Tujuan Metode 1. Haruman Hendarsah - Untuk mengidentifikasi - Metode penelitian survei dan (2012), Penilaian karakteristik bahaya banjir lahar observasi di lokasi penelitian. Kerentanan dan dan elemen-elemen berisiko - Kegiatan survei sampling Kapasitas Masyarakat terhadap bahaya banjir lahar dilakukan melalui wawancara dalam Menghadapi - Mengkaji tingkat kerentanan terstruktur dipandu dengan Bahaya Banjir Lahar masyarakat terhadap bahaya kuesioner. Di Kecamatan Salam banjir lahar Kabupaten Magelang - Menilai kapasitas masyarakat Menggunakan melalui persepsi terhadap Metode SIG bahaya banjir lahar dan respon Partisipatif masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir lahar - Mengetahui implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan penanggulangan bencana banjir lahar dan peranan Sistem Informasi Geografis Partisipatif dalam Manajemen Risiko Bencana. 2
Anik Djuraidah (2012), Indeks Kerentanan Sosial Ekonomi untuk Bencana Alam di Wilayah Indonesia
-
Penelitian ini bertujuan menentukan bobot yang terbaik bagi indikator kerentanan sosial-ekonomi untuk bencana alam di Indonesia
-
Pengkelasan skor indeks kerentanan sosial-ekonomi.
-
-
-
-
-
-
-
Hasil Sekitar Desa Kali Putih dan Kali Blongkeng yaitu Jumoyo, Gulon, Seloboro dan Sirahan diakui sebagai daerah yang lebih rentan. Kerentanan sosial responden sebagian besar diklasifikasikan sedang (51,11% responden) dan tinggi (42,78% responden). Semua bangunan di setiap jenis dikategorikan sebagai elemen rentan berisiko, tergantung pada lokasi mereka. Pengalaman masyarakat tentang mengatasi lahar hujan membentuk pemahaman yang baik terhadap bahaya dan membangun kapasitas tinggi. GIS partisipatif terbukti sebagai alat yang efektif untuk melibatkan masyarakat di wilayah studi pada merancang kebijakan untuk mengurangi risiko. Hasil peneltian menunjukkan bobot rataan menghasilkan proporsi salah kelas yang rendah dan simpangan mutlaknya terhadap bobot dugaan terendah. Kabupaten/kota di pulau Jawa, NTT, dan NTB banyak yang mempunyai kerentanan sosial-ekonomi yang tinggi dan sangat tinggi. Namun mengingat jumlah kabupaten per provinsi di Pulau
10
Jawa paling tinggi, maka secara umum kerentanan Pulau Jawa terhadap bencana lebih besar dibandingkan dengan pulaupulau lainnya di Indonesia. 3
4
Puspasari Setyaningrum dan Sri Rum Giyarsih (2012), Identifikasi Tingkat Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta Terhadap Bencana Lahar Merapi
Muhammad Malthuf (2014), Strategi Pengurangan
-
-
-
Untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial ekonomi beserta persepsi dan kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta. Mengetahui korelasi antara tingkat kerentanan sosial ekonomi, tingat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta dalam menyikapi bencana aliran lahar.
-
Mengetahui tingkat kerentanan sosial masyarakat terhadap bencana gempabumi.
-
-
Penelitian survei Pengambilan sampel menggunakan metode sampel acak sederhana (simple random sampling). Penentuan sampel lokasi dan responden ditentukan berdasar penentuan radius dampak aliran lahar diukur 100 meter dari tepi sungai.
-
-
-
Analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif.
-
Tingkat kerentanan sosial ekonomi penduduk di bantaran Sungai Code cenderung pada tingkat kerentanan rendah, yang lebih dipengaruhi oleh aspek ekonomi. Walaupun demikian baik tingkat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk samasama berada pada tingkat tinggi, hal ini tak terlepas dari adanya informasi serta sitem edukasi tentang kebencanaan yang turut terbangun. Korelasi antara variabel kerentanan sosial ekonomi dengan variabel persepsi lemah dan berbanding terbalik, bahkan dengan variabel kapasitas nilai korelasinya sangat lemah. Hal ini dikarenakan indikator yang digunakan sedikit sekali terkait satu sama lain sedangkan antara variabel persepsi dengan kapasitas cenderung sedang dan searah. Hal ini menunjukkan keterkaitan antar keduanya yang terbangun secara bersamaan di lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat kerentanan sosial masyarakat terhadap bencana gempabumi.
11
Risiko Gempabumi Berbasis Kerentanan Sosial dan Persepsi Bencana di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah
-
-
Mengetahui tingkat persepsi masyarakat terhadap risiko gempabumi. Adanya strategi alternatif untuk pengurangan risiko bencana gempabumi yang dapat diterapkan dari aspek kerentanan sosial dan persepsi risiko masyarakat di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno.
-
Pengambilan sampel menggunakan metode purposive dan sistematik random sampling.
-
-
-
Persepsi masyarakat terhadap bencana gempabumi terbesar pada kategori persepsi sedang (59 persen), disusul persepsi tinggi (37 persen) dan persepsi rendah (4 persen). Faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk persepsi risiko masyarakat terhadap gempabumi yaitu kesadaran bencana. Strategi alternatif pengurangan risiko bencana gempabumi di daerah yang memiliki tingkat kerentanan sosial tinggi, sedang dan rendah.
12
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat kerentanan sosial masyarakat terhadap bencana gempabumi. 2. Mengetahui tingkat persepsi masyarakat terhadap risiko gempabumi. 3. Analisis strategi alternatif untuk pengurangan risiko bencana gempabumi yang dapat diterapkan dari aspek kerentanan sosial dan persepsi risiko masyarakat di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi risiko gempabumi di Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno berdasarkan atas kerentanan sosial masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap bencana di daerahnya, sehingga dapat diketahui tingkat kerentanan sosial gempabumi dan persepsi bencana. 2. Bagi Pembangunan Pemerintah setempat dapat menggunakan informasi ini untuk mengurangi risiko bencana gempabumi berbasis kerentanan sosial masyarakat dan persepsi bencana masyarakat.