BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental (hygen mental) adalah terhindarnya orang dari gejalagejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose). Menurut definisi ini, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari segala gangguan dan penyakit jiwa.1 Dengan demikian, kebutuhan manusia akan kesehatan mental sangat urgens. Sebab manusia selalu membutuhkan ketenangan, keharmonisan dan ketenteraman jiwanya. Menurut Zakiyah Daradjat, bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi serta mempunyai kesanggupan menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.2 Dalam kesehatan mental, gangguan kejiwaan berarti kumpulan keadaan yang yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan kejiwaan maupun jasmani. Keabnormalan tersebut terjadi bukan disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan kendatipun gejala-gejalanya kelihatan pada fisik. Akan tetapi banyak disebabkan keadaan jiwa dan jasmani yang terganggu. Dalam tatanan sosial Islam, jiwa manusia yang bersih dari penyakit dan dihiasi akhlak yang baik menjadi dasar tegaknya masyarakat yang Islami. Kehidupan yang aman dan sejahtera dan penuh cinta tidak akan terwujud apabila 1 2
Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental , (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1983). hlm. 12. Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental. hlm. 13.
1
2
di dalam jiwa manusia dipenuhi penyakit. Jiwa yang bersih menjadi dasar bagi terciptanya kehidupan manusia yang saling menyayangi, sekaligus menjadi dasar untuk mencapai jalan yang diriḍai Allah.3 Penyebab utama dalam diri manusia yang mengalami ganguan dan penyakit kejiwaan dalam pandangan tasawuf adalah kekosongan spiritual, pola hidup konsumtifisme dan individualisme yang semakin menggejala di banyak dunia modern. Manusia yang mengalami kehampaan spiritual, mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan. Berbicara masalah solusi, penyembuhan spiritual merupakan salah satu metode penyembuhan. Karena penyembuhan spiritual memiliki dasar yang kuat dalam Islam umumnya dan tasawuf khususnya, yaitu dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai metode penyembuhan. Dengan penyembuhan tersebut merupakan salah satu tradisi tasawuf. Dengan ajaran tasawuf yang menambah moralitas akan mendorong manusia untuk memelihara diri dari menelantarkan kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Hubungan perasaan mistis dan pengalaman spritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia. Dengan jiwa bersih, segar tentu akan dapat memperoleh kesehatan jiwa dan kestabilan mental, keharmonisan diri dan tentunya terpelihara kesehatan mentalnya. Aturannya bagi orang sufi seharusnya kefakiran menjadi rasanya, sabar menjadi pakaiannya, riḍa menjadi wahananya dan tawakal menjadi tingkah lakunya. Tidak boleh mencintai dunia selamanya
3
M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: Pustaka Setia, 2004). hlm. 62-63
3
walau memilikinya, karena kecintaannya pada dunia akan menodai kesucian kecintaannya pada Allah. Mencintai dunia melebihi kebutuhannya akan menjauhkannya dari ketentraman jiwa. Tasawuf
dengan
ajaran-ajarannya
merupakan
terapi
untuk
menanggulangi pola hidup konsumtifisme, materialitisme, individualisme dan macam-macam penyimpangan lain yang merupakan penyebab dari ketidaksehatan
mental.
Dengan
menjalankan
ajaran-ajaran
tasawuf
akan
mengembalikan manusia dalam kebeningan hati, kebersihan jiwa yang nantinya menyejukkan dan menentramkan jiwa, itulah manifestasi dari kesehatan mental yang dilahirkan oleh tasawuf. Sebagaimana ajaran tasawuf merupakan salah satu bentuk spiritualitas Islam yang terletak pada pengelolaan hati, sedemikian rupa sehingga dapat benar-benar tertuju kepada Allah SWT. diharapkan hati seseorang hanya berisi kepasrahan kepada Allah SWT atas segala bentuk takdir yang yang diberikanNya. Inilah konsep awal yang senantiasa dijadikan dasar bagi para sufi dalam melakukan berbagai praktik sufistik. Dalam kaitannya dengan penyembuhan penyakit, maka maqāmāt dan ahwal dapat dijadikan sebagai konsep dasar bagi proses penyembuhan berbagai penyakit, terutama mental, dan dapat juga dijadikan sebagai sumber penyembuhan penyakit fisik. 4 Dengan demikian, jelas bahwa betapa pentingnya terapi spiritual dalam rangka menyembuhkan berbagai penyakit, baik fisik maupun psikis. Terutama
4
Amin Syukur, Sufi Healing. hlm. 70.
4
kaitannya dengan penyakit fisik, terapi spiritual dapat dilakukan sebagai penunjang proses penyembuhan medis.5 Alasan mengapa penulis memilih tokoh Prof. Amin Syukur sebagai pemikiran tasawuf, yaitu karena saya tertarik pada konsep penyembuhan penyakit baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh prof. Amin Syukur, yaitu dengan menggunakan berbagai praktik sufistik yang terdapat dalam maqāmāt dan ahwal. Selain itu, shalat, puasa, doa juga bisa dijadikan obat mujarab dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Atas dasar pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Maqāmāt dalam Tasawuf sebagai Terapi Kesehatan Mental (Studi Pemikiran Amin Syukur)”.
B. Rumusan Masalah Dalam penelitian perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang akan diteliti. penegasan tersebut bisa berbentuk pertanyaan dan juga bisa berbentuk pernyataan deklaratif, sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan yang tegas. Berdasarkan latar belakang masalah di atas sebagaimana telah di paparkan, maka penulis dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut. 1.
Bagaimana konsep tasawuf Amin Syukur?
2.
Bagaimana pandangan Amin Syukur terhadap maqāmāt tasawuf bagi terapi kesehatan mental?
5
Amin Syukur, Sufi Healing. hlm. 45.
5
3.
Bagaimana relevansi Pemikiran Amin Syukur tentang Tasawuf sebagai Terapi Kesehatan Mental terhadap kehidupan sekarang? Untuk menghindari salah paham dalam pemahaman skripsi ini, penulis
akan menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan judul skripsi “Maqāmāt dalam Tasawuf sebagai Terapi Kesehatan Mental (Studi Pemikiran Amin Syukur)”. a. Maqāmāt Maqāmāt adalah adalah tingkatan suasana kerohanian yang yang ditunjukkan oleh seorang sufi berupa pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu; atau jalan panjang berisi tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah.6 b. Tasawuf Tasawuf adalah ilmu jiwa yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa dan mengkonsentrasikan kejiwaan manusia kepada Khaliq, sehingga dapat mengarahkan kepada kesehatan mental dan kesempurnaan jiwa.7 c. Terapi Kesehatan Mental Terapi kesehatan mental adalah upaya sistematis dan terencana dalam menanggulangi masalah-maslah yang yang dihadapi klien dengan tujuan mengembalikan, memelihara, menjaga, dan mengembangkan
6
Amat zuhri, Ilmu Tasawuf, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009). hlm. 29. Imam Khanafi, Pokok-pokok Ajaran Tasawuf, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010). hlm. 11. 7
6
kondisi klien agar akal dan hatinya berada dalam kondisi dan posisi yang proporsional.8
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah di atas, maka dalam melakukan penelitian ini penyusun mempunyai tujuan serta manfaat penelitian sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui konsep tasawuf Amin Syukur.
2.
Untuk mengetahui pandangan Amin Syukur terhadap maqāmāt tasawuf bagi terapi kesehatan mental.
3.
Untuk mengetahui relevansi Pemikiran Amin Syukur tentang Tasawuf sebagai Terapi Kesehatan Mental terhadap kehidupan sekarang.
D. Kegunaan Penelitian 1.
Secara Teoritis, secara toritis hasil penelitian ini di harapkan penelitian ini berguna bagi pengembangan
ilmu tasawuf dan wawasan pembaca pada
umumnya, khususnya bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam bidang tasawuf yang berkaitan dengan tasawuf sebagai terapi kesehatan mental. 2.
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna memberikan bekal bagi tokoh-tokoh Agama untuk bisa memberi solusi bagi persoalan sosial. Memperkaya pengetahuan dan menambah wawasan keilmuan para pembaca, khususnya mahasiswa prodi Akhlak Tasawuf.
8
M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004). hlm. 83-84.
7
E. Tinjauan Pustaka Untuk melengkapi referensi dan pengembangan penelitian ini, peneliti telah mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti dan akan menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Diantaranya, yaitu: Penelitian pertama oleh Rodli Al-ma’arif, fakultas tarbiyah IAIN Walisongo yang berjudul “Relevansi Konsep Żikir Menurut Prof. Amin Syukur dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Penelitian ini menunjukkan bahwa żikir sebagai perbuatan ibadah, menurut Amin Syukur adalah sebagai salah satu bentuk ibadah makhluk. Relevansi żikir dengan tujuan pendidikan Islam menurut Amin Syukur itu mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Żikir merupakan cara untuk menjadikan seseorang menjadi manusia yang baik, dan berakhlak mulia.9 Penelitian kedua oleh Tamam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo yang berjudul “Konsep Qona’ah dalam Tasawuf dan Implikasiya dalam Kesehatan Mental (telaah dari sudut pandang pendidikan islam). Penelitian tersebut menjabarkan tentang tasawuf sebagai terapi alternatif menghadapi permasalahan dan problem-problem manusia, dengan bukti banyak para psikolog menggunakan pendekatan sufistik dalam menangani masalah pasien. Dalam skripsi Fashikhatun Nuriyah, Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang yang berjudul “Tasawuf sebagai Terapi atas Problem Psikologi Manusia Menurut Omar Ali-Shah dalam Buku “Tasawuf 9
Rodli Al-Ma’arif, Relevansi Konsep Zikir Menurut Prof. Amin Syukur dengan Tujuan Pendidikan Islam, Skripsi (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2011).
8
Sebagai Terapi” (Perspektif Bimbingan Konseling Islam). Penelitian tersebut menjabarkan bahwa, selain tasawuf sebagai jalan untuk mencari pemecahan masalah, manusia juga berusaha mencari penyelesaian melalui bimbingan konseling, karena bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu menggunakan cara yang ada, berdasarkan norma-norma yang berlaku, sedangkan konseling adalah pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.10 Dalam karya-karya tersebut belum membahas metode tasawuf yang dapat dijadikan sebagai terapi kesehatan mental dalam pemikiran Prof. Amin Syukur. Untuk itu pembahasan yang akan penulis tulis ini berbeda dengan karya-karya tersebut di atas. Sedangkan dalam buku-buku karya ilmiah lainnya yang membahas tentang metode tasawuf sebagai terapi telah banyak ditemukan di antaranya buku M. Sholihin, yaitu Terapi Sufistik, kemudian karya Amin Syukur “Terapi Hati”, Amin Syukur, “Zikir Menyembuhkan Kankerku”. Dalam buku Amin Syukur yang berjudul Sufi Healing; Terapi dengan Metode Tasawuf, menjelaskan bahwa terapi sufistik adalah model terapi alternatif yang dilakukan dengan mengambil praktik-praktik dan nilai-nilai tasawuf sebagai sarana pengobatan atau pencegahan penyakit baik psikis maupun fisik.11
10
Fashikhatun Nuriyah, Tasawuf sebagai Terapi Atas Problem Psikologi Manusia Menurut Omar Alishah dalam Bukunya “Tasawuf sebagai Terapi” Perspektif Bimbingan Konseling, Skripsi (Semarang: Perpustakaan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2008). 11 Amin Syukur, Sufi Healing. hlm. 6.
9
F. Landasan Teori Menurut Syieh Muhammad Amin al-Kurdi al-Syafii, di dalam kitab Tanwirul Qulub dijelaskan bahwa konstruksi sebuah disiplin ilmu harus mencakup sepuluh aspek, yaitu ta’rif, ruang lingkup, urgensi, keutamaan (fadhilah), hubungan dengan ilmu yang lainnya, tujuan, nama disiplin ilmu, sumber-sumber atau dasar-dasar, hukum mempelajari dan pokok bahasan. Tetapi dalam hal ini peneliti tidak akan membahas keseluruhan aspek tersebut, hanya sebatas ta’rif saja, yaitu: (فحد التصىف) هىعلن يعزف به أحىال النفس هحوى دها وهذ هىههاوكيفية تطهيزها هن الوذهىم هنهاوتحليتهابا التصاف بوحوى دها وكيفية السلىك والسيز إلى هلل تعا لى والفزار إليه Tasawuf menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan nafsu (diri), baik nafsu yang terpuji atau tercela, dan bagaimana mensucikan nafsu tercela dan menghiasi nafsu dengan sifat-sifat terpuji serta tata cara berjalan menuju Allah SWT dan lari kepada-Nya.12 Tasawuf juga merupakan suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, dan perjalanan menuju (keriḍaan) Allah dan meninggalkan (larangan-larangan-Nya) menuju kepada (perintahan-Nya).13 Adapun tujuan ilmu tasawuf
yaitu meluruskan jiwa, mengendalikan
kehendak, yang membuat manusia hanya konsisten terhadap keluhuran moral.
12
Syieh Muhammad Amin al-Kurdi al-Syafii, Tanwir Qulub, (Indonesia, Dàr al-Ihya alKutub al- Arabiyyah, t.th). hlm. 406. 13 M. Jamil, Cakrawala Tasawuf; Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2007). hlm. 6.
10
Sementara sebagian sufi lainnya memiliki tujuan yang lebih jauh lagi, yaitu mengenal Allah SWT.14 Selain itu tasawuf juga ada kaitannya dengan mental, karena tasawuf merupakan tanggung jawab spiritual, tasawuf hendaknya jua bisa memberikan kesejukan kepada masyarakat, terutama pada masa kritis. Dalam aspek psikologis, tasawuf hendaknya memberikan solusi bagi problema penyakit modern seperti stres, depresi dan sebagainya.15 Pada umumnya setiap orang senantiasa memiliki mental yang sehat, namun karena suatu sebab ada sebagian orang yang memiliki mental tidak sehat. Orang yang tidak sehat mentalnya memiliki tekanan-tekanan batin. Dengan suasana batin seperti itu, kepribadian seseorang menjadi kacau dan mengganggu ketenangannya. Gejala inilah yang menjadi pusat pengganggu ketenangan hidup. Ketenangan hidup dapat tercapai bila sesorang dapat memecahkan keruwetan jiwa pada dirinya yang menimbulkan kesulitan hidup. Hal ini dapat dilakukan bila ia berusaha untuk membersihkan
jiwa agar tidak terganggu
ketenangannya dan tidak terjadi konflik-konflik maupun rasa takut. Orang yang mentalnya kacau tidak dapat memperoleh ketenangan hidup. Jiwa mereka sering terganggu sehingga menimbulkan stress dan konflik batin.16 Konsep Abraham Maslow tentang kebutuhan akan keamanan (need for self-security), merupakan kebutuhan dasar kedua yang mendominasi dan memerlukan pemuasan setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi.
14
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung, Pustaka, 1997). hlm. 7. 15 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). hlm. vi 16 Yusak Burhanudin, Kesehatan Mental, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999). hlm. 17.
11
Adapun hal-hal yang masuk dalam kategori kebutuhan akan keamanan antara lain adalah: keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, kekuatan pada diri pelindung dan lain-lain. Segala sesuatu yang ada dalam kebutuhan fisiologis pada dasarnya juga masuk dalam kategori ini, meskipun nilainya kecil. Karena kebutuhan akan keamanan dapat meliputi segala organisme
dalam
pemenuhannya.
Segala
sesuatu
yang
menerima
dan
menimbulkan efek, dan kapasitas-kapasitas tertentu merupakan alat pemenuhan kebutuhan keamanan.17 Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dapat dibangun suatu kerangka berfikir, bahwa di zaman modern pada saat sekarang ini banyak sekali penyakit yang mengganggu ketenteraman jiwa manusia. Seperti tekanan darah tinggi, misalnya seseorang akan mengalami berbagai reaksi psikologis. Reaksi-reaksi tersebut yang utama antara lain: kecemasan, depresi, konflik (pertentangan batin). Pada kasus depresi, di mana pasien akan mengalami semacam gangguan yang melibatkan emosi dan efek negatif yang mendalam, sehingga pasien akan selalu merasa sedih, putus asa, kecewa, murung, merasa tidak dicintai. Dalam keadaan seperti yang dialami tersebut, selain pasien menghadapi kondisi fisik yang memburuk karena penyakit juga menghadapi kondisi psikologis yang tak kalah memburuknya karena disebabkan oleh depresi. Jika dibiarkan maka akan mengakibatkan adanya pengaruh negatif dalam rangka pengobatan maupun radiasi sebagai proses terapi medis. Oleh karena itu, pasien membutuhkan terapi 17
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2002). hlm. 73.
12
psikologis dalam mengantisipasi maupun menyembuhkan munculnya gejala depresi yang dialami pasien. Selain itu pasien juga membutuhkan terapi tasawuf sebagai penunjang terapi medis yang dilakukan dalam rangka penyembuhan kesehatan mental.
G. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi pustaka (library research). Studi ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan-bantuan material seperti buku, majalah, naskah, catatan, kisah sejarah, dan lain-lain.18 Cara kerja studi pustaka adalah dengan cara menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya secara intensif agar peneliti dapat mengungkapkan buah pikiran dari pendapat orang lain secara lebih sistematis, kritis, dan analitis.19 Penelitian kualitatif dikatakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.20
2.
Sumber Data Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang sumber datanya adalah kepustakaan, maka untuk mencapai hasil yang optimal, maka
18
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal cet. 12 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). hlm. 28. 19 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1988). hlm. 68. 20 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.21(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013). hlm. 4
13
sumber data dibedakan sesuai dengan kedudukan data tersebut, dalam penulisan kali ini, data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. a. Sumber Primer Jenis data primer adalah data yang pokok yang berkaitan dan diperoleh secara langsung dari obyek penelitian, sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung.21Adapun sumber primernya adalah Buku Sufi Healing karya Prof. Amin Syukur, buku Zikir Menyembuhkan Kankerku, karya Prof. Amin Syukur, buku Kuberserah, karya Prof. Amin Syukur, buku Terapi Hati, karya Prof. Amin Syukur dan Fathimah Usman. b. Sumber Sekunder Sumber ini adalah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.22Data ini berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder berisi tentang tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penyembuhan sufi. Adapun data-data tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, artikel, majalah maupun media lain yang mendukung. Adapun sumber sekundernya antara lain, adalah buku The Heart of Sufism, Terjemahan Adi Haryadi dan Psikologi Sufi (Untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh) karya Robert Frager, buku Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, karya Subandi, Buku Kesehatan Mental,
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2002). hlm. 117. 22 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996). hlm. 217.
14
karya Zakiyah Darajat, Buku Kesehatan Mental, Yusak Burhanudin dan buku Psikologi Transpersonal, Karya Ujam Jaenudin, buku Terapi Sufistik (Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf), karya M. Solihin. c. Metode Pengumpulan Data a.
Metode Dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data yang berupa dokumen dan data-data yang tertulis.23 Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang sifatnya dokumentaris yang kaitannya dengan metode tasawuf Amin Syukur.
b. Metode wawancara Untuk lebih meyakinkan atau untuk memperjelas pemikiran Amin Syukur akan di croscek secara langsung dengan metode wawancara. Metode ini penulis gunakan sebagai pendukung metode telaah pustaka untuk mengumpulkan data tentang biografi Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A. dan metode tentang tasawuf relevansinya dengan terapi kesehatan mental. Metode ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan langsung dengan responden yang dijadikan sebagai sumber data. Sebagai obyek interview ini adalah Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A. c. Metode Analisis Data Setelah memperoleh dari data-data kepustakaan, penulis mengklasifikasikan atau mengelompokan sesuai dengan permasalahan
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. hlm. 200.
15
yang dibahas, setelah itu data-data disusun dan dikelaskan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode berikut: 1. Metode Deskriptif Analisis Merupakan
metode
penelitian
dalam
rangka
untuk
menguraikan secara lengkap, teratur, dan teliti terhadap suatu obyek penelitian.24 Secara garis besar dalam metode deskriptif ini penulis memberikan suatu gambaran yang gamblang, jelas, mengenai Tasawuf Sebagai Terapi Kesehatan Mentalpemikiran Prof. Amin Syukur secara menyeluruh. 2. Content Analysis Dalam content analysis ini penulis akan mengungkapkan bahwa content analysis adalah isi dari tema yang penulis bahas,kemudian perlu diproses dengan aturan dan prosedur yang telah dirancangkan.25
H. Sistematika Pembahasan Untuk mendapatkan gambaran dari penulisan skripsi ini penulis menyusunnya dalam lima bab yang antara satu bab dan bab-bab yang berikutnya menggunakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
24
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997). hlm.
25
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rake Sarasin, 1982). hlm.
116. 18.
16
Bab Pertama adalah pendahuluan yang membahas latar belakang masalah sebagai dasar dalam merumuskan pokok masalah. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik sebagai alur pemikiran yang ditempuh berdasarkan teori yang mendukung penelitian, dilanjutkan dengan metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan Bab Kedua adalah landasan teoritik yang menjelaskan tentang tasawuf dan terapi kesehatan mental. berisi tentang tasawuf, pada sub bab ini meliputi tiga anak sub bab, yaitu pengertian tasawuf, tujuan tasawuf, pokok-pokok ajaran tasawuf. Berisi tentang terapi kesehatan mental, pada sub bab ini meliputi tujuh anak sub bab, yaitu pengertian terapi dan kesehatan mental, tujuan terapi, teknikteknik terapi, model-model terapi, indikator kesehatan mental, faktor yang mempengaruhi kesehatan mental. Bab ketiga yaitu berisi tentang tasawuf dan terapi kesehatan mental menurut Amin Syukur. Bab ketiga ini dibagi menjadi empat sub bab. Sub bab pertama memuat tentang biografi Amin Syukur dan karya-karya yang telah dibuat olehnya. Sub bab kedua berisi tentang konsep tasawuf Amin Syukur. Sub bab ketiga berisi tentang pandangan Amin Syukur terhadap maāmāt tasawuf sebagai terapi mental.. Bab keempat adalah analisis. Pada bab ini berisi analisis terhadap maqāmat dalam tasawuf Amin Syukur sebagai terapi kesehatan mental yang terdiri dari sub bab yaitu analisis konsep tasawuf sebagai terapi kesehatan mental, analisis pandangan Amin Syukur sebagai terapi mental dan analisis relevansi
17
tasawuf Amin Syukur tentang tasawuf sebagai terapi kesehatan mental terhadap kehidupan sekarang. Bab kelima adalah penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan hasil dari pengkajian dan analisis terhadap metode tasawuf Amin Syukur sebagai terapi kesehatan mental, saran-saran serta diikuti dengan uraian kata penutup. Setelah penutup, dilampirkan pula daftar pustaka, dan biodata.