BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam 2 golongan yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, 2007).
Gangguan
jiwa
dapat
diartikan
bahwa
terjadi
ketidakseimbangan dalam memenuhi seluruh aspek kehidupan baik aspek fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Dampak dari gangguan jiwa antara lain gangguan dalam aktivitas sehari hari, gangguan hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial. Salah satu jenis gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realita (halusinasi dan waham), afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak) dan mengalami kesukaran aktivitas sehari-hari (Keliat, 2002). Stuart dan Laraia (2005), menjelaskan bahwa skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara rasional.
1
2 Prevalensi skizofrenia terjadi pada 1% populasi di dunia. Persentase tersebut merujuk pada 2,7 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan 45 juta di seluruh dunia (WHO,2001). Sedangkan jumlah pasien skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima orang dari 1000 penduduk. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 1 juta jiwa mengalami skizofrenia. Sehingga dapat diketahui bahwa angka pasien
skizofrenia
di
Indonesia
masih
tergolong
tinggi.
Prevalensinya di populasi umum berkisar 1-1,3% dan dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras (Pratiwi, 2011). Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Skizofrenia jarang terjadi pada kanak-kanak. Insiden puncak pada umur 15-25 pada laki-laki dan 25-35 pada wanita (Videback, 2008). Tingginya jumlah pasien skizofrenia dan faktor yang mempengaruhi tingkat penyembuhannya tidak bisa lepas dari peran orang di sekitarnya. Penderita skizofrenia mengalami gangguan dalam berfikir dan merespon lingkungannya sehingga tidak mampu mengatasi masalah kejiwaannya secara mandiri, sehingga individu tersebut membutuhkan bantuan orang lain yang ada di sekitarnya, terutama keluarga. Keluarga adalah institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Individu menguji coba perilakunya didalam keluarga, dan
3 umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat (Mubarak & Chayatin, 2009). Namun peran keluarga cenderung tidak berfungsi dengan baik jika salah satu anggota keluarga tersebut menderita skizofrenia. Fungsi
dan
peran
keluarga
adalah
sebagai
sistem
pendukung dalam memberikan pertolongan dan bantuan bagi anggotanya yang menderita skizofrenia. Namun untuk menjalankan fungsi dan peran keluarga memang tidak bisa terlepas dari beban keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia. Saundres (2003), menjelaskan bahwa keluarga dengan pasien skizofrenia mengalami kesulitan dalam memahami dan menerima perilaku pasien. Beban keluarga dengan pasien
skizofrenia
berhubungan
dengan
perawatan
pasien
skizofrenia termasuk biaya pengobatan, mengawasi kondisi mental pasien, berinteraksi dengan stigma masyarakat
sehubungan
dengan mental pasien serta distress emosional akibat dari simptom skizofrenia. Kehidupan modern dewasa ini telah mewujudkan kemajuan di berbagai bidang khususnya pengetahuan dan teknologi, namun disisi lain masih banyak pandangan tentang gangguan jiwa di masyarakat yang bervariatif. Fakta tentang masalah kejiwaan yang ada di masyarakat sering mendapatkan reaksi negatif dari orang disekitarnya karena mereka mengidentikan gangguan jiwa dengan
4 “orang gila”, sehingga karena gejalanya dianggap aneh masih banyak orang menanggapinya dengan perasaan takut, jijik, dan menganggap mereka berbahaya terutama gangguan jiwa akut seperti skizofrenia. Lahirnya pandangan tentang gangguan jiwa di masyarakat ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman mengenai etiologi gangguan jiwa, terutama jenis gangguan jiwa skizofrenia. Disamping itu karena nilai tradisi dan budaya yang masih kuat, sehingga skizofrenia sering kali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat sekitar. Kondisi ini terutama terjadi di daerah pedesaan, masih banyak pandangan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa khususnya skizofrenia yang dikarenakan oleh hal mistik, seperti kerasukan hal gaib atau pengaruh kekuatan supranatural seperti guna-guna, kutukan tempat keramat dan lain sebagainya. Adanya
pandangan
yang
dualistik
mengenai
etiologi
gangguan jiwa ini merupakan polemik yang telah berlangsung lama baik di antara ahli ilmu jiwa ataupun di tengah masyarakat yang secara langsung menghadapi situasi yang awam dalam mendeteksi gejala gangguan jiwa hingga berpengaruh pada bagaimana masyarakat terutama keluarga memilih dan menentukan bentuk perawatan (treatment). Hawari (2005) mengatakan, dari sejak zaman dahulu penderita gangguan jiwa ditangani oleh orang-orang yang mempunyai latar belakang kepercayaan dan atau agama, misalnya oleh para penganut aliran spiritual atau rohaniawan. Hal ini berkaitan dengan kultur budaya dan kepercayaan agama
5 setempat, sehingga masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan obyektif), dan memilih untuk menyampingkan perawatan medis dan psikiatris terhadap gangguan tersebut, sehingga sebagai penanganan pertama keluarga membawa pasien skizofrenia ke berbagai pengobatan alternatif seperti diantarkan ke penampungan para penderita gangguan jiwa untuk diobati dengan cara alternatif, maupun pengobatan yang bersifat religius seperti ke dukun, ke “orang pintar” atau kiai, di rukiah, dan lain sebagainya. Hasil studi pendahuluan tanggal 15 Juni 2015 melalui wawancara kepada petugas Puskesmas Induk Tegalrejo bagian jiwa menyatakan bahwa pada tahun 2015 di daerah lingkungan kerja Puskesmas tersebut terdapat 30 pasien skizofrenia, dan data tersebut stabil sejak tahun 2013. Kemudian hasil studi pendahuluan pada tanggal 10 Agustus 2015 melalui wawancara kepada salah satu anggota keluarga pasien yang telah didiagnosa skizofrenia dari puskesmas menyatakan saat merasa bahwa anaknya sakit, keluarga tersebut beranganggapan bahwa anaknya kesurupan roh jahat yang ada di pohon asem dekat rumahnya. Penanganan pertama yang diberikan untuk menyembuhkan anaknya yaitu dengan memanggil pemuka agama untuk mendoakan agar roh jahat tersebut hilang. Namun setelah mengetahui bahwa anaknya menderita
gangguan
jiwa
keluarga
tersebut
lebih
memilih
pengobatan alternatif daripada mengutamakan pelayanan medis
6 dengan alasan anaknya dianggap kerasukan roh jahat dan mengakibatkan anaknya menjadi gila seperti sekarang. Oleh
sebab
itu
penting
dilakukan
penelitian
untuk
mempelajari pandangan serta peran keluarga dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia yang ada di Desa Tegalrejo. 1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pandangan keluarga (caregiver bagi pasien) tentang penyakit skizofrenia yang diderita anggota keluarganya?
1.2.2
Apa peran keluarga (caregiver bagi pasien) dalam memberikan perawatan pada anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:
1.3.1
Mengidentifikasikan pandangan keluarga terhadap
penyakit skizofrenia yang diderita anggota keluarganya. 1.3.2
Mendeskripsikan peran keluarga dalam memberikan
perawatan untuk membantu proses penyembuhan pada anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia. 1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk
pengembangan ilmu keperawatan jiwa yang berkaitan dengan komunitas yang dilatar belakangi oleh masalah
7 budaya dalam memberikan pandangan dan peran kepada pasien yang menderita skizofrenia. 1.4.2
Manfaat Praktis
1.4.2.1
Bagi Mahasiswa Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data pendukung mengenai bagaimana pandangan keluarga dari pasien skizofrenia tentang penyebab atau bagaimana penyakit skizofrenia diderita oleh anggota keluarganya, serta peran yang diberikan keluarga dalam merawat pasien skizofrenia.
1.4.2.2
Bagi Penelitian Selanjutnya Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
penambah
bahan
informasi
untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan jiwa lain yang ingin melakukan pengembangan penelitian mengenai peran keluarga kepada pasien skizofrenia yang tinggal di lingkungan masyarakat yang masih awam dengan gangguan kejiwaan skizofrenia. 1.4.2.3
Bagi Keluarga dan Masyarakat Umum Sebagai masukan untuk keluarga yang anggota keluarganya
menderita
gangguan
kejiwaan
skizofrenia mengenai penyebab gangguan jiwa dan bagaimana
peran
keluarga
yang
seharusnya
8 diberikan keluarga terhadap anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Diharapkan bagi masyarakat umum untuk lebih peduli dengan pasien skizofrenia yang ada di lingkungannya, karena sangat penting dalam mendukung kesembuhan pasien.